Hospitality dan Aplikasinya Pada Tatanan Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit

(1)

MAKALAH

HOSPITALITY DAN APLIKASINYA PADA TATANAN

PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT

Yesi Ariani

19800909 200501 2 004

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur epnulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Hospitality dan Aplikasinya Pada Tatanan Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit””.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah di masa mendatang. Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua atas jerih payah dan doa yang tak henti-hentinya. Untuk suami tercinta, terima kasih atas segenap motivasi yang diberikan dan kedua ananda yang selalu menghibur ibunda. Semoga Allah SWT selalu meridhoi kehidupan kita, amin.


(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar... i

Daftar isi ... ii

Bab I Pendahuluan... 1

Bab II Tinjauan Pustaka... 4

2.1. Pengertian Hospitality... 4

2.2. Prinsip-prinsip dalam Hospitality... 4

2.3. Komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan... 9

Bab III Tinjauan Kasus... 11

Bab IV Pembahasan... 12 Daftar Pustaka


(4)

BAB I PENDAHULUAN

Sasaran pembangunan kesehatan di Indonesia adalah terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam upaya mencapai sasaran tersebut, maka ditetapkan peningkatan mutu pelayanan rumah sakit sebagai bagian dari tujuan program pembangunan kesehatan.

Mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia secara umum cenderung belum mencapai kualitas optimal (Redaksi Jendela Rumah Sakit, 1996 dalam Utama, 2003). Padahal dengan perkembangan masyarakat sekarang ini, tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit cenderung semakin meningkat. Rumah Sakit senantiasa dituntut memberi pelayanan yang bermutu dan prima bagi pasien, keluarga dan masyarakat (Herlina, 2004).

Hakikat dasar penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan dapat terlihat pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan setiap pasiennya. Fenomena khas ini tidak boleh diabaikan oleh penyelenggara maupun petugas pelayanan kesehatan dan harus terus ditingkatkan upaya menuju kualitas pelayanan rumah sakit yang optimal agar mendapatkan kepercayaan dan loyalitas dari para customernya. Menurut Azwar (1996), pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.

Untuk itu penulis membahas tentang pelayanan keperawatan di rumah sakit berdasarkan pengalaman pribadi penulis dengan menggunakan prinsip-prinsip hospitality yaitu prinsip-prinsip customer value, customer behaviour, customer service dan customer loyalty serta hubungannya dengan job performance dari tenaga kesehatan khususnya perawat.


(5)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Hospitality

Hospitality merupakan proses hubungan antara guest dan host, yaitu tindakan atau kebiasaan yang hospitable dimana penyambutan atau jamuan terhadap guests, visitor atau stranger oleh host dilakukan dengan kebaikan.

Hospitality adalah bagian dari industri jasa. Berbicara mengenai hospitality adalah berbicara mengenai kualitas layanan. Kualitas jasa yang ada dalam pasar saling mengungguli supaya bisa menarik konsumen sebanyak mungkin. Dalam industri hospitality, konsumen mengharapkan untuk memperoleh pelayanan/service yang maksimal dari para penyedia jasa dengan menyediakan pelayanan yang memuaskan harapan mereka atau bahkan melebihi harapan mereka. Oleh karena itu perlu sekali manajemen dari hospitality untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen termasuk pada jasa kesehatan.

2.2 Prinsip-prinsip dalam Hospitality 1. Jasa dan Pengelolaannya

Jasa adalah sesuatu yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan terjadinya perpindahan kepemilikan. Kotler (2000) dalam Sitaniapessy (2008) menyebutkan bahwa jasa merupakan produk yang tidak berwujud, mempunyai manfaat yang dapat dinikmati oleh customer dan dapat memberikan kepuasan. Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tidak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain. Oleh karena itu pengelolaan jasa merupakan suatu upaya yang penting dilakukan untuk mengorganisir sumber daya perusahaan guna mewujudkan pelayanan yang baik dan terpadu. Fokus sentral perusahaan jasa ialah bagaimana memberikan pelayanan kepada pelanggan yang memenuhi dimensi mutu jasa fisik, andal, tanggap, terpercaya dan empati agar pelanggan menjadi puas (Chase dan Aquilano, 1995 dalam Palilati, 2007). Untuk itu sistem usaha jasa yang berkaitan dengan aspek aturan, prosedur perlengkapan dan


(6)

fasilitas pelayanan semuanya itu harus diorganisir dan dikelola dengan baik untuk mewujudkan tujuan. Selain itu sumber daya manusia yang yang memberikan pelayanan kepada pelanggan juga harus ditingkatkan untuk mendapatkan loyalitas dari pelanggan

2. Dimensi Kualitas Jasa

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pasuraman, Zeithmal dan Berry (1985) dalam Sitaniapessy (2008) didapatkan bahwa antara hasil dan proses mempengaruhi evaluasi konsumen tentang kualitas jasa. Ada lima dimensi yang disebut dengan SERVQUAL (kualitas jasa) yang terdiri atas :

1. Tangibles (berwujud). Aspek ini menjadi penting karena jasa tidak dapat dilihat tetapi dirasakan. Hal ini dapat berupa penampilan secara fisik, peralatan, karyawan serta sarana komunikasi

2. Reliabilitas (keandalan). Dimensi ini mengukur keandalan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya.

3. Daya tanggap. Aspek ini merupakan dimensi yang sangat dinamis karena membantu dan memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan cepat.

4. Jaminan merupakan dimensi kualitas pelayanan yang menentukan kepuasan pelanggan yang sangat berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku karyawan baris terdepan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya.

5. Empati. Dimensi ini untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap kebutuhan konsumen serta perhatian yang diberikan oleh karyawan.

3. Mengukur Kualitas Jasa

Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan maka konsumen akan menjadi tidak tertarik pada penyelia jasa yang bersangkutan. Sedangkan bila yang terjadi adalah sebaliknya (yang dirasakan lebih tinggi dibandingkan dengan yang diharapkan) ada kemungkinan para konsumen akan menggunakan penyelia jasa tersebut lagi. Penelitian mengenai


(7)

kualitas yang dipersepsikan pelanggan pada industri jasa oleh Parasuraman dkk, (1985 dalam Sitaniapessy, 2008) mengidentifikasikan lima kesenjangan yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa yaitu :

a. Kesenjangan tingkat kepentingan konsumen dan persepsi manajemen. Pada kenyataannya perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya. b. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan

konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena 3 faktor yaitu tidak adanya komitmen terhadap kualitas jasa, kurangnya sumberdaya atau karena adanya kelebihan permintaan c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

Ada beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini misalnya karyawan kurang terlatih/belum menguasai tugasnya, beban kerja yang melampaui batas, ketidakmampuan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.

d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal. Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah apabila janji yang diberikan tidak dapat dipenuhi, yang menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa perusahaan.

e. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berbeda atau apabila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.


(8)

4. Customer Behaviour

Prilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi, mencari, menggunakan barang dan jasa (Loundon & Bitta, 1993 dalam Hurriyati, 2008). Terdapat tiga tingkatan yang dikembangkan oleh Bateson (1995) dalam Sitaniapessy (2008):

1. Tingkatan sebelum membeli. Pada tingkatan ini manajemen harus berusaha memahami kenapa konsumen memilih dan menggunakan jasa tertentu. Ini juga merupakan aktifitas konsumen sebelum menggunakan jasa. Proses ini dimulai ketika individu membutuhkan pelayanan. Setiap keinginan atau permasalahan memerlukan suatu solusi dan biasanya menujukkan potensi untuk membeli. Konsumen akan mencari informasi (sumber dari dalam/luar) untuk mengembangkan suatu rangkaian pemikiran pemecahan masalah dan pada akhirnya memilih alternatif pertimbangan demi kepuasannya.

2. Tingkatan konsumsi. Pada tingkatan konsumsi, manajemen berusaha memahami reaksi konsumen pada proses interaksinya. Dalam proses ini dengan mempertimbangkan segala informasi produk yang tersedia, konsumen mengambil keputusan untuk membeli.

3. Evaluasi setelah membeli. Pada tingkatan ini perlu dipahami sumber kepuasan dan ketidakpuasan yang terjadi pada konsumen setelah mengkonsumsikan produk/jasa tersebut. Konsumen mengevaluasi jasa dengan membandingkan jasa yang mereka terima (perceived service) dengan jasa yang mereka inginkan (expected service).

5. Customer Value

Rumah Sakit perlu melakukan kreasi atau penciptaaan value yang mampu menarik hati customernya, sehingga mau membayar dengan tingkat tarif atau harga yang menguntungkan bagi rumah sakit. Penciptaan customer value merupakan landasan bagi usaha sukses, karena penciptaan nilai mampu membangun pertumbuhan, laba dan nilai lebih lainnya. Secara sederhana, customer value didefinisikan sebagai semua manfaat atau kualitas yang diperoleh oleh konsumen relatif terhadap pengorbanannya (Irawan, 2008).


(9)

6. Job Performance

Kehandalan karyawan merupakan variable yang penting dalam memperoleh konsumen yang setia melalui kepuasan dan kepercayaan. Dalam perusahaan atau organisasi jasa, produksi dan konsumsi dilakukan secara bersama sehingga interaksi antara karyawan dan konsumen selama proses pemberian jasa menjadi sangat berpengaruh terhadap persepsi konsumen pada kualitas jasa. Oleh karena itu, kinerja karyawan dapat mempengaruhi evaluasi konsumen terhadap jasa yang diberikan kepadanya. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas begitu juga sebaliknya. Job performance atau kinerja adalah prilaku yang relevan dengan tujuan oraganisasi dan dapat diukur pada level profesional dan dapat dilihat dari prilakunya (Campbell, 2007).

Performance individu secara umum dapat dilihat dari 3 faktor yaitu motivasi, kemampuan mengerjakan pekerjaan dan lingkungan kerja. Dimensi penampilan kerja terlihat pada profesional terhadap pekerjaan dan tugas yang spesifik dan pekerjaan yang non spesifik, komunikasi lisan dan tulisan, usaha, disiplin, penampilan dan fasilitasi dalam tim, supervisor/kepemimpinan, manajemen dan administrasi.

Sedangkan performance perawat yang diharapkan oleh konsumen adalah perawat yang komunikatif, ramah, dapat memberikan pelayanan yang cepat dan efisien serta mempunyai daya tanggap dan empati yang tinggi.

7. Customer Loyality

Customer loyalty merupakan komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan prilaku (Oliver, 1996 dalam Hurriyati, 2008 ). Tahapan loyalitas menurut Griffin (2002 dalam Hurriyati, 2008) adalah 1. Suspect

Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang/jasa perusahaan tetapi belum tahu apapun


(10)

2. Prospect

Merupakan orang-orang yang memiliki kebtuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya

3. Disqualified prospect

Merupakan prospects yang telah mengetahui keberadan barang/jasa tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang/jasa tersebut

4. First time customers

Pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya 5. Repeat customers

Pelanggan yang telah emlakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih

6. Clients

Orang yang membeli semua barang/jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan, membeli secara teratur, hubungan sudah kuat dan berlangsung lama yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing

7. Advocates

Orang yang membeli barang/jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, melakukan pembelian secara teratur dan mendorong oranglain untuk membeli atau merekomendasikan perusahaan tersebut pada orang lain, secara tidak langsung telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan.

2.3. Komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan

Peningkatan kemampuan berkomunikasi bagi perawat merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kaliitas pelayanan. Dalam keperawatan dikenal adanya komunikasi terapeutik yaitu komunikasi yang memberikan efek penyembuhan bagi pasien. Komunikasi ini penting karena dapat menjadi sarana untuk membina hubungan yang baik antara perawat dan pasien, melihat perubahan yang terjadi pada pasien, kunci keberhasilan yang dilakukan dan untuk mengukur kepuasan pasien (Mustikasari, 2006).


(11)

Empat teknik komunikasi yang dapat digunakan oleh perawat saat berinteraksi dengan pasien yaitu:

1. Mendengar aktif

Perawat mendengarkan dengan aktif merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non verbal yang sedang dikomunikasikan pasien.

2. Mengajukan pertanyaan yang berkaitan

Tujuan dari teknik ini adalah agar perawat mendapatkan informasi yang spesifik tentang pasien. Dapat dilakukan dengan teknik pertanyaan terbuka, pengulangan pertanyaan, klarifikasi, refleksi dan berbagai persepsi.

3. Memberikan informasi

Pemberian informasi dapat berupa pendidikan kesehatan sehingga pasien bisa lebih mengerti dengan kondisinya dan menambah rasa percaya pasien terhadap perawat. Informasi yang diberikan perawat akan memfasilitasi pasien dalam pengambilan keputusan. Dalam memberikan informasi hendaknya menggunakan bahasa yang sederhana, kata-kata yang positif, ucapan jelas dan menunjukkan sikap antusias.

4. Menunjukkan penerimaan

Menerima berarti kemauan untuk mendengarkan orang lain, tetapi bukan berarti menyetujui setiap perilaku pasien. Berikut ini contoh tindakan perawat yang menunjukkan penerimaan:


(12)

BAB III TINJAUAN KASUS

Kasus ini terjadi di sebuah ruangan rawat inap di RS M, ada seorang perawat sebut saja namanya Perawat A, terlihat jarang senyum, kurang ramah pada pasien, namun ramah pada orang-orang tertentu seperti kepada dokter, dosen yang melakukan bimbingan klinik dan pasien-pasien tertentu. Suatu hari, keluarga pasien mengeluh pada perawat A tentang lambatnya pelayanan keperawatan pada ibunya yang menderita kanker payudara dan ibunya sering sekali tidak dibersihkan lukanya. Perawat A menjawab pertanyaan keluarga pasien sekadarnya saja yaitu pekerjaan sedang banyak, nanti juga dibersihkan. Karena jumlah pasien yang harus dilakukan perawatan luka cukup banyak sedangkan alat-alat perawatan luka terbatas, sehingga pasien tadi perawatan lukanya jadi terlambat. Selain itu, pasien dan keluarganya lebih senang bertanya tentang penyakit kanker payudara pada dosen yang sedang bimbingan atau pada mahasiswa ners yang praktek daripada pada perawat A karena perawat A terkesan cuek, sering menjawab dengan singkat dan kurang jelas.

Ketika tiba giliran perawatan luka pada ibu tersebut, perawat A melakukannya dengan kurang profesional, perawat A tidak menjaga privasi pasien sehingga pasien tampak malu saat luka payudaranya dibersihkan, perawat A melakukan perawatan luka sambil berbicara dengan orang lain dan perawat lain, mengatakan kalau luka pasien berbau, kurang empati pada pasien, jika pasien mengeluh nyeri perawat A mengatakan “ tahan sedikit bu, sebentar saja kok, gak usah manja, namanya juga sedang dibersihkan.” Perawat A sepertinya mengerjakan pekerjaannya seperti suatu rutinitas saja, kurang memahami kondisi pasiennya, begitu tugas selesai, ia pun bersantai-santai atau menyuruh mahasiswa yang mengerjakan pekerjaan lainnya tanpa dibimbing.


(13)

BAB IV PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus dia atas dapat dianalisa bahwa perawat A di rumah sakit tersebut belum menerapkan prinsip-prinsip hospitality dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dan keluarga. Padahal dengan perkembangan masyarakat sekarang ini, tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit cenderung semakin meningkat. Rumah Sakit senantiasa dituntut memberi pelayanan yang bermutu dan prima bagi pasien, keluarga dan masyarakat (Herlina, 2004).

Pasuraman, Zeithmal dan Berry (1985) dalam Sitaniapessy (2008) mengatakan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan dapat dilihat dari 5 dimensi kualitas jasa yaitu

1. Aspek Tangibles yaitu jasa tidak dapat dilihat tetapi dirasakan, customer akan menilai suatu kualitas pelayanan dengan melihat penampilan secara fisik, peralatan, karyawan serta sarana komunikasi. Dalam perusahaan atau organisasi jasa, produksi dan konsumsi dilakukan secara bersama sehingga interaksi antara karyawan dan konsumen selama proses pemberian jasa menjadi sangat berpengaruh terhadap persepsi konsumen pada kualitas jasa. Oleh karena itu, kinerja karyawan dapat mempengaruhi evaluasi konsumen terhadap jasa yang diberikan kepadanya. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan pengalaman diatas, penulis melihat bahwa dari performance perawat belum menampilkan personality dari perawat yang professional. Perawat belum optimal melakukan komunikasi terapeutik kepada pasiennya, terkesan cuek, kurang ramah dan lambat dalam memberikan pelayanan ditambah lagi sarana seperti alat perawatan luka yang terbatas sehingga membuat pasien kurang puas dengan pelayanan keperawatan.

2. Aspek Reliabilitas (keandalan), dimensi ini mengukur keandalan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada customernya. Pelanggan akan mengeluh karena perusahaan tidak menepati janjinya atau melakukan kesalahan dalam memberikan pelayanan. Sebuah Rumah Sakit dikatakan reliable apabila perawat dan petugas kesehatan yang bertugas dalam memberikan terapi pengobatan kepada pasien-pasiennya dapat dilakukan dengan tepat sehingga pasien


(14)

3. Aspek daya tanggap. Aspek ini merupakan dimensi yang sangat dinamis karena membantu dan memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan cepat. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat di pastikan akan berubah dengan kecendrungan naik dari waktu ke waktu. Penggunaan peralatan-peralatan canggih untuk mendukung kelancaran pelayanan terhadap pasien semakin meningkat. Ini merupakan salah satu nilai tambah yang di tawarkan untuk mencapai kecepatan pelayanan yang diiginkan oleh pelanggan ataupun pasien. Semua itu di tujukan salah satunya untuk lebih mempercepat waktu pelayanan, jadi dalam hal ini bagaimana membuat pelanggan terpuaskan dengan waktu pelayanan yang lebih efisien. Dan berdasarkan kasus di atas, perawat terkesan cuek, lambat dalam merespon pasien dan terbatasnya peralatan di ruang perawatan sehingga memperlama proses perawatan.

4. Jaminan, merupakan dimensi kualitas pelayanan yang menentukan kepuasan pelanggan yang sangat berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku karyawan baris terdepan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. Ada 4 aspek dari dimensi ini yaitu keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan. Berdasarkan pengalaman diatas, terlihat perawat A tidak ramah, kurang tanggap terhadap keluhan pasien, kurang menjaga privasi pasien dan bercerita dengan perawat lain ketika melakukan perawatan luka sehingga pasien merasa kurang keamanannya karena selama perawatan luka bisa dilihat orang lain dan tidak nyaman.

5. Empati. Dimensi ini untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap kebutuhan konsumen serta perhatian yang diberikan oleh karyawan. Berdasarkan pengalaman di atas, empati perawat ini masih belum optimal ketika memberikan pelayanan. Perawat harusnya mampu melihat kebutuhan pasiennya, menerapkan prinsip-prinsip caring ketika memberikan pelayanan. Keluhan pasien harusnya ditanggapi dan dapat memberikan informasi tentang prosedur tindakan serta pendidikan kesehatan kepada pasien maupun keluarga. Sedangkan perawat A kurang empati, malah menganggap pasiennya manja, selain itu perawat A juga pilih-pilih pasien dan ramah pada pasien-pasien tertentu saja.


(15)

Intinya dari kasus di atas, pasien dan keluarganya tidak puas dengan pelayanan perawat A, secara tidak langsung hal ini akan merugikan pihak rumah sakit, yaitu pelanggan memiliki stigma yang buruk terhadap rumah sakit tersebut dan akan menurunkan jumlah pelanggan yang akan menggunakan jasa dari rumah sakit tersebut. Untuk menciptakan kepuasan tersebut pihak rumah sakit harus menciptakan suatu upaya peningkatan kualitas untuk memperoleh pasien yang banyak dan kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pasiennya.

Upaya peningkatan kualitas harus terus menerus dilakukan baik secara individual dari diri perawat itu sendiri maupun oleh pihak manajemen rumah sakit. Perawat harus mampu berkomunikasi dengan pasien secara terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan keharusan untuk dipahami dan diaplikasikan oleh perawat dalam berinteraksi dengan pasien. Salah satu bentuk keprofesionalan perawat adalah dapat mewujudkan kemampuan dalam mengkomunikasikan kapabilitas kognitif, afektif dan psikomotor secara integral dalam memenuhi kebbutuhan pasiennya. Bila perlu, perawat harus mengikuti pelatihan atau workshop mengenai komunikasi terapeutik, karena ini sangat berdampak pada kepuasan pasien. Peningkatan personality, kompetensi, kualitas fisik, intlektual dan emosional perawat juga harus dilakukan dengan cara melakukan pelatihan maupun pendidikan yang berkelanjutan.

Upaya peningkatan kualitas oleh pihak manajemen dengan cara menetapkan standar kinerja bagi karyawannya, mengkaji penyebab dan mengatasi masalah mengapa tidak terpenuhinya standar kinerja oleh karyawan. Pihak manajemen juga harus mengevaluasi kinerja dari setiap karyawannya agar terjamin pemberian layanan kesehatan yang berkualitas dan prima sehingga nantinya dapat menumbuhkan kepercayaan serta loyalitas dari konsumennya. Lingkungan yang kondusif bagi perbaikan kinerja juga harus dapat diciptakan oleh pihak manajemen. Baik dengan memberikan reinforcement positif bagi karyawannya yang mempunyai kinerja yang baik. Selain itu rumah sakit perlu juga melakukan kreasi dalam penciptaaan value yang mampu menarik hati customernya. Karena penciptaan customer value merupakan landasan bagi usaha sukses dan mampu membangun pertumbuhan, laba dan nilai lebih lainnya bagi rumah sakit. Dengan cara menumbuhkan persepsi kepada


(16)

customer bahwa layanan yang ditawarkan oleh rumah sakit memiliki keunggulan, keistimewaan serta bermanfaat bagi setiap customer, mengurangi gangguan pada saat memberikan pelayanan, waktu pemberian pelayanan yang efisien, kemudahan akses layanan, aturan, prosedur, fasilitas yang memadai serta kesiapan karyawan dalam membantu dan menanggapi pelanggan yang membutuhkan bantuan.


(17)

BAB V PENUTUP

5.1.KESIMPULAN

Profesi perawat memiliki peranan penting dalam upaya menyelenggarakan pelayanan berkualitas bagi pasien. Hal ini dapat dicapai jika perawat maupun seluruh petugas kesehatan memahami prinsip-prinsip hospitality dalam memberikan pelayanan.

Hospitality merupakan proses hubungan yang terjadi antara guest dan host, yaitu dengan melakukan tindakan yang hospitable dengan cara menerapkan prinsip-prinsip hospitality seperti customer value, customer behaviour, customer loyalty dan job performance agar tercipta perasaan senang baik bagi host maupun guest dan juga peningkatan kualitas pelayanan yang bermutu dan prima bagi pasien, keluarga dan masyarakat. Kepuasan pasien tercipta jika harapan dan keinginannya terpenuhi atau melebihi dari apa yang diinginkan.

Kualitas pelayanan keperawatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu berwujud (tangibel), andal (reliabel), daya tanggap (responsif), jaminan dan empati. Komunikasi terapeutik juga merupakan hal yang sangat penting dalam interaksi perawat dan pasien sehingga akhirnya pelayanan dapat diberikan dengan baik dan pasien merasa puas.

5.2.SARAN

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, Rumah Sakit harus dapat merumuskan suatu aturan, prosedur dan fasilitas pelayanan yang terorganisir dan dikelola dengan baik. Selain itu sumber daya manusia yang yang memberikan pelayanan kepada pelanggan juga harus ditingkatkan untuk mendapatkan kepercayaan dan loyalitas dari pelanggan.

Perawat sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit hendaknya dapat mengaplikasikan prinsip hospitality pada pasien sehing pasien merasa puas dan loyal pada rumah sakit tersebut.


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Anoname. Hospitality. Diakses melalui http://en.wikipedia.org/wiki/Hospitality pada tanggal 9 Desember 2009

Azwar, A. (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan

Handi Irawan (2008), Customer Value. Diakses melalui

http://www.handiirawan.com/articles/archives/2008/03/26/customer_value/ pada tanggal 10 Desember 2009

Herlina. (2004). Penilaian Pelayanan Prima Perawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. diakses melalui http://library.usu.ac.id/download/fkm/tesis-herlina.pdf pada tanggal 10 Desember 2009

Hurriyati .(2008). Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen, Jakarta: Alfabeta

Mustikasari. (2006). Sikap dan Teknik Komunikasi Terapetik. Diakses dari http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/2b484d541401dd5fcde12332a4c6 b5303dd13a5a.pdf. Pada tanggal 09 Desember 2009

Palilati, A. (2007). Pengaruh Nilai Pelanggan, Kepuasan Terhadap Loyalitas Nasabah Tabungan Perbankan Di Sulawesi Selatan diakses melalui

http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN pada tanggal 9 Desember 20009

Sitaniapessy (2008), Kualitas jasa pelayanan dalam upaya peningkatan kepuasan

konsumen. Diakses melalui http://ejournal.gunadarma.ac.id/files/Rainier%2014-20.pdf pada tanggal 9

Desember 20009

Utama, S. (2003). Memahami Fenomena Kepuasan Pasien Rumah Sakit Referensi Pendukung Untuk Mahasiswa, Akademik, Pimpinan, organisasi dan Praktisi Kesehatan. diakses melalui http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-surya1.pdf pada tanggal 9 Desember 20009


(1)

BAB IV PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus dia atas dapat dianalisa bahwa perawat A di rumah sakit tersebut belum menerapkan prinsip-prinsip hospitality dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dan keluarga. Padahal dengan perkembangan masyarakat sekarang ini, tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit cenderung semakin meningkat. Rumah Sakit senantiasa dituntut memberi pelayanan yang bermutu dan prima bagi pasien, keluarga dan masyarakat (Herlina, 2004).

Pasuraman, Zeithmal dan Berry (1985) dalam Sitaniapessy (2008) mengatakan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan dapat dilihat dari 5 dimensi kualitas jasa yaitu

1. Aspek Tangibles yaitu jasa tidak dapat dilihat tetapi dirasakan, customer akan menilai suatu kualitas pelayanan dengan melihat penampilan secara fisik, peralatan, karyawan serta sarana komunikasi. Dalam perusahaan atau organisasi jasa, produksi dan konsumsi dilakukan secara bersama sehingga interaksi antara karyawan dan konsumen selama proses pemberian jasa menjadi sangat berpengaruh terhadap persepsi konsumen pada kualitas jasa. Oleh karena itu, kinerja karyawan dapat mempengaruhi evaluasi konsumen terhadap jasa yang diberikan kepadanya. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan pengalaman diatas, penulis melihat bahwa dari performance perawat belum menampilkan personality dari perawat yang professional. Perawat belum optimal melakukan komunikasi terapeutik kepada pasiennya, terkesan cuek, kurang ramah dan lambat dalam memberikan pelayanan ditambah lagi sarana seperti alat perawatan luka yang terbatas sehingga membuat pasien kurang puas dengan pelayanan keperawatan.

2. Aspek Reliabilitas (keandalan), dimensi ini mengukur keandalan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada customernya. Pelanggan akan mengeluh karena perusahaan tidak menepati janjinya atau melakukan kesalahan dalam memberikan pelayanan. Sebuah Rumah Sakit dikatakan reliable apabila perawat dan petugas kesehatan yang bertugas dalam memberikan terapi pengobatan kepada pasien-pasiennya dapat dilakukan dengan tepat sehingga pasien


(2)

3. Aspek daya tanggap. Aspek ini merupakan dimensi yang sangat dinamis karena membantu dan memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan cepat. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat di pastikan akan berubah dengan kecendrungan naik dari waktu ke waktu. Penggunaan peralatan-peralatan canggih untuk mendukung kelancaran pelayanan terhadap pasien semakin meningkat. Ini merupakan salah satu nilai tambah yang di tawarkan untuk mencapai kecepatan pelayanan yang diiginkan oleh pelanggan ataupun pasien. Semua itu di tujukan salah satunya untuk lebih mempercepat waktu pelayanan, jadi dalam hal ini bagaimana membuat pelanggan terpuaskan dengan waktu pelayanan yang lebih efisien. Dan berdasarkan kasus di atas, perawat terkesan cuek, lambat dalam merespon pasien dan terbatasnya peralatan di ruang perawatan sehingga memperlama proses perawatan.

4. Jaminan, merupakan dimensi kualitas pelayanan yang menentukan kepuasan pelanggan yang sangat berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku karyawan baris terdepan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. Ada 4 aspek dari dimensi ini yaitu keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan. Berdasarkan pengalaman diatas, terlihat perawat A tidak ramah, kurang tanggap terhadap keluhan pasien, kurang menjaga privasi pasien dan bercerita dengan perawat lain ketika melakukan perawatan luka sehingga pasien merasa kurang keamanannya karena selama perawatan luka bisa dilihat orang lain dan tidak nyaman.

5. Empati. Dimensi ini untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap kebutuhan konsumen serta perhatian yang diberikan oleh karyawan. Berdasarkan pengalaman di atas, empati perawat ini masih belum optimal ketika memberikan pelayanan. Perawat harusnya mampu melihat kebutuhan pasiennya, menerapkan prinsip-prinsip caring ketika memberikan pelayanan. Keluhan pasien harusnya ditanggapi dan dapat memberikan informasi tentang prosedur tindakan serta pendidikan kesehatan kepada pasien maupun keluarga. Sedangkan perawat A kurang empati, malah menganggap pasiennya manja, selain itu perawat A juga pilih-pilih pasien dan ramah pada pasien-pasien tertentu saja.


(3)

Intinya dari kasus di atas, pasien dan keluarganya tidak puas dengan pelayanan perawat A, secara tidak langsung hal ini akan merugikan pihak rumah sakit, yaitu pelanggan memiliki stigma yang buruk terhadap rumah sakit tersebut dan akan menurunkan jumlah pelanggan yang akan menggunakan jasa dari rumah sakit tersebut. Untuk menciptakan kepuasan tersebut pihak rumah sakit harus menciptakan suatu upaya peningkatan kualitas untuk memperoleh pasien yang banyak dan kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pasiennya.

Upaya peningkatan kualitas harus terus menerus dilakukan baik secara individual dari diri perawat itu sendiri maupun oleh pihak manajemen rumah sakit. Perawat harus mampu berkomunikasi dengan pasien secara terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan keharusan untuk dipahami dan diaplikasikan oleh perawat dalam berinteraksi dengan pasien. Salah satu bentuk keprofesionalan perawat adalah dapat mewujudkan kemampuan dalam mengkomunikasikan kapabilitas kognitif, afektif dan psikomotor secara integral dalam memenuhi kebbutuhan pasiennya. Bila perlu, perawat harus mengikuti pelatihan atau workshop mengenai komunikasi terapeutik, karena ini sangat berdampak pada kepuasan pasien. Peningkatan personality, kompetensi, kualitas fisik, intlektual dan emosional perawat juga harus dilakukan dengan cara melakukan pelatihan maupun pendidikan yang berkelanjutan.

Upaya peningkatan kualitas oleh pihak manajemen dengan cara menetapkan standar kinerja bagi karyawannya, mengkaji penyebab dan mengatasi masalah mengapa tidak terpenuhinya standar kinerja oleh karyawan. Pihak manajemen juga harus mengevaluasi kinerja dari setiap karyawannya agar terjamin pemberian layanan kesehatan yang berkualitas dan prima sehingga nantinya dapat menumbuhkan kepercayaan serta loyalitas dari konsumennya. Lingkungan yang kondusif bagi perbaikan kinerja juga harus dapat diciptakan oleh pihak manajemen. Baik dengan memberikan reinforcement positif bagi karyawannya yang mempunyai kinerja yang baik. Selain itu rumah sakit perlu juga melakukan kreasi dalam penciptaaan value yang mampu menarik hati customernya. Karena penciptaan customer value merupakan landasan bagi usaha sukses dan mampu membangun pertumbuhan, laba dan nilai lebih lainnya bagi rumah sakit. Dengan cara menumbuhkan persepsi kepada


(4)

customer bahwa layanan yang ditawarkan oleh rumah sakit memiliki keunggulan,

keistimewaan serta bermanfaat bagi setiap customer, mengurangi gangguan pada saat memberikan pelayanan, waktu pemberian pelayanan yang efisien, kemudahan akses layanan, aturan, prosedur, fasilitas yang memadai serta kesiapan karyawan dalam membantu dan menanggapi pelanggan yang membutuhkan bantuan.


(5)

BAB V PENUTUP

5.1.KESIMPULAN

Profesi perawat memiliki peranan penting dalam upaya menyelenggarakan pelayanan berkualitas bagi pasien. Hal ini dapat dicapai jika perawat maupun seluruh petugas kesehatan memahami prinsip-prinsip hospitality dalam memberikan pelayanan.

Hospitality merupakan proses hubungan yang terjadi antara guest dan host, yaitu dengan melakukan tindakan yang hospitable dengan cara menerapkan prinsip-prinsip hospitality seperti customer value, customer behaviour, customer loyalty dan job performance agar tercipta perasaan senang baik bagi host maupun guest dan juga peningkatan kualitas pelayanan yang bermutu dan prima bagi pasien, keluarga dan masyarakat. Kepuasan pasien tercipta jika harapan dan keinginannya terpenuhi atau melebihi dari apa yang diinginkan.

Kualitas pelayanan keperawatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu berwujud (tangibel), andal (reliabel), daya tanggap (responsif), jaminan dan empati. Komunikasi terapeutik juga merupakan hal yang sangat penting dalam interaksi perawat dan pasien sehingga akhirnya pelayanan dapat diberikan dengan baik dan pasien merasa puas.

5.2.SARAN

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, Rumah Sakit harus dapat merumuskan suatu aturan, prosedur dan fasilitas pelayanan yang terorganisir dan dikelola dengan baik. Selain itu sumber daya manusia yang yang memberikan pelayanan kepada pelanggan juga harus ditingkatkan untuk mendapatkan kepercayaan dan loyalitas dari pelanggan.

Perawat sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit hendaknya dapat mengaplikasikan prinsip hospitality pada pasien sehing pasien merasa puas dan loyal pada rumah sakit tersebut.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anoname. Hospitality. Diakses melalui http://en.wikipedia.org/wiki/Hospitality pada tanggal 9 Desember 2009

Azwar, A. (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan

Handi Irawan (2008), Customer Value. Diakses melalui

http://www.handiirawan.com/articles/archives/2008/03/26/customer_value/ pada tanggal 10 Desember 2009

Herlina. (2004). Penilaian Pelayanan Prima Perawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. diakses melalui http://library.usu.ac.id/download/fkm/tesis-herlina.pdf pada tanggal 10 Desember 2009

Hurriyati .(2008). Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen, Jakarta: Alfabeta

Mustikasari. (2006). Sikap dan Teknik Komunikasi Terapetik. Diakses dari http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/2b484d541401dd5fcde12332a4c6 b5303dd13a5a.pdf. Pada tanggal 09 Desember 2009

Palilati, A. (2007). Pengaruh Nilai Pelanggan, Kepuasan Terhadap Loyalitas Nasabah Tabungan Perbankan Di Sulawesi Selatan diakses melalui

http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN pada tanggal 9 Desember 20009

Sitaniapessy (2008), Kualitas jasa pelayanan dalam upaya peningkatan kepuasan

konsumen. Diakses melalui http://ejournal.gunadarma.ac.id/files/Rainier%2014-20.pdf pada tanggal 9

Desember 20009

Utama, S. (2003). Memahami Fenomena Kepuasan Pasien Rumah Sakit Referensi Pendukung Untuk Mahasiswa, Akademik, Pimpinan, organisasi dan Praktisi Kesehatan. diakses melalui http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-surya1.pdf pada tanggal 9 Desember 20009