35
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Tuhembeurua Ulu Kecamatan Gunungsitoli
Kota Gunungsitoli dengan respondennya adalah lansia berusia 60 tahun ke atas. Pengumpulan data dilakukan sejak Februari sampai Maret 2016 dengan responden
sebanyak 81 orang. Berikut ini akan dijelaskan karakteristik dari responden yang diteliti dan penjelasan statistik deskriptif dari gambaran kualitas hidup.
5.1.1 Karakteristik Responden Pada tabel 5.1 di bawah ini terdapat hasil karakteristik responden antara lain
usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan, status pernikahn, masalah kesehatan yang dialami, riwayat pengobatan, dan keterangan tinggal dengan
keluarga atau sendiri. Menurut data penelitian maka lansia yang tinggal di Desa Tuhemberua Ulu paling banyak berusia 60-69 tahun yaitu sebanyak 51 orang 63,0
dan mayoritas adalah perempuan sebanyak 45 orang 55,6. Di desa tersebut keseluruhan lansianya adalah beragama Kristen Protestan sebanyak 81 orang 100,
semua responden bersuku Nias, sebagian besar pendidikan terakhir rata-rata adalah belum tamat SD sebanyak 44 orang 54,3, pekerjaan saat ini sebagian besar adalah
tidak bekerja sebanyak 63 orang 77,8, kebanyakan dari lansia tersebut sudah tidak mempunyai pasangan lagi yaitu sebagian besar dengan status janda sebanyak 33
Universitas Sumatera Utara
orang 40,7, sebagian besar riwayat kesehatan adalah Diabetes Melitus sebanyak 30 orang 37,0, lansia di desa tersebut sebagian besar melakukan pengobatan
tradisional sebanyak 44 orang 54,3, dan sebanyak 80 orang yang tinggal bersama keluarga sedangkan 1 lansia lagi tinggal sendiri.
Tabel 5.1 Karakteristik Lansia di Desa Tuhemberua Ulu Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli n=81
Karakteristi Responden Frekuensi
Prensentase
Usia 60
3 3,7
61 62
63 64
65 66
67 68
69 70
71 72
73 74
75 78
79 11
9 4
4 9
2 1
5 3
9 7
2 3
2 1
3 3
13,6 11,1
4,9 4,9
11,1 2,5
1,2 6,2
3,7
11,1 8,6
2,5 3,7
2,5 1,2
3,7 3,7
Jenis Kelamin Laki-laki
36 44,4
Perempuan 45
55,6 Agama
Kristen Protestan 81
100 Suku
Nias 81
100 Pendidikan Terakhir
Tidak Tamat SD 44
54,3
Universitas Sumatera Utara
SD 13
6,0 SMP
6 7,4
Lain-lain 18
22,2 Pekerjaan
Tidak Bekerja 63
77,8 Pensiunan
18 22,2
Status Pernikahan Menikah
24 29,6
Tidak Menikah 4
4,9 Janda
33 40,7
Duda 20
24,7 Masalah Kesehatan
Hipertensi 25
30,9 Gangguan Penglihatan
2 2,5
Diabetes Melitus 30
37,0 Rematik
11 13,6
Lain-lain 13
16,0 Riwayat Pengobatan
Pengobatan Medis 37
45,7 Pengobatan Tradisional
44 54,3
Tinggal dengan Keluarga
80 98,8
Sendiri 1
1,2
5.1.2 Kualitas Hidup Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 diperoleh kualitas hidup lansia di
Desa Tuhemberua Ulu Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli dengan nilai kualitas hidup ≤99 sangat buruk adalah sebanyak 1 1,2, kualitas hidup 100-
119buruk adalah sebanyak 1 1,2, kualitas hidup 120-139sedang adalah sebanyak 17 21,0, kualitas hidup 140-159 baik adalah sebanyak 62 76,5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.2 Kualitas Hidup Lansia di Desa Tuhemberua Ulu Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli
Kualitas Hidup Frekuensi
Presentase
Sangat Buruk 99 1
1,2 Buruk 100-119
1 1,2
Sedang 120-139 17
21,0 Baik 140-159
62 76,5
Sangat Baik 160-175
Kualitas hidup lansia berdasarkan OPQOL-35 terdiri dari dimensi keseluruhan hidup, kesehatan, hubungan sosial waktu luang dan kegiatan sosial,
kemerdekaan kontrol atas kehidupan dan kebebasan, rumah dan tetangga sekitar, psikologis dan kesejahteraan emosional, keadaan keuangan, dan agama kebudayaan.
Tabel 5.3 Dimensi Kualitas Hidup Lansia di Desa Tuhemberua Ulu Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli
Kualitas Hidup Mean
Std. Deviation
Minimum Maksimum
1.Dimensi Keseluruhan
Hidup 17,04
2,379 9
20
2.Dimensi Kesehatan
13,14 2,120
9 19
3.Dimensi Hubungan
sosial, waktu Luang dan
kegiatan sosial 38,93
3,216 28
45
4.Dimensi kemerdekaan,
kontrol atas 15,11
1,483 10
19
Universitas Sumatera Utara
kehidupan dan kebebasan
5.Dimensi rumah dan tetangga
sekitar 16,90
2,148 9
20
6.Dimensi psikologis dan
kesejahteraan emosional
17,75 1,827
11 20
7.Dimensi keadaan keuangan
15,72 2,838
8 20
8.Dimensi agamakebudaya
an 9,32
0,892 6
10
5.2 PEMBAHASAN 5.2.1 Kualitas Hidup
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kualitas hidup lansia di Desa Tuhemberua Ulu Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli memiliki nilai rata-rata
3,73 dan sebanyak 62 76,5 mempersepsikan kualitas hidupnya baik. Data hasil penelitian menunjukkan kelompok usia yang paling banyak yaitu dari kelompok usia
60-74 tahun Elderly. Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri, M, Warner, R, Bisoffi, G., dan Fontecedro, L 2000, dalam Nofitri 2009 adanya konstribusi usia terhadap
kualitas hidup karena pada masa tersebut lansia sudah melewati perubahan dalam hidupnya sehingga cenderung mengevaluasi hidupnya secara positif dibandingkan
saat muda.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar lansia adalah perempuan yaitu 45 orang 55,6. Berdasarkan data Susenas 2014, jumlah lansia di Indonesia
mencapai 20,24 juta jiwa setara dengan 8,03 dari seluruh penduduk Indonesia tahun 2014. Jumlah lansia perempuan lebih besar daripada laki-laki, yaitu 10,77 juta
lansia perempuan dibandingkan 9,47 juta lansia laki-laki. Hal ini sama halnya yang didapati di tempat penelitian, dimana jumlah lansia perempuan lebih banyak daripada
lansia pria. Pendidikan terakhir lansia di desa Tuhemberua Ulu sebagian besar adalah
tidak tamat SD 44 orang 54,3. Hal ini dikarena para orang tua para lansia ini dulunya mempersepsi bahwa pendidikan bukan hal yang penting, hal ini juga sangat
dikhususkan kepada para wanita dimana wanita tidak mempunyai hak untuk mengenyam pendidikan tinggi dan mereka hanya dituntut bekerja untuk keluarga.
Menurut Darti 2013 menyatakan bahwa keterbatasan pendidikan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang yang dapat dinilai dari kebiasaan hidup
sehari-hari yang dimulai dari pengetahuan yang diperoleh, bagaimana mengontrol kebiasaan untuk hidup sehat seperti memilih makanan maupun dalam mengontrol
kesehatan secara teratur serta dalam mengaktualisasikan diri dalam kegiatan di masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari pendidikan dimasa lalu yang ditempuh oleh
individu tersebut. Handini 2013 dalam penelitiannya menyatakan adanya pengaruh tingkat pendidikan terhadap kualitas hidup lansia, dimana dalam penelitiannya lansia
Universitas Sumatera Utara
yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi memiliki kualitas hidup yang baik juga.
Pada penelitian ini diperoleh pekerjaan lansia di desa Tuhemberua Ulu saat ini sebagian besar lansia yang tidak bekerja sebanyak 63 orang 77,8. Hal ini
dikarenakan adanya batasan yang diberikan oleh keluarga khususnya anak dari para lansia ini untuk tidak bekerja dalam hal mencari nafkah. Masyarakat beranggapan
bahwa lansia adalah tanggungjawab seorang anak untuk memenuhi kebutuhan orang tuanya dimasa tua. Para lansia ini masih bisa bekerja namun bukan dalam hal mencari
pendapatan tapi untuk mengisi waktu luang mereka. Hal yang lansia ini lakukan yaitu seperti berkebun, namun hanya disekitar lingkungan rumah saja dan tak jarang juga
mereka masih beraktivitas ditempat lainnya namun tetap keluarga mengantarkan dan memantau keberadaan mereka.
Status pernikahan para lansia di Desa Tuhemberua Ulu adalah berstatus janda 32 orang 39,5. Menurut data Susenas2012 bahwa sebagian besar lansia
perempuan di Indonesia berstatus cerai mati dibandingkan lansia pria yang lebih banyak berstatus menikah. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan yang
lebih tinggi dibandingkan usia harapan hidup laki-laki. Menurut penelitian Gusti I 2015 bahwa adanya pengaruh status pernikahan terhadap kualitas hidup lansia,
dimana hasilnya individu dengan status menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Masalah kesehatan yang sebagian besar dialami oleh para lansia di Desa Tuhemberua Ulu adalah diabetes melitus 30 orang 37,0. Para lansia di desa ini
juga lebih banyak memilih pengobatan tradisional 44 orang 54,3. Lansia di desa ini juga sebagian besar tinggal dengan keluarga 80 98,8 dan 1 orang lansia tinggal
sendiri. Menurut penelitian Suci dkk 2014 bahwa lansia yang tinggal dengan keluarga memiliki kualitas hidup yang cukup baik dari aspek domain fisik,
psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan dibandingkan lansia yang tinggal di panti. Hal ini dikarenakan bahwa lansia yang tinggal bersama keluarga di komunitas
memiliki kemandirian yang berbeda dengan lansia yang tinggal di panti. Lansia di komunitas masih cukup mampu untuk memenuhi kebutuhannya secara sosial
ekonomi dan masih terlibat dalam aktivitas keluarga sehingga mempengaruhi persepsi lansia terhadap kualitas hidupnya. Dimensi keseluruhan lansia memiliki nilai
rata-rata 17,04. Hal ini berhubungan dengan pandangan lansia terhadap hidupnya secara utuh dimasa menua baik direspon secara positif atau kah merasakan perasaan
yang tak berdaya, serta apa yang hendak dicapai. Dimensi kesehatan lansia memiliki nilai rata-rata 13,14. Sehat menurut
WHO dalam Novita 2013 merupakan keadaan sejahtera fisik, mental, sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit atau cacat secara fisik tetapi mampu sejahtera dan
bahagia sehigga mampu mengatasi tantangan hidup sehari-hari. Sebagian besar lansia di desa ini menderita penyakit diabetes mellitus dan untuk pengobatannya mereka
memilih cara tradisional. Para lansia ini kurang mendapatkan akses untuk mengetahui
Universitas Sumatera Utara
tentang kondisi penyakit yang mereka alami sehingga mereka mempersepsikan penyakit sebagai kondisi yang harus ia alami dimasa tuanya dan beranggapan hal
tersebut bukan hal yang harus mereka perhatikan. Menurut Notoatmojo,2009 pendidikan kesehatan bertujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang cara
memeliharan kesehatan, menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan dan mengetahui kemana harus mencari pengobatan yang tepat. Dengan
mendapatkan pendidikan kesehatan maka akan membantu para lansia untuk mengetahui cara meminimalkan terjadinya komplikasi dari penyakit yang mereka
alami. Dimensi hubungan sosial, waktu luang dan kegiatan sosial lansia memiliki
nilai rata-rata 38,93. Manusia yaitu sebagai makhluk sosial yang mana akan saling bergantung dengan orang lain, maka sama halnya dengan lansia. Lansia di desa ini
merasa cukup puas dengan aktifitas sosialnya karena antar warga menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, saling menghargai dan menolong anggota keluarga atau warga
lain jika ada kesulitan. Lansia selama hidupnya banyak menjumpai individu dalam komunitas yang berbeda dan senantiasa beradaptasi dengan lingkungan serta orang-
orang disekitarnya. Menurut Nandini 2015 lansia yang memiliki penyesuaian diri yang baik seperti dapat berinteraksi dengan tetangga sekitar dan mengikuti kegiatan-
kegiatan yang ada di daerah dimana ia berada, maka akan timbal balik dari dukungan sosial itu sendiri juga akan baik dan akan mempengaruhi terhadap kehidupan lanjut
usia baik dikehidupan sekarang ataupun yang akan datang. Menurut Kemenkes
Universitas Sumatera Utara
2013 lansia yang berpatisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan interaksi dengan orang lain diketahui dapat membantu menstimulasi fungsi kognitif dan
memperlambat terjadinya kepikunan. Aktifitas sosial dan keterikatan sosial berpengaruh terhadap fungsi kognitif lansia. Menurut penelitian Nivandhori 2013,
lansia yang tinggal dipedesaan cenderung memiliki hubungan sosial yang yang kuat, baik dengan keluarga maupun tetangga sekitar rumah.
Dimensi kemerdekaan, kontrol atas kehidupan dan kebebasan lansia memiliki nilai rata-rata 15,11. Di desa ini, para lansia sebagian besar adalah tanggung
jawab keluarga sehingga beberapa hal dari setiap keputusan yang diambil juga adalah keputusan keluarga. Kemandirian fungsional pada lansia merupakan indikator penting
dari status kesehatan mereka, dan diketahui bahwa kehilangan kemerdekaan adalah salah satu kekhawatiran terbesar para lansia. Kebebasan berarti bisa menentukan
segala sesuatunya dengan sendiri atau tidak bergantung pada orang lain. Semua individu mempunyai hak untuk kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri, demikian
halnya juga pada lansia namun tetap dukungan dan perhatian keluarga diutamakan khususnya pada lansia. Menurut Fariha 2012, kemandirian atau kebebasan lansia
sangat diperlukan untuk memenuhi aktifitas kehidupannya sehari-hari atau untuk tetap menjaga agar tetap produktif.
Dimensi rumah dan tetangga sekitar lansia memiliki nilai rata-rata 16,90. Lansia selain membutuhkan dukungan psikologis dari keluarga, keluarga juga harus
memberikan tempat tinggal yang nyaman dan aman untuk lansia. Renwick Brown
Universitas Sumatera Utara
2000, dalam Anis dkk 2012 mengemukakan bahwa individu tinggal di dalam suatu lingkup lingkungan yang disebut sebagai tempat tinggal, sehingga kualitas hidup
berkaitan dengan dimana lingkungan tempat individu tersebut tinggal. Lingkungan tempat tinggal harus menjadi tempat yang dimana para penghuninya merasa tentram
dan damai serta menyenangkan demikian halnya dengan lansia yang mana lingkungan tempat tinggal akan mendukung peningkatan kualitas hidupnya. Menurut
Anis dkk 2012 bahwa kualitas hidup individu juga berkaitan secara intrinsik dengan kualitas hidup orang lain yang berada di lingkungannya. Dengan demikian kualitas
hidup bukan hanya dipengaruhi lingkungan secara harafiah saja bahkan juga dapat dipengaruhi juga oleh orang sekitarnya.
Dimensi psikologis dan kesejahteraan emosional lansia memiliki nilai rata- rata 17,75.. Sebagian besar dari para lansia ini sudah bisa menerima kondisinya saat
ini, mereka memahami bahwa setiap orang pasti akan melewati masa menjadi lansia dan yang bisa dilakukan saat ini yaitu dengan mensyukurinya. Namun ada juga
beberapa dari para lansia ini merasa sedih terutama karena jauh dari perhatian keluarga ataupun merasa menjadi beban bagi anaknya. Menurut tahap perkembangan
Erikson oleh Santrock 2002, dalam Yeni 2011 menyatakan bahwa masa lanjut usia berada pada fase integritas VS keputusasaan Pada fase ini individu akan melihat
kembali apa yang telah dilakukan dalam kehidupannya. Pandangan lansia akan masa lalu dengan cara yang positif maka lansia tersebut akan mendapatkan kepuasan dalam
hidupnya, namun jika dewasa lanjut melalui satu atau tahapan-tahapan awal secara
Universitas Sumatera Utara
negatif maka hal tersebut akan menjadikan ia sebagai pribadi yang ragu, murung, bahkan putus asa. Cara para lansia menerima kondisi usia dan penyakit yang mereka
alami berbeda-beda. Menurut Permatasari, R 2010 menyatakan bahwa jika latar belakang penyakit DM yang dikarenakan oleh faktor keturunan akan lebih
menjadikan seseorang memiliki penerimaan diri yang kuat selama menjalani kondisinya dan selalu memberikan reaksi yang positif dan jika latar belakang
penyakitnya dikarenakan pola makan cenderung akan menimbulkan reaksi negatif akan tetapi pada akhirnya juga mereka mampu menjalani dan menerima kondisi
tersebut. Dimensi keadaan keuangan lansia dengan nilai rata-rata 15,72. Lansia di
desa ini sebagian besar menjadi tanggungan keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan finansialnya, biasanya para lansia ini akan mendapatkannya dari sang anak ataupun
mendapat gaji pensiunan. Menurut penelitian Noghani 2007, dalam Nofitri 2009 menemukan bahwa adanya konstribusi yang lumayan dari faktor penghasilan
terhadap kualitas hidup secara subjektif namun tidak banyak Dimensi agama kebudayan lansia dengan nilai rata-rata 9,32. Lansia di desa
Tuhemberua Ulu merasa bahwa kebutuhan akan spiritual sangat penting bagi mereka saat ini, untuk memenuhinya mereka mengikuti kegiatan keagamaan baik yang
dilaksanakan di rumah ibadah atau pun di rumah warga. Menurut papalia 2007, dalam Novita 2013 menyatakan emotion focused coping adalah salah satu koping
dengan mengetahui respon emosi terhadap situasi yang menekan dan untuk
Universitas Sumatera Utara
meredakan efek fisik dan psikologis yang dirasakan. Koping tersebut adalah perilaku religious, maka agama mempunyai peranan besar bagi lansia.
Universitas Sumatera Utara
48
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN