Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa responden dengan lama menderita penyakit ≥ 5 tahun lebih banyak menderita depresif, dengan sindrom
depresif ringan 9 orang 20,5, depresi sedang 3 orang 6,8, dan depresi sedang berat 1 orang 2,3.
5.2 Pembahasan
Dari tabel 5.2 dapat kita lihat bahwa sindrom depresif ringan paling banyak pada penderita diabetes melitus tipe 2. Secara keseluruhan dapat kita lihat
bahwa dari 44 penderita diabetes melitus tipe 2 yang mengalami sindrom depresif berjumlah 16 orang. Sementara Palizgir et al yang meneliti depresif pada
penderita diabetes melitus tipe 2 mendapat hasil dari 184 penderita diabetes melitus tipe 2, 130 menderita gangguan depresi. Habtewold et al 2013
melaporkan bahwa dari 264 penderita diabetes melitus tipe 2 didapati depresi ringan sebanyak 75 orang, depresi sedang 32 orang, sedang-berat 7 orang, dan
depresi berat 4 orang. Perbedaan yang dijumpai dari hasil penelitian ini dengan penelitian Palizgir et al 2013 dikarenakan oleh penggunaan kuisioner yang
berbeda dimana penelitian ini menggunakan kuisioner PHQ-9, sedangkan Palizgir et al 2013 menggunakan Beck Depression Inventory BDI. Sedangkan pada
penelitian Habtewold et al 2013 menggunakan kuisioner yang sama dengan penelitian ini yaitu Patient Health Questionnare-9 PHQ-9, sehingga hasil yang
diperoleh tidak jauh berbeda dengan penelitian ini. Berdasarkan umur responden, didapat bahwa sindrom depresif paling
banyak terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2 kelompok umur 56-65 tahun 9,1. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulana et al
2014 yang menyatakan bahwa kejadian depresi terbanyak adalah pada kelompok umur 51-61 tahun. Sementara pada penelitian Palizgir et al 2011, dikatakan
bahwa responden yang menderita diabetes melitus tipe 2 yang mengalami depresi terdapat pada usia muda. Kejadian depresi lebih rentan terjadi pada usia lanjut, hal
ini dikarenakan adanya penurunan konsentrasi norepinefrin dan serotonin, serta peningkatan konsentrasi metabolit 5-hidroksiindolasetatacid 5-HIAA yang
terjadi akibat bertambahnya usia seseorang Maulana et al, 2012. Selain itu
Universitas Sumatera Utara
proses penuaan juga menyebabkan terjadinya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan ini cenderung
berpotensi menimbulkan masalah secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada usia lanjut Kuntjoro, 2002. Depresi pada usia lanjut dapat
disebabkan oleh banyak persoalan hidup yang dialami lansia seperti kemiskinan, usia, stres yang berkepanjangan, penyakit fisik yang tidak sembuh atau penyakit
kronik seperti diabetes melitus, perceraian dan kematian pasangan. Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan bahwa penderita diabetes melitus
tipe 2 yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak menderita depresi dibandingkan penderita diabetes melitus tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramanda 2014 yang mengatakan bahwa perempuan lebih berisiko menderita depresi dibandingkan
laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pengaruh psikologis dan biologis. Secara biologis meliputi perubahan menstruasi, menjelang menopause, dan saat
menopause pada perempuan memegang peranan penting untuk terajdinya depresi Ramanda, 2014. Adanya perbedaan hormon antara perempuan dan laik-laki juga
berperan penting dalam terjadinya depresi. Estrogen dan progesteron telah terbukti mempengaruhi neurotransmitter, neuroendokrin, dan sistem sirkadian
sehingga terjadi gangguan suasana perasaan. Fakta bahwa perempuan sering mengalami gangguan suasana perasaan yang berhubungan dengan siklus
menstruasi mereka, seperti gangguan premenstruasi dysphoric Yanuarhida, 2010. Dari segi psikologis kaum perempuan memiliki kecenderungan lebih
rentan menderita depresi, karena selain akibat penyakit kronis yang dideritanya, perempuan mempunyai peran sosial yang sering dikaitkan dengan sifat lebih
pasif, ketergantungan, dan lebih sering menunjukkan ekspresi emosional dalam menanggapi masalah, sementara laki-laki lebih dituntut untuk mandiri dan asertif
dalam menghadapi masalah Maulana et al, 2012. Berdasarkan status pekerjaan, penderita diabetes melitus tipe 2 dalam
penelitian ini yang memiliki sindrom depresif terbanyak pekerjaannya adalah sebagai ibu rumah tangga. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ramanda 2014
Universitas Sumatera Utara
juga mengatakan bahwa penderita diabetes melitus tipe 2 yang bekerja sebagai ibu rumah tangga memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita depresi. Hal ini terjadi
dikarenakan rendahnya aktivitas fisik dan kegiatan yang mereka lakukan dan timbulnya rasa kesepian yang dirasakan setelah anggota keluarga lain menjalani
aktivitas diluar Maulana et al, 2012. Menurut Knapen et al 2009, aktivitas fisik dan kegiatan sehari-hari telah terbukti sebagai terapi yang baik untuk mengelola
stres dan depresi. Berdasarkan status pernikahan, pada penelitian ini semua responden berstatus
menikah. Sehingga dari seluruh sampel yang didapatkan mengalami depresi, telah menikah. Menurut Palizgir et al 2013, dikatakan bahwa tidak ada perbedaan
secara signifikan antara orang yang menikah dengan yang tidak menikah untuk terjadinya depresi. Wanita yang belum menikah angka tingkat depresinya lebih
rendah dibandingkan dengan wanita yang telah menikah, akan tetapi hal ini berlaku kebalikan pada laki-laki Ramanda, 2014. Orang yang menikah memiliki
tanggungan hidup yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak menikah, misalnya tuntutan untuk mencari nafkah untuk keluarga dan kebutuhan akan
tempat tinggal Trilistya, 2006. Pernikahan juga merupakan salah satu jenis stresor terjadinya depresi apabila dalam pernikahan tersebut gagal membina
hubungan yang harmonis yang menyebabkan terjadinya perceraian, selain itu terjadinya kematian pada pasangan juga dapat memicu terjadinya depresi Nevid
et al, 2013. Berdasarkan lamanya menderita penyakit, pada penelitian ini responden
dengan lama menderita penyakit ≥ 5 tahun lebih banyak menderita depresi dibandingkan dengan responden yang lama menderita penyakit 5 tahun.
Banyaknya depresi pada responden yang menderita diabetes melitus tipe 2 ≥ 5 tahun dikarenakan adanya anggapan bahwa sakit yang dideritanya tidak akan
cepat sembuh, yang akan berdampak tidak hanya pada fisik, tapi psikis juga, sehingga apa yang menjadi keinginan seperti sembuh tidak dapat terwujud, yang
bahkan menjadi timbulnya penyakit lain, seperti depresi Safitri, 2013. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Firdaus 2013 yang mengatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
semakin lama menderita diabetes melitus tipe 2, maka kejadian depresi akan semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh penggunaan kuisioner yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1 Kesimpulan
1. Sindrom Depresif pada penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik yang mengalami depresi sebanyak 16 orang 36,4 dengan pembagian
sindrom depresif ringan 11 orang, sindrom depresif sedang 4 orang, dan sindrom depresif sedang-berat sebanyak 1 orang.
2. Penderita depresi terbanyak pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan yang paling tinggi adalah depresi ringan.
3. Penderita diabetes melitus tipe 2 yang berumur 56-65 tahun lebih banyak menderita depresi.
4. Penderita diabetes melitus tipe 2 yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak menderita depresi.
5. Penderita diabetes melitus tipe 2 yang bekerja sebagai ibu rumah tangga lebih banyak menderita depresi.
6. Penderita diabetes melitus tipe 2 yang berstatus sudah menikah yang mengalami depresi sebanyak 16 orang.
7. Penderita diabetes melitus tipe 2 yang lama menderita penyakit ≥ 5 tahun lebih banyak menderita depresi.
6.2 Saran
1. Melihat tingginya angka sindrom depresif pada penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan, maka diperlukan perawatan yang lebih baik
tidak hanya untuk penyakit diabetes, tetapi untuk sindrom depresifnya, agar kualitas hidup dari pasien semakin meningkat.
2. Pada pasien yang menderita depresi diharapkan untuk sering mengikuti ceramah kerohanian atau ceramah agama.
Universitas Sumatera Utara