parasetamol tidak mempunyai daya kerja antiradang, dan tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat antipiretik, dapat digunakan baik
Asetosal, Salsilamid maupun Asetaminofen Sartono, 1996
Diantara ketiga obat tersebut, Asetaminofen mempunyai efek samping yang paling ringan dan aman untuk anak-anak. Untuk anak-anak dibawah umur
dua tahun sebaiknya digunakan Asetaminofen, kecuali ada pertimbangan khusus lainnya dari dokter. Dari penelitian pada anak-anak dapat diketahui bahwa
kombinasi Asetosal dengan Asetaminofen bekerja lebih efektif terhadap demam dari pada jika diberikan sendiri-sendiri Sartono, 1996.
2.4.1 Sejarah Parasetamol
Sebelum penemuan asetaminofen, kulit sinkona digunakan sebagai agen antipiretik, selain digunakan untuk menghasilkan obat antimalaria, kina.Karena
pohon sinkona semakin berkurang pada 1880-an, sumber alternatif mulai dicari. Terdapat dua agen antipiretik yang dibuat pada 1880-an, asetanilida pada 1886
dan fenasetin pada 1887. Pada masa ini, parasetamol telah disintesis oleh Harmon Northrop Morse melalui pengurangan p-nitrofenol bersama timah dalam asam
asetat gletser. Biarpun proses ini telah dijumpai pada tahun 1873, parasetamol tidak digunakan dalam bidang pengobatan hingga dua dekade setelahnya. Pada
1893, parasetamol telah ditemui di dalam air kencing seseorang yang mengambil fenasetin, yang memekat kepada hablur campuran berwarna putih dan berasa
pahit. Pada tahun 1899, parasetamol dijumpai sebagai metabolit asetanilida. Namun penemuan ini tidak dipedulikan pada saat itu Amelia, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Pada 1946, Lembaga Studi Analgesik dan Obat-obatan Sedatif telah memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji
masalah yang berkaitan dengan agen analgesik. Bernard Brodie dan Julius Axelrod telah ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen bukan aspirin dikaitkan
dengan adanya methemoglobinemia, sejenis keadaan darah tidak berbahaya. Di dalam tulisan mereka pada 1948, Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan
asetanilida dengan methemoglobinemia dan mendapati pengaruh analgesik asetanilida adalah disebabkan metabolit parasetamol aktif. Mereka membela
penggunaan parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak menghasilkan racun asetanilida Amelia, 2009.
2.4.2 Indikasi
Parasetamol berguna untuk menurunkan panas dan nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain,
dimana aspirin efektif sebagai analgesik. Parasetamol atau Asetaminofen saja adalah terapi yang tidak adekuat untuk inflamasi seperti arthritis rheumatoid,
sekalipun ia dapat dipakai sebagai tambahan analgesik terhadap terapi anti inflamasi. Untuk analgesik ringan, Aseataminofen adalah obat yang lebih disukai
pada pasien yang alergi terhadap aspirin atau bilamana salisilat tidak bisa di toleransi. Ia lebih disukai dari pada aspirin pada pasien dengan hemophilia atau
dengan riwayat ulkus peptikum dan pada mereka yang mengalami bronkospasme
Universitas Sumatera Utara
yang dipicu oleh aspirin. Berbeda dengan aspirin, asetaminofen tidak mengantagonis efek-efek, agen-agen urikosurik Katzung, 2002.
2.4.3 Efek samping dan Toksisitas