Penetapan Kadar Allopurinol Dalam Omeric Tablet Produksi PT. Mutifa Medan Secara Spektrofotometri Ultraviolet

(1)

PENETAPAN KADAR ALLOPURINOL DALAM OMERIC TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET PRODUKSI

PT.MUTIARA MUKTI FARMA MEDAN TUGAS AKHIR

Oleh:

MARTINA ROTUA MS NIM 072410056

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR ALLOPURINOL DALAM OMERIC TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET PRODUKSI PT.

MUTIARA MUKTI FARMA MEDAN TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MARTINA ROTUA MS. 072410056 Medan, Mei 2010

Disetujui Oleh Dosen pembimbing,

Dra.Masria Lasma Tambunan, M.Si.,Apt.

NIP 195005081977022001

Disahkan Oleh : Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra,Apt. NIP 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah mencurahkan berkat dan kasih-Nya serta menganugrahkan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Tugas akhir yang berjudul “PENETAPAN KADAR ALLOPURINOL DALAM OMERIC TABLET PRODUKSI PT. MUTIFA MEDAN SECARA

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian tugas akhir ini penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, teristimewa kepada kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda G. Sinurat dan Ibunda A. Manurung yang telah memberikan kaih sayang serta Doa yang tiada pernah henti untuk dukungan baik secara moril maupun materi selama ini, maka pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dengan ketulusan hati kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Dra. Masria Lasma Tambunan M.Si., Apt., sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.


(4)

3. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Koordinator Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Dosen dan Pegawai Fakultas Farmasi Program Diploma III Analis Farmasi dan makanan yang berupaya mendukung kemajuan mahasiswa Analis Farmasi.

5. Seluruh staf dan pegawai PT .MUTIFA Medan yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran kepada penulis dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

6. Kakakku terkasih K’Mariyanti, K’Hermina dan Adikku tersayang Nova, Berman, Bobi,yang telah memberikan semangat dan motivasi serta dukungan Doa kepada penulis.

7. Teman-teman PKL Adhe, Merna, Joshua, yang telah memberikan semangat dan bahu-membahu hingga tugas akhir ini selesai.

8. Teman-teman mahasiswa Analis Farmasi angkatan 2007 yang selalu memberikan opini-opini yang membangun dan semangat kepada penulis selama menyelesaikan kuliah ini.

Semoga Tuhan melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2001 Penulis, Martina Rotua MS


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... . 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Manfaat ... 3

1.2.1 Tujuan ... 3

1.2.2 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tablet ... 4

2.2 Evaluasi Tablet ... 6

2.3 Allopurinol ... 9

2.3.1 Uraian umum ... 9

2.3.2 Farmakokinetika ... 11

2.3.3 Farmakodinamika ... 11

2.3.4 Efek Samping ... 11

2.3.5 Indikasi ... 12

2.3.6 Dosis ... 12

2.3.7 Penetapan Kadar Allopurinol ... 13


(6)

2.4.1 Uraian Umum ... 13

2.4.2 Penetapan Kadar Tablet Allopurinol ... 13

2.5 Spektrofotometri ... 14

2.5.1 Defenisi ... 14

2.5.2 Instrumen ... 14

2.5.3 Penggunaan ... 15

BAB III METODOLOGI ... .. 17

3.1 Tempat pelaksanaan pengujian ... 17

3.2 Alat-alat ... 17

3.3 Bahan-bahan ... 17

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 18

3.4.1 Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,05 N ... 18

3.4.2 Standarisasi Larutan Standar NaOH 0,05 N ... 18

3.4.3 Pembuatan Larutan Standar HCL 0,05 N ... 18

3.5 Prosedur kerja ... 18

3.5.1 Pembuatan larutan Standar Allopurinol ... 18

3.5.2 Pembuatan Larutan Uji Allopurinol ... 19

3.5.3 Cara Penetapan Serapan ... 19

3.5.4 Rumus Perhitungan Kadar ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... .. 21

4.1 Hasil ... 21


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... . 22

5.1 Kesimpulan ... 22

5.2 Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 22


(8)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, maupun menyembuhkan penyakit. Menurut undang-undang kesehatan, yang dimaksud dengan obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh (Syamsuni, 2006).

Allopurinol termasuk golongan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang merupakan suatu kelompok obat yang heterogen. Anti-inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan , dan mengatur zat derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap, proses peradangan biasanya reda. Namun kadang-kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu zat yang tidak berbahaya seperti tepung sari, atau oleh suatu respon imun, seperti nasma atau arthritis rematoid (Katzung, 1994; Munaf, 1994).


(9)

Gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak dan berulang dari artritis yang terasa sangat nyeri karena adanya endapan kristal monosodium urat, yang terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat di dalam darah (hiperurisemia) (Katzung, 2002).

Hiperurisemia terjadi karena adanya peningkatan produksi asam urat dalam metabolisme atau penurunan ekskresi (pengeluaran) asam urat dari dalam tubuh melalui ginjal dalam bentuk urine (Katzung, 2002).

Allopurinol adalah obat penyakit pirai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Allopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat. Dalam tubuh Alopurinol mengalami metabolisme menjadi oksipurinol (alozantin) yang juga bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase. Mekanisme kerja senyawa ini berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi produksi asam urat, tanpa mengganggu biosintesa purin (Munaf, 1994).

Pengawasan mutu adalah bagian yang penting dari cara pembuatan obat yang baik untuk memastikan tiap obat yang di buat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaanya. Salah satu pengawasan mutu dalam produksi Tablet Allopurinol adalah penetapan kadar. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995), tablet allopurinol mengandung allopurinol tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Farmakope Indonesia,1979).


(10)

1.2Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui kadar tablet allopurinol secara spektrofotometri ultraviolet sehingga dapat diketahui apakah sediaan tablet allopurinol 100 mg produksi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan telah memenuhi persyaratan kadar yang tertera pada monografi Farmakope Indonesia Edisi IV.

1.2.2Manfaat

Manfaat dari penetapan kadar ini adalah untuk menjamin bahwa setiap tablet allopurinol produksi PT. Muktifa Medan telah memenuhi persyaratan sehingga dapat melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenuhi persyaratan. Hal ini perlu dilakukan karena kadar obat sangat berpengaruh pada efek terapinya.


(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai (Anief,1994):

- Zat pengisi, yaitu untuk memperbesar volume tablet. Biasanya yang digunakan saccharum lactis, amylum manihot, calcii phoshas, callci carbonas dan zat lain yang dikocok.

- Zat pengikat, yaitu agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya yang digunakan adalah mucilago gummi arabicci 10-20%, solutio methyl-cellulosum 5%.

- Zat penghancur, yaitu agar tablet dapat hancur dalam perut. Biasanya yang digunakan amylum manihot kering, gelatinum, agar-agar, natrium alginat. - Zat pelicin, yaitu agar tablet tidak lekat pada cetakan. Biasanya yang

digunakan talcum 5%, magnesium stearas, acidum stearinicum.

Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain kecuali pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet


(12)

dengan baik maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak (Anief,1994).

Penggolongan tablet dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

- Tablet Implantasi adalah tablet yang pemakaiaanya degan cara menanamkannya dalam jaringan bawah kulit. Contoh: tablet hormon.

- Tablet Effervescent adalah tablet yang penggunaanya dilarutkan terlebih dahulu dalam air kemudian diminum. Didalam tablet selain zat aktif juga mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan natrium bikarbonat yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbondioksida. Contoh: tablet Calsium D Redokson (CDR).

- Tablet Vagina adalah tablet yang pemakaiaanya melalui vagina, bentuk pipih, oval dengan salah satu ujungnya kecil. Contoh: sulfasetamid, nistatin.

- Tablet Sublingual adalah tablet yang penggunaanya diletakkan di bawah lidah. Tablet ini melarut denngan cepat dan bahab- bahannya cepat diabsorbsi. Contoh: tablet isosorbid dinitrat.

- Tablet Hisap adalah tablet yang dimaksudkan untuk pengobatan iritasi lokal atau infeksi mulut atau tenggorokan yang ditujukan untuk absorbsi sistemik setelah ditelan. Contoh: vitamin C.


(13)

- Tablet Kunyah adalah tablet yang dimaksudkan untuk dikunyah, memberi residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Contoh: tablet antasida.

- Tablet Hipodermik adalah tablet yang mudah larut dalam air digunakan sebagai injeksi untuk disuntikkan dibawah kulit.

2.2 Evaluasi Tablet

Tablet yang diproduksi harus dilakukan pengujian sebagai berikut:

a. Uji keseragaman bobot Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot ini ditetapkan untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet-tablet yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga akan mempunyai efek terapi yang sama. Keseragaman bobot dapat ditetapkan sebagai berikut: ditimbang 20 tablet, lalu dihitung bobot rat-rata tiap tablet. Kemudian timbang tablet satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari yang di tetapkan pada kolom A dan tidak boleh satu tablet pun bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom B. jika perlu gunakan 10 tablet yang lain dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom A maupu n kolom B (Dirjen POM, 1995).


(14)

Tabel 1. Penyimpangan bobot rata-rata

Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata

(mg) A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg sampai dengan 150 mg 10% 20%

151 mg sampai dengan 300 mg 7,5% 15%

Lebih dari 300 mg 5% 10%

b. Uji kekerasan

Ketahanan tablet terhadap goncangan pada waktu pembuatan, pengepakan dan distribusi bergantung pada kekerasan tablet. Kekerasan dinyatakan dalam satuan kg dari tenaga yang diperlukan untuk memecahkan tablet. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini diharapkan dapat mengukur berat yang di perlukan untuk memecahkan tablet. Persyaratan kekerasan tablet umumnya berkisar 4-8 kg, bobot tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan (Soekemi, A.R., 1987).

c. Uji keregasan

keregasan tablet bukanlah indikator yang mutlak dari kekuatan tablet. Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi hancur.


(15)

Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat roche friabilator. sebelum tablet di masukkan kedalam alat friabilator, tablet di timbang terlebih dahulu, kemudian tablet dimasukkan kedalam alat, lalu alat dioperasikan selama 4 menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan di bandingkan dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel, H.C., 1989).

d. Uji waktu hancur

Agar bahan obat dapat secara utuh diserap pada sistem pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepasakan bahan obat kecairan tubuh. Waktu hancur adalah waktu yang di butuhkan oleh tablet untuk menjadi partikel-partikel kecil. Tablet biasanya di formulasikan dengan bahan pengembang yang menyebabkan tablet hancur di dalam air atau cairan lambung ( Soekemi, A.R., 1987).

Peralatan uji waktu hancur terdiri dari rak keranjang yang mempunyai enam lubang yang terletak vertikal diatas ayakan mesh nomor 10. selama percobaan tablet diletakkan pada tiap lubang keranjang, kemudian keranjang tersebut bergerak naik turun dalam larutan transparan dengan kecepatan 29-32 putaran permenit. Interval waktu hancur adalah 5-30 menit (Ansel,H.C.,1989).

e. Uji penetapan kadar zat berkhasiat

Uji penetapan kadar zat berkhasiat dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak


(16)

layak di konsumsi. Uji penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai pada masing-masing monografi antara lain di Farmakope Indonesia (Dirjen POM, 1995).

2.3 Allopurinol

Allopurinol adalah obat penyakit priai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Alopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat. Dalam tubuh Allopurinol mengalami metabolisme menjadi oksipurinol (alozantin) yang juga bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase. Mekanisme kerja senyawa ini berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi prosuksi asam urat, tanpa mengganggu biosintesa purin. Allopurinol dapat meningkatkan frekuensi serangan artritis gout akut sehingga sebaiknya obat anti inflamasi atau kolkisin diberikan bersama pada awal terapi (Katzung, 2004).

2.3.1 Uraian Umum

Uraian umum allopurinol menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995): Rumus Bangun : Allopurinol


(17)

Nama Kimia : 1H-Pirazolol (3,4)dipirimidin -4-ol[315-30-0] C5H4N4O Rumus Molekul : C5H4N4O

Berat Molekul : 136,11g/mol

Pemerian : Serbuk halus putih hingga hampir putih, berbau lemah. Susut pengering : Suhu 105°C selama tidak lebih dari 0,5% lakukan pengeringan pada suhu 105°C selama 5 jam.

Persyaratan : Allopurinol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan Tidak lebih dari 101,1% C5H4N4O, dihitung terhadapat zat Yang telah dikeringkan.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air dan etanol , larut dalam Larutan kalium dan natrium hidroksida, praktis tidak larut Dalam kloroform dalam eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Penandaan : Pada etiket harus juga tertera daluarsa.

(Farmakope IV, 1995)

Allopurinol bekerja dengan cara mengurangi sintesa urat atas dasar persaingan substrat dengan zat-zat purin berlandaskan enzim xanthin oksidase. Enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan balik allopurinol menghambat sintesa purin yang merupakan prekursor xanthin (Katzung, 2004).


(18)

2.3.2 Farmakokinetika

Allopur inol kira-kira 80% diserap setelah pemakaian oral. Seperti uric acid, allopurinol sendiri dimetabolisme oleh xanthine oxidase. Persenyawaan hasilnya, alloxanthine, mempertahankan kemampuannya untuk menhambat xanthine oxidase dan mempunyai durasi kerja yang cukup panjang sehingga allopurinol cukup diberikan satu kali sehari (Katzung, 2004).

2.3.3Farmakodinamika

Diet purin di dalam makanan bukan merupakan sumber uric acid yang penting. Jumlah penting secara kuantitatif dari purine dibentuk dari asam amino, formate, dan karbondoksida dalam tubuh. Ribonukleotida purine tersebut tidak tergabung ke dalam nucleic acid (asam nukleat) dan yang berasal dari degradasi nucleic acid dikonversi menjadi xantine atau hypoxanthine dan dioksida menjadi uric acid. Bilamana langkah terakhir ini dihambat oleh allopurinol, maka ada penurunan pada kadar plasma urate dan penurunan pada timbunan urate dengan peningkatan yang bersamaan pada xantine dan hypoxanthine yang lebih mudah larut (Katzung, 2004).

2.3.4 Efek samping

Menurut Munaf (1994), reaksi-reaksi yang tidak diinginkan pada terapi Allopur inol antara lain:

a. Reaksi kulit

Bila kemerahan kulit timbul obat harus dihentikan karena gangguan mungkin menjadi lebih berat.


(19)

b. Reaksi alergi

Berupa demam, leukopeni, pruritus, eosinofillia, artralgia. c. Gangguan saluran pencernaan

d. Allopurinol dapat meninggkatkan frekwensi serangan sehingga pada awal terapi diberikan kolkisin.

2.3.5 Indikasi

Pengobatan pirai dengan allopurinol, seperti dengan agen-agen urikosurik, meskipun allopurinol seringkali digunakan sebagai obat punurun urate yang pertama kali dipakai, indikasinya yang paling rasional adalah sebagai

(Munaf, 1994):

1. pada tofus pirai yang kronis, dimana penyerapan kembali dari tofus lebih cepat dari pada dengan agen-agen urikosurik.

2. pada pasien dengan pirai yang uric acid dalam urine 24 jam-nya pada diet bebas purine melebihi 600-700 mg.

3. untuk batu ginjal yang berulang.

4. pada pasien dengan kerusakan fungsi ginjal.

5. bilamana kadar serum meningkat banyak, maka harus diusahakan untuk mengurangi kadar serum urate sampai kurang dari 6,5 mg/dl.

2.3.6 Dosis

Dosis awal untuk allopurinol adalah 100 mg sehari. Allopurinol dapat dititrasi sampai 300 mg/hari tergantung pada respons uric acid serum.


(20)

AINS harus diberikan selama minggu- minggu pertama terapi allopurinol untuk mencegah episode-episode artritis pirai yang kadang-kadang terjadi

(Munaf, 1994).

2.3.7 Penetapan Kadar Allopurinol

Allopurinol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri ultraviolet dengan pelarut HCL 0,1N dan NaOH 0,05 N (Pharmacopeia of The People’s Republic of China ).

2.4 Tablet Allopurinol 2.4.1 Uraian Umum

Tablet Allopurinol mengandung Allopurinol C5H4N4Otidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya Penandaan : pada etiket harus juga tertera daluarsa.

(Farmakope IV, 1995)

2.4.2 Penetapan Kadar Tablet Allopurinol

Tablet Allopurinol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri ultraviolet dengan panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 250 nm dengan menggunakan larutan Hcl 0,1 N sebagai blanko ( Pharmacopeia of The People’s Republic of China ).


(21)

2.5 Metode penetapan kadar Allopurinol 2.5.1 Spektrofotometri

Penetapan kadar allopurinol dilakukan secara Spektrofotometri.

Teknik spektroskopik adalah salah satu teknis analisis fisiko-kimia yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik (REM). Pada prinsipnya interaksi REM dengan molekul akan menghasilkan satu atau dua macam dari tiga kejadian yang mungkin terjadi. Ketiga macam kejadian yang mungkin terjadi sebagai akibat interaksi atom molekul dengan REM adalah hamburan (scattering), absorpsi (absorption), dan emisi (emision) REM oleh atom atau molekul yang diamati. Hamburan REM oleh atom atau molekul melahirkan spektrofotometri UV-Vis dan infra merah (Mulja,1995).

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus, 2004).

2.5.2 Instrumen

Menurut Khopkar (1990), suatu spektrofotometer tersusun dari: - Sumber

Sumber yang biasa digunakan adalah lampu wolfram. Tetapi untuk daerah UV digunakan lampu hydrogen atau lampu deuterium. Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Untuk memproleh tegangan yang stabil dapat digunakan transformator. Jika potensial


(22)

tidak stabil, kita akan mendapatkan energi yang bervariasi. Untuk mengompensasikan hal ini maka dilakukan pengukuran transmitan larutan sempel selalu di sertai larutan pembanding.

- Monokromator

Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya berupa prisma ataupun grating. untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian dapat digunakan celah.

- Sel absorbsi

Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan. Kita harus menggunakan kuvet untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragam keseluruhannya.

- Detektor

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Pada spektrofotometer, tabung pengganda elektron yang di gunakan prinsip kerjanya telah diuraikan.


(23)

2.5.3 Penggunaan

Menurut Rohman (2007), metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak. Cara untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya. Persamaan kurva baku selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel.

Analisis kuantitatif dengan metode spektofotometri UV-Vis dapat digolongkan atas tiga macam pelaksanaan pekerjaan, yaitu:

a. analisis zat tunggal atau analisis satu komponen

b. analisis kuantitatif campuran dua macam zat atau analisis dua komponen c. analisis campuran tiga macam zat atau lebih / analisis multi komponen Jika penetapan kadar atau pengujian menggunakan baku pembanding, lakukan pengukuran spektrofotometri dengan larutan yang dibuat dari baku pembanding menurut petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari zat uji. Lakukan pengukuran kedua secepat mungkin setelah pengukuran pertama menggunakan kuvet dari kondisi pengujian yang sama. Kuvet atau sel yang dimaksudkan untuk diisi larutan uji dan cairan pelarut, bila diisi dengan pelarut yang sama, harus sama. Jika tidak harus dilakukan koreksi yang tepat. Toleransi bagi tebal kuvet yang digunakan adalah lebih kurang 0,005 cm. Kuvet harus dibersihkan dan diperlakukan dengan hati-hati (Farmakope IV, 1989).


(24)

BAB III METODOLOGI

Metodologi yang dilakukan pada tablet Omeric produksi PT. MUTIFA Medan adalah penetapan kadar dengan menggunakan alat Spektrofotometri Ultraviolet HP/8453 dengan panjang gelombang 250 nm.

3.1 Tempat Pelaksanaan Pengujian

Pengujian dilakukan di Laboratorium Pemastian Mutu (Quality Control), industri farmasi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan.

3.2 Sampel yang diperiksa

Tablet Allopurinol 100 mg yang diproduksi oleh PT. Mutiara Mukti Farma Medan.

3.3 Alat- alat

Spektrofotometer ultraviolet-visible, neraca analitis, labu ukur 100 ml, labu ukur 50 ml, pipet volume 1ml, beaker gelas 100 ml, gelas ukur 100 ml, erlenmeyer 250 ml, mortir dan alu, pipet tetes, spatel dan corong.

3.4 Bahan - bahan

Akuades, NaOH 0,05N, HCL 0,1N.


(25)

3.5 Pembuatan pereaksi

3.5.1 Pembuatan larutan standar NaOH 0,05 N

Timbang cepat-cepat 4,0 mg NaOH dalam gelas arloji atau beaker gelas , larutkan dalam akuades bebas CO2 sambil dikocok sampai 1 liter. Simpan dalam botol bertutup karet.

3.5.2 Standarisasi larutan standar NaOH 0,05 N

Timbang seksama 200 mg KH.Ftalat yang telah dikeringkan selama 2 jam, pada suhu 120°C , larutkan dalam erlenmeyer ,yang berisi 50 ml akuades bebas CO2 ,kocok sampai larut kemudian tambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalein. Titrasi dengan larutan NaOH 0,05 N sampai tepat warna merah.

3.5.3 Pembuatan larutan standar HCL 0,1N

Diambil 18 ml HCL p, dan dipindahkan pelan-pelan kedalam beaker gelas yang berisi 500 ml akuades. Diaduk dengan batung pengaduk agar cairan bercampur sempurna, dan dicukupkan larutan dengan akuades 1 liter.

3.6 Prosedur kerja

3.6.1 Pembuatan Larutan Standar Allopurinol

Ditimbang seksama sejumlah 38,0 mg Allopurinol baku.

- Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml secara kuantitatif.

- Ditambahkan 10 ml larutan Naoh 0,05 N, dikocok sampai larut, lalu ditambahkan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

- Dipipet 1,0 ml larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.


(26)

- Diencerkan dengan larutan Hcl 0,1 N sampai garis tanda, lalu dihomogenkan (kons. ± 7,6µg/ml).

- Diukur absorbsinya pada panjang gelombang 250nm (A). 3.6.2 Pembuatan Larutan Uji Allopurinol

- Ambil 20 tablet,serbuk dan homogenkan di dalam mortir.

- Timbang seksama sejumlah serbuk setara dengan lebih kurang 76,0 mg Allopur inol.

- Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml secara kuantitatif.

- Ditambahkan 20 ml larutan Naoh 0,05 N, kocok selama ± 15 menit. - Ditambahkan Akuadest sampai garis tanda, homogenkan dan saring. - Dipipet 1,0 ml larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100

ml.

- Diencerkan dengan larutan Hcl 0,1 N sampai garis tanda, homogenkan (kons.± 7,6µg/ml) lalu dihomogenkan.

- Diukur absorbsinya pada panjang gelombang 250nm.(B) 3.6 3 Cara Penetapan Serapan

Ukur serapan larutan pembanding (A) dan larutan uji (B) dalam kuvet pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 250 nm dengan menggunakan larutan Hcl 0,1 N sebagai blanko.


(27)

3.6.4 Perhitungan Kadar Rumus :

Vb Vu

× Fb Fu

× Ab Au

× Bu Br

× Ke Bb

×100%

Dimana: Vu : Volume larutan uji (ml) Vb : Volume awal larutan baku (ml) Fu : Faktor pengenceran larutan uji Fb : Faktor pengenceran larutan baku

Au : Absorbansi larutan uji

Ab : Absorbansi larutan baku Bb : Bobot baku yang ditimbang (mg)

Ke : Kandungan Allopurinol yang tertera pada etiket (mg)

Persyaratan: Tablet Omeric mengandung Allopurinol, C5H4N4Otidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.


(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Telah dilakukan pengujian penetapan kadar terhadap tablet omeric dengan nomor bets 011022 menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet. Dari hasil pemeriksaan diperoleh kadar 104,37 %, 1105,39 %, 106,39 %.

(Hasil terlampir pada lampiran halaman ..) 4.2 Pembahasan

Dari hasil penetapan kadar Tablet Omeric diatas diperoleh kadar yaitu 104,37%, 1105,39%, dan 106,39% dimana zat aktif dari tablet Omeric adalah Allopurinol. Kadar ini memenuhi persyaratan seperti yang ditetapkan dalam Pharmacopeia of The People’s Republic of China yaitu tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Penetapan kadar tablet allopurinol dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet. Allopurinol dilarutkan dalam akuades dan kemudian diukur serapan larutan pada panjang gelombang maksimum 250nm. Dalam penetapan kadar dilakukan juga penetapan kadar baku pembanding menggunakan BPFI (Baku Pembanding Farmakope Indonesia).


(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Dari hasil penetapan kadar secara spektrofotometri ultrviolet, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tablet allopurinol 100mg yang diproduksi oleh PT. Mutiara Mukti Farma Medan, telah memenuhi persyaratan kadar allopurinol yang ditetapkan oleh Pharmacopeia of The People’s Republic of China, 2005 dimana persyaratannya adalah Tablet Omeric yang mengandung allopurinol tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

5.2 Saran

Hendaknya kualitas dan persyaratan mutu yang telah dipenuhi dalam produksi Tablet Omeric oleh PT. Mutiara Mukti Farma Medan, dapat terus dipertahankan serta memakai metoda penetapan kadar dengan metode lain agar dapat dibandingkan ketelitian hasilnya.


(30)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1986. Ilmu Farmasi. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm 59-60.

Anief, M. (1991). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University. Halaman 1, 3, 36.

Ansel, H. C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmas. Edisi Keempat. UI Press, Jakarta. Hlm 218 – 219.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia RI. Halaman 4,5,6,74,75.

Foye, W. O. 1996. Prinsip - Prinsip Kimia Medisinal. Jilid II Edisi Kedua.

Penerjemah: Raslim Rasyid, dkk. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 1570.

Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3, Edisi 8. Penerjemah dan editor: Bagian Farmakologi FK UNAIR. Penerbit Salemba Medika, Jakarta.Hlm 193-195.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta. Hlm 215 217.

Munaf,S.,1994.Catatan Kuliah Farmakologi, EGC Press, Hlm 491-493.

Rohman, A., dan Gandjar, G. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Halaman 240, 244-246.

Setiabudy, R., Gan, V. H. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Gaya Baru, Jakarta.

Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hlm 54-57.

Soekemi, A. R., 1987, Tablet, PT. Mayang Kencana, Medan, Hlm 2-4,39-50.

Voigt, R.,1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi Kelima. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 271.


(31)

Lampiran

Hasil Perhitungan :

Tablet Omeric dengan nomor bets 011022

Berat 1 tablet =100 mg zat berkhasiat Berat 20 tablet mengandung 20 x 100 mg Allopurinol = 2000 mg Allopurinol Berat 20 tablet setelah ditimbang = 0,69250 g

= 6,9250 mg

Bobot Rata – rata tablet = 20 9250 ,

6 mg

= 0,3462 g = 346,2 mg

Ditimbang sejumlah serbuk tablet setara dengan 100 mg Allopurinol

= 200

0 , 76

×346,2mg = 263,11mg

Au Ab

0,45704 0,43789 0,46166 0,43789 0,46166 0,43789

Syarat : Tablet Omeric mengandung Allopurinol, C5H4N4O tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.


(32)

Rumus : Vb Vu × Fb Fu × Ab Au × Bu Br × Ke Bb ×100% Perhitungan : Kadar 1= 50 100 × 100 100 × 43789 , 0 45704 , 0 × 2631 , 0 3462 , 0 × 100 38

×100% = 104,37%

Kadar 2 = 50 100 × 100 100 × 43789 , 0 46166 , 0 × 2631 , 0 3462 , 0 × 100 38

×100% = 105,39%

Kadar 3

=

50 100 × 100 100 × 43789 , 0 46605 , 0 × 2631 , 0 3462 , 0 × 100 38

×100 % = 106,39%

Keterangan : Vu : Volume larutan uji (ml) = 100 ml Vb e : Volume awal larutan baku (ml) = 50 ml Fu : Faktor pengenceran larutan uji = 100 ml Fb : Faktor pengenceran larutan baku = 100 ml

Au : Absorbansi larutan uji

Ab : Absorbansi larutan baku = 0,43789 Bb : Bobot baku yang ditimbang (mg) = 38 mg


(1)

3.6.4 Perhitungan Kadar Rumus :

Vb Vu

×

Fb Fu

×

Ab Au

×

Bu Br

×

Ke Bb

×100%

Dimana: Vu : Volume larutan uji (ml) Vb : Volume awal larutan baku (ml) Fu : Faktor pengenceran larutan uji Fb : Faktor pengenceran larutan baku

Au : Absorbansi larutan uji

Ab : Absorbansi larutan baku Bb : Bobot baku yang ditimbang (mg)

Ke : Kandungan Allopurinol yang tertera pada etiket (mg)

Persyaratan: Tablet Omeric mengandung Allopurinol, C5H4N4O tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.


(2)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Telah dilakukan pengujian penetapan kadar terhadap tablet omeric dengan nomor bets 011022 menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet. Dari hasil pemeriksaan diperoleh kadar 104,37 %, 1105,39 %, 106,39 %.

(Hasil terlampir pada lampiran halaman ..) 4.2 Pembahasan

Dari hasil penetapan kadar Tablet Omeric diatas diperoleh kadar yaitu 104,37%, 1105,39%, dan 106,39% dimana zat aktif dari tablet Omeric adalah Allopurinol. Kadar ini memenuhi persyaratan seperti yang ditetapkan dalam Pharmacopeia of The People’s Republic of China yaitu tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Penetapan kadar tablet allopurinol dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet. Allopurinol dilarutkan dalam akuades dan kemudian diukur serapan larutan pada panjang gelombang maksimum 250nm. Dalam penetapan kadar dilakukan juga penetapan kadar baku pembanding menggunakan BPFI (Baku Pembanding Farmakope Indonesia).


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Dari hasil penetapan kadar secara spektrofotometri ultrviolet, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tablet allopurinol 100mg yang diproduksi oleh PT. Mutiara Mukti Farma Medan, telah memenuhi persyaratan kadar allopurinol yang ditetapkan oleh Pharmacopeia of The People’s Republic of China, 2005 dimana persyaratannya adalah Tablet Omeric yang mengandung allopurinol tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

5.2 Saran

Hendaknya kualitas dan persyaratan mutu yang telah dipenuhi dalam produksi Tablet Omeric oleh PT. Mutiara Mukti Farma Medan, dapat terus dipertahankan serta memakai metoda penetapan kadar dengan metode lain agar dapat dibandingkan ketelitian hasilnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1986. Ilmu Farmasi. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm 59-60.

Anief, M. (1991). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University. Halaman 1, 3, 36.

Ansel, H. C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmas. Edisi Keempat. UI Press, Jakarta. Hlm 218 – 219.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia RI. Halaman 4,5,6,74,75.

Foye, W. O. 1996. Prinsip - Prinsip Kimia Medisinal. Jilid II Edisi Kedua.

Penerjemah: Raslim Rasyid, dkk. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 1570.

Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3, Edisi 8. Penerjemah dan editor: Bagian Farmakologi FK UNAIR. Penerbit Salemba Medika, Jakarta.Hlm 193-195.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta. Hlm 215 217.

Munaf,S.,1994.Catatan Kuliah Farmakologi, EGC Press, Hlm 491-493.

Rohman, A., dan Gandjar, G. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Halaman 240, 244-246.

Setiabudy, R., Gan, V. H. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Gaya Baru, Jakarta.

Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hlm 54-57.


(5)

Lampiran

Hasil Perhitungan :

Tablet Omeric dengan nomor bets 011022

Berat 1 tablet =100 mg zat berkhasiat Berat 20 tablet mengandung 20 x 100 mg Allopurinol = 2000 mg Allopurinol Berat 20 tablet setelah ditimbang = 0,69250 g

= 6,9250 mg

Bobot Rata – rata tablet = 20 9250 ,

6 mg

= 0,3462 g = 346,2 mg

Ditimbang sejumlah serbuk tablet setara dengan 100 mg Allopurinol

= 200

0 , 76

×346,2mg = 263,11mg

Au Ab

0,45704 0,43789 0,46166 0,43789 0,46166 0,43789

Syarat : Tablet Omeric mengandung Allopurinol, C5H4N4O tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.


(6)

Rumus : Vb Vu × Fb Fu × Ab Au × Bu Br × Ke Bb ×100% Perhitungan : Kadar 1= 50 100 × 100 100 × 43789 , 0 45704 , 0 × 2631 , 0 3462 , 0 × 100 38

×100% = 104,37%

Kadar 2 = 50 100 × 100 100 × 43789 , 0 46166 , 0 × 2631 , 0 3462 , 0 × 100 38

×100% = 105,39%

Kadar 3 = 50 100 × 100 100 × 43789 , 0 46605 , 0 × 2631 , 0 3462 , 0 × 100 38

×100 % = 106,39%

Keterangan : Vu : Volume larutan uji (ml) = 100 ml Vb e : Volume awal larutan baku (ml) = 50 ml Fu : Faktor pengenceran larutan uji = 100 ml Fb : Faktor pengenceran larutan baku = 100 ml

Au : Absorbansi larutan uji

Ab : Absorbansi larutan baku = 0,43789 Bb : Bobot baku yang ditimbang (mg) = 38 mg