BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Hospitality
Hospitality merupakan proses hubungan antara guest dan host, yaitu tindakan atau kebiasaan yang hospitable dimana penyambutan atau jamuan terhadap
guests, visitor atau stranger oleh host dilakukan dengan kebaikan.
Hospitality adalah bagian dari industri jasa. Berbicara mengenai hospitality adalah berbicara mengenai kualitas layanan. Kualitas jasa yang ada dalam
pasar saling mengungguli supaya bisa menarik konsumen sebanyak mungkin. Dalam industri hospitality, konsumen mengharapkan untuk memperoleh
pelayananservice yang maksimal dari para penyedia jasa dengan menyediakan pelayanan yang memuaskan harapan mereka atau bahkan melebihi harapan
mereka. Oleh karena itu perlu sekali manajemen dari hospitality untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen termasuk pada jasa
kesehatan.
2.2 Prinsip-prinsip dalam Hospitality
1. Jasa dan Pengelolaannya
Jasa adalah sesuatu yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan terjadinya
perpindahan kepemilikan. Kotler 2000 dalam Sitaniapessy 2008 menyebutkan bahwa jasa merupakan produk yang tidak berwujud,
mempunyai manfaat yang dapat dinikmati oleh customer dan dapat memberikan kepuasan. Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau
tindakan tidak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain. Oleh karena itu pengelolaan jasa merupakan suatu upaya yang penting dilakukan untuk
mengorganisir sumber daya perusahaan guna mewujudkan pelayanan yang baik dan terpadu. Fokus sentral perusahaan jasa ialah bagaimana
memberikan pelayanan kepada pelanggan yang memenuhi dimensi mutu jasa fisik, andal, tanggap, terpercaya dan empati agar pelanggan menjadi
puas Chase dan Aquilano, 1995 dalam Palilati, 2007. Untuk itu sistem usaha jasa yang berkaitan dengan aspek aturan, prosedur perlengkapan dan
Universitas Sumatera Utara
fasilitas pelayanan semuanya itu harus diorganisir dan dikelola dengan baik untuk mewujudkan tujuan. Selain itu sumber daya manusia yang yang
memberikan pelayanan kepada pelanggan juga harus ditingkatkan untuk mendapatkan loyalitas dari pelanggan
2. Dimensi Kualitas Jasa
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pasuraman, Zeithmal dan Berry 1985 dalam Sitaniapessy 2008 didapatkan bahwa antara hasil
dan proses mempengaruhi evaluasi konsumen tentang kualitas jasa. Ada lima dimensi yang disebut dengan SERVQUAL kualitas jasa yang terdiri
atas : 1.
Tangibles berwujud. Aspek ini menjadi penting karena jasa tidak dapat dilihat tetapi dirasakan. Hal ini dapat berupa penampilan secara
fisik, peralatan, karyawan serta sarana komunikasi 2.
Reliabilitas keandalan. Dimensi ini mengukur keandalan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya.
3. Daya tanggap. Aspek ini merupakan dimensi yang sangat dinamis
karena membantu dan memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan cepat.
4. Jaminan merupakan dimensi kualitas pelayanan yang menentukan
kepuasan pelanggan yang sangat berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku karyawan baris terdepan dalam menanamkan
rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. 5.
Empati. Dimensi ini untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap kebutuhan konsumen serta perhatian yang diberikan oleh karyawan.
3. Mengukur Kualitas Jasa
Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel yaitu jasa yang dirasakan perceived service dan jasa yang diharapkan expected service. Bila jasa
yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan maka konsumen akan menjadi tidak tertarik pada penyelia jasa yang bersangkutan. Sedangkan
bila yang terjadi adalah sebaliknya yang dirasakan lebih tinggi dibandingkan dengan yang diharapkan ada kemungkinan para konsumen
akan menggunakan penyelia jasa tersebut lagi. Penelitian mengenai
Universitas Sumatera Utara
kualitas yang dipersepsikan pelanggan pada industri jasa oleh Parasuraman dkk, 1985 dalam Sitaniapessy, 2008 mengidentifikasikan lima
kesenjangan yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa yaitu : a.
Kesenjangan tingkat kepentingan konsumen dan persepsi manajemen. Pada kenyataannya perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau
memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya. b.
Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen
mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini dapat
terjadi karena 3 faktor yaitu tidak adanya komitmen terhadap kualitas jasa, kurangnya sumberdaya atau karena adanya kelebihan permintaan
c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
Ada beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini misalnya karyawan kurang terlatihbelum menguasai tugasnya, beban kerja yang
melampaui batas, ketidakmampuan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal.
Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang
dihadapi oleh perusahaan adalah apabila janji yang diberikan tidak dapat dipenuhi, yang menyebabkan terjadinya persepsi negatif
terhadap kualitas jasa perusahaan. e.
Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau
prestasi perusahaan dengan cara yang berbeda atau apabila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
Universitas Sumatera Utara
4. Customer Behaviour
Prilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi, mencari,
menggunakan barang dan jasa Loundon Bitta, 1993 dalam Hurriyati, 2008. Terdapat tiga tingkatan yang dikembangkan oleh Bateson 1995
dalam Sitaniapessy 2008: 1.
Tingkatan sebelum membeli. Pada tingkatan ini manajemen harus berusaha memahami kenapa konsumen memilih dan menggunakan jasa
tertentu. Ini juga merupakan aktifitas konsumen sebelum menggunakan jasa. Proses ini dimulai ketika individu membutuhkan pelayanan.
Setiap keinginan atau permasalahan memerlukan suatu solusi dan biasanya menujukkan potensi untuk membeli. Konsumen akan mencari
informasi sumber dari dalamluar untuk mengembangkan suatu rangkaian pemikiran pemecahan masalah dan pada akhirnya memilih
alternatif pertimbangan demi kepuasannya. 2.
Tingkatan konsumsi. Pada tingkatan konsumsi, manajemen berusaha memahami reaksi konsumen pada proses interaksinya. Dalam proses
ini dengan mempertimbangkan segala informasi produk yang tersedia, konsumen mengambil keputusan untuk membeli.
3. Evaluasi setelah membeli. Pada tingkatan ini perlu dipahami sumber
kepuasan dan ketidakpuasan yang terjadi pada konsumen setelah mengkonsumsikan produkjasa tersebut. Konsumen mengevaluasi jasa
dengan membandingkan jasa yang mereka terima perceived service dengan jasa yang mereka inginkan expected service.
5. Customer Value
Rumah Sakit perlu melakukan kreasi atau penciptaaan value yang mampu menarik hati customernya, sehingga mau membayar dengan tingkat tarif
atau harga yang menguntungkan bagi rumah sakit. Penciptaan customer value merupakan landasan bagi usaha sukses, karena penciptaan nilai
mampu membangun pertumbuhan, laba dan nilai lebih lainnya. Secara sederhana, customer value didefinisikan sebagai semua manfaat atau
kualitas yang diperoleh oleh konsumen relatif terhadap pengorbanannya Irawan, 2008.
Universitas Sumatera Utara
6. Job Performance
Kehandalan karyawan merupakan variable yang penting dalam memperoleh konsumen yang setia melalui kepuasan dan kepercayaan.
Dalam perusahaan atau organisasi jasa, produksi dan konsumsi dilakukan secara bersama sehingga interaksi antara karyawan dan konsumen selama
proses pemberian jasa menjadi sangat berpengaruh terhadap persepsi konsumen pada kualitas jasa. Oleh karena itu, kinerja karyawan dapat
mempengaruhi evaluasi konsumen terhadap jasa yang diberikan kepadanya. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas
begitu juga sebaliknya. Job performance atau kinerja adalah prilaku yang relevan dengan tujuan oraganisasi dan dapat diukur pada level profesional
dan dapat dilihat dari prilakunya Campbell, 2007. Performance individu secara umum dapat dilihat dari 3 faktor yaitu
motivasi, kemampuan mengerjakan pekerjaan dan lingkungan kerja. Dimensi penampilan kerja terlihat pada profesional terhadap pekerjaan dan
tugas yang spesifik dan pekerjaan yang non spesifik, komunikasi lisan dan tulisan, usaha, disiplin, penampilan dan fasilitasi dalam tim,
supervisorkepemimpinan, manajemen dan administrasi. Sedangkan performance perawat yang diharapkan oleh konsumen adalah
perawat yang komunikatif, ramah, dapat memberikan pelayanan yang cepat dan efisien serta mempunyai daya tanggap dan empati yang tinggi.
7. Customer Loyality
Customer loyalty merupakan komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang
produkjasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk
menyebabkan perubahan prilaku Oliver, 1996 dalam Hurriyati, 2008 . Tahapan loyalitas menurut Griffin 2002 dalam Hurriyati, 2008 adalah
1. Suspect
Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barangjasa perusahaan tetapi belum tahu apapun
Universitas Sumatera Utara
2. Prospect
Merupakan orang-orang yang memiliki kebtuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya
3. Disqualified prospect
Merupakan prospects yang telah mengetahui keberadan barangjasa tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barangjasa tersebut
4. First time customers
Pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya 5.
Repeat customers Pelanggan yang telah emlakukan pembelian suatu produk sebanyak
dua kali atau lebih 6.
Clients Orang yang membeli semua barangjasa yang ditawarkan dan mereka
butuhkan, membeli secara teratur, hubungan sudah kuat dan berlangsung lama yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh
produk pesaing 7.
Advocates Orang yang membeli barangjasa yang ditawarkan dan yang mereka
butuhkan, melakukan pembelian secara teratur dan mendorong oranglain untuk membeli atau merekomendasikan perusahaan tersebut
pada orang lain, secara tidak langsung telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan.
2.3. Komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan
Peningkatan kemampuan berkomunikasi bagi perawat merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kaliitas pelayanan. Dalam keperawatan
dikenal adanya komunikasi terapeutik yaitu komunikasi yang memberikan efek penyembuhan bagi pasien. Komunikasi ini penting karena dapat
menjadi sarana untuk membina hubungan yang baik antara perawat dan pasien, melihat perubahan yang terjadi pada pasien, kunci keberhasilan
yang dilakukan dan untuk mengukur kepuasan pasien Mustikasari, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Empat teknik komunikasi yang dapat digunakan oleh perawat saat berinteraksi dengan pasien yaitu:
1. Mendengar aktif
Perawat mendengarkan dengan aktif merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non verbal yang sedang dikomunikasikan
pasien. 2.
Mengajukan pertanyaan yang berkaitan Tujuan dari teknik ini adalah agar perawat mendapatkan informasi
yang spesifik tentang pasien. Dapat dilakukan dengan teknik pertanyaan terbuka, pengulangan pertanyaan, klarifikasi, refleksi dan
berbagai persepsi. 3.
Memberikan informasi Pemberian informasi dapat berupa pendidikan kesehatan sehingga
pasien bisa lebih mengerti dengan kondisinya dan menambah rasa percaya pasien terhadap perawat. Informasi yang diberikan perawat
akan memfasilitasi pasien dalam pengambilan keputusan. Dalam memberikan informasi hendaknya menggunakan bahasa yang
sederhana, kata-kata yang positif, ucapan jelas dan menunjukkan sikap antusias.
4. Menunjukkan penerimaan
Menerima berarti kemauan untuk mendengarkan orang lain, tetapi bukan berarti menyetujui setiap perilaku pasien. Berikut ini contoh
tindakan perawat yang menunjukkan penerimaan:
Universitas Sumatera Utara
BAB III TINJAUAN KASUS
Kasus ini terjadi di sebuah ruangan rawat inap di RS M, ada seorang perawat sebut saja namanya Perawat A, terlihat jarang senyum, kurang ramah pada pasien, namun
ramah pada orang-orang tertentu seperti kepada dokter, dosen yang melakukan bimbingan klinik dan pasien-pasien tertentu. Suatu hari, keluarga pasien mengeluh
pada perawat A tentang lambatnya pelayanan keperawatan pada ibunya yang menderita kanker payudara dan ibunya sering sekali tidak dibersihkan lukanya.
Perawat A menjawab pertanyaan keluarga pasien sekadarnya saja yaitu pekerjaan sedang banyak, nanti juga dibersihkan. Karena jumlah pasien yang harus dilakukan
perawatan luka cukup banyak sedangkan alat-alat perawatan luka terbatas, sehingga pasien tadi perawatan lukanya jadi terlambat. Selain itu, pasien dan keluarganya lebih
senang bertanya tentang penyakit kanker payudara pada dosen yang sedang bimbingan atau pada mahasiswa ners yang praktek daripada pada perawat A karena
perawat A terkesan cuek, sering menjawab dengan singkat dan kurang jelas.
Ketika tiba giliran perawatan luka pada ibu tersebut, perawat A melakukannya dengan kurang profesional, perawat A tidak menjaga privasi pasien sehingga pasien tampak
malu saat luka payudaranya dibersihkan, perawat A melakukan perawatan luka sambil berbicara dengan orang lain dan perawat lain, mengatakan kalau luka pasien berbau,
kurang empati pada pasien, jika pasien mengeluh nyeri perawat A mengatakan “ tahan sedikit bu, sebentar saja kok, gak usah manja, namanya juga sedang dibersihkan.”
Perawat A sepertinya mengerjakan pekerjaannya seperti suatu rutinitas saja, kurang memahami kondisi pasiennya, begitu tugas selesai, ia pun bersantai-santai atau
menyuruh mahasiswa yang mengerjakan pekerjaan lainnya tanpa dibimbing.
Universitas Sumatera Utara