Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan (studi kasus : Pinjaman Bergulir di Kelurahan Bantan Kecamatan Tembung)

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI - PERKOTAAN

(StudiKasus: PinjamanBergulir di KelurahanBantanKecamatan Medan Tembung)

O L E H

SUMANDORO MANULLANG 070903076

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Hasil skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh: Nama : Sumandoro Manullang

NIM : 070903076

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Program Nasional Pemberdayaan (PNPM) Mandiri Perkotaan ( Studi Kasus : Pinjaman Bergulir di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung )

Medan, 22 Oktober 2013

Pembimbing Ketua Departemen

Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA

NIP: 195908161986011001 NIP: 196401081991021001 Drs. M. Husni Thamrin NST, M.Si

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

NIP: 196805251992031002 Prof. Dr. Badaruddin, M. Si


(3)

ABSTRAKSI

IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI - PERKOTAAN

(StudiKasus: PinjamanBergulir di KelurahanBantanKecamatan Medan Tembung)

Nama : Sumandoro Manullang

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus berupaya dalam membangun bangsa. Pembangunan dilaksanakan hampir di setiap sektor, baik di sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum, pertahanan, maupun sektor lainnya. Tujuan utama dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada, salah satunya adalah permasalahan kemiskinan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri – Perkotaan dilaksanakan sejak April 2007 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun dan mengembangkan kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Pelaksanaan kegiatan Pinjaman Bergulir dalam PNPM Mandiri Perkotaan bertujuan untuk menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar dengan kegiatan yang menghasilkan pendapatan yang biasanya tidak memiliki akses ke sumber pinjaman lainnya, untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka dan kegiatan yang mendukung tumbuhnya ekonomi serta usaha mikro disamping itu membelajarkan mereka dalamhal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dan menggambarkan pelaksanaan. Mengetahui pelaksanaan pinjaman bergulir PNPM di Kelurahan Bantan dengan menggunakan model implementasi G Edaward III, yakni : komunikasi, sumber daya, disposisi atau sikap dan struktur birokrasi. Dalam penelitian ini juga akan dilihat pemanfaatan dana pinjaman bergulir dan perubahan yang terjadi setelah adanya program. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode bentuk deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah Dalam implementasi Program pinjaman berguir ini terdapat beberapa masalah, seperti kredit macet yang diakibatkan pengelolaan dana pinjaman yang tidak baik dan minimnya dana operasional dalam pelaksanaan program pinjaman bergulir. Artinya, masih terdapat masyarakat yang kurang kesadarannya dalam mengelola pinjaman sehingga tidak sesuai dengan tujuan program ini untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan rahmatNya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan (studi kasus : Pinjaman Bergulir di Kelurahan Bantan Kecamatan Tembung).”

Penulis menyadari bahwa adanya keterbatasan dan kekuarangan pengetahuan dan pengalaman dalam pembuatan skripsi ini, sehingga skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya memperbaiki skripsi akan diterima dengan senang hati demi sempurnanya penulisan skripsi ini.

Dalam Penulisan skripsi ini, banyak pihak yang berperan dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik material maupun spiritual. Untuk itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang tak terlupakan kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama proses penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

3. Ibu Dra. Elita Dewi selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU

4. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

5. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kak Mega dan Kak Dian yang membantu penulis dalam proses administrasi baik waktu seminar maupun sidang skripsi.

6. Kepada Lurah dan Sekretaris Kelurahan Bantan, Ibu Nila Juwita, S.Sos dan Bapak Makmur Hasibuan dan juga seluruh aparatur Kelurahan Bantan.

7. Kepada bapak Misman selaku ketua LKM Sari Bantan, dan juga seluruh pengurus LKM Sari Bantan dan UPK serta anggota KSM di lingkungan Kelurahan Bantan 8. Kepada orang tua saya,mendiang Bapak, semoga bias sedikit tersenyum dan ibu

saya yang sudah bersusah payah membesarkan dan memberikan kesempatan untuk kuliah, terima kasih buat semua yang sudah diberikan. “Sai ganjang ma umurmu”

9. Kepada seluruh Keluarga yang telah banyak membantu saya selama kuliah, baik materi maupun spiritual. Terimkasih buat dukungannya.

10. Terimakasih buat semua pihak yang sudah membantu saya selama ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

Terima kasih untuk semuanya.

Medan, November 2013


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak.... ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi . ... vi

Daftar Tabel ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5.Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Kebijakan Publik ... 10

2.1.1. Tahap – tahap Kebijakan Publik ... 12

2.1.2. Bentuk Kebijakan Publik ... 13

2.2. Implementasi Kebijakan ... 14

2.2.1. Model Implementasi Kebijakan Publik ... 16

2.3. Kemiskinan ... 22

2.4. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan ... 23

2.5. Pinjaman bergulir PNPM Mandiri Perkotaan ... 25

2.5.1. Landasan Hukum PNPM Mandiri Perkotaan ... 28

2.5.2. Visi,Misi,Nilai dan Prinsip PNPM MP ... 29

2.5.3. Tujuan,sasaran,strategi Pinjaman Bergulir PNPM MP ... 30

2.5.4. Ketentuan Dasar Pinjaman Bergulir ... 32

2.5.5. Organisasi Pelaksanan Pinjaman Bergulir PNPM MP di Kel Bantan ... 40

2.5.6. Sasaran Program Pinjaman Bergulir ... 45

2.6. Defenisi Konsep ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 48

3.1. Bentuk Penelitian ... 48

3.2. Lokasi Penelitian ... 48

3.3. Informan Penelitian ... 48

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 48

3.5. Metode Analisis Data ... 49

BAB IV TEMUAN PENELITIAN ... 50

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 50


(7)

4.1.2. Struktur Organisasi Keluran Terjun ... 52

4.2. Gambaran Umum pelaksanaan pinjaman bergulir PNPM MP di Kel Bantan ... 54

BAB V ANALISA TEMUAN ... 56

5.1. Implentasi Program Pinjaman Bergulir PNPM MP di Kel Bantan berdasarkan model G Edward III ... 57

5.2. Pemanfaatan Pinjaman Bergulir oleh Masyarakat ... 66

5.3. Perubahan Yang Terjadi Setelah Adanya Program ... 68

5.4. Permasalahan dalam Implementasi Program Pinajaman Bergulir ... 70

BAB VI PENUTUP ... 72

6.1. Kesimpulan ... 72

6.2. Saran . ... 73


(8)

DAFTAR TABEL

4.1. Kualifikasi Penduduk Berdasarkan data Monografi Kelurahan Bantan ... 51

4.2. Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 51

4.3. Pengurus LKM Sari Bantan Kelurahan Bantan ... 54


(9)

ABSTRAKSI

IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI - PERKOTAAN

(StudiKasus: PinjamanBergulir di KelurahanBantanKecamatan Medan Tembung)

Nama : Sumandoro Manullang

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus berupaya dalam membangun bangsa. Pembangunan dilaksanakan hampir di setiap sektor, baik di sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum, pertahanan, maupun sektor lainnya. Tujuan utama dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada, salah satunya adalah permasalahan kemiskinan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri – Perkotaan dilaksanakan sejak April 2007 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun dan mengembangkan kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Pelaksanaan kegiatan Pinjaman Bergulir dalam PNPM Mandiri Perkotaan bertujuan untuk menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar dengan kegiatan yang menghasilkan pendapatan yang biasanya tidak memiliki akses ke sumber pinjaman lainnya, untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka dan kegiatan yang mendukung tumbuhnya ekonomi serta usaha mikro disamping itu membelajarkan mereka dalamhal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dan menggambarkan pelaksanaan. Mengetahui pelaksanaan pinjaman bergulir PNPM di Kelurahan Bantan dengan menggunakan model implementasi G Edaward III, yakni : komunikasi, sumber daya, disposisi atau sikap dan struktur birokrasi. Dalam penelitian ini juga akan dilihat pemanfaatan dana pinjaman bergulir dan perubahan yang terjadi setelah adanya program. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode bentuk deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah Dalam implementasi Program pinjaman berguir ini terdapat beberapa masalah, seperti kredit macet yang diakibatkan pengelolaan dana pinjaman yang tidak baik dan minimnya dana operasional dalam pelaksanaan program pinjaman bergulir. Artinya, masih terdapat masyarakat yang kurang kesadarannya dalam mengelola pinjaman sehingga tidak sesuai dengan tujuan program ini untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan sosial selalu menjadi fenomena atau bagian dari suatu pembangunan sebuah negara khususnya negara yang sedang berkembang. Kemiskinan juga telah menjadi perhatian dunia, terutama sejak krisis ekonomi melanda Asia sejak 1997. Salah satu bentuk perhatian dunia terhadap kemiskinan dan ketimpangan sosial adalah berkumpulnya 192 negara anggota PBB dan paling sedikit 23 organisasi internasional pada tahun 2000, untuk menyetujui pencapaian tujuan milenium (Millennium Development Goals, MDGs) pada tahun 2015.

Secara umum kemiskinan menyebabkan efek yang hampir sama di semua negara hilangnya, (1) kesejahteraan bagi kalangan miskin (sandang, pangan, papan), (2) hak akan pendidikan, (3) hak atas kesehatan, (4) tersingkirnya dari pekerjaan yang layak secara kemanusiaan, (5) termarjinalkan dari hak atas perlindungan hukum, (6) hak atas rasa aman, (7) hak atas partisipasi terhadap pemerintahan dan keputusan publik, (8) hak atas spiritual, (9) hak untuk berinovasi dan yang lebih penting (10) hak atas kebebasan hidup. 1

1

Hari Susanto, Menuju Indonesia Sejahtera, (Jakarta: Khanata – PustakaLP3ES Indonesia, 2006), hal.4.

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus berupaya dalam membangun bangsa. Pembangunan dilaksanakan hampir di setiap sektor, baik di sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum, pertahanan, maupun sektor lainnya. Tujuan utama dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada, salah satunya adalah permasalahan kemiskinan.


(11)

Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar dalam mendefenisikan kemiskinan, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan, yang diukur dari sisi pengeluaran, jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.

Kemiskinan merupakan masalah yang pada umumnya dihadapi hampir di semua negara-negara berkembang, terutama yang padat penduduknya seperti Indonesia. Penduduk miskin pada bulan Maret 2008 berjumlah 34,96 juta (15,42 persen). Jumlah penduduk miskin ( penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di Indonesia pada bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Berarti jumlah penduduk turun sebesar 2,43 juta. Selama periode Maret 2008 – Maret 2009, penduduk miskin di daerah pedesaan berkurang 1,57 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang. Pada Maret 2011 mencapai 30,2 juta orang atau sekitar 12,49 % dan pada bulan Maret 2012 tercatat 29,13 juta orang (11,96 persen).2

Beberapa kebijakan pemerintah ini masih berorientasi pada pemberian bantuan tunai, dan dalam pelaksanaannya masih banyak ditemukan hambatan, seperti kemampuan sumber daya manusia yang masih kurang, anggaran yang disediakan yang belum memadai,

Kegagalan negara dalam memberantas kemiskinan tidak terlepas dari model pembangunan yang diterapkan. Kegagalan yang terjadi dikarenakan model pembangunan yang berlaku tidak memberi kesempatan pada rakyat miskin untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pemilihan, perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan. Dengan kata lain, rakyat miskin hanyalah sekedar obyek dari pembangunan yang bercirikan top down dan memihak segelintir orang serta pemerintahan yang sentralistik.

2


(12)

permasalahan kelembagaan, partisipasi masyarakat yang masih kurang dan permasalahan-permasalahan lainnya yang menyebabkan usaha-usaha pengentasan kemiskinan tidak memberikan dampak yang signifikan

Program – program pengentasan kemiskinan sudah banyak dilakukan di berbagai negara. Di Indonesia sendiri sudah banyak program – program penanggulangan kemiskinan dilaksanakan, seperti pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan terpadu pengentasan kemiskinan, dan lain sebagainya. Berbagai program kemiskinan terdahulu dalam kenyataannya sering menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya salah sasaran, terciptanya benih – benih fragmentasi sosial, dan melemahkan nilai – nilai kapitalsosial yang ada di masyarakat seperti gotong royong, musyawarah, dan keswadayaan.

Salah satu tantangan pengentasan kemiskinan adalah bagaimana mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan. Sebab pembangunan tanpa partisipasi masyarakat hanya akan menimbulkan ketergantungan dan masyarakat hanya menjadi objek dalam proses pembangunan. Selama lebih dari tiga dasawarsa pembangunan Indonesia, kelompok lapisan masyarakat bawah belum secara aktif dilibatkan dalam pembangunan. Bahkan kelompok ini menjadi kelompok marginal dan menjadi beban pembangunan. Persepsi negatif yang muncul adalah bahwa kelompok masyarakat bawah kurang partisipatif dalam pembangunan.

Membantu kaum miskin dengan memberikan barang atau jasa yang mereka butuhkan, hanya tepat untuk situasi darurat. Jadi, yang dibutuhkan adalah proses belajar kolektif, kemandirian, pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara lebih baik, serta pembangunan yang berdaya dorong dan berkesinambungan. Itulah yang menjadi salah satu pemikiran dari perumusan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) .Program yang menganut pendekatan pemberdayaan, menuju pembangunan yang berkelanjutan


(13)

dimaksudkan untuk memperluas prospek dan pilihan untuk dapat hidup dan berkembang di masa depan, khususnya bagi masyarakat miskin di perkotaan.

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakat yang representatif dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.

Mempertimbangkan perkembangan positif P2KP tersebut, mulai tahun 2007 telah dirintis untuk mengadopsi P2KP menjadi bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Oleh sebab itu mulai tahun 2007, PNPM Mandiri P2KP diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pencapaian sasaran Millennium Development Goals (MDGs) sehingga tercapai pengurangan penduduk miskin sebesar 50% di tahun 2015. Tahun 2008 secara penuh P2KP menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan). Sebagai bagian dari PNPM Mandiri maka tujuan, prinsip dan pendekatan yang ditetapkan dalam PNPM Mandiri juga menjadi tujuan, prinsip dan pendekatan PNPM Mandiri Perkotaan, begitu juga nama generik lembaga kepemimpinan masyarakat berubah dari BKM menjadi LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat).3

Penganggulangan kemiskinan dilakukan dengan memberdayakan masyarakat melalui tiga jenis kegiatan pokok yaitu Infrastruktur, Sosial dan Ekonomi yang dikenal dengan

3

Diakses dari :http://lkmtrisula.blogspot.com/2012/08/sejarah-pnpm-mandiri-perkotaan.html pada tanggal 12 maret 2013 pukul 12.00 WIB


(14)

Tridaya. Dalam kegiatan ekonomi, diwujudkan dengan kegiatan Pinjaman Bergulir, yaitu pemberian pinjaman dalam skala mikro kepada masyarakat miskin di wilayah kelurahan dimana Lembaga Keswadayan Masyarakat (LKM) / Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) berada dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditetapkan. Pedoman ini hanya mengatur ketentuan pokok untuk pelaksanaan kegiatan Pinjaman Bergulir, namun keputusan untuk melaksanakannya diserahkan sepenuhnya kepada warga masyarakat setempat.4

Sumatera Utara pada Maret 2012 memiliki jumlah penduduk miskin sebanyak 1.407.200 orang (10 persen), angka ini berkurang sebanyak 74.100 orang bila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin Maret 20q11 yang berjumlah 1.481.300 orang (11,33 persen). Selama periode Maret 2011 – Maret 2012, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sebanyak 21.900 orang (dari 691.100 orang pada Maret 2011 menjadi 669.200 orang pada Maret 2012. Penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2011 sebesar 10,75 persen, turun menjadi 10,32 persen pada Maret 2012.

Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakat yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial masyarakat mendatang serta menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi kemitraan masyarakat dengan pemerintah dan kelompok peduli setempat.

5

Kecamatan Medan Tembung merupakan salah satu kecamatan yang menjalankan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Madiri – Perkotaan. Kecamatan Medan Tembung memiliki penduduk sebesar 134.763 jiwa pada tahun 2010 dengan luas

4.

Petunjuk Teknis Pinjaman Bergulir PNPM Mandiri - Perkotaan.

5


(15)

wilayah sebesar 7,78 KM persegi6

Di dalam usulan/rancangan penelitian, adapun format penelitian yang digunakan (deskriptif ataukah eksplanasi, studi kasus, survei ataukah eksperimen juga perlu secara tegas dan jelas merumuskan tujuan penelitian yang hendak dihasilkan.

. Penduduk Kecamatan ini memiliki banyak usaha industri kecil seperti kerajinan rotan. Sebagian besar penduduk di kecamatan ini adalah Tionghoa, Minang, Batak, Aceh, dan Jawa sedangkan suku asli suku Melayu Deli 40 persen saja. Kecamatan Medan Tembung memilki 7 kelurahan yaitu, Kelurahan Tembung, Bantan, Bandar Selamat, Bantan Timur, Sidorejo, Sidorejo Hilir, Indara Kasih.

Dari uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti implementasi PNPM Mandiri – Perkotaan di salah satu kelurahan di Kecamatan Medan Tembung yaitu Kelurahan Bantan, untuk mengetahui bagaimana implementasi dan dampaknya bagi masyarakat miskin. Adapun judul dari penelitian ini adalah “Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri – Perkotaan (Studi Kasus : Pinjaman Bergulir di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung) “

I.2 Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri – Perkotaan (Studi Kasus : Pinjaman Bergulir di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung) “

I.3 Tujuan Penelitian

7

a) Mengetahui pelaksanaan pinjaman bergulir PNPM di Kelurahan Bantan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

6

Dikutip dari :

7


(16)

b) Mengetahui sasaran dana peminjam bergulir program PNPM.

c) Mengetahui pemanfaatan dana pinjaman bergulir PNPM oleh masyarakat. d) Mengetahui dampak program PNPM di Kelurahan Bantan.

1.4 Manfaat Penelitian.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a) Manfaat secara ilmiah, penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah.

b) Manfaat secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak – pihak yang terkait dalam pengimplementasian Program Nasional Pemberayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri – Perkotaan.

c) Manfaat secara akademis, diharapkan mampu menambah khasanah dan literatur atau kepustakaan baru dalam penelitian sosial.


(17)

1.5 Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang masalah, fokus penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini memuat tentang teori-teori yang berhubungan dengan judul penelitian dan defenisi konsep yang diperlukan peneliti.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini memuat alasan menggunakan metode penelitian deskriptif, lokasi penelitian, teknik pengambilan subjek penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data yang digunakan dan pengujian keabsahan data. Bab IV : Temuan Penelitian

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian yang ditemukan di lapangan

Bab V : Analisis Temuan Penelitian

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi serta hasil analisanya.

Bab VI : Penutup

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan yang dianggap penting bagi pihak yang membutuhkan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Publik

Menurut Anderson kebijakan dipandang sebagai suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan oleh seorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. Selanjutnya Anderson mengklasifikasikan kebijakan itu menjadi dua, yaitu8

1. Substantif, yaitu apa yang harus dilakukan pemerintah

:

2. Prosedural, yaitu siapa dan bagaimana kebijakan itu diselenggarakan.

Menurut Woll kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.9

Daniel Easton menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah adalah kekuasaan mengalokasikan nilai – nilai untuk masyarakat secara keseluruhan. Ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat. Sementara

Dalam defenisi tersebut, Woll menyatakan bahwa bahwa pengaruh dari tindakan atau aktivitas pemerintah tersebut ialah:

(1) adanya pilihan kebijakan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya dengan menggunakan kekuatan publik yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat;

(2) ada ouput kebijakan yakni dengan dibuatnya kebijakan pemerintah dituntut membuat peraturan, anggaran, personil dan regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat;

(3) adanya dampak kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

8

Nurcholis, Hanif.2007. Teori dan Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah. Jakarta.PT Grasindo .hal. 263.

9

Tangkilisan, Hessel.2003. Kebijakan Publik Yang Membumi,Konsep, Strategi Dan Kasus. Yogyakarta :YPAPI dan Lukman Offset, hal : 2.


(19)

menurut Hutington dan J. Nelson, dalam masyarakat modern masyarakat melihat pemerintah sebagai bagian dari kehidupannya. Kebijakan pemerintah selalu dirasakan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat.10

Hogwood dan Gunn menyatakan bahwa terdapat 10 istilah kebijakan dalam pengertian modern yaitu 11

1. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas :

2. Sebagai ekspresi tujuan umum atau akitivitas negara yang diharapkan 3. Sebagai proposal spesifik

4. Sebagai keputusan pemerintah 5. Sebagai otorisasi formal 6. Sebagai sebuah program 7. Sebagai ouput

8. Sebagai hasil (outcome) 9. Sebagai teori dan model 10.Sebagai sebuah proses.

Definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa sebenarnya kebijakan publik secara sederhana merupakan aktivitas-aktivitas pemerintah yang memiliki tujuan dan memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat banyak atau publik, aktivitas yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah. Kebijakan publik menentukan bentuk suatu kehidupan setiap bangsa dan negara. Semua negara menghadapi masalah yang relatif sama, yang berbeda adalah bagaimana respon terhadap masalah tersebut. Respon ini yang disebut sebagai kebijakan publik.

2.1.1 Tahap-Tahap Kebijakan

Proses kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang dikaji. Oleh karena itu beberapa para ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik, membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik

10

Abidin, Said Zainal.2002. Kebijakan Publik Edisi Revisi. Jakarta : Yayasan Pancur Siwah, hal : 86.

11

Indiahyono, Dwiyanto. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Penerbit: Gava Media. Yogyakarta. 2009. Hal : 18.


(20)

kedalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita di dalam mengkaji kebijakan publik12

Terdapat tahapan-tahapan proses penyusunan kebijakan publik yang perlu untuk dikaji. Tahapan-tahapan kebijakan publik tersebut adalah, sebagai berikut

.

13

1. Tahap penyusunan agenda, dalam tahap ini para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah – masalah berkompetisi dulu untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan.

:

2. Tahap formulasi kebijakan, masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah – masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berdasarkan alternatif-alternatif atau pilihan kebijakan yang ada.

3. Tahap adopsi kebijakan, melakukan adopsi salah satu alternatif kebijakan dari setiap alternatif yang terdapat dalam formulasi kebijakan dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Tahap implementasi kebijakan, keputusan kebijakan yang telah diambil dalam adopsi kebijakan yang memang dapat dianggap sebagai kebijakan yang terbaik dalam pemecahan suatu masalah yang harus diimplementasikan. Implementasi kebijakan dilakukan oleh badan-badan administrasi negara maupun agen-agen pemerintahan ditingkat bawah yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia.

5. Tahap evaluasi kebijakan, tahap ini dilakukan untuk melihat sejauh mana sebuah kebijakan mampu memecahkan masalah dengan menggunakan kriteria – kriteria sebagai dasar untuk melihat dampak kebijakan yang telah diimplementasikan.

2.1.2 Bentuk Kebijakan Publik

12

WinarNo, Budi, Op. Cit., hal: 32

13


(21)

Terdapat tiga kelompok rentetan kebijakan publik yang dirangkum secara sederhana, yakni sebagai berikut14

1. Kebijakan Publik Makro :

Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar. Contohnya: (a). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; (b). Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (c). Peraturan Pemerintah; (d). Peraturan Presiden; (e) Peraturan Daerah. Dalam pengimplementasian, kebijakan publik makro dapat langsung diimplementasikan.

2. Kebijakan Publik Meso

Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau yang lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berupa Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, Keputusan Bersama atau SKB antar- Menteri, Gubernur dan Bupati atau Walikota. 3. Kebijakan Publik Mikro

Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan publik yang diatasnya. Bentuk kebijakan ini misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada dibawah Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.

Bentuk kebijakan publik baik kebijakan publik makro, meso dan mikro tersebut dalam proses pembuatannya melibatkan banyak variabel yang harus dikaji secara kompleks dan menyeluruh.

2.2 Implementasi Kebijakan

14

Nugroho, Riant. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang (Model-model Perumusan, Implementasi dan Evaluasi). Penerbit: PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. 2006. Hal: 31.


(22)

Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah – olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.

Implementasi Kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat tercapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langka yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program – program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.15

Menurut Pressman dan Wildavsky implementasi kebijakan adalah interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana – sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya.16

Menurut Patton dan Sawicki (1993) implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara dalam mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.17

15

Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Kebijakan. Jakarta: Gramedia, hal : 174.

16

Tangkilisan, Op. Cit., hal : 9.

17

Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance. PT. Refika Aditama: Bandung, hal: 41. Mazmanian dan Sabatier mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa – peristiwa dan kegiatan – kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha –


(23)

usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau pada kejadian – kejadian tertentu.18

Menurut Van Meter dan Van Horn ada enam variabel yang memepengaruhi kinerja implementasi,yakni

Dari beberapa pemahaman di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan proses pelaksanaan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk pencapaian tujuan yang diharapkan sesuai dengan sasaran kebijakan tersebut.

2.2.1 Model Implementasi Kebijakan Publik 1. Model Van Meter dan Van Horn

19

1. Standard dan sasaran kebijakan :

Standard dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstuktur sehingga dapat direalisir. Apabila standard dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.

2. Sumber daya

Kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia. Dalam berbagai kasus program jaringan pengaman sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.

3. Hubungan antar organisasi

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Keberhasilan suatu program memerlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi. 4. Karakteristik agen pelaksana

18

Safi’I, H.M. 2007. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah. Malang: Averroes Press, hal : 144.

19


(24)

Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma – norma dan pola – pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi implementor

Ini mencakup tiga hal, yakni : (a) respon implementor terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan dan (c) intesitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

2.Model Implementasi Kebijakan George Edward III

Edward melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi. Oleh karena itu, Edward menegaskan bahwa dalam studi implementasi terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan pokok, yaitu:

1) Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?

2)Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan?20

20

Diakses dari


(25)

George C. Edward III berusaha menjawab dua pertanyaan tersebut dengan mengkaji empat faktor atau variabel dari kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi (sikap implementor), struktur birokrasi.

a) Komunikasi

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenai maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.

b) Sumber daya

Komponen sumber daya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan


(26)

pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. Sumber daya manusia yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas, maka hal yang harus dilakukan adalah meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus menguasai teknik-teknik kelistrikan. Informasi merupakan sumber daya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenahi bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepatuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan. Kekurangan informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada. Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan / mengatur keuangan, baik


(27)

penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.

c) Disposisi

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah.

Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program. Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program.


(28)

d) Struktur Birokrasi

Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat standard operation procedur (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.

2.3 Kemiskinan

Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar dalam mendefenisikan kemiskinan.Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan, yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.

Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan. Kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Misalnya, ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup dan lingkungan dalam suatu masyarakat, atau yang mengatakan bahwa kemiskinan merupakan ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi.


(29)

Kemiskinan dapat dibedakan dalam tiga pengertian yaitu, kemiskinan absolut, kemiskinan relatif atau kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk hidup dan bekerja. Rendahnya tingkat pendapatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana fisik dan kelangkaan modal, atau miskin karena sebab alami atau natural. Kemiskinan relatif adalah pendapatan seseorang yang sudah di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat sekitarnya. Hal ini erat kaitannya dengan masalah pembangunan yang bersifat struktural, yakni kebijaksanaan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari luar untuk membantunya.21

2.4

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri – Perkotaan dilaksanakan sejak April 2007 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun dan mengembangkan kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini merupakan kelanjutan dan pengembangan dari program P2KP sebelumnya yang dilaksanakan oleh Presiden Megawati. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakat yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (socialcapital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri – Perkotaan

21


(30)

masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.

Pengelolaan seluruh kegiatan, baik pengembangan usaha maupun pembangunan prasarana dan sarana, pada prinsipnya dilakukan oleh masyarakat sendiri. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pemeliharaan, semuanya dilakukan dengan bertumpu pada pendekatan kelompok. Pendekatan semacam ini menuntut adanya partisipasi aktif masyarakat. Pelaksanan kegiatan ini sedapat mungkin bersifat padat karya dan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat.

PNPM Mandiri – Perkotaan ini bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan melalui hal sebagai berikut22

1. Memberikan bantuan kepada masyarakat miskin di perkotaan dalam bentuk pinjaman dana yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan yang diusulkan masyarakat, baik yang sifatnya bergulir maupun hibah. Dana pinjaman PNPM Mandiri Perkotaan merupakan dana pinjaman yang disalurkan kepada kelompok – kelompok swadaya masyarakat (KSM) secara langsung dengan sepengetahuan konsultan yang mengelola PNPM Mandiri Perkotaan di suatu wilayah kerja, sepengetahuan penanggung jawab operasional (PJOK) yang ditunjuk dan sepengetahuan warga masyarakat setempat melalui kelembagaan masyarakat yang dibentuk. Dana pinjaman tersebut dapat dimanfaatkan sebagai modal kerja suatu usaha produktif, pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan, serta pengembangan sumber daya manusia.

:

2. memberikan bantuan teknis berupa pendampingan kepada masyarakat dalam rangka membantu pembentukan organisasi di tingkat komunitas, dan melakukan upaya bagi peningkatan kesejahteraan melalui peningkatan ekonomi, perbaikan sarana dan prasarana lingkungan, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

22

Diakses da 10.00.


(31)

Dengan demikian masyarakat mampu melakukan kegiatan – kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi dalam rangka penanggulangan berbagai masalah kemiskinan yang dihadapi.

2.5 Pinjaman Bergulir PNPM Mandiri – Perkotaan

Pinjaman bergulir PNPM Mandiri – Perkotaan diadopsi dari Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai upaya membangun kemandirian masyarakat.

Penanggulangan kemiskinan membutuhkan penanganan yang menyeluruh, maka PNPM-Mandiri memberikan bantuan untuk masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk pendampingan dan bantuan dana. Bantuan pendampingan ini diwujudkan dalam penugasan konsultan dan fasilitator beserta dukungan dana operasioanal untuk mendampingi dan memberdayakan masyarakat agar mampu merencanakan dan melaksanakan program masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di desa/kelurahan masing-masing.

Di dalam proses pendampingan akan ada pelatihan yang akan dilakukan kepada masyarakat untuk menambah ketrampilan dan pelaksanaan kerja. Untuk melihat efektivitas program pelatihan masyarakat, konsultan dan fasilitator PNPM-Mandiri perlu melakukan penilain terhadap perubahan sikap dan ketrampilan masyarakat, baik sebelum maupun sesudah mengikuti pelatihan. Persoalan yang sering timbul dalam pelatihan yang dilakukan PNPM-Mandiri seringkali masyarakat belum mengerti arti penting dari pelatihan dalam mengelola ekonomi rumah tangga.

Dengan memahami pengelolaan ekonomi keuangan rumah tangga dengan baik sebuah keluarga akan mudah untuk mengatur kebutuhannya, karena ia akan memperhitungkan setiap rupiah yang dikeluarkannya. Sedangkan bantuan dana akan diberikan dalam bentuk Bantuan


(32)

Langsung Masyrakat (BLM). BLM ini bersifat stimulant dan sengaja disediakan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berlatih dengan mencoba melaksanakan rencana kegiatan penanggulangan kemiskinan yang telah direncanakan.

Pelaksanaan kegiatan Pinjaman Bergulir dalam PNPM Mandiri Perkotaan bertujuan untuk menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar dengan kegiatan yang menghasilkan pendapatan yang biasanya tidak memiliki akses ke sumber pinjaman lainnya, untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka dan kegiatan yang mendukung tumbuhnya ekonomi serta usaha mikro disamping itu membelajarkan mereka dalamhal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar.23

e. Meningkatkan kapasitas kewirausahaan masyarakat melalui pelatihan ekonomi rumah tangga, kewirausahaan dan pembukuan sederhana.

Pendekatan yang digunakan adalah dengan mengarahkan kegiatan pinjaman bergulir sebagai akses pinjaman masyarakat miskin yang saat ini belum mempunyai akses pinjaman ke lembaga keuanganlain melalui:

a. Kegiatan pinjaman bergulir dilaksanakan ditingkat kelurahan, dikelola secara professional untuk menjaga keberlangsungan akses pinjaman bagi masyarakat miskin.

b. Transparansi atas pengelolaan dan kinerja UPK serta monitoring partisipatif oleh wargamasyarakat sebagai wujud pertanggungjawaban pengelolaan dana masyarakat . c. Penyediaan akses pinjaman yang jumlahnya maupun tingkat bunganya hanya menarik

bagikelompok masyarakat miskin.

d. Menggunakan sistem tanggung renteng kelompok sebagai alat kontrol pengelola (UPK)maupun kelompok peminjam (KSM)

24

23

Sumber :Petunjuk Teknis Pinjaman Bergulir PNPM Mandiri - Perkotaan

24


(33)

Pinjaman bergulir Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri – perkotaan yang merupakan hasil adopsi dari Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan.

Sebagai program penanggulangan kemiskinan, PNPM Mandiri – Perkotaan diwujudkan dalam bentuk kegiatan pinjaman bergulir. Sebelum implementasi, program ini terlebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi ini dilaksanakan di aula Kelurahan yang disampaikan Fasilitator Kelurahan yang dibantu oleh aparatur kelurahan.

Masyarakat berhak memutuskan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini atau tidak. Program ini dikelola oleh masyarakat sendiri, maka dibentuklah Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM). Pengurus dan Kordinator LKM dipilih oleh masyarakat masyarakat sendiri. Para pengurus LKM haruslah yang mempunyai kemauan dan memiliki waktu, serta iklas , karena setiap pengurus tidak memiliki gaji, sifatnya hanya relawan. Dalam pengelolaan pinjaman bergulir LKM membentuk Unit Pengelola Keuangan yang secara operasional terpisah dari LKM. Sebelum mengajukan permohonan pinjaman, maka masyarakat terlebih dahulu membentuk kelompok, yaitu Kelolmpok Swadaya Masyarakat (KSM) yang terdiri dari 5 anggota.

Sasaran utama kegiatan pinjaman bergulir ini adalah rumah tangga miskin yang ada di kelurahan. Program pinjaman bergulir ini merupakan akses keuangan bagi masyarakat miskin dan hadir sebagai jawaban atas kesulitan masyarakat untuk mendapatkan modal usaha dari lembaga – lembaga keuangan formal seperti Bank, karena memerlukan agunan yang


(34)

belum tentu dimiliki oleh masyarakat miskin. Pinjaman awal yang diberikan adalah Rp. 500.000.- dan pinjaman selanjutnya sebesar Rp. 2.000.000,-

2.5.1 Landasan Hukum PNPM Mandiri - Perkotaan

Dasar peraturan perundangan sistem yang digunakan adalah :

1. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah 2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan

3. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 Tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan

4. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Tim Pengendali Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat.

2.5.2 Visi, Misi, Nilai dan Prinsip PNPM Mandiri Perkotaan

Sebagai sebuah Program yang terintegrasi, PNPM Mandiri – Perkotaan dirancang untuk memiliki Visi, Misi, Nilai – nilai, dan Prinsip – prinsip agar implementasi dapat dilakukan secara optimal dan dapat memenuhi harapan dari kebijakan yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah penjabarannya:

• Visi PNPM Mandiri – Perkotaan

Melalui Implementasi PNPM Mandiri – Perkotaan dapat diwujudkan masyarakat madani yang maju, mandiri dan sejahtera dalam lingkungan pemukiman yang sehat, produktif dan lestari.

• Misi PNPM Mandiri – Perkotaan

Membangun masyarakat madani yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menanggulangi


(35)

kemiskinan secara efektif dan mampu mewujudkan terciptanya lingkungan pemukiman yang tertata, sehat, produktif dan berkelanjutan.

• Nilai – Nilai PNPM Mandiri – Perkotaan

Nilai – nilai universal kemanusiaan yang harus dilaksanakan PNPM Mandiri – Perkotaan adalah jujur, dapat dipercaya, iklas/kerelawanan, adil, kesetaraan, dan kesatuan dalam keragaman.

• Prinsip – Prinsip PNPM Mandiri – Perkotaan

Prinsip – prinsip universal kemasyarakatan yang mengacu pada tata kepemerintahan yang baik (good governance) yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku PNPM Mandiri – Perkotaan (masyarakat, konsultan, maupun Pemerintah) dengan menerangkan prinsip – prinsip; partisipasi, transparansi, akuntabilitas, desentralisasi dan demokrasi. Prinsip – Prinsip universal pembangunan berkelanjutan (tridaya) harus merupakan prinsip keseimbangan yang dalam kasus PNPM Mandiri – Perkotaan diterjemahkan sebagai sosial, ekonomi dan lingkungan/fisik yang tercakup dalam ko nsep tridaya sebagi berikut; Perlindungan lingkungan, Pengembangan masyarakat dan Pembangunan ekonomi.

2.5.3 Tujuan, Sasaran Dan Strategi Pinjaman Bergulir PNPM MP

Adapun tujuan PNPM Mandiri – Perkotaan adalah menyediakan akses layanan keuangan kepada keluarga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar untuk memperbaiki ekonomi keluarga miskin dan memberikan pembelajaran dalam hal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar.

Kelompok sasaran utama pinjaman bergulir PNPM Mandiri – Perkotaan ini adalah rumah tangga miskin (berpendapatan rendah) yang ada di kelurahan. Idikator tercapainya sasaran tersebut adalah:


(36)

1. Masyarakat, yaitu seluruh masyarakat kelurahan dengan penerima manfaat langsung adalah keluarga miskin (sesuai dengan kriteria kemiskinan setempat yang disepakati) 2. Minimal 30 % peminjam adalah perempuan

3. Para peminjam tersebut telah tersebut telah bergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)

4. Akses pinjaman bagi KSM peminjam yang kinerja pengembaliannya baik terjamin keberlanjutannya baik melalui dana BLM maupun melalui dana hasil channeling dengan kebijakan pinjaman yang jelas.

Strategi pelaksanaan PNPM Mandiri – Perkotaan adalah:

1. Mendorong proses transformasi sosial dari masyarakat tidak berdaya/miskin menuju masyarakat berdaya. Proses ini antara lain:

1) Internalisasi nilai – nilai dan prinsip – prinsip universal

2) Penguatan lembaga masyarakat melalui pendekatan pembangunan bertumpu pada kelompok

3) Pembelajaran penerapan konsep tridaya dalam penanggulangan kemiskinan. 2. Pengembangan kapasitas, yaitu dengan membangun kemampuan masyarakat untuk

menyiapkan rencana – rencana kegiatan dalam kerangkan penanggulangan kemiskinan, melalui upaya mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi dan kemandirian masyarakat.

3. Membangun dan memberdayakan kelembagaan lokal untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan lokal masyarakat di kelurahan

4. Membangun kemitraan antara , menjalin sinergi melalui kemitraan antara masyarakat dengan pelaku pembangunan di daerah, khususnya pemerintah daerah di tingkat lokal, kelompok – kelompok keahlian dan stakeholder terkait.


(37)

2.5.4 Ketentuan Dasar Pinjaman Bergulir

Agar pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, perlu dibuat aturan dasar untuk pinjaman bergulir, antara lain kelayakan lembaga pengelola pinjaman bergulir, kelayakan peminjam, dana pinjaman, pelayan pinjaman bergulir dan pendampingannya. Masing – masing aturan dasar tersebut adalah sebagaimana uraian berikut:

1. Kelayakan Lembaga Pengelola Pinjaman Bergulir

Lembaga yang langsung mengelola kegiatan pinjaman bergulir adalah Unit Pengelola Keuangan (UPK). UPK adalah salah satu unit pengelola yang berada di bawah LKM. Sebelum kegiatan pinjaman bergulir dalam kelurahan yang bersangkutan dimulai, harus dilakukan pengujian kelayakan, baik untuk LKM/UPK maupun untuk KSM/anggota dengan menggunakan instrumen kriteria kelayakan yang sudah disiapkan. Kegiatan pinjaman bergulir dapat dilaksanakan, hanya jika para pelaku tersebut telah memenuhi kriteria kelayakan seperti yang dijelaskan di bawah. KMW bertanggung jawab atas pendampingan tercapainya kriteria kelayakan LKM/UPK. Sedangkan fasilitator bersama relawan setempat bertanggung jawab atas pendampingan tercapainya kriteria kelayakan kelompok maupun anggotanya.

a. Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM)

LKM yang akan mengelola kegiatan pinjaman bergulir harus memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:

1) LKM telah terbentuk secara sah sesuai dengan ketentuan PNPM Mandiri – Perkotaan dan memiliki anggaran dasar yang di dalam nya antara lain menyatakan bahwa:

a) Kegiatan pinjaman bergulir akan dijalankan sebagai salah satu alat penanggulangan kemiskinan di wilayahnya


(38)

b) Dana pinjaman bergulir hanya diperuntukkan untuk kegiatan pinjaman bergulir saja

c) Pendapatan UPK hanya untuk membiayai kegiatan operasional UPK dan tidak dapat dipergunakan untuk menbiayai kegiatan lainnya, termasuk biaya LKM dan pengawas. Pengawas hanya bisa dibiayai dari laba bersih tahunan UPK.

2) LKM telah mengangkat pengawas UPK (2-3) dan petugas UPK (minimal 2 orang). Semua telah memperoleh pelatihan PNPM Mandiri Perkotaan dan telah memiliki uraian tugas dan tanggungjawab

3) LKM dengan persetujuan masyarakat telah membuat aturan dasar pinjaman bergulir yang memuat kriteria KSM dan anggotanya yang boleh menerima pinjaman, besar pinjaman mula – mula, besar jasa pinjaman, jangka waktu pinjaman dan sistem angsuran pinjaman serta ketentuan mengenai tanggung renteng anggota KSM

4) Untuk Kelurahan/Desa lama (yang telah menjalankan P2KP):

a) Kinerja pinjaman bergulir yang dijalankan mencapai kriteria memuaskan

b) Bersedia melakukan perbaikan antara lain:

• Membentuk pengawas UPK

• LKM telah menerima pelatihan dari PNPM Mandiri Perkotaaan

• Telah memiliki rekening atas nama LKM dengan kewenangan menandatangani 3 orang


(39)

Pengawas UPK yang bertugas mengawasi kegiatan UPK dalam mengelolergulir pinjaman bergulir telah memenuhi kriteria minimal antara lain:

1) Telah diangkat oleh LKM dengan persetujuan masyarakat sebanyak 2 – 3 orang, memenuhi unsur laki-laki dan perempuan

2) Telah memiliki uraian tugas yang mencakup tugas dan tanggungjawab pengawas

3) Telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PNPM Mandiri Perkotaan

c. Unit Pengelola Keuangan (UPK)

Unit pengelola Keuangan (UPK) yang akan mengelola dana pinjaman bergulir telah memenuhi kriteria minimal sebagai berikut:

1) Telah diangkat oleh LKM sebanyak minimal 2 orang (ideal 4 orang) 2) Telah memiliki uraian tugas dan tanggung jawab

3) Telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PNPM Mandiri Perkotaan

4) Telah memahami Aturan Dasar pinjaman bergulir

5) Telah memiliki rekening atas nama UPK/LKM dengan kewenangan penandatanganan 3 orang

6) Telah memiliki sistem pembukuan yang berlaku di PNPM Mandiri Perkotaan

2. Kelayakan Peminjam

KSM peminjam dan anggotanya sebagai calon peminjam harus memenuhi kriteria kelayakan yang dipersyaratkan untuk mendapat pinjaman bergulir dari UPK. Hanya KSM dan anggotanya yang memenuhi kriteria kelayakan yang dapat dilayani oleh


(40)

LKM/UPK. Dengan kata lain, KSM peminjam yang tidak atau belum memenuhi kriteria kelayakan tidak dapat dilayani dan harus ada pendampingan terlebih dahulu sampai KSM peminjam tersebut memenuhi kriteria kelayakan sebagai calon peminjam.

a. Kriteria Kelayakan KSM

1) KSM telah terbentuk dan anggotanya adalah warga miskin yang tercantum dalam daftar

2) KSM dibentuk hanya untuk tujuan penciptaan peluang usaha dan kesmpatan kerja serta peningkatan pendapatan masyarakat miskin dan kekuatan modal sosial

3) KSM dibentuk atas dasar kesepakatan anggota – angotanya secara sukarela, demokratis, partisipatif, transparan dan kesetaraan

4) Anggota KSM termasuk kategori keluarga miskin sesuai kriteria yang ditetapkan sendiri oleh LKM/ masyarakat

5) Jumlah anggota KSM minimal 5 orang

6) Jumlah anggota KSM minimal 30 % perempuan

7) Mempunyai pembukuan yang memadai sesuai kebutuhan

8) Semua anggota KSM menyetujui sistem tanggung renteng dan dituangkan secara tertulis dalam pernyataan kesanggupan tanggung renteng

9) Semua anggota KSM telah memperoleh dari fasilitator dan LKM/UPK b. Kriteria kelayakan anggota KSM

1) Anggota KSM adalah warga masyarakat dan memiliki Kartu Tanda Penduduk setempat

2) Termasuk dalam kategori keluarga miskin sesuai dengan kriteria yang dikembangkan dan disepakati oleh masyarakat sendiri


(41)

3) Dapat dipercaya dan dapat bekerjasama dengan anggota lain

4) Semua anggota KSM telah mempunyai tabungan minimal 5 % dari pinjaman yang diajukan dan bersedia menambah tabungannya minimal 5 % selama jangka waktu pinjaman dan tidak akan mengambil tabungan tersebut sebelum pinjamannya lunas

5) Memiliki motivasi untuk berusaha dan bekerja atau dapat pula memiliki usaha mikro dan bermaksud untuk meningkatkan usaha, pendapatan dan kesejahteraan keluarganya

6) Belum pernah mendapat pelayanan dari lembaga keuangan yang ada.

3. Sumber Dana pinjaman bergulir

Sumber dana untuk kegiatan pinjaman bergulir, dapat berasal dari:

a. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), yang merupakan sumber dana utama b. Dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

c. Dana yang berasal dari pihak Swasta d. Dana dari swadaya masyarakat

e.Pemupukan modal berasal dari Laba/Keuntungan hasil pengelolaan Pinjaman bergulir yang disisihkan sesuai AD/ART dan keputusan RWT

f. Dana dari sumber lainnya

Dana dari sumber lain berupa channeling atau pinjaman dari lembaga keuangan formal baik bank maupun koperasi di sekitar lokasi LKM berada. Tujuan dana channeling atau pinjaman tersebut adalah untuk menyediakan akses pinjaman bagi LKM yang sudah memenuhi batas maksimal pemberian pinjaman baik dari sisi jumlah pinjaman (telah mencapai Rp. 2.000.000,-) atau dari sisi frekuensi pinjaman (sudah mencapai 4 kali pinjaman) diharapkan dengan dana channeling maupun


(42)

pinjaman dari lembaga keuangan formal tersebut nantinya KSM dan anggotanya dapat memperoleh akses pinjaman lebih lanjut dari lembaga tersebut

4. Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman Bergulir

Dalam kegiatan pinjaman bergulir diatur kegiatan yang harus dilakukan dalam setiap tahapan yang diatur sebagai berikut :

1) Tahap pengajuan Pinjaman

Calon peminjam mempersiapkan segala keperluan yang dipersyaratkan untuk memperoleh pinjaman baik pelatihan, pembentukan simpanan, maupun kelengkapan dokumen dan pengisian blanko pengajuan pinjaman

2) Tahap Pemeriksaan Pinjaman

Petugas pinjaman UPK memeriksa dokumen pengajuan pinjaman yang diajukan KSM beserta anggotanya baik secara administratif maupun kunjungan lapangan menganalisis dan membuat usulan kepada manajer UPK atas permohonan pinjaman dimaksud.

3) Tahap Putusan Pinjaman

Manajer UPK memberikan persetujuan atau penolakan atas pengajuan pinjaman yang dilakukan KSM didasarkan pada hasil analisis petugas pinjaman UPK

4) Tahap Realisasi Pinjaman

Permohonan pinjaman KSm yang telah disetujui oleh manajer UPK disiapkan dokumen untuk pencairan, kemudian direalisasikan pembayaranya kepada KSM dan anggotanya.

5) Tahap Pembinaan Pinjaman

Minimal 1 bulan setelah pinjaman direalisasikan, petugas UPK wajib memantau keadaan peminjam, perkembangan usaha dan penggunaan pinjaman, apakah digunakan sesuai dengan tujuan semula.


(43)

6) Tahap pembayaran Kembali Pinjaman

Peminjam melakukan pembayaran kembali atas pinjamanya. agar tidak sampai terjadi keterlambatan atau tunggakan, maka petugas UPK dibantu oleh relawan, aparat kelurahan desa, tokoh masyarakat maupun pengawas UPK

7) Memonitoring Pinjaman bergulir

Dalam kegiatan monitoring pinjaman diuraikan secara rinci kegiatan untuk mencapai kinerja pinjaman berguliryang memuaskan dengan cara memantau secara administratif dan kunjungan kepada peminjam dilapangan

8) Penyelesaian Pinjaman Bermasalah

Dalam penyelasaian pinjaman bermasalah, dibahas mengenai penyebab dan upaya penyelesaian pinjaman yang bermasalah baik melalui penagihan secara intensif, maupun dengan penyelamatan pinjaman bermasalah

9) Pelaporan Pinjaman Bergulir

Dalam kegiatan ini diuraikan mengenai laporan yang harus dibuat oleh UPK baik laporan bulanan maupun khusus atau yang tidak terjadwal, baik neraca laba/rugi. 5. Pelaksanaan Pendampingan

Pendampingan atau konsultasi merupakan elemen penting dalam upaya memperkuat kemapuan pengelolaan pinjaman bergulir. Kegiatan pendampingan diberikan dalam bentuk coaching (petunjuk singkat), konsultasi atau diskusi, membantu pelaksanaan kegiatan sampai dengan petugas dapat melaksanakan secara mandiri, pendampingan terhadap hal – hal yang kurang/tidak benar, membimbing hingga terjadi perubahan sikap/perilaku serta upaya lain yang mengarah pada peningkatan kemampuan petugas dan anggota masyarakatnya. Strategi pendampingan ini perlu diberikan baik kepada LKM, UPK maupun kepada kelompok pemanfaat pinjaman.


(44)

2.5.5 Organisasi pelaksana program pinjaman bergulir PNPM Mandiri – Perkotaan di Kelurahan Bantan

Dalam usaha mengatasi kemiskinan di daerahnya, kelurahan Bantan diketahui juga ikut dalam program PNPM Mandiri – Perkotaan. Pinjaman bergulir PNPM Mandiri – Perkotaan sebagai salah satu program nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi kemiskinan yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan melalui konsep pemberdayaan masyarakat.

Berikut adalah organisasi pelaksana Pinjaman bergulir PNPM Mandiri Perkotaan:

a. Lurah

Lurah secara umum memiliki peran memberikan dukungan dan jaminan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri – Perkotaan berjalan lancar sesuai dengan aturan yang berlaku. Secara rinci tugas dan tanggung jawab Lurah dalam pelaksanaan PNPM Mandiri – Perkotaan adalah :

1. Membantu sosialisasi awal PNPM Mandiri Perkotaan ke seluruh masyarakat diwilayahnya;

2. Memfasilitasi proses pemahaman masyarakat mengenai PNPM MandiriPerkotaan, dan atas nama warga mengajukan surat ke KMW dan BappedaKota/Kabupaten, yang menyatakan kesiapan wargamasyarakatmelaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan; 3. Memfasilitasi pendaftaran relawan-relawan masyarakat secara demokratis,transparan

dan akuntabel;

4. Memfasilitasi terselenggaranya pertemuan pengurus RT/RW dan masyarakat dengan KMW/Tim Fasilitator, dan relawan masyarakat dalam upaya penyebarluasan informasi dan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan;


(45)

5. Memfasilitasi proses pengorganisasian masyarakat warga dan pembentukan lembaga kepemimpinan masyarakat di kelurahan/desanya. (Bentuk-bentuk dukungan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat, sertaketentuan PNPM Mandiri Perkotaan);

6. Memfasilitasi koordinasi dan sinkronisasi kegiatan yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan termasuk peninjauan lapangan oleh berbagai pihak berkepentingan;

7. Memfasilitasi pelaksanaan pemetaan swadaya (Community Self Survey) dalam rangka pemetaan kemiskinan dan potensi sumber daya masyarakat yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat;

8. Memfasilitasi dan mendukung penyusunan Program Jangka Menengah Penanggulangan Kemiskinan dan rencana tahunannya oleh masyarakat yangdiorganisasikan oleh lembaga kepemimpinan masyarakat setempat (LKM);

9. Mendorong tumbuh berkembangnya proses pembangunan partisipatif dikelurahan/desanya;

10.Memfasilitasi LKM dan masyarakat agar mampu mencapai kinerja mandiri;

11.Memfasilitasi PJM Pronangkis sebagai salah satu masukan untuk Musrenbang kelurahan

12.Bersama dengan LKM/masyarakat dan kelompok peduli menyusun ‘Master Plan Kelurahan’ yang berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin (propoor), tata cara pelayanan publik yang baik (good governance) dan berorientasi pembangunan secara berkelanjutan.

13.Mendukung dan turut aktif dalam proses penggalian, pengembangan, dan pelembagaan nilai-nilai universal kemanusiaan sebagai landasan pembangunan kapital sosial di wilayahnya;


(46)

14.Memberi laporan bulanan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayahnyakepada Camat; dan

15.Berkoordinasi dengan Tim Fasilitator, relawan masyarakat dan LKM,memfasilitasi penyelesaian persoalan dan konflik serta penangananpengaduan yang muncul dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan diwilayah kerjanya.

b. Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM)

Peran dan fungsi LKM sama dengan peran dan fungsi Badan keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam program P2KP. Kordinator dan anggota dipilih oleh masyarakat sendiri. LKM bertanggungjawab menjamin keterlibatan semua lapisan masyarakatdalam proses pengambilan keputusan yang kondusif untuk pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan khususnya dan pembangunan masyarakat kelurahan pada umumnya. Oleh sebab itu, peran utama LKM adalah :

1. Mengorganisasikan warga secara partisipatif untuk merumuskan rencanajangka menengah (3 tahun) penanggulangan kemiskinan (PJM Pronangkis) dan diajukan ke PJOK untuk mencairkan dana BLM;

2. Sebagai dewan pengambilan keputusan untuk hal-hal yang menyangku tpelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan pada khususnya dan penanggulangan kemiskinan pada umumnya;

3. Mempromosikan dan menegakkan nilai-nilai luhur ( jujur, adil, transparan, demokratis, dsb ) dalam setiap keputusan yang diambil dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan;

4. Menumbuhkan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin agar mampu meningkatkan kesejahteraan mereka;


(47)

5. Mengembangkan jaringan LKM di tingkat kecamatan, kota/kabupaten sebagaimitra kerja Pemerintah Daerah dan wahana untuk menyuarakan aspirasimasyarakat warga yang diwakilinya;

6. Menetapkan kebijakan dan mengawasi proses pemanfaatan dana bantuan langsung masyarakat (BLM), yang sehari-hari dikelola oleh UPK.

c. Unit Pengelola Keuangan (UPK)

Dalam pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir PNPM Mandiri – Perkotaan LKM membentuk Unit Pengelola Keuangan (UPK) melalui rapat anggota LKM.

Gambar 2.1

Strstruktur Organisasi UPK

Sumber : Data sekunder

d. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)

Disamping LKM di lokasi yang telah menjalani P2KP/PNPM P2KP juga sudahterbentuk KSM atau Kelompok Swadaya Masyarakat adalah nama jenerik untuk kelompok warga masyarakat pemanfaat dana BLM PNPM Mandiri Perkotaan. KSM ini diorganisasikan oleh tim relawan dan dibantu oleh tim fasilitator terdiri dari warga kelurahan yang memiliki ikatan kebersamaan (common bond) dan berjuang untuk mencapai tujuan

Manajer UPK

Petugas peminjam

Pembuku Kasir


(48)

bersama. KSM ini bukan hanya sekedar pemanfaat pasif melainkan sekaligus sebagai pelaksana kegiatan terkait dgn penangulangan kemiskinan yang diusulkan untuk didanai oleh LKM melalui berbagai dana yang mampu digalang. Oleh sebab itu tugas pokok KSM adalah:

1. Menyusun usulan kegiatan pembangunan terkait dgn penangulangankemiskinan

2. Mengelola dana yang diperolehnya untuk mendanai kegiatan pembangunan ygdiusulkan

3. Mencatat dan membuat laporan kegiatan dan keuangan kegiatanpembangunan yg diusulkan

4. Menerapkan nilai-nilai luhur dalam pelaksanaan pembangunan yangditekuninya (transparansi, demokrasi, membangun dgn mutu, dsb)

5. Secara aktif menjadi bagian dari kendali social (control social) pelaksanaanpenangulangan kemiskinandi wilayahnya.

2.5.6 Sasaran Progam Pinjaman Bergulir

Sasaran utama dalam kegiatan pinjaman bergulir ini adalah rumah tangga miskin di wilayah LKM berada, khususnya masyarakat miskin yang sudah diidentifikasi dalam daftar masyarakat miskin. Indikator tercapainya sasaran tersebut adalah:

1. Pinjaman berasal dari rumah tangga miskin yang telah dalam perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronagkis)

2. Minimal 30 % peminjam adalah perempuan

3. Para peminjam dari rumah tangga miskin tersebut telah bergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) khusus untuk kegiatan ini beranggotakan minimal 5 orang

4. Akses peminjam bagi KSM peminjam yang kinerja pengembaliannya baik terjamin keberlanjutanya baik melalui dana BLM maupun dana melalui hasil chanalling dengan kebijakan pinjaman yang jelas.


(49)

2.6 Defenisi Konsep

Menurut Masri Singarimbun, konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan kejadian secara abstrak, kelompok individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Untuk itu peneliti menguraikan defenisi konsep sebagai berikut :

1. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan

2.

berbagai kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara dalam mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri – Perkotaan merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep pemberdayaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat sehingga dapat terbangun gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjuta yang bertumpu pada nilai – nilai luhur dan prinsip – prinsip universal.

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) – Mandiri Perkotaan

3. Pinjaman Bergulir

Program pinjaman bergulir merupakan cara dalam proses pembedayaan masyarakatyang diluncurkan pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran melalui pemberian pinjaman mikro kepada masyarakat khususnya masyarakat miskin dan pinjaman akan dikembalikan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati bersama


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Peneltian studi deskiptif ini merupakan suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada dan bertujuan menggambarkan atau melukiskan apa yang diteliti serta berusaha memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang menjadi pokok penelitian.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelurahan Bantan Kecamatan Medan tembung yang berada di jalan Jl. Pertiwi Ujung No. 110 B. Lokasi ini dipilih karena Kelurahan Bantan merupakan salah satu penyelenggara PNPM Mandiri -Perkotaan dan lokasi dekat dengan peneliti.

3.3 Informan Penelitian

1. Informan kunci yaitu Lurah Bantan Kecamatan Medan Tembung

2. Informan Utama Yaitu Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) / Unit Pelaksana Kegiatan (UPK)

3. Informan Tambahan yaitu Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) 3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam mengumpulkan data dapat dikelompokkan menjadi dua macam dilihat dari klasifikasi sumbernya, yakni:

1. Metode Pengumpulan Data Primer

Merupakan data yang langsung dari objek penelitian, terdiri dari:

a) Metode wawancara secara mendalam dengan mengajukan pertanyaansebanyak – banyaknya hingga diperoleh informasi yang rinci.


(51)

b) Metode observasi dengan melakukan pengamatan langsung terhadap fenomena yang terjadi dilapangan sesuai dengan fokus penelitian

2. Metode Pengumpulan Data Sekunder

Merupakan data yang tidak secara langsung dari objek penelitian, terdiri dari :

a) Penelitian kepustakaan, pengumpulan data melalui buku – buku, makalah, literatur yang memeiliki relevansi dengan masalah yang diteliti

b) Studi dokumentasi, dengan cara mengkaji informasi yang bersumber dari dokumen – dokumen yang menyagkut dengan masalah penelitian.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data didasarkan pada pendekatan tertentu. Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yakni dengan menguraikan dan menginterpretasikan data yang telah ada, menghubungkannya dengan fakta serta dianalisis sehingga memunculkan gambaran yang jelas atas objek dan masalah yang diteliti.


(52)

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Wilayah Kelurahan Bantan merupakan salah satu Kelurahan Kecamatan Medan tembung, dengan luas wilayah sekitar 150,50 ha. Kelurahan Bantan terdiri dari 14 lingkungan dengan batas –batas sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan kelurahanBandar Selamat

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Tegal Sari Mandala II 3. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Tembung

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Bantan Timur

4.1.1 Kependudukan

Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis, penduduk Kelurahan Bantan sebagian besar adalah suku Jawa, Melayu, Minang, dan suku Batak. Mayoritas penduduk hidup dengan berdagang dan menjadi pegawai swasta. Sulitnya menambah modal dalam usaha, mengakibatkan usaha masyarakat tidak berkembang.

Dari penelitian yang dilakukan, profil penduduk Kelurahan Bantan, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4.1

Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Data Monografi Kelurahan Bantan

NO Uraian Jumlah


(53)

2 Jumlah Laki-Laki 17.986 Jiwa 3 Jumlah Perempuan 18.148 Jiwa 4 Jumlah Kepala Keluarga 6.288 KK 5 Jumlah KK Miskin 911 KK Sumber : Data Primer

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Kelurahan Bantan sebanyak 36.134 jiwa dengan jumlah penduduk laki – laki sebesar 17.986 jiwa (49,8 %) dan perempuan sebesar 18.148 jiwa (50,2 %). Sedangkan jumlah kepala keluarga sebanyak 6.288 KK dengan penduduk miskin sebesar 911 KK atau sekitar 14 %.

Tabel 4.2

Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

NO Uraian Jumlah

1 Pegawai Negeri Sipil 416 Orang 2 Pegawai Swasta 2.053 Orang 3 TNI/POLRI 22 Orang 4 Pedagang/Wiraswasta 12.800 Orang 5 Pertukangan 1.060 Orang 6 Buruh Batu 311 Orang 7 Pensiunan 548 Orang

8 Pemulung 47 Orang

9 Jasa 630 Orang


(54)

Table diatas menunjukkan, 12.800 orang bermata pecaharian sebagai pedagang/ wirawasta. Profesi pedagang/wiraswasta merupakan yang terbesar di Kelurahan Bantan. Pegawai swasta sebanyak 2053 orang dan pertukangan 1060 orang. Pemulung merupakan yang terkecil sebanyak 47 orang.

4.1.2 Struktur Organisasi Kelurahan Terjun

Struktur Organisasi adalah Suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian secara posisi yang ada pada sebuah organisasi dalam menjalin kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, maka suatu organisasi harus memiliki struktur organisasi agar organisasi dapat berjalan dengan efektif dan efisien untuk mencapai tujuanya.


(55)

Gambar 4.1

Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Bantan

Kecamatan Medan Tembung

Sumber : Data Primer

Kasi Pembangunan Juliastri Kasi Trantib A.D.Nasution Kasi Pemerintahan Daha Sirait Staf Idris Lubis Staf A. Nurnandy Link I A. Moqri Hsb Link II Buyung Link III Ismail P Link IV Arwin Link V M.B Siregar Link VI Irwanto Link VII Syamsul Link VIII Mujur T Link IX M sufii Link X Sofyan Link XI Suparjo Link XII Wagimin Lurah Nila Juwita. S,Sos

Link XIII Dini A

Link XIVZulkifli Hrp Kel. Jabatan

Fungsional

Sekretaris Makmur Hasibuan


(1)

penambahan jenis barang dagangan dan penambahan alat - alat usaha mampu menambah penghasilan masyarakat.

5.4

Selain memberikan akses keuangan kepada masyarakat miskin, program pinjaman pinjaman bergulir juga berupaya memberikan penyadaran kepada masyarakat akan tanggung jawab dan kemandirian sehingga tercipta masyrakat yang mampu dalam bidang ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari. Program ini sangat bermanfaat bagi masyarkat, untuk itu diperlukan komitmen, kesadaran dan tanggung jawab dari semua pihak yang terkait, pemerintah maupun masyarakat agar tujuan dari program ini terlaksana dengan baik.

Sebagaimana yang disampaikan penulis sebelumnya bahwa dalam pelaksanaan program pinjaman bergulir ini mengalami berbagai permasalahan, seperti bentuk komunikasi yang kurang baik, dana operasioal yang sangat minim sehingga mengakibatkan tidak maksimalnya pelaksanaan program pinjaman bergulir ini.

Permasalahan Dalam Implementasi Program Pinjaman Bergulir

Berdasarkan observasi penulis jumlah KSM berkurang setiap tahun diakibatkan tingkat pengembalian utang yang sangat sedikit. Dana pinjaman bergulir yang dikelola di kelurahan Bantan hanya tinggal sekitar Rp 24.000.000,- sementara dana pinajaman bergulir awalnya adalah sebesar Rp. 150.000.000,- . Hal terkait disampaikan oleh Bapak Misman dalam wawancara yang mengatakan:

“Banyak masyarakat yang tidak mengembalikan pinjaman alasannya bermacam-macam, ada juga karena ngikut kawan yang gak bayar. ya kita pun harus milih2 mana yang harus kita kasih pinjam mana yang tidak bermasalah, itu yang kita kasih pinjaman. Karena pinjaman banyak yang tidak dikembalikan ya sekarang dana cuman tinggal sekitar 24 juta lagi dari awalnya 150 juta, inilah yang kita bagi kepada masyarakat peminjam.” (wawancara pada tanggal 4 Agustus2013)

Berdasarkan wawancara diatas, dapat dilihat bahwa kurangnya kesadaran akan tanggungjawab dalam pengembalian utang ini, mengakibatkan program ini terancam tidak


(2)

berjalan lagi. Setiap tahun jumlah peminjam semakin berkurang karena dana yang dikelolapun semakin sedikit.

Program pinjaman bergulir pada dasar merupakan program yang sangat baik untuk membantu masyarakat miskin agar mampu mandiri, dan keluar dari kaesulitan - kesulitan ekonomi. Namun, dalam pelaksanaan program terdapat masalah – masalah yang mengakibatkan program ini jauh dari harapan sebenarnya. Mulai dari bentuk komunikasi, dana operasional pelaksana, sampe kredit macet. Setiap pihak yang terkait, baik pemerintah maupun masyarakat, harus berkomitmen untuk melaksanakan program pinjaman bergulir agar berjalan dengan baik, sehingga masyarakat miskin mampu keluar dari permasalahan ekonomi yang selama ini diderita.


(3)

BAB VI PENUTUP

1. Program Pinjaman Bergulir dalam PNPM Mandiri Perkotaan program yang menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar dengan kegiatan yang menghasilkan pendapatan yang biasanya tidak memiliki akses ke sumber pinjaman lainnya, untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka dan kegiatan yang mendukung tumbuhnya ekonomi serta usaha mikro disamping itu membelajarkan mereka dalamhal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar

6.1 Kesimpulan

2.

3.

Masyarakat sangat antusias dengan adanya program ini, hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang meminjam. Sebelum mengajukan, masyarakat harus terlebih dahulu membentuk kelompok KSM yang terdiri dari 5 orang. Seteleh itu, UPK meninjau KSM dan meyeleksi penerima dana pinjaman.

4.

Pinjaman bergulirdiberikan kepada keluarga miskin agar mampu meningkatkan taraf hidupnya dan mandiri dalam berusaha. Dalam pengelolaan dana pinjaman di kelurahan bantan sebagian besar masyarakat sebagian masyarakat di kelurahan Bantan menggunakan pinjamanya sebagai modal usaha

5.

Dampak yang terjadi setalah adanya program pinjaman bergulir ini adalah terciptanya peluang usaha, peningkatan peluang usaha, dan terciptanya rasa tanggung jawab dalam mengelola pinjaman sehingga penghasilan masyarakat yang mengelola pinjaman dengan baik, berangsur – angsur meningkat.

Dalam implementasi Program pinjaman berguir ini terdapat beberapa masalah, seperti kredit macet yang diakibatkan pengelolaan dana pinjaman yang tidak baik. Artinya, masih terdapat masyarakat yang kurang kesadarannya dalam mengelola pinjaman


(4)

sehingga tidak sesuai dengan tujuan program ini untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

1.

6.2 Saran

2.

Perlunya memeperbaiki strategi komunikasi agar maksud yang disampaikan dapat dimengerti dengan jelas sehingga implementasi pinjaman bergulir PNPM Mandiri dapat berlangsung efektif dan tepat sasaran.

3.

Perlunya peningkatan kesadaran kepada masyarakat agar mengelola pinjaman dengan baik dan benar. Beberapa anggota peminjam yang mengalami masalah dalam pengolalan pinjaman harus harus mendapat perhatian dari LKM, UKM, dan aparat Kelurahan.

Perlunya komitmen dan kesadaran serta tanggung jawab dari seluh pihak – pihak yang terkait (pemerintah, LKM, UPK, serta BKM) untuk mendorong keberhasilan program ini.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2002. KebijakanPublikEdisiRevisi. Jakarta:YayasanPancurSiwah Faisal, Sanapiah.2007. Format-Format Penelitian Sosial.PT. Raja GrafindoPersada: Jakarta Indiahyono, Dwiyanto. 2009.Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Gava

Media: Yogyakarta.

Nawawi, Hadari. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Kebijakan. Jakarta: Gramedia

_____________.2006.

Nurcholis, Hanif.2007. Teori dan Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah:Jakarta.PT. Grasindo

Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang (Model-model Perumusan, Implementasi dan Evaluasi). PT. Elex Media Komputindo : Jakarta

Petunjuk Teknis Pinjaman Bergulir PNPM Mandiri – Perkotaan Petunjuk Pelaksanaan Pinajaman Bergulir PNPM Mandiri - Perkotaan

Safi’I, H.M. 2007. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah. Malang: Averroes Press.


(6)

Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pustaka Belajar.

Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik: TeoridanAplikasi Good Governance. PT. Refika Aditama: Bandung

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharto, Edi.2006. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Alfabeta

Sumadiningrat,Gunawan.1997.Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan.PT.Bina Rena Pariwara.Jakarta

Tangkilisan, Hessel.2003. Kebijakan Publik Yang Membumi: Konsep, Strategi Dan Kasus. Yogyakarta :

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik ( Teori dan Proses ). Yogyakarta. YPAPI dan Lukman Offset

PT. Media Pressindo.

Sumber internet


Dokumen yang terkait

Dampak Program Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan Medan Kota

0 95 100

Efektivitas Pelaksanaan Pinjaman Dana Bergulir Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat

9 74 97

Efektifitas Pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir (PNPM Mandiri Perkotaan) di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan

0 27 245

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat –Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (PNPM-P2KP) Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan Sidikalang Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

1 51 128

Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Nasional (PNPM) Mandiri Perdesaan (Studi Deskriftif di Kelurahan Aek Simotung, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)

0 62 148

Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

4 84 264

Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) (Studi Kasus di Desa Sitio II Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 46 125

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Desa Dolok Hataran Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

0 55 76

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Publik - Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan (studi kasus : Pinjaman Bergulir di Kelurahan Bantan Kecamatan Tembung)

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan (studi kasus : Pinjaman Bergulir di Kelurahan Bantan Kecamatan Tembung)

0 0 8