commit to user 3
faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok. Berdasarkan latar belakang di atas, peniliti ingin mengadakan penelitian apakah terdapat hubungan antara
peer group terhadap kebiasaan merokok pada remaja laki-laki.
B. Perumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara peer group dengan kebiasaan merokok pada remaja laki-laki?
C. Tujuan Penelitian
1. Umum Mengetahui hubungan antara peer group dengan kebiasaan
merokok pada remaja laki-laki. 2. Khusus
Menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok pada remaja.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Memperluas wacana ilmu pengetahuan khususnya Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan memberi gambaran tentang faktor sosial dalam upaya pencegahan kebiasaan merokok pada remaja laki-laki.
2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
petugas penyuluhan sebagai upaya pencegahan kebiasaan merokok pada remaja laki-laki.
commit to user 4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Remaja
a. Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja yang
berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” Al-Mighwar, 2006.
b. Definisi Remaja untuk Masyarakat Indonesia
Menurut Sarwono 2008, remaja untuk masyarakat Indonesia didefinisikan dengan batasan usia 11 – 24 tahun dan belum menikah
dengan pertimbangan sebagai berikut: 1 Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda
seksual sekunder mulai nampak kriteria fisik. 2 Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap
akil-balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak kriteria
sosial. 3 Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan
perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri ego identity, menurut Erik Erikson, tercapainya fase genital dari perkembangan
psikoseksual menurut
Freud dan
tercapainya puncak
commit to user 5
perkembangan kognitif Piaget maupun moral Kohlberg kriteria psikologik.
4 Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut
masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa secara adattradisi, belum
bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya. Dapat diartikan, orang-orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat
memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologik, masih dapat digolongkan remaja.
5 Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat
Indonesia secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa
penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga sehingga definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk
yang belum menikah.
2. Rokok
a. Kandungan Rokok
Rokok merupakan salah satu produk industri dan komoditi internasional yang mengandung sekitar 4.000 bahan kimiawi. Unsur-
unsur yang penting antara lain: tar, nikotin, benzopyrin, metil-kloride, aseton, amonia, dan karbonmonoksida. Di antara sekian banyak zat
commit to user 6
berbahaya ini, ada 3 yang paling penting, khususnya dalam hal kanker, yakni: tar, nikotin, dan karbonmonoksida CO Bustan, 2007.
Tar mengandung ratusan zat kimiawi yang kebanyakan bersifat karsinogenik. Nikotin merangsang pelepasan catecholamin yang biasa
meningkatkan denyut jantung. CO merupakan 1-5 dari asap rokok. CO mengikat oksigen dalam darah eritrosit dan membentuk
carboxyhaemoglobin. Seorang
perokok akan
mempunyai carboxyhaemoglobin lebih tinggi dari orang normal, sekitar 2-15.
Pada orang normal carboxyhaemoglobin hanya sekitar 0,5-2. CO juga merusak dinding arteri yang pada akhirnya dapat menyebabkan
atherosclerosis dan penyakit jantung koroner Bustan, 2007.
b. Jenis Perokok
Menurut Bustan 2007, Departemen Kesehatan RI 2003, jenis perokok dapat dibagi menjadi perokok aktif dan perokok pasif.
Perokok aktif adalah orang yang menghisap rokok dan menghisap asap hasil pembakaran rokok tersebut. Perokok pasif adalah orang yang
berada di sekitar perokok aktif yang turut menghisap asap rokok bukan hasil pembakaran rokoknya sendiri.
Jenis perokok berdasarkan jumlah rokok yang dihisap, dapat dibagi atas perokok ringan, sedang, dan berat. Perokok ringan jika
merokok kurang dari 10 batang per hari, perokok sedang merokok menghisap 10-20 batang per hari, dan perokok berat jika lebih dari 20
batang per hari Bustan, 2007.
commit to user 7
c. Penyakit-Penyakit yang Diakibatkan karena Merokok
Menurut Dugdale 2009, merokok secara berlebihan dan dalam jangka waktu lama yang dihubungkan dengan zat kimia seperti
tar dan nikotin dapat meningkatkan berbagai risiko masalah kesehatan yaitu:
1 Jantung dan pembuluh darah a Gumpalan darah dan aneurisma di otak yang dapat
menyebabkan stroke. b Gumpalan darah di tungkai bawah yang dapat mengalir ke
paru-paru. c Penyakit jantung koroner, termasuk angina dan serangan
jantung. d Tekanan darah tinggi.
e Suplai darah ke tungkai yang kurang. f Bermasalah dengan ereksi, karena penurunan aliran darah ke
penis. 2 Kanker khususnya pada paru, mulut, larynx, esophagus, kandung
kemih, ginjal, pankreas, dan cervix. 3 Keterlambatan penyembuhan luka, khususnya setelah pembedahan
4 Paru-paru antara lain empisema, bronchitis kronik, atau asma yang lebih sulit untuk dikontrol.
5 Masalah selama kehamilan, seperti bayi dengan berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, abortus, dan bibir sumbing.
commit to user 8
6 Risiko masalah kesehatan yang lain yaitu: a Penurunan kamampuan untuk merasa dan membau.
b Penurunan kualitas sperma, yang berakibat infertilitas. c Kehilangan penglihatan karena peningkatan risiko degenerasi
makula. d Penyakit gigi dan gusi.
e Kerutan pada kulit.
3. Kebiasaan Merokok pada Remaja
Merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si
perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Beberapa motivasi
yang melatarbelakangi seseorang merokok adalah untuk mendapat pengakuan anticipatory beliefs, untuk menghilangkan kekecewaan
reliefing beliefs, dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma permissive beliefsfacilitative. Hal ini sejalan dengan kegiatan
merokok yang dilakukan oleh remaja yang biasanya dilakukan didepan orang lain, terutama dilakukan di depan kelompoknya karena mereka
sangat tertarik kepada kelompok sebayanya atau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya Widianti, 2007.
Kebiasaan merokok di kalangan remaja, terlihat jelas pada siswa SMU dan sudah menjadi semacam trend atau bukan merupakan suatu
pemandangan yang mengherankan lagi. Dari hasil pengamatan terhadap
commit to user 9
siswa SMU pada jam-jam istirahat dan pulang sekolah banyak di antaranya mempunyai kebiasaan merokok baik di warung sekitar sekolah,
supermarket atau di tempat-tempat mereka berkumpul. dari hasil pengamatan terhadap warung-warung yang ada di sekitar SMU tersebut,
ternyata rokok termasuk barang yang cukup laku dimana ada sekitar kurang lebih 30-40 batang rokok terjual setiap harinya pada setiap warung
yang pembelinya lebih banyak para siswa yang masih memakai pakaian sekolah Ekawati dkk, 2009.
Faktor-Faktor yang Menjadi Penyebab Remaja Merokok
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab remaja merokok adalah sebagai berikut:
a. Pengaruh Orang Tua Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-
anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan
hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga
yang bahagia Baer dan Corado dalam Widianti, 2007. Orang tua yang menjadi figur sebagai perokok berat, maka anak-
anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal dengan satu orang tua
single parent Al Bachri dalam Mu’tadin, 2002.
commit to user 10
b. Pengaruh Teman Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja
merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua
kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya
atau bahkan
teman-teman remaja
tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua
menjadi perokok Al Bachri dalam Widianti, 2007. c. Faktor Kepribadian
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri
dari kebosanan Atkinson dalam Widianti, 2007. d. Pengaruh Iklan
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour,
membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut Juniarti dalam Widianti, 2007.
Jessor Jessor dalam Astuti 2007 menyebutkan bahwa perilaku bermasalah remaja salah satu di antaranya adalah merokok merupakan
hasil interaksi antara variabel-variabel intrapersonal seperti kepribadian, sikap dan perilaku dengan sistem lingkungan termasuk keluarga dan teman
sebaya.
commit to user 11
Sikap dapat dipelajari melalui imitasi. Orang meniru orang lain, terutama jika orang lain tersebut merupakan orang yang kuat dan penting.
Salah satu sumber yang terpenting dari sikap sosial pada awal kehidupan adalah keluarga. Anak-anak sering meniru sikap orang tuanya. Pada masa
remaja, mereka senang meniru sikap teman sebayanya Sears dkk, 1999.
4. Peer Group
a. Pengertian Peer Group
Teman sebaya peers adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Perbedaan usia tetap
akan terjadi walaupun pembagian kelas di sekolah tidak berdasarkan usia maupun jika para remaja dibiarkan untuk menentukan sendiri
komposisi dari lingkungan sosial mereka Santrock, 2003. Pengertian Peer Group yaitu kelompok anak sebaya yang
sukses dimana anak tersebut dapat berinteraksi. Dalam kelompok sebaya peer group, individu merasakan adanya kesamaan satu
dengan yang lainnya seperti di bidang usia, kebutuhan, dan tujuan yang dapat memperkuat kelompok itu. Di dalam peer group tidak
dipentingkan adanya struktur organisasi, namun di antara anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab atas keberhasilan dan
kegagalan kelompoknya Santosa, 1999.
commit to user 12
b. Fungsi Peer Group
Menurut Santosa 1999, fungsi peer group adalah sebagai berikut : 1 Mengajarkan kebudayaan.
Dalam peer group ini diajarkan kebudayaan yang berada di tempat itu.
2 Mengajarkan mobilitas sosial. Mobilitas sosial adalah perubahan status yang lain. Misalnya
terdapat kelas menengah dan kelas rendah tingkat sosial. Dengan adanya kelas rendah pindah ke kelas menengah tersebut dinamakan
mobilitas sosial. 3 Membantu peranan sosial yang baru.
Peer group memberi kesempatan bagi anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang baru. Misalnya, anak belajar begaimana
menjadi pemimpin yang baik. 4 Peer group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru
bahkan untuk masyarakat. Kelompok teman sebaya di sekolah dapat sebagai sumber
informasi bagi guru dan orang tua tentang hubungan sosial individu dan seorang yang berprestasi baik dapat dibandingkan
dalam kelompoknya. Peer group di masyarakat sebagai sumber informasi, jika salah satu
anggotanya berhasil, maka di mata masyarakat peer group tersebut berhasil, begitu juga sebaliknya.
commit to user 13
5 Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain. karena dalam peer group ini mereka dapat merasakan
kebersamaan dalam kelompok, mereka saling tergantung satu sama lainnya.
6 Peer group mengajar moral orang dewasa. Anggota peer group bersikap dan bertingkah laku seperti orang
dewasa, untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa mereka belajar memperoleh kemantapan sosial.
7 Di dalam peer group, individu dapat mencapai kebebasan sendiri. Kebebasan di sini diartikan sebagai kebebasan untuk berpendapat,
bertindak atau untuk menemukan identitas diri. Karena dalam kelompok tersebut, anggota-anggota yang lain juga mempunyai
tujuan dan keinginan yang sama. Berbeda dengan jika anak bergabung dengan orang dewasa, maka anak akan sulit
mengutarakan pendapat atau untuk bertindak, karena status orang dewasa selalu berada di atas dunia anak sebaya.
8 Di dalam peer group, anak-anak mempunyai organisasi sosial yang baru.
Anak belajar tentang tingkah laku yang baru, yang tidak terdapat dalam keluarga. Dalam keluarga yang strukturnya lebih sempit,
anak belajar bagaimana menjadi anak dan saudara. Dalam peer group mereka belajar bagaimana menjadi teman, bagaimana
mereka berorganisasi, bagaimana berhubungan dengan anggota
commit to user 14
kelompok yang lain, dan bagaimana menjadi seorang pemimpin dan pengikut. Peer group menyediakan peranan yang cocok bagi
anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang baru.
c. Ciri-Ciri Peer Group
Menurut Santosa 1999, ciri-ciri peer group adalah sebagai berikut: 1 Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas.
Peer group terbentuk secara spontan. Di antara anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada satu di antara
anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin. Dimana semua anggota beranggapan bahwa anak tersebut memang pantas
dijadikan sebagai pemimpin, biasanya anak yang disegani dalam kelompok itu. Semua anggota merasa sama kedudukan dan
fungsinya. 2 Bersifat sementara.
Tidak adanya struktur organisasi yang jelas, maka kelompok ini kemungkinan tidak bisa bertahan lama.
3 Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas. Teman sebaya di sekolah pada umumnya terdiri dari individu yang
berbeda-beda lingkungannya, dimana mempunyai atauran-aturan atau kebiasaan-kebiasaan yang berbeda-beda pula. Kemudian
mereka memasukkannya dalam peer group, sehingga mereka saling belajar secara tidak langsung tentang kebiasaan-kebiasaan
commit to user 15
tersebut dan dipilih yang sesuai dengan kelompok kemudian dijadikan kebiasaan-kebiasaan kelompok.
4 Anggotanya adalah individu yang sebaya. Contoh konkritnya pada anak-anak usia SMP atau SMA, dimana
mereka mempunyai keinginan dan tujuan serta kebutuhan yang sama.
d. Pengaruh Perkembangan Peer Group
Menurut Havinghurst dalam Santosa 1999, pengaruh perkembangan peer group mengakibatkan adanya:
1 Kelas-kelas sosial. Pembentukan kelompok sebaya berdasarkan tingkat status sosial
ekonomi individu, sehingga dapat digolongkan atas kelompok kaya dan kelompok miskin.
2 ‘In’ dan ‘Out’ group. ‘In’ group adalah teman sebaya dalam kelompok.
‘Out’ group adalah teman sebaya di luar kelompok. Pengaruh lain dalam peer group ini dapat bersifat positif dan negatif.
1 Pengaruh positif peer group : a Apabila individu di dalam kehidupannya memiliki peer group,
mereka akan lebih siap menghadapi kehidupan yang akan datang.
b Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antar kawan.
commit to user 16
c Apabila individu masuk dalam peer group, setiap anggota akan dapat membentuk masyarakat yang akan direncanakan sesuai
kebudayaan yang mereka anggap baik atau menyeleksi kebudayaan dari beberapa temannya.
d Berlatih memperoleh pengetahuan, kecakapan dan melatih bakatnya.
e Mendorong individu untuk bersifat mandiri. f Menyalurkan perasaan dan pendapat untuk kemajuan
kelompok. 2 Pengaruh negatif peer group :
a Sulit menerima seseorang yang tidak mempunyai kesamaan. b Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota.
c Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan anggota yang lain yang tidak mempunyai kesamaan dengan dirinya.
d Timbulnya persaingan antar anggota kelompok. e Timbulnya pertentangangap-gap antar kelompok sebaya.
Santosa, 1999 Kelompok sebaya merupakan dunia nyata remaja, yang
menyiapkan sesuatu dimana remaja dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Dalam kelompok sebaya remaja merumuskan dan
memperbaiki konsep dirinya, di sinilah remaja dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat memaksakan sanksi-
sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindari. Kelompok sebaya
commit to user 17
memberikan sebuah dunia tempat para remaja dapat melakukan sosialisasi dalam suasana di mana nilai-nilai yang berlaku bukanlah
nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman- teman seusianya Hurlock, 2004.
Di dalam kelompok sebaya inilah remaja memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan di situ pulalah
remaja dapat menemukan dunia yang memungkinkannya bertindak sebagai pemimpin apabila remaja mampu. Kelompok sebaya terdiri
dari anggota-anggota tertentu dari teman-temannya yang dapat menerimanya dan kepadanya remaja sendiri bergantung Hurlock,
2004.
5. Hubungan Peer Group dan Kebiasaan Merokok pada Remaja Laki-
Laki
Perilaku merokok pada remaja tidak terlepas dari pengetahuan, persepsi, nilai atau norma yang diyakini oleh suatu individu atau suatu
kelompok yang akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Dari pengataman tentang kebiasaan merokok remaja lebih karena faktor ingin
mencoba-coba atau mengikuti trend pada kelompoknya, juga karena persepsi atau kepercayaan, seperti pada laki-laki merokok dapat
meningkatkan keperkasaan laki-laki, dengan merokok akan kelihatan lebih “gaul”, atau merokok dapat menambah semangat belajarbekerja, dan
merokok dapat menghilangkan stres Ekawati dkk, 2009.
commit to user 18
Pada saat anak duduk di sekolah menengah atas, merokok merupakan kegiatan yang meluas dalam berbagai kegiatan sosial dan juga
di daerah-daerah terlarang. Remaja merasa dirinya harus lebih banyak menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok sebaya daripada
norma-norma orang dewasa atau penguasa lembaga bila ingin diidentifikasikan dengan kelompok sebaya dan tidak ingin lagi dianggap
anak-anak melainkan hampir dewasa Hurlock, 2004. Salah satu alasan mengapa remaja merokok adalah ingin diterima
di kelompoknya. Merasa diterima di dalam kelompok tertentu merupakan suatu peristiwa yang sangat bermakna bagi anak remaja.
Remaja mulai merambah dunia dan pergaulan dalam kelompok, mulai membeda-bedakan selera atas hal-hal tertentu. Pergaulan ini menimbulkan
suatu kenikmatan tersendiri yang selama ini diinginkan oleh mereka. Sekalipun pada mulanya mereka merasakan diperlakukan tidak baik tetapi
lambat laun mereka mulai merasakan bahwa mereka sudah menjadi anggota kelompok tersebut berkat kehebatannya merokok. Peranan teman-
teman sebaya atau yang lebih tinggi usianya dari mereka, sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pergaulan. Termasuk di dalamnya
kebiasaan merokok. Remaja tidak berbeda lagi dengan mereka yang sudah didewasakan dalam rokok. Rasa setia kawan diperlihatkan dengan
keramahan menawarkan rokok. Menghisap rokok yang ditawarkan tersebut merupakan sikap hormat-menghormati. Demikianlah menurut
commit to user 19
anggapan anak remaja yang baru menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru ini Silalahi, 2007.
Merokok merupakan cara untuk bisa diterima secara sosial. Sebagian dari mereka yang merokok disebabkan tekanan teman-teman
sebayanya. Walaupun ada juga yang merokok disebabkan melihat orang tuanya merokok Fawzani dan Triratnawati, 2005.
Salah satu faktor risiko yang menjadikan remaja perokok adalah tekanan dari teman sebaya untuk merokok. Menurut Penelitian, memiliki
saudara dan teman-teman yang merokok meningkatkan risiko remaja untuk merokok sekitar 2 – 3 kali lipat Hendry, 2009. Menurut Santrock
2003, konformitas conformity muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang
dibayangkan oleh mereka. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja.
Orang akan menyesuaikan diri bahkan meskipun dengan melakukan hal tersebut orang menentang persepsinya sendiri. Mereka
tidak selalu menerima apa yang dikatakan orang lain, seringkali mereka tetap yakin bahwa penilaian mereka benar. Sebaliknya, apabila diminta
untuk memberikan jawaban secara terbuka, mereka memberikan jawaban keliru yang sama dengan jawaban yang diberikan oleh orang lain. Inilah
yang disebut sebagai konformitas Sears dkk, 1991.
commit to user 20
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis
Terdapat hubungan antara peer group dengan kebiasaan merokok pada remaja laki-laki.
Peer group
Konformitas Pengaruh
tekanan teman sebaya
Kebiasaan merokok pada
remaja laki- laki
Pengaruh orang tua
Iklan Imitasi
sikap Tampilan
yang menarik Identitas
diri
commit to user 21
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu variabel bebas faktor risiko dan variabel
tergantung efek diobservasi hanya sekali pada saat yang sama Taufiqurahman, 2003.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SMK Warga Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa-siswa di SMK Warga Surakarta dengan populasi berjumlah 906 siswa laki-laki, dengan kriteria :
1. Kriteria Inklusi a. Siswa laki-laki SMK Warga Surakarta
b. Siswa laki-laki perokok dan tidak perokok c. Siswa laki-laki yang mempunyai peer group perokok, peer group
bukan perokok, dan yang tidak mempunyai peer group 2. Kriteria Ekslusi
a. Siswa di luar SMK Warga Surakarta b. Siswa yang tidak bersedia menjadi responden
commit to user 22
D. Teknik Sampling