Gambar 3.1. Diagram alir proses simulasi menggunakan Ansys FLUENT
®
15
3.2.1. Pre-Processing
Pre-Processing adalah tahap awal yang perlu dilakukan sebelum melakukan simulasi CFD seperti membuat geometri, meshing, mendefinisikan bidang batas
pada geometri, dan melakukan pengecekan mesh. a.
Membuat Geometri Pada dasarnya, dalam proses membuat geometri untuk simulasi pada
ANSYS FLUENT
®
, selain menggunakan aplikasi ANSYS dapat dilakukan juga dengan aplikasi lain seperti Gambit, Solidwork, Autocad, dan lain
sebagainya yang selanjutnya di impor ke aplikasi ANSYS FLUNT
®
.
Pada penelitian ini, geometri dibuat menggunakan aplikasi ANSYS FLUENT
®
dikarenakan lebih mudah dalam proses pembuatan desain. Geometri dalam penelitian ini berupa pipa anulus ganda dengan pipa
dalam menggunakan material tembaga dan pipa luar menggunakan material besi galvanis dengan spesifikasi seperti gambar berikut :
Gambar 3.2. Pipa Anulus Ganda Tampak depan
Gambar 3.3. Pipa Anulus Ganda Tampak samping
D
in
= 17,2 mm D
out
= 19 mm
D
in
= 108,3 mm D
out
= 114,3 mm
b. Meshing
Dalam proses ini geometri dibagi menjadi bagian-bagian kecil. Ukuran mesh yang terdapat pada suatu obyek akan mempengaruhi ketelitian
analisis CFD yang akan dilakukan. Semakin kecil ukuran mesh pada suatu obyek, maka hasil yang akan didapatkan semakin teliti.
Pada penelitin ini, mesh yang digunakan adalah jenis Quadrilateral karena cenderung lebih terstruktur. Kemudian, pada sisi dekat dinding pipa mesh
diperdetail dengan inflation. Setelah melakukan meshing dilajutkan dengan pengidentifikasian bidang
batas pada geometri name selection. Bidang yang diidentifikasi adalah inlet dan outlet pipa baik untuk uap dan air serta sisi luar pipa.
Gambar 3.4. Proses Name Selection
Gambar 3.5. Hasil Meshing Tampak samping
Gambar 3.6. Hasil Meshing Tampak depan
Gambar 3.7. Hasil Meshing
3.2.2. Processing
Pada tahap ini ada banyak hal yang perlu dilakukan kaitannya dengan penentuan kondisi batas dalam sebuah simulasi CFD. Proses ini merupakan proses
paling penting karena hampir semua parameter penelitian diproses dalam tahapan ini seperti: models, materials, cell zone conditions, boundary conditions, mesh
interfaces, dynamic mesh, reference values, solution methods, solution controls, solution initialization, calculation activities, dan yang terakhir run calculation.
a. General
Simulasi ini menggunakan metode solusi berdasarkan tekanan. Kemudian untuk velocity formulation menggunakan absolute. Aliran dalam sistem ini
bersifat steady.
Gambar 3.8. User Interface General menu
b. Models
Pada tahap ini energy diseting on karena dalam simulasi ini memerlukan energy dalam prosesnya. selanjutnya viscous diseting k-epsilon dan
memakai model Realizable. dalam simulasi ini, k-epsilon realizable dipilih karena memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan
metode k-epsilon standard atau k-epsilon RNG.
Gambar 3.9. User Interface Menu Models
Gambar 3.10. Menu Models viscous
c. Materials
Material yang digunakan dalam simulasi ini terbagi kedalam dua jenis, yaitu solid dan fluid. Material solid yang digunakan adalah galvanize steel
dan copper sedangkan untuk fluidanya menggunakan liquid dan vapor.
Gambar 3.11. User Interface Menu Materials
d. Cell Zone Conditions
Cell Zone Conditions berisi daftar zona sel yang dibutuhkan. Pada tahapan ini masing-masing zone diberinama dan jenis materialnya. Untuk Proses
Formulation yang berisi opsi untuk mengatur kecepatan simulasi diseting default dengan memilih Superficial Velocity.
Gambar 3.12. User Interface Menu Cell Zone Condition
e. Boundary Conditions
Tahap ini merupakan proses untuk memberikan kondisi batas berupa data yang dibutuhkan pada simulasi ini. Data yang dimasukkan adalah data
tekanan serta temperatur uap air pada inlet dan outlet. Untuk data terkait air, pada inlet menggunakan dua laju aliran massa disamping data
temperaturnya. Untuk outlet air sama dengan uap air data yang dimasukkan adalah tekanan dan temperaturnya.
Gambar 3.13. User Interface Menu Boundary Condition
f. Solution Methods
Simulasi ini menggunakan skema PISO, persamaan yang digunakan untuk untuk mesh yang mengandung cells dengan skewness yang lebih tinggi
dari rata-rata. Metode ini didasarkan pada tingkatan yang lebih tinggi dari hubungan pendekatan antara faktor koreksi tekanan dan kecepatan. Untuk
meningkatkan efisiensi perhitungan, metode Piso menggunakan dua faktor koreksi tambahan, yaitu neighbor correcion dan skewness correction. Pada
Spatial Discretization, untuk Gradient-nya menggunakan Least Squares Cell based, Pressure menggunakan Second Order, dan untuk Momentum,
Turbulen Kinetic Energy, Turbulen Dissipation Rate, dan Energy menggunakan Second Order Upwind.
Gambar 3.14. User Interface Solution Methods
g. Monitors
Pada tahap ini akan diatur parameter yang digunakan untuk memantau konvergensi secara dinamis. Pada dasarnya konvergensi dapat ditentukan
dengan merubah parameter pada residual, statistik, nilai gaya, dll. Pada kasus ini equations pada residual monitors disetting sesuai
kebutuhan yaitu akan menampilkan continuity, z-velocity, energy, k- epsilon, dan do-intensity.
Gambar 3.15. Tampilan Menu Residual Monitor
h. Solution Initialization
Initialization methods yang digunakan adalah standart initialization dengan reference frame menggunakan relatife to cell zone
Gambar 3.16. Toolbar Solution Inilization
i. Run Calculation
Pada proses ini akan dilakukan iterasi hingga terjadi konvergensi. Number of iterations adalah batasan iterasi yang ditentukan, sedangkan
konvergensi tidak terpaku oleh jumlah data number of iterations yang kita masukkan. Konvergensi dipengaruhi oleh ketepatan dalam menentukan
metode yang digunakan dalam simulasi ini.
Gambar 3.17. Toolbar Run Calculation
3.2.3. Post-Processing
Post-processing adalah langkah terakhir dalam analisa CFD. Tahapan akhir yang merupakan hasil perhitungan diinterpretasikan ke dalam gambar,
grafik bahkan animasi dengan pola warna tertentu. Pada kasus penelitian ini, hasil yang dibutuhkan adalah contour temperature hasil dari kondensasi uap.
Ada 3 tahapan yang harus dilakukan untuk mengetahui hasil simulasi yang berupa pola aliran serta distribusi temperatur.
a. Plane
Plane ditampilkan dalam bentuk dua dimensi. Area tampilan dapat ditentukan berdasarkan sumbu kordinat geometri.
Gambar 3.18. Toolbar Plane
Gambar 3.19. Tampilan YZ Plane
Dalam penelitian ini selain menentukan area koordinat YZ juga menentukan koordinat XY untuk mengetahui area tampilan hasil pada tiap titik di sepanjang
sumbu Z pipa anulus ganda ini.
Gambar 3.20. Tampilan XY Plane Pada Titik Z di Koordinat 80 cm dari
Inlet b.
Contour Dengan contour dapat diketahui dengan lebih detail terkait pola hasil dari
simulasi berdasarkan variable yang dikehendaki pada setiap plane yang telah ditentukan sebelumnya. Contour dideskripsikan dengan warna dan angak untuk
membaca temperatur pola aliran berdasarkan variable yang ditentukan.
Gambar 3.21. Toolbar Kontur
Gambar 3.22. Tampilan YZ Contour
Gambar 3.23. Tampilan XY Contour Pada Titik Koordinat 80 cm dari
Inlet
c. Legend
Setelah menentukan area tampilan dan pola aliran berdasarkan warna dari simulasi dengan plane dan countour, tahap selanjutnya adalah menentukan
dimensi untuk membaca warna pola dengan menggunakan legend.
Gambar 3.24. Toolbar Legend
Gambar 3.25. Legend Temperatur
48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini menjelaskan tentang profil temperatur untuk kondensasi uap air panas posisi aksial pada pipa konsentrik horisontal untuk variasi laju aliran
massa inlet. Pola aliran temperatur diperlihatkan pada Gambar 4.1 sampai dengan Gambar 4.5 merupakan hasil dari simulasi untuk melihat pola aliran temperatur
pada posisi melintang pada pipa konsentrik horizontal ke arah sumbu z.
4.1. Hasil Penelitian
a. Profil temperatur pada variasi ṁ
co,i
= 6,9 x 10
-4
kgs dari sisi inlet
Gambar 4.1. Profil Temperatur Pada Posisi Aksial Variasi P
st
i = 108825 Pa , ṁ
co,i
= 6,9 x 10
-4
kgs
Gambar 4.1 menunjukkan pola aliran temperatur pada pipa horisontal di sisi aksial. Pada sisi aksial terdapat perbedaan warna akibat terjadinya penurunan
temperatur uap dari sisi inlet ke outlet, pada perlakuan pendinginan uap air panas di sisi atas, bawah dan samping. Pada titik 10 cm sampai 30 cm mengalami
kenaikan temperatur sebesar 1
o
C dari sisi inlet, sedangkan di titik 75 cm sampai dengan 150 cm mengalami penurunan temperatur yang sangat tajam. Pada variasi
ini mengindikasikan bahwa di titik 100 cm sampai 105 cm dari inlet tersebut sedang terjadi kondensai dengan dew point 80,12
o
C.
b. Profil temperatur pada variasi ṁ
co,i
= 1,4 x 10
-3
Kgs dari sisi inlet
Gambar 4.2. Profil Temperatur Pada Posisi Aksial Variasi P
st
i = 108825 Pa , ṁ
co,i
= 1,4 x 10
-3
kgs
Gambar 4.2 menunjukkan pola aliran temperatur pada pipa horisontal di sisi aksial. Pada sisi aksial terdapat perbedaan warna akibat dari penurunan temperatur
uap dari sisi inlet ke outlet, diperlihatkan dengan perubahan warna pada pipa uap. Terlihat bahwa penurunan temperatur dari sisi atas, bawah, dan samping di titik 10
cm sampai dengan 75 cm terlihat konstan dari sisi inlet. Sedangkan pada titik 75 cm sampai 150 cm selisih penurunan suhunya sebesar 9
o
C. Pada variasi ini terjadi kondensasi di titik 75 cm sampai 100 cm dari sisi inlet dengan dew point 57,02
o
C.
c. Profil temperatur pada variasi ṁ
co,i
= 1,6 x 10
-3
kgs dari sisi inlet
Gambar 4.3. Profil Temperatur Pada Posisi Aksial Variasi P
st
i = 108825 Pa , ṁ
co,i
= 1,6 x 10
-3
kgs
Gambar 4.3 menunjukkan pola aliran temperatur uap pada pipa konsentrik horisontal di sisi aksial. Pada sisi aksial terdapat perbedaan warna akibat pola aliran
temperatur uap pada setiap posisi atas, bawah dan samping. Penurunan temperatur yang hampir konstan pada titik 10 cm sampai dengan 75 cm dan di titik 75 cm
sampai 150 cm penurunanya tidak terlalu drastis hanya selisih 1
o
C dari sisi inlet. Pada variasi ini terjadi kondensasi pada titik 160 cm mendekati outlet dengan dew
point 80,4
o
C.
d. Profil temperatur pada variasi ṁ
co,i
= 2,7 x 10
-3
kgs dari sisi inlet
Gambar 4.4. Profil Temperatur Pada Posisi Aksial Variasi P
st
i = 108825 Pa , ṁ
co,i
= 2,7 x 10
-3
kgs Gambar 4.4 menunjukkan pola aliran temperatur pada pipa konsentrik
horisontal di sisi aksial. Pada sisi aksial terdapat perbedaan warna akibat penurunan temperatur uap. Penurunan temperatur uap pada posisi atas, samping, dan bawah di
titik 10 cm sampai dengan 150 cm dari sisi inlet hanya selisi 1
o
C. Sedangkan terjadi kondensasi di titik 160 cm mendekati outlet dengan dew point 68,34
o
C.
e. Profil temperatur pada variasi ṁ
co,i
= 1,9 x 10
-2
kgs dari sisi inlet
Gambar 4.5. Profil Temperatur Pada Posisi Aksial Variasi P
st
i = 108825 Pa , ṁ
co,i
= 1,9 x 10
-2
kgs Gambar 4.5 menunjukkan pola aliran temperatur pada pipa konsentrik
horisontal di posisi aksial. Pada sisi aksial terdapat perbedaan warna akibat pola aliran temperatur uap air panas. Penurunan temperatur uap air panas pada posisi
atas, bawah, dan samping di titik 10 cm sampai dengan 75 cm pola aliran temperatur uap air panas hampir konstan. Di titik 75 cm sampai dengan 150 cm penurunan
suhu selisihnya 2
o
C. Sedangkan terjadi kondensasi pada titik 100 cm sampai 150 cm dengan dew point 93,36
o
C.
4.2. Pembahasan
Data temperatur dari hasil simulasi akan ditunjukkan pada gambar 4.6 sampai 4.10. Data diambil berdasarkan lokasi atas, samping dan bawah dari uap air
panas.
Gambar 4.6.
Grafik Temperatur Pada Posisi Aksial ṁ
co,i
= 6,9 x 10
-4
kgs
Gambar 4.7.
Grafik Temperatur Pada Posisi Aksial ṁ
co,i
= 1,4 x 10
-3
kgs
20 40
60 80
100
25 50
75 100
125 150
T e
m p
e ra
tu r
o
C
Lokasi Aksial cm
Atas Side
Bawah Pendingin
20 40
60 80
25 50
75 100
125 150
T e
m p
e ra
tu r
o
C
Lokasi Aksial cm
Atas Samping
Bawah Pendingin