Analisis Aksesibilitas Fasilitas Sekolah

4.1.4. Analisis Aksesibilitas Fasilitas Sekolah

Selanjutnya adalah analisis aksesibilitas fasilitas sekolah untuk melihat waktu tempuh siswa dari tempat tinggalnya menuju lokasi sekolah. Oleh karena itu akan dianalisis bagaimanakah kondisi aksesibilitas SLTA di lapangan dengan menggunakan parameter waktu tempuh dan kondisi transportasi dalam menjangkau sekolah menengah tersebut. Data yang digunakan adalah data hasil survei primer berupa data waktu tempuh siswa dari rumah menuju ke sekolah, data kondisi dan tingkat kemudahan alat transportasi dalam mencapai lokasi sekolah siswa yang menjadi responden penelitian. Untuk melihat waktu tempuh siswa dalam mencapai sekolah dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Waktu Tempuh Siswa dari Tempat Tinggal ke Lokasi Sekolahnya Waktu Tempuh Menit Frekuensi Persentase 0 s.d 15 63 49 16 s.d 30 53 41 31 s.d 60 12 9 60 menit 2 1 Jumlah 130 100 Sumber: Hasil Analisis. Sebagian besar siswa yang diperlukan dalam menjangkau fasilitas SLTA dengan waktu kurang dari 30 menit adalah sebanyak 90. Sehingga bila dievaluasi dengan ketentuan standar yang menjadi tolak ukur dalam menganalisis kondisi waktu pencapaian ini masih berada dalam rentang waktu yang disarankan, yaitu kurang dari 30 menit. Melihat aspek waktu tempuh menuju lokasi sekolah dari tempat tinggalnya untuk SLTA di Kota Tanjungbalai telah memiliki tingkat aksesibilitas yang sudah cukup baik dan data ini didukung oleh sarana transportasi yang akan dianalisis tahap Universitas Sumatera Utara berikutnya. Namun melihat masih adanya sebagian siswa yang harus menempuh waktu lebih dari 30 menit dalam mencapai lokasi sekolah 10 menunjukkan bahwa sebaran lokasi SLTA di Kota Tanjungbalai masih belum merata tetapi hanya sebagian kecil saja sehingga perlu dianalisa tahapan selanjutnya yaitu jenis alat transportasi yang digunakan dalam mencapai sekolah dapat dilihat pada Tabel 4.10. Tabel 4.10. Alat Transportasi yang Digunakan Menuju Lokasi Sekolah Jenis Alat Transportasi Frekuensi Persentase Jalan Kaki 27 21 Sepeda 13 10 Sepeda Motor 16 12 Angkutan Kota 55 42 Lainnya 19 15 Jumlah 130 100 Sumber: Hasil Analisis. Alat transportasi yang ditunjukkan pada Tabel 4.10 di atas menyatakan bahwa yang paling dominan digunakan oleh siswa adalah Angkutan Kota Angkot dengan proporsi sebesar 42. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk memiliki tempat tinggal yang tidak dekat dengan lokasi sekolah menengah sehingga dalam mencapai lokasi sekolah mereka harus menggunakan angkutan kota. Walaupun demikian ternyata tidak semua siswa menggunakan alat transportasi ini dalam menuju lokasi sekolah, tetapi ada sekitar 21 siswa yang hanya berjalan kaki untuk mencapai lokasi sekolahnya dari tempat tinggalnya. Ini dapat menjadi temuan bahwa penduduk yang memiliki tempat tinggal dekat sekolah hanya sebagian kecil saja. Untuk melengkapi analisa terhadap jangkauan pelayanan sekolah dilihat dari aspek transportasi maka selain meninjau mudah tidaknya memperoleh alat Universitas Sumatera Utara transportasi juga harus dilihat bagaimana kondisi jalan yang dilalui alat transportasi itu sendiri. Kemudahan dalam memperoleh transportasi tersebut perlu didukung dengan lancarnya arus transportasi dan biaya transportasi yang murah bagi siswa sebagai pengguna. Karena walaupun mudah mendapatkan alat transportasi jika kondisi transportasi menuju sekolah tidak lancar atau dengan kata lain mahal maka kemudahan memperoleh transportasi menjadi kurang menguntungkan bagi siswa sebagai pengguna alat transportasi secara rutin untuk pergi ke sekolahnya. Begitu pula mengenai biaya, jika kemudahan dalam memperoleh transportasi tidak didukung dengan ringannya biaya maka aspek transportasi ini akan menjadi kendala bagi siswa dalam mengakses lokasi sekolah menengah. Tidak bisa dipungkiri bahwa siswa tentunya menginginkan transportasi dalam bersekolah harus mudah, lancar, murah dan mudah. Maka untuk itu diperlukan analisis mengenai tingkat kelancaran dan biaya transportasi dalam menjangkau SLTA sebagai fasilitas pendidikan bagi siswa. Persepsi siswa tentang kondisi transportasi, yaitu: lancar tidaknya serta murah atau mahalnya dalam menjangkau lokasi sekolah dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Tingkat Kemudahan dalam Memperoleh Alat Transportasi Menuju Lokasi Sekolah Tingkat Kemudahan Frekuensi Persentase Mudah 80 61 Jarang 45 35 Sukar 5 4 Jumlah 130 100 Sumber: Hasil Analisis. Universitas Sumatera Utara Dari tabel di atas sebanyak 61 siswa menyatakan mudah dalam mencapai sekolah, 35 menyatakan jarang atau sedang dan hanya 4 yang kesulitan dalam memperoleh transportasi. Indikator dalam studi ini menyatakan bahwa dalam menciptakan aksesibilitas fasilitas pendidikan yang baik maka kondisi transportasi haruslah lancar dan terjangkau bagi siswa sebagai pengguna transportasi. Artinya siswa menganggap arus lalu lintas transportasinya tidak macet dan biayanya murah. Untuk mengetahui kondisi transportasi Kota Tanjungbalai dapat dilihat Tabel 4.12. Tabel 4.12. Kondisi Transportasi dalam Menuju Lokasi Sekolah Kondisi Transportasi Frekuensi Persentase Sangat Lancar 26 20 Lancar 92 71 Macet 12 9 Jumlah 130 100 Sumber: Hasil Analisis. Dari Tabel 4.12 didapatkan bahwa sekitar 91 siswa sangat puas dengan kondisi transportasi menuju sekolah yang lancar dan hanya 9 siswa yang menyatakan bahwa kondisi transportasi dalam menuju lokasi sekolah macet. Tabel 4.13. Biaya Transportasi dalam Menuju Lokasi Sekolah Biaya Transportasi Frekuensi Persentase Sangat Murah 28 22 Murah 83 64 Mahal 19 14 Jumlah 130 100 Sumber: Hasil Analisis. Dari Tabel 4.13 di atas dapat dilihat biaya yang dikeluarkan siswa dalam menuju lokasi sekolah menggunakan alat transportasi ternyata sekitar 14 yang menyatakan biaya transportasinya mahal. Sedangkan yang menyatakan biaya Universitas Sumatera Utara transportasi murah tentunya sebagian besar siswa yaitu sekitar 86. Adanya sejumlah siswa yang mencapai 14 biaya transportasi mahal ini dapat dimaklumi karena sesuai dengan hasil analisis sebelumnya didapatkan bahwa jumlah siswa yang memanfaatkan fasilitas pendidikan sekolah menengah lintas kecamatan bahkan lintas kota tidaklah sedikit. Sehingga dimungkinkan jumlah siswa tersebut menggunakan alat transportasi lebih dari satu angkutan umum, dan ini otomatis menjadikan biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh siswa menjadi lebih besar dan siswa menganggap ini mahal. Diantara yang menyatakan mahal antara lain adalah siswa yang menggunakan lebih dari satu jenis angkutan yaitu perahu sampan lalu angkutan umum ataupun becak, hal ini menyebabkan waktu tempuh siswa ke sekolah menjadi bertambah. Kondisi seperti ini tidak dapat dihindari karena rumah siswa yang memang jauh di pedalaman Kota Tanjungbalai bahkan ada beberapa yang tinggal di Kabupaten Asahan. Walaupun alat transportasi mahal menurut persepsi siswa karena merupakan kebutuhan dan tidak ada alternatif lain maka hal ini harus terus dijalani. Dengan masih adanya siswa yang menyatakan kondisi transportasi menuju sekolah macet, menunjukkan bahwa aspek transportasi masih menjadi kendala yang tidak bisa dianggap ringan. Hal ini diperkuat pula dengan masih adanya siswa dengan jumlah yang tidak sedikit yang menyatakan biaya transportasi mahal. Murah atau mahalnya biaya transportasi ini tentu sangat relatif, tergantung siapa yang menggunakannya dan berkaitan erat dengan kondisi ekonomi siswa sebagai pengguna alat transportasi sehari-hari. Universitas Sumatera Utara Namun demikian tentunya akan lebih baik apabila biaya transportasi ini bisa dijangkau siswa dengan melahirkan anggapan murah bagi siswa. Berdasarkan penjelasan di atas maka secara keseluruhan, aksesibilitas menuju fasilitas pendidikan SLTA yang ada dapat dikatakan hampir mendekati kondisi yang baik, karena sebagian kecil saja yang menyatakan sukar 4, macet 9 dan mahal 14. Selanjutnya akan dibahas mengenai tata guna lahan yang ada di Kota Tanjungbalai, sebagai kebutuhan dasar untuk merencanakan lokasi SLTA baru yang harus dibangun dalam rangka melayani masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar IV.5. Universitas Sumatera Utara Gambar Peta IV.5. Universitas Sumatera Utara

4.1.5. Analisis Tata Guna Lahan Landuse