Dampak Pembentukan Kota Gunungsitoli Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Madula Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli

(1)

DAMPAK PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI

TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI

DESA MADULA KECAMATAN GUNUNGSITOLI

KOTA GUNUNGSITOLI

Oleh:

ELVIN ANUGERAH JAYA ZEBUA 110902088

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Elvin Anugerah Jaya Zebua

NIM : 110902088

Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial

Judul : Dampak pembentukan Kota Gunungsitoli terhadap sosial ekonomi masyarakat di desa Madula Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli

Medan, Juli 2015 PEMBIMBING

( Agus Suriadi, S.Sos, M.Si ) NIP : 19670808 199403 1 004

KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

( Hairani Siregar, S.Sos, M.SP ) NIP : 19710927 199801 2 001

DEKAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Prof. DR. Badaruddin, M.Si ) NIP : 19680525 199203 1 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia Penguji Skripsi Departemen Ilmu Kesejateraan Sosial

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Nama : Elvin Anugerah Jaya Zebua

NIM : 110902088

Departemen : Ilmu Kesejateraan Sosial

Judul : Dampak pembentukan Kota Gunungsitoli terhadap sosial ekonomi masyarakat di desa Madula Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli

Dilaksanakan pada : Hari / Tanggal : Juli 2015 Waktu : s/d WIB Tempat : Ruang Sidang Fisip USU

Tim Penguji:

Ketua Penguji : (……….)

Penguji I : (……….)


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL ELVIN ANUGERAH JAYA ZEBUA

110902088

ABSTRAK

DAMPAK PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI DESA MADULA KECAMATAN

GUNUNGSITOLI KOTA GUNUNGSITOLI ( Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 104 halaman,

35 tabel, 13 kepustakaan )

Pembangunan di Indonesia merupakan salah satu langkah penting nasional dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat. Pembangunan tersebut diharapkan dilakukan secara merata dan menjangkau seluruh daerah. Rentang kendali pemerintah terhadap seluruh daerah di Indonesia akan menjadi sangat luas apabila pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan secara terpusat. Oleh karena itu dengan jalan pemberian wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerah wilayahnya melalui otonomi daerah yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004, menjadikan rentang kendali lebih terfokus sehingga mengurangi ketidakmerataan dan ketimpangan pelaksanaan antar daerah. Hal tersebut membuka peluang kepada Kota Gunungsitoli untuk dimekarkan dari Kabupaten Nias sehingga dapat mengelola sendiri daerah wilayahnya. Dengan landasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2008 tertanggal 26 November 2008 dan diresmikan pada tanggal 25 Mei 2009 bersamaan dengan beberapa kabupaten di Kepulauan Nias, Kota Gunungsitoli sah dimekarkan dan menjadi satu Kota Madya dan diresmikan di Medan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden RI.

Penelitian ini dilakukan di Desa Madula yang merupakan salah satu desa yang ada dalam wilayah Kecamatan GunungsitoliKota Gunungsitoli. Tipe penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan populasi 324 kepala keluarga (KK). Sampel diambil 10% dari populasi sehingga berjumlah 32 orang. Teknik pengumpulan data denganstudi kepustakaan, dan studi lapangan yaitu observasi, wawancara, dan penyebaran kuesioner. Hasil data disusun dalam bentuk frekuensi tabel data tunggal yang kemudian dinarasikan dan dijelaskan secara terperinci.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan Kota Gunungsitoli sangat memberi dampak terhadap pembangunan daerah khususnya di Desa Madula. Pembangunan dalam berbagai sektor telah dirasakan masyarakat seperti dalam bidang ekonomi, sosial, dan infrastruktur dan pelayanan publik.


(5)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

ELVIN ANUGERAH JAYA ZEBUA 110902088

ABSTRACT

IMPACT OF THE ESTABLISHMENT OF THE GUNUNGSITOLI CITY SOSIOECONOMIC IN THE VILLAGE MADULA

GUNUNGSITOLI DISTRICT OF GUNUNGSITOLI (This thesis is composed of 6 chapters, 104 pages,

35 tables, 13 libraries)

Development in Indonesia is one important step in the achievement of national welfare. The construction is expected to be done evenly and reach all areas. Span of control to all local governments in Indonesia will be very wide if the implementation of development plans carried out centrally. Therefore, by giving authority to local governments to manage the region through regional autonomy provided for in Undang-undang Republik Indonseia number 47 of 2008 dated 26 November 2008 and inaugurated on 25 May 2009 along with severals districts in Nias island, Gunungsitoli city divided and become one municipality and inaugurated by the Minister of the Interior on behalf of the President RI.

The research was conducted in the Village Madula which is one of the existing villages in the District of Gunungsitoli regency Gunungsitoli. Type of research is descriptive with polpulasi 324 households (HH). Samples taken 10% of the population that numbered 32 people. Data collection techniques to the study of literature, and field of observation, interviews, and questionnaires.The results of data compiled in the form of the frequency of a single data table is then narrated and explained in detail.

The results showed that the establishment of the Gunungsitoli City regency is an impact on regional development, especially in the Village Madula. Development has been felt in many sectors of society such as economic, social, and infrastructure and public services.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala pujian syukur hanya bagi Dia, Tuhan Yesus Kristus sumber kekuatan, tempat perlindungan, sumber sukacita dan damai, Bapa yang baik, sebab Ia baik, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setiaNya. Oleh berkat dan kasih karuniaNya yang berlimpah sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi

ini yang berjudul “ Dampak pembentukan kota Gunungsitoli terhadap sosial ekonomi masyarakat di desa Madula kecamatan Gunungsitoli kota Gunungsitoli “

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana ( S1 ) pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu hasil dari perwujudan aplikasi ilmu pengetahuan yang diberikan selama duduk dibangku perkuliahan, sehingga tertuang dalam bentuk penelitian yang telah peneliti lakukan di Desa Madula dengan melihat dampak pemekaran daerah terhadap pembangunan di desa tersebut.

Pada kesempatan ini, apabila ada kata yang nilainya jauh melebihi kata ucapan terimakasih maka peneliti sampaikan kata itu, teristimewa kepada Papa yang tercinta Arofati Zebua yang selalu menjadi inspirasi dan selalu penulis banggakan, mama tersayang Mariani Lase yang stok cinta, doa tulus dan sayangnya yang tak pernah habis untuk menyemangati, mendukung, baik dalam material terlebih spiritual dan bertahan dalam segala hal demi pendidikan penulis, dan kepada kakak dan abangku Antarman Zebua, Feberjayanti Zebua, Arnis Zebua atas segala bentuk semangat dan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan tingkatan ini.. Semoga tidak jenuh mendukung ditingkat-tingkat


(7)

Dalam proses penyusunan skripsi ini, peneliti juga banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing akademik peneliti dan dosen pembimbing skripsi ini yang telah membimbing peneliti dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab dari awal proses pembuatan skripsi ini hingga dalam penyelesaiannya. Beliau senantiasa memberikan motivasi dan waktu selama pelaksanaan proses skripsi ini sampai dengan selesai.

2. Bapak Prof.DR.Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang memotivasi peneliti dalam studi.

3. Ibu Hairani Siregar S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si selaku sekretaris Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

5. Seluruh dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, pahlawan tanpa tanda jasa yang telah meluangkan waktu dan membagi ilmu kepada seluruh mahasiswa Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial selama ini. Demikian juga kepada armada administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Ibu Zuraidah dan Kakak Debby yang sudah sangat membantu dalam bidang administrasi selama melaksakanan studi.


(8)

6. Kepala Desa Madula Bapak Filizaro Harefa, sekretaris desa Bapak Fotuho Harefa, dan seluruh masyarakat Desa Madula.

7. Semua sahabat-sahabatku KesSos stambuk 2011, demikian juga kepada senior-senior dan junior Departemen Ilmu kesejahteraan Sosial.

8. Untuk semua orang yang mungkin belum tertulis dalam rangkaian ucapan ini, namun telah membantu peneliti, walaupun tidak tersurat tapi tersirat. Tuhan Yesus Memberkati !

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang.

Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan bagi Depatemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP–USU serta pihak-pihak lain yang membutuhkannya.

Medan, Juli 2015 Peneliti

Elvin Anugerah Jaya Zebua 110902088


(9)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 11

1.4 Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dampak ... 13

2.2 Kota ... 13

2.2.1 Pengertian Kota ... 13

2.2.2 Pembentukan Kota ... 15

2.2.3 Karakteristik Kota ... 16

2.3 Pemekaran Daerah ... 18

2.3.1 Pengertian daerah ... 18

2.3.2 Konsep Pemekaran daerah ... 19

2.3.3 Tujuan Pemekaran Daerah ... 20


(10)

2.5 Masyarakat ... 22

2.6 Pembangunan Desa ... 23

2.6.1 Pengertian Desa ... 23

2.6.2 Pembangunan Desa ... 28

2.6.2.1 Tujuan Pembangunan Desa ... 28

2.6.2.2 Sasaran Pembangunan Desa ... 29

2.6.2.3 Prinsip-Prinsip Pembangunan Desa ... 29

2.6.2.4 Strategi Pembangunan Perdesaan ... 31

2.7 Kemiskinan ... 32

2.8 Kesejahteraan Sosial ... 33

2.8.1 Pembangunan Kesejahteraan Sosial ... 35

2.9 Kerangka Pemikiran ... 36

2.10 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 39

2.10.1 Definisi Konsep ... 39

2.10.2 Definisi Operasional... 40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 42

3.2 Lokasi Penelitian ... 42


(11)

3.3.1 Populasi ... 43

3.3.2 Sampel ... 43

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.5 Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Desa Madula ... 46

4.2 Kondisi Demografis Desa ... 50

4.2.1 Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 50

4.2.2 Penduduk Menurut Usia ... 51

4.2.3 Pendidikan Kepala Keluarga Desa Madula ... 52

4.2.4 Mata Pencaharian Kepala Keluarga di Desa Madula ... 54

4.2.5 Penduduk Menurut Agama yang dianut Setiap Keluarga di Desa Madula ... 56

4.3 Sarana dan Prasarana di Desa Madula ... 56

4.3.1 Sarana Pendidikan ... 56

4.3.2 Sarana Peribadatan ... 57

4.3.3 Sarana Kesehatan ... 57

4.3.4 Sarana Mobilitas dan Transportasi ... 58


(12)

4.3.6 Sarana Telekomunikasi ... 59

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Analisis Identitas Dasar Responden ... 61

5.1.1 Identitas Responden Menurut Usia Kepala Keluarga ... 62

5.1.2 Identitas Responden Menurut Agama ... 63

5.1.3 Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin ... 64

5.1.4 Identitas Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 65

5.1.5 Identitas Responden Menurut Pekerjaan ... 67

5.2 Analisis Data Penelitian ... 68

5.2.1 Pembangunan di Sektor Ekonomi ... 69

5.2.2 Pembangunan di Sektor Sosial ... 76

5.2.3 Pembangunan di Sektor Infrastruktur dan Pelayanan Publik ... 91

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 97

6.2 Saran ... 101


(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga 7

Berlaku Kota Gunungsitoli Menurut Lapangan Usaha (Jutaan Rupiah) Tahun 2012

Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga 8 Konstan 2000 Kota Gunungsitoli Menurut Lapangan

Usaha (Jutaan Rupiah) Tahun 2012

Tabel 4.1 Distribusi seluruh penduduk Desa Madula menurut jenis kelamin 50 Tabel 4.2 Distribusi seluruh penduduk Desa Madula menurut jenis kelamin 51 Tabel 4.3 Distribusi Pendididkan Terakhir Kepala Keluarga di Desa Madula 53 Tabel 4.4 Distribusi mata pencaharian utama kepala keluarga 54

Tabel 4.5 Sarana pendidikan 57

Tabel 5.1 Distribusi responden menurut usia kepala keluarga 62

Tabel 5.2 Distribusi responden menurut agama 63

Tabel 5.3 Distribusi responden menurut jenis kelamin 64 Tabel 5.4 Distribusi responden menurut tingkat pendidikan 65 Tabel 5.5 Distribusi responden menurut pekerjaan/mata pencaharian 67 Tabel 5.6 Status responden dalam bidang pekerjaan 69 Tabel 5.7 Kesulitan / kendala dalam melakukan pekerjaan 71

Tabel 5.8 Pendapatan responden 72

Tabel 5.9 Kecukupan pendapatan terhadap kebutuhan hidup 73


(14)

Tabel 5.11 Pola penjualan/ distribusi hasil pertanian 75 Tabel 5.12 Kerjasama antar warga desa dalam suatu acara / perayaan 77 Tabel 5.13 Hubungan warga desa dengan warga luar desa 78 Tabel 5.14 Pelaksanaan alur dan syarat prasyarat adat istiadat 79 Tabel 5.15 Minat responden terhadap pendidikan 82

Tabel 5.16 Kesehatan keluarga 83

Tabel 5.17 Ketersediaan jamban yang memenuhi syarat kesehatan di rumah

responden 84

Tabel 5.18 Kebiasaan warga dilihat melalui metode berobat 86 Tabel 5.19 Intensitas melakukan kegiatan keagamaan 87

Tabel 5.20 Perilaku anak terhadap orangtua 88

Tabel 5.21 Keamanan desa 89

Tabel 5.22 Peristiwa kriminal 90

Tabel 5.23 Kondisi jalan desa 91

Tabel 5.24 Kondisi bangunan sekolah 92

Tabel 5.25 Fasilitas kesehatan 93

Tabel 5.26 Fasilitas listrik 94


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman

Bagan 1 Kerangka pemikiran 38


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner ( Daftar pertanyaan untuk responden ) Lampiran 2 : Surat pengajuan judul sripsi

Lampiran 3 : Surat Keputusan Komisi Pembimbing Penelitian Proposal/Penelitian Skripsi

Lampiran 4 : Surat Penugasan Pembimbing Penelitian Proposal/Penulisan Skripsi

Lampiran 5 : Berita acara seminar proposal penelitian Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 7 : Surat Balasan izin penelitian Lampiran 8 : Dokumentasi foto


(17)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL ELVIN ANUGERAH JAYA ZEBUA

110902088

ABSTRAK

DAMPAK PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI DESA MADULA KECAMATAN

GUNUNGSITOLI KOTA GUNUNGSITOLI ( Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 104 halaman,

35 tabel, 13 kepustakaan )

Pembangunan di Indonesia merupakan salah satu langkah penting nasional dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat. Pembangunan tersebut diharapkan dilakukan secara merata dan menjangkau seluruh daerah. Rentang kendali pemerintah terhadap seluruh daerah di Indonesia akan menjadi sangat luas apabila pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan secara terpusat. Oleh karena itu dengan jalan pemberian wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerah wilayahnya melalui otonomi daerah yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004, menjadikan rentang kendali lebih terfokus sehingga mengurangi ketidakmerataan dan ketimpangan pelaksanaan antar daerah. Hal tersebut membuka peluang kepada Kota Gunungsitoli untuk dimekarkan dari Kabupaten Nias sehingga dapat mengelola sendiri daerah wilayahnya. Dengan landasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2008 tertanggal 26 November 2008 dan diresmikan pada tanggal 25 Mei 2009 bersamaan dengan beberapa kabupaten di Kepulauan Nias, Kota Gunungsitoli sah dimekarkan dan menjadi satu Kota Madya dan diresmikan di Medan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden RI.

Penelitian ini dilakukan di Desa Madula yang merupakan salah satu desa yang ada dalam wilayah Kecamatan GunungsitoliKota Gunungsitoli. Tipe penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan populasi 324 kepala keluarga (KK). Sampel diambil 10% dari populasi sehingga berjumlah 32 orang. Teknik pengumpulan data denganstudi kepustakaan, dan studi lapangan yaitu observasi, wawancara, dan penyebaran kuesioner. Hasil data disusun dalam bentuk frekuensi tabel data tunggal yang kemudian dinarasikan dan dijelaskan secara terperinci.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan Kota Gunungsitoli sangat memberi dampak terhadap pembangunan daerah khususnya di Desa Madula. Pembangunan dalam berbagai sektor telah dirasakan masyarakat seperti dalam bidang ekonomi, sosial, dan infrastruktur dan pelayanan publik.


(18)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

ELVIN ANUGERAH JAYA ZEBUA 110902088

ABSTRACT

IMPACT OF THE ESTABLISHMENT OF THE GUNUNGSITOLI CITY SOSIOECONOMIC IN THE VILLAGE MADULA

GUNUNGSITOLI DISTRICT OF GUNUNGSITOLI (This thesis is composed of 6 chapters, 104 pages,

35 tables, 13 libraries)

Development in Indonesia is one important step in the achievement of national welfare. The construction is expected to be done evenly and reach all areas. Span of control to all local governments in Indonesia will be very wide if the implementation of development plans carried out centrally. Therefore, by giving authority to local governments to manage the region through regional autonomy provided for in Undang-undang Republik Indonseia number 47 of 2008 dated 26 November 2008 and inaugurated on 25 May 2009 along with severals districts in Nias island, Gunungsitoli city divided and become one municipality and inaugurated by the Minister of the Interior on behalf of the President RI.

The research was conducted in the Village Madula which is one of the existing villages in the District of Gunungsitoli regency Gunungsitoli. Type of research is descriptive with polpulasi 324 households (HH). Samples taken 10% of the population that numbered 32 people. Data collection techniques to the study of literature, and field of observation, interviews, and questionnaires.The results of data compiled in the form of the frequency of a single data table is then narrated and explained in detail.

The results showed that the establishment of the Gunungsitoli City regency is an impact on regional development, especially in the Village Madula. Development has been felt in many sectors of society such as economic, social, and infrastructure and public services.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari masa ke masa. Pembangunan merupakan perubahan menuju pola-pola masyarakat yang memungkinkan realisasi yang lebih baik dari nilai-nilai kemanusiaan yang memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan dan terhadap tujuan politiknya, dan yang memungkinkan pada warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri sehingga dapat memperbaiki kualitas hidupnya dan pada akhirnya mengalami perubahan ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan juga merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam rangka menunjang kesejahteraan rakyat baik dalam bidang sosial maupun dalam bidang ekonomi.

Pembangunan nasional tidak dapat dipisahkan kaitannya dengan pembangunan daerah, demikian halnya di Indonesia. Di Indonesia pembangunan daerah merupakan bagian yang penting dari pembangunan nasional, karena pembangunan daerah menjadi salah satu indikator dalam terwujudnya pembangunan nasional. Namun sistem pembangunan terpusat yang telah lama dilakukan di Indonesia dianggap sebagai penyebab lambannya pembangunan daerah terutama daerah – daerah yang terisolir dan membesarnya ketimpangan antar daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat membuat kebijakan tentang pemerintah daerah dimana pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Kebijakan tersebut dimuat dalam Undang-undang No.


(20)

32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai revisi dari Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah.

Pada Undang-undang No. 32 tahun 2004 dikatakan bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggara pemerintahan daerah perlu ditingkatkan. Penyelenggara tersebut dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah serta dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerah wilayahnya kemudian diatur dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, tentang otonomi daerah yakni adanya hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah tersebut merupakan jalan terbaik yang ditempuh dalam rangka mendorong pembangunan daerah, menggantikan sistem pembangunan terpusat yang menyebabkan ketidakmerataan dan ketimpangan perlakuan antar daerah. Dengan adanya otonomi daerah, kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan semakin besar sehingga tanggung jawab yang diemban juga akan bertambah banyak.

Terkait dengan hal tersebut peranan pemerintah daerah sangat menentukan berhasil tidaknya menciptakan kemandirian pemerintah daerah. Di dalam pelaksanaan otonomi daerah terdapat elemen penting yang diserahkan pemerintah


(21)

pusat kepada pemerintah daerah yakni desentralisasi. Apabila pemerintah daerah melakukanfungsinya secara efektif, maka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), maupun dari subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat.

Implikasi dari adanya kewenangan urusan pemerintah yang begitu luas yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi daerah dapat menjadi suatu berkah bagi suatu daerah. Namun disisi lain bertambahnya kewenangan daerah tersebut juga merupakan beban yang menuntut kesiapan daerah untuk pelaksanaannya, karena semakin bertambah urusan pemerintah yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Oleh karena itu perlu adanya kesiapan sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana dan prasarana daerah (Udjianto, 2005:59).

Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 hingga revisinya pada Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, menjadikan pemekaran wilayah administratif menjadi peminatan baru dalam struktur pemerintahan di Indonesia. Pemekaran daerah kabupaten, kota dan provinsi menjadi suatu fenomena sehingga jumlah daerah terus bertambah. Undang-undang No. 22 tahun 1999 membuka peluang kepada daerah provinsi, kabupaten dan kota untuk melakukan pemekaran daerah atau menciptakan kemandirian pemerintahannya sendiri.

Dari hal tersebut juga memberikan peluang kepada wilayah Nias untuk memekarkan wilayah dan memunculkan Kota Gunungsitoli sebagai kota baru yang dimekarkan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Gunungsitoli


(22)

mencatat beberapa tanggal penting dalam proses pembentukan Kota Gunungsitoli, yakni :

1. Tanggal 26 November 2008 : keluarnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2008 tentang pembentukan Kota Gunungsitoli di Provinsi Sumatera Utara,

2. Tanggal 29 Oktober 2008 : peresmian Kota Gunungsitoli oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia,

3. Tanggal 25 Mei 2009 : pelantikan Walikota Gunungsitoli bersama dua daerah otonom baru lainnya di Kepulauan Nias yakni, Kabupaten Nias Utara dan Kabupaten Nias Barat oleh Menteri Dalam Negeri di Jakarta, 4. Tanggal 13 April 2011 : pelantikan Walikota dan Wakil Walikota Kota

Gunungsitoli masa jabatan 2011 – 2016 oleh Plt. Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho

Dengan landasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2008 tertanggal 26 November 2008 dan diresmikan pada tanggal 25 Mei 2009 bersamaan dengan beberapa kabupaten di Kepulauan Nias, Kota Gunungsitoli sah dimekarkan dan menjadi satu Kota Madya. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2012 (SP2012), Kota Gunungsitoli memilik jumlah penduduk sebesar 128.337 jiwa menurut data Badan Pusat Statistik Kota Gunungsitoli. Pada awal pembentukan Kota Gunungsitoli hanya terdiri atas 98 desa, namun seiring perkembannya hingga tahun 2012 berkembang menjadi 101 desa.


(23)

Pemekaran Kabupaten Nias yang menghasilkan Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias Utara dan Kabupaten Nias Barat diharapkan secara konkrit dan universal membawa dampak positif bagi masyarakat terutama dalam aspek sosial dan ekonomi. Pelayanan kepada masyarakat semakin dekat dan dilakukan oleh petugas lokal yang memahami bahasa masyarakat lokal. Pusat-pusat pelayanan masyarakat yang dekat mempercepat berbagai urusan dan mengurangi biaya pengurusan. Proses rekonstruksi dan rehabilitasi yang tersebut sedang berlangsung diharapkan relatif lebih merata dirasakan masyarakat.

Proses yang dijalani setelah pemekaran yang bertujuan untuk kemajuan dan peningkatan kesejahteraan, bagi daerah-daerah lain mungkin tidak dapat dilihat hasilnya dalam waktu cepat. Hal tersebut membutuhkan proses sekitar beberapa tahun kedepan untuk terus membuatnya menjadi satu pemerintahan yang benar-benar mapan. Semuanya itu berkaitan dengan penataan pemerintah dan kemudian dana yang masih belum terlalu mapan dalam melaksanakan segala sesuatu kegiatan daerah karena daerah tersebut masih baru memulai kemandiriannya. Namun bagi masyarakat Kota Gunungsitoli hal tersebut tidak terlalu menjadi beban karena proses pembentukan Kota Gunungsitoli secara kebetulan terjadi setelah rekonstruksi dan rehabilitasi yang masif sebagai akibat gempa yang terjadi tanggal 28 Maret 2005 yang membuat pembangunan semakin mudah dan cepat. Proses pembentukan sejumlah desa baru juga belangsung dalam suasana kelanjutan rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa. Kondisi tersebut mengakibatkan secara tidak langsung biaya-biaya yang tadinya harus diusahakan secara khusus untuk membantu percepatan proses pemekaran dan membiayai


(24)

keberlangsungan pembangunan akibat dari pemekaran menjadi seperti telah tersedia dengan sendirinya.

Dengan terjadinya hal tersebut sudah dapat dipastikan proses pembangunan di Kota Gunungsitoli bukan lah hal yang terlalu sulit lagi. Dari segi pembangunan ekonomi, prasarana, fasilitas baik pendidikan, kesehatan dan kebutuhan lainnya sudah dapat dilaksanakan dengan mudah sebab kebutuhan financial akan hal tersebut seperti sudah tersedia akibat manfaat dari kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi akibat tsunami tahun 2004 dan gempa tahun 2005. Semua daerah yang masih tertinggal diprediksi pasti mendapat jangkauan pembangunan.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Gunungsitoli tahun 2012, terjadi peningkatan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Gunungsitoli dibandingkan ketika masih menjadi kecamatan yang berada dibawah pemerintahan Kabupaten Nias. Melalui tabel berikut dipaparkan peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Gunungsitoli.


(25)

Tabel 1.1

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Kota Gunungsitoli Menurut Lapangan Usaha (Jutaan Rupiah) Tahun 2012

Lapangan Usaha 2007

(sebelum pemekaran)

2012

(setelah pemekaran)

1. Pertanian 151 065.54 318 101.55

2. Pertambangan dan penggalian

5 357.51 7 671.64

3. Industri Pengolahan 50 466.89 85 297.10

4. Listrik Gas dan Air bersih

9 166.69 11 953.21

5. Bangunan 172 259.41 331 732.84

6. Perdagangan. Hotel dan Restoran

592 127.44 844 831.13

7. Pengangkutan dan Komunikasi

226 962.25 428 261.40

8. Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan

125 509.66 325 005.16

9. Jasa-jasa 64 668.43 191 140.74

PDRB 1 397 583.82 2 543 994.78


(26)

Tabel 1.2

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Gunungsitoli Menurut Lapangan Usaha (Jutaan Rupiah) Tahun 2012

Lapangan Usaha 2007

(sebelum pemekaran)

2012

(setelah pemekaran)

1. Pertanian 76 389.20 88 021.99

2. Pertambangan dan penggalian

1 954.95 2 928.97

3. Industri Pengolahan 20 947.37 23 616.48

4. Listrik Gas dan Air bersih

2 912.20 4 374.08

5. Bangunan 21 768.09 140 915.68

6. Perdagangan. Hotel dan Restoran

287 919.01 417 425.12

7. Pengangkutan dan Komunikasi

98 850.34 171 465.87

8. Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan

3 738.33 13 537.96

9. Jasa-jasa 37 283.89 60 749.51

PDRB 551 763.38 982 089.97


(27)

Data tersebut menunjukkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Gunungsitoli mengalami peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan ketika masih berstatus kecamatan atau satu pemerintahan dengan Kabupaten Nias yaitu dengan selisih peningkatanProduk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlakudari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 sebesar 1.146.410.96 juta rupiah dan selisih peningkatan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 sebesar 430 326.59 juta rupiah.

Keberlangsungan pemerintahan Kota Gunungsitoli kurang lebih 7 tahun terhitung sejak tahun dikeluarkannya Undang-undang tentang pembentukan Kota Gunungsitoli. Melihat tempo waktu yang sudah ditempuh dan berbagai proses yang sudah terjadi dalam pemerintahan Kota Gunungsitoli sudah layaklah terlihat apa dampak yang sudah terjadi setelah pemekaran bagi setiap kecamatan, kelurahan, maupun desa di wilayah Kota Gunungsitoli.

Dalam Kota Gunungsitoli, banyak desa yang memiliki potensi luar biasa baik dari sektor pertanian terlebih sektor pariwisata. Desa Madula merupakan suatu desa yang memiliki potensi luar biasa dari segi pertanian ,maupun sosial budayanya dan letaknya cukup dekat dengan pusat pasar Kota Gunungsitoli.

Pembangunan di desa tersebut masih tergolong buruk, sempit dan banyaknya pengangguran yang masih berusia produktif disana. Padahal jarak desa tersebut dengan pusat Kota Gunungsitoli berjarak 11 kilometer. Jalan utama menuju desa tersebut sekarang memang mudah diakses, tapi kurangnya fasilitas dari pihak pemerintah untuk mendukung mata pencaharian yang mayoritas petani pada desa tersebut membuat mereka sulit melakukan pekerjaan karena


(28)

keterbatasan alat dalam bertani. Kekurangan pinjaman modal juga menjadi salah satu kendala bagi mereka untuk membeli alat-alat dalam bertani, seperti mesin penggarap sawah dan alat-alat lainnya yang jarang sekali petani di desa ini memilikinya.

Kondisi tersebut jika ditilik pada masa sebelum Kota Gunungsitoli dibentuk mungkin dianggap wajar karena akibat dari keterbatasan jangkauan atau rentang kendali pemerintahan Kabupaten Nias. Perhatian pemerintah terbagi dalam melakukan pembangunan di daerah-daerah, dimana membuat tidak maksimal dan tidak meratanya pembangunan di beberapa daerah. Dengan terlaksananya pemekaran Kabupaten Nias membentuk Kota Gunungsitoli, menjadikan rentang kendali pemerintah terhadap daerah-daerah menjadi lebih terfokus, sehingga daerah-daerah tersebut bisa mendapat perhatian pemerintah yang jauh lebih besar dibandingkan sebelum pembentukan Kota Gunungsitoli, termasuk Desa Madula yang wilayahnya dekat dengan pusat pemerintahan Kota Gunungsitoli.

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti seberapa jauh “Dampak Pembentukan Kota Gunungsitoli terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Madula Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : "Bagaimana dampak


(29)

pembentukan Kota Gunungsitoli terhadap sosial ekonomi masyarakat di Desa Madula Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli".

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pembentukan Kota Gunungsitoli terhadap sosial ekonomi masyarakat di Desa Madula Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan pemahaman terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Untuk membentuk pola pikir yang dinamis serta untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

c. Dapat digunakan sebagai karya ilmiah dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Dapat memberi masukan bagi para pihak yang berkepentingan dan referensi bagi penelitian berikutnya.

3. Manfaat Akademis

Adalah pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan penelitian ini.


(30)

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan skripsi ini meliputi :

BAB 1 : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian,populasi, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : Analisis Data

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VI : Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Dampak

Dampak secara sederhana dapat diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan biasanya mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dam negatif. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan pengawasan internal. Seorang pemimpin yang handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak yang akan terjadi atas sebuah keputusan yang akan diambil.

Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang di pengaruhi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010).

2.2 Kota

2.2.1 Pengertian Kota

Secara umum, kota merupakan tempat bermukim warga kota, tempat bekerja, tempat kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintahan dan sebagainya. Sedangkan, secara istilah Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang


(32)

melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial, ekonomi dan budaya. Perkotaan mengacu pada areal yang memiliki suasana penghidupan dan kehidupan modern dan menjadi wewenang pemerintah kota.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kota merupakan daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. Kota merupakan daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan tinggi serta fasilitas modern dan sebagian besar penduduknya bekerja diluar pertanian (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010).

Pengertian kota ditinjau dari beberapa aspek :

1. Berdasarkan aspek fisik adalah suatu wilayah dengan wilayah terbangun lebih padat dibandingkan dengan area sekitarnya.

2. Berdasarkan aspek demografis adalah wilayah dengan konsentrasi penduduk yang dicerminkan oleh jumlah dan tingkat kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan wilayah sekitarnya.

3. Berdasarkan aspek sosial adalah suatu wilayah dengan kelompok-kelompok sosial masyarakat yang heterogen.

4. Berdasarkan aspek geografis adalah suatu wilayah dengan wilayah terbangun yang lebih padat dibandingkan dengan area sekitarnya.

5. Berdasarkan aspek statistik adalah suatu wilayah yang secara statistik besaran atau ukuran jumlah penduduknya sesuai dengan batasan atau ukuran untuk criteria kota.

6. Berdasarkan aspek ekonomi adalah suatu wilayah yang memiliki kegiatan usaha sangat beragam dengan dominasi di sektor nonpertanian seperti perdagangan, perindustrian, pelayanan jasa, perkantoran, dan sebagainya.


(33)

7. Kota ditinjau dari aspek administrasi adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh suatu garis batas kewenangan administrasi pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarakan peraturan perundang-undangan (Pontoh dan Kustiawan, 2009).

2.2.2 Pembentukan Kota

Undang-undang Rebuplik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 menyebutkan pembentukan kota dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersanding atau pemekaran dari satu daerah (kabupaten / kota) menjadi dua daerah (kabupaten / kota) atau lebih.

Syarat administratif pembentukan kota meliputi :

1. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kota,

2. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kota,

3. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon kota dan terakhir keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kota dan rekomendasi Menteri (Pasal 5 ayat 2).

Syarat teknis pembentukan kota adalah memiliki faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah semua dengan kategori sangat mampu atau mampu (pasal 6 ayat 1). Adapun syarat fisik kewilayahan


(34)

pembentukan kota yaitu cakupan wilayah, sarana dan prasarana pemerintahan yang memadai (pasal 7).

2.2.3 Karakteristik Kota

Karakteristik kota berdasarkan beberapa aspek adalah :

1. Dari aspek morfologi, antara kota dan pedesaan terdapat perbedaan bentuk fisik, seperti cara membangun bangunan-bangunan tempat tinggal yang berjejal dan mencakar langit (tinggi) dan serba kokoh.

2. Dari aspek penduduk. Secara praktis jumlah penduduk ini dapat dipakai ukuran yang tepat untuk menyebut kota atau desa, meskipun juga tidak terlepas dari kelemahan –kelemahan. Kriteria jumlah penduduk ini dapat secara mutlak atau dalam arti relatif yakni kepadatan penduduk dalam suatu wilayah.

3. Dari aspek sosial, gejala kota dapat dilihat dari hubungan-hubungan sosial di antara penduduk warga kota, yakni yang bersifat kosmopolitan. Hubungan sosial yang bersifat impersonal, sepintas lalu, berkotak-kotak, bersifat sering terjadi hubungan karena kepentingan dan lain-lain, orang ini bebas untuk memilih hubungan sendiri.

4. Dari aspek ekonomi, gejala kota dapat dilihat dari cara hidup warga kota yakni bukan dari bidang pertanian atau agraria sebagai mata pencaharian pokoknya, tetapi dari bidang-bidang lain dari segi produksi atau jasa. Kota berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan industri, dan kegiatan pemerintahan serta jasa-jasa pelayanan lain. Ciri yang khas suatu kota ialah adanya pasar, pedagang dan pusat perdagangan.


(35)

5. Dari aspek hukum, pengertian kota yang dikaitkan dengan adanya hak-hak dan kewajiban hukum bagi penghuni, atau warga kota serta sistem hukum tersendiri yang dianut untuk menunjukkan suatu wilayahtertentu yang secara hukum disebut kota.

Dari karakteristik diatas dapat disimpulkan bahwa kota :

a. Kota mempunyai fungsi-fungsi khusus (sehingga berbeda antara kota dengan fungsi yang berbeda)

b. Mata pencaharian penduduknya diluar agraris. c. Adanya spesialisasi pekerjaan warganya d. Kepadatan penduduk

e. Ukuran jumlah penduduk (tertentu yang dijadikan batasan) f. Warganya (relatif) mobility

g. Tempat pemukiman yang tampak permanen

h. Sifat-sifat warganya yang heterogen, kompleks, social relation, yang impersonal dan eksternal, serta personal segmentasion karena begitu banyaknya peranan dan jenis pekerjaan seseorang dalam kelompoknya sehingga seringkali tidak kenal satu sama lain, seolah-olah seseorang

menjadi asing dalam

lingkungannya( http://planologiuir2011.blogspot.com/2012/02/pengertian-karakteristik-dan-sejarah.html, diakses pada tanggal 08 februari 2015 pukul 11.54 WIB).


(36)

2.3 Pemekaran Daerah 2.3.1 Pengertian Daerah

Daerah dalam konteks pembagian administratif di Indonesia, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Daerah terdiri atas Provinsi, Kabupaten atau Kota. Sedangkan kecamatan, desa, dan kelurahan tidaklah dianggap sebagai suatu daerah (daerah otonom). Daerah dipimpin oleh Kepala Daerah (gubernur/bupati/walikota), dan memiliki Pemerintahan Daerah serta Dewan Perwakilan Rakyat Derah.

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 menyebutkan pengertian daerah sebagai kesatuan hukum yang mempunyai batas daerah tertentu serta mempunyai wewenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut prasangka sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari aspek ekonomi daerah mempunyai tiga pengertian yaitu: a) Suatu daerah dianggap sebagai ruang dimana kegiatan ekonomi terjadi dan di dalam berbagai pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut antara lain dari segi pendapatan perkapitanya, sosial budayanya, geografis dan sebagainya. Daerah dalam pengertian ini disebut daerah homogen.

b) Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam pengertian ini disebut daerah nodal.


(37)

c) Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada dibawah satu administrasi tertentu seperti satu provinsi, kabupaten, kecamatan dan sebagainya. Jadi daerah disini berdasarkan pada pembagian administratif suatu negara. Daerah dalam pengertian ini dinamakan daerah perencanaan atau daerah administratif (Wulandari,2001).

2.3.2 Konsep Pemekaran Daerah

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hasil amandemen Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999, pemekaran daerah adalah suatu proses membagi satu daerah administratif (daerah otonom) yang sudah ada menjadi dua atau lebih daerah otonom baru. Landasan pelaksanaannya didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000. Pemekaran Daerah merupakan suatu langkah atau cara politik sebuah daerah dengan cara membagi atau memperluas sub bagian wilayah dari daerah tersebut baik bagian atau daerah yang berbentuk provinsi baru atau pun kabupaten baru.

Pertimbangan pemekaran daerah adalah melihat negara ini sangat luas dan sumber daya yang melimpah, maka diperlukan perencanaan pembangunan yang sesuai dengan potensi di setiap daerah, keharusan untuk mendekatkan pemerintah dalam pelayanan publik pada masyarakat, dan yang selanjutnya yang lebih strategis adalah dalam rangka pemerataan kesejahteraan secara nasional, infrastruktur perlu lebih tersebar lagi ke seluruh daerah, dimana diperlukan pemerintahan yang mampu menyediakan prasarana tersebut secara cepat dan


(38)

menyeluruh. Dengan menjadi daerah otonom baru melalui pemekaran, usaha kecil terutama jika terkait dengan kekhasan daerah akan lebih cepat maju dan berkembang, demikian juga dengan potensi daerah akan cenderung menarik pengusaha nasional dan internasional karena adanya kemandirian dalam pengelolaan berbagai kegiatan ekonomi di daerah.

Pengembangan potensi daerah memang menjadi pertimbangan pemekaran, namun tidak hanya terpaku pada pengembangan satu potensi. Terutama apabila potensi yang dimiliki hanya potensi sumber daya alam sementara potensi lainnya seperti sumber daya manusia terbatas. Melalui otonomisasi, daerah harus dapat melihat urgensi daerah seperti masalah kemiskinan dalam banyak bidang. Pertimbangan pemekaran tidak hanya didasari oleh karena melihat adanya potensi sumber daya alam daerah tersebut yang siap untuk dieksploitasi sementara jika ditilik kemampuan daerah menyangkut finansial dan sumber daya manusia amat terbatas.

2.3.3 Tujuan Pemekaran Daerah

Tujuan dari dilakukannya upaya pemerintah dalam pemekaran daerah adalah untuk meningkatkan berbagai pelayanan sosial yang diberikan dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi sebuah daerah dalam mengatur atau mengelola daerahnya baik dilihat dari sektor perekonomian, politik serta pelayanan umum untuk masyarakatnya. Hal tersebut sesuai dengan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 disebutkan tujuan pemekaran daerah yakni untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi,


(39)

percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan, ketertiban dan peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Pemekaran memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam komunitas yang kecil namun memiliki peluang yang lebih besar. Pemekaran juga mendukung munculnya eksperimen dan inovasi baru dalam masyarakatnya.

2.4 Sosial Ekonomi

Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dan pengertian ekonomi sering dibahas secara terpisah. Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Sedangkan pada Departemen Sosial menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010). Sedangkan dalam konsep sosiologi, manusia sering disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan orang lain disekitarnya. Sehingga kata sosial sering diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat.

Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu “oikos

yang berarti keluarga atau rumah tangga dan “nomos” yaitu peraturan, aturan, hukum. Maka secara garis besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi


(40)

berarti ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010).

Berdasarkan beberapa pengertian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa sosial adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat seperti pola hubungan masyarakat, kebebasan berpendapat dan memilih, perubahan kebiasaan, aplikasi adat, nilai dan norma, kualitas kehiduoan beragama dan ketertiban serta keamanan. Sosial ekonomi disimpulkan merupakan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain ekonomi, sosial budaya, dan infrastruktur.

2.5Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah saling berinteraksi melalui warga-warga yang dapat saling berinteraksi (Koentjaraningrat, 1997 : 143-144).

Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama.Seperti; sekolah, keluarga, perkumpulan dan negara semua adalah masyarakat. Dalam ilmu sosiologi kita mengenal ada dua macam masyarakat, yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat petambayan. Masyarakat paguyuban terdapat hubungan pribadi antara anggota-anggota yang menimbulkan suatu ikatan batin antara mereka. Kalau pada masyarakat petambayan terdapat hubungan pamrih antara anggota-anggota nya (Majid, 2008).


(41)

2.6 Pembangunan Desa 2.6.1 Pengertian Desa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, desa adalah kesatuan wilayah yg dihuni oleh sejumlah keluarga yg mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa); kelompok rumah di luar kota yg merupakan kesatuan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010). Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2005 tentang Desa, desa adalah masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pembahasan mengenai “desa” dapat ditinjau dari perspektif legal,

perspektif sosial dan budaya, dan perspektif ekosistem. Dari perspektif legal, pemahaman tentang desa dapat dilihat dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa yang mendeskripsikan desa dengan ciri-ciri sebagai berikut: “Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui

dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten”.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk memenuhi ketentuan legal tersebut, suatu desa harus mempunyai institusi pelaksana pemerintahan desa sebagai berikut:

1. Pemerintahan desa yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa sebagai penyelenggara Pemerintahan Desa (Pasal 7);


(42)

2. Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan Perangkat Desa yang terdiri dari unsur pelayanan seperti Sekretariat Desa dan atau Tata Usaha; unsur pelaksana teknis lapangan; dan unsur Pembantu Kepala Desa di wilayah bagian Desa seperti Kepala Dusun (Pasal 7);

3. Badan Perwakilan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah sebagai lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa (Pasal 1); dan

4. Lembaga Kemasyarakatan Desa adalah Lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai kebutuhan desa yang merupakan mitra Pemerintah Desa dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan (Pasal 1). Berdasarkan sudut pandang sosial dan budaya, desa merupakan unit lokasi permukiman masyarakat yang paling kecil yang mempunyai tata pemerintahan dan tata sosial sendiri. Desa merupakan wilayah otonom yang lebih tua daripada unit wilayah lain di atasnya.

Selain pemahaman tentang desa, dikenal juga pemahaman tentang kawasan dan kawasan perdesaan. Berdasarkan sudut pandang ekosistem, maka pemahaman tentang desa akan lebih tepat dijelaskan apabila menggunakan istilah kawasan perdesaan. Dengan demikian hubungan antara pemahaman desa ditinjau dari sudut pandang ekosistem dengan pemahaman tentang kawasan perdesaan akan menemukan benang merahnya.


(43)

Desa merupakan suatu unit ekosistem yang paling kecil namun sangat kompleks. Suatu desa yang mempunyai ekosistem yang lengkap pada dasarnya merupakan suatu kawasan biologis yang mandiri, karena hal ini tidak terlepas dari faktor alasan pemilihan suatu desa menjadi tempat hunian (habitat) dari sekelompok masyarakat. Kehadiran manusia pada suatu lokasi dan kemudian memilihnya menjadi lokasi hunian sangat erat kaitannya dengan potensi dan daya dukung suatu tempat itu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang mendiami lokasi tersebut.

Dengan demikian, desa pada awalnya merupakan tempat untuk hidup. Jika kemudian terdapat tata pemerintahan yang mengatur peri-kehidupan masyarakat desa, hal tersebut merupakan upaya untuk melestarikan potensi dan daya dukung suatu tempat agar layak dihuni. Dalam cara pandang terhadap desa dari sudut pandang desa sebagai kawasan perdesaan, maka suatu desa dapat dicirikan sebagai berikut:

1. Desa merupakan tempat bersemainya sistem ekologi yang memungkinkan suatu area tertentu mempunyai sumberdaya yang dibutuhkan oleh penghuninya. Dalam aspek ini, penghuni suatu kawasan perdesaan sangat menggantungkan potensi alam yang terdapat dalam lokasi tersebut, seperti sumber air baik berupa mata air, sungai, atau danau. Oleh karena itu, aspek konservasi sumberdaya yang berada di suatu kawasan perdesaan menempati derajat kepentingan yang tinggi. Tanpa adanya konservasi, maka suatu kawasan perdesaan tidak akan lestari.

2. Desa menyediakan area yang memungkinkan penghuninya melakukan suatu kegiatan yang dapat memberikan penghuninya sarana kehidupan.


(44)

Dalam aspek ini, penghuni suatu kawasan perdesaan melakukan kegiatan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kegiatan bercocok tanam merupakan kegiatan utama yang menghiasi wajah kegiatan penghuni kawasan perdesaan. Tanpa kegiatan bercocok tanam sebagai kegiatan utama penghuni kawasan perdesaan, maka suatu kawasan perdesaan akan kehilangan karakternya sebagai kawasan perdesaan. 3. Penghuni kawasan perdesaan juga melakukan kegiatan lain yang masih

berhubungan dengan urusan bercocok tanam, seperti mengatur saluran dan pembagian air, pemeliharaan lahan bercocok tanam, pengolahan hasil cocok tanam, penyimpanan hasil cocok tanam, dan seterusnya. Dengan kata lain, desa menjadi wahana bagi para penghuninya untuk melakukan kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan utama di perdesaan. Hal ini mengharuskan para penghuni kawasan perdesaan menciptakan tata kelola desa yang merupakan embrio pemerintahan desa (Wrihatnolo, 2009).

Tipologi menggambarkan tipe atau pola, ataupun sebagai pencerminan model berdasarkan kemiripan atau keserupaan ciri-ciri dan potensi dan kondisi sumber daya (alam, manusia, dan buatan) yang dimiliki oleh suatu desa, dapat pula dikaitkan dengan aspek topografinya, kegiatan ekonomi daerah yang dominan, kemampuan keswadayaan masyarakat, dan lainnya.

Pertama, tipologi desa dapat dilakukan berdasarkan aspek topografinya, maka tipologi desa dibagi sekurang-kurangnya menjadi empat, yaitu : (1) desa daerah pegunungan, (2) desa dataran tinggi, (3) desa dataran rendah, dan (4) desa (pesisir) pantai.


(45)

Kedua, tipologi desa didasarkan pada kegiatan pokoknya atau yang menonjol, maka dapat dibuat tipologi desa sebagai berikut : (1) desa agrobisnis, (2) desa agropolitan, (3) desa pariwisata, dan (4) desa non pertanian.

Ketiga, tipologi desa dapat pula dilakukan berdasar kemampuan keswadayaannya, meliputi : (1) desa swadaya (tradisional), (2) desa swakarya (transisional) dan (3) desa swasembada

Keempat, tipologi desa dapat pula dibedakan yaitu : (1) desa maju, (2) desa kurang maju, (3) desa berpenduduk padat, dan (4) desa terisolasi atau desa perbatasan.

Kelima, tipologi desa dapat dilihat pula dari keterikatan antara dua variabel/faktor misalnya : (1) antara tingkat kemakmuran (yang dicerminkan oleh tingkat pendapatan per kapita masyarakat) dan kemampuan berkembangnya suatu daerah perdesaan yang diperlihatkan oleh tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto-nya (PDRB).

Keenam, tipologi desa (daerah) dapat pula dikelompokkan berdasarkan keterkaitan antara potensi pertumbuhan dengan ketersediaan prasarana dan sarana pembangunan perdesaan. Potensi pertumbuhan meliputi sumber daya penduduk dan sumber daya alam yang dicerminkan oleh kegiatan-kegiatan sektoral dan sub sektoral di daerah perdesaan yang bersangkutan (sub sektor tanaman panga n, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan). Sedangkan prasarana pembangunan meliputi ketersediaan jaringan jalan dan irigasi, dan sarana pembangunan mencakup fasilitas pelayanan ekonomi (pasar, terminal, sarana angkutan, bank, koperasi, dan lainnya) dan fasilitas pelayanan sosial (fasilitas


(46)

pendidikan seperti sekolah dan fasilitas kesehatan, misalnya Puskemas, Puskemas Pembantu, Klinik Keluarga, dan lainnya) (Adisasmita, 2006 : 73-75).

2.6.2 Pembangunan Desa

Disadari bahwa pembangunan perdesaan telah banyak dilakukan sejak dari dahulu hingga sekarang, tetapi hasilnya belum memuaskan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Pembangunan perdesaan seharusnya dilihat bukan hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek pembangunan.

Pembangunan perdesaan harus dilihat sebagai : (1) upaya mempercepat pembanguan perdesaan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk memberdayakan masyarakat, dan (2) upaya mempercepat pembangunan ekonomi daerah efektif dan yang kokoh.

Pembangunan perdesaan bersifat multi aspek oleh karena itu perlu di analisis/ secara lebih terarah dan serba keterkaitan dengan bidang sektor, dan aspek diluar perdesaan (fisik dan non fisik, ekonomi dan non ekonomi, sosbud dan non spasial). Pembahasan berikut ini meliputi berbagai aspek yang terkait dengan kebijaksanaan dan strategi pembangunan perdesaan.

2.6.2.1 TujuanPembangunan Desa

Tujuan pembangunan perdesaan jangka panjang adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan secara langsung melalui peningkatan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan pendapatan berdasarkan pendekatan bina lingkungan, bina usaha dan bina manusia, dan secara tidak langsung adalah meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi pembangunan nasional. Tujuan


(47)

pembangunan perdesaan jangka pendek adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi dalam kegiatan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam.

Tujuan pembangunan perdesaan secara spasial adalah terciptanya kawasan perdesaan yang mandiri, berwawasan lingkungan, selaras, serasi, dan bersinergi dengan kawasan-kawasan lain melalui pembangunan holistik dan berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera.

2.6.2.2 Sasaran Pembangunan Desa

Sasaran pembangunan perdesaan adalah terciptanya : 1. Peningkatan produksi dan produktifitas

2. Percepatan pertumbuhan

3. Peningkatan keterampilan dalam berproduksi dan pengembangan lapangan kerja dan lapangan usaha produktif

4. Peningkatan prakarsa dan partisipasi masyarakat 5. Perkuatan kelembagaan.

Pembangunan perdesaan yang dilaksanakan harus sesuai dengan masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, serta aspirasi dan prioritas masyarakat perdesaan.

2.6.2.3 Prinsip-Prinsip Pembangunan Perdesaan

Pembangunan perdesaan seharusnya menerapkan prinsip-prinsip yaitu : (1) transparansi (keterbukaan), (2) partisipatif, (3) dapat dinikmati masyarakat, (4)


(48)

dapat dipertanggungjawabkan (akuntabilitas), dan (5) berkelanjutan (sustainable). Kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan dapat dilanjutkan dan dikembangkan ke seluruh pelosok daerah, untuk seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan itu pada dasarnya adalah dari, oleh dan untuk seluruh rakyat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat seharusnya diajak untuk menentukan visi (wawasan) pembangunan masa depan yang akan diwujudkan. Masa depan merupakan impian tentang keadaan masa depan yang lebih baik dan lebih indah dalam tercapainya tingkat kemakuran yang lebih tinggi.

Pembangunan perdesaan dilakukan dengan pendekatan secara multisektoral (holistik), partisipatif, berlandaskan pada semangat kemandirian, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta malaksanakan pemanfaatan sumber daya pembangunan secara serasi dan selaras dan sinergis sehingga tercapai optimalitas.

Ada tiga prinsip pokok pembangunan perdesaan, yaitu :

1. Kebijaksanaan dan langkah-langkah pembangunan di setiap desa mengacu kepada pencapaian sasaran pembangunan berdasarkan Trilogi Pembangunan. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut yaitu (a) pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, (b) pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan (c) stabilitas yang sehat dan dinamis, diterapkan di setiap sektor, termasuk desa dan kota, di setiap wilayah dan antar wilayah secara saling terkait, serta dikembangkan secara selaras dan terpadu. 2. Pembangunan desa dilaksanakan dengan prinsip-prinsip yang

berkelanjutan. Penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan mensyaratkan setiap daerah lebih mengandalkan sumber-sumber alam


(49)

yang terbaharui sebagai sumber pertumbuhan. Disamping itu setiap desa perlu memanfaatkan sumber daya manusia secara luas, memanfaatkan modal fisik, prasarana mesin-mesin, dan peralatan seefesien mungkin. 3. Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijaksanaan deregulasi,

debirokratisasi dan desentralisasi dengan sebaik-baiknya.

2.6.2.4 Strategi Pembangunan Perdesaan

Seperti dalam pembangunan ekonomi pada umumnya, maka dalam mewujudkan tujuan pembangunan perdesaan, terdapat paling sedikit empat jenis kegiatan, yaitu (1) Strategi pertumbuhan, (2) Strategi kesejahteraan, (3) Strategi yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat, (4) strategi terpadu atau strategi yang menyeluruh (Adisasmita, 2006 : 17-21).

Strategi pembangunan masyarakat desa di Indonesia adalah : 1. Sesuai dengan strategi pembangunan nasional.

2. Dilakukan secara bertahap.

3. Tercapainya landasan yang kuat bagi masyarakat desa untuk tumbuh dan berkembang atas kemampuan sendiri.

4. Di dalam pelaksanaannya, stabilitas nasional yang sehat dan dinamis harus dapat terbina dan terpelihara.

5. Mampu mengubah struktur perekonomian desa.

6. Dapat menumbuhkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

7. Dapat mengatur dan mengendalikan penyebaran dan pertumbuhan penduduk.


(50)

8. Dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi menurut beberapa prinsip yang telah ditetapkan.

9. Masyarakat desa harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan.

10.Dapat memanfaatkan potensi desa secara rasional dan optimal tanpa menganggu keseimbangan dan kelestarian alam.

11.Dilakukan melalui tahapan desa swadaya, desa swakarya, dan desa swasembada dengan pelaksanaan secara komprehensif (menyeluruh) dan koordinatif (Jayadinata & Pramanadika, 2006 : 89).

2.7 Kemiskinan

Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang, sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

Secara umum, istilah miskin atau kemiskinan dapat dengan mudah kita artikan sebagai suatu kondisi yang kurang atau minim. Dalam hal ini konsep kurang maupun minim dilihat secara komparatif antara kondisi nyata kehidupan pribadi atau sekelompok orang di satu pihak dengan kebutuhan pribadi atau


(51)

sekelompok orang di lain pihak. Pengertian minim disini bersifat relatif, dapat berbeda dengan rentang waktu yang berbeda. Dapat pula berbeda dengan lingkungan yang berbeda (Siagian, 2012: 2-4).

Beberapa ahli mengemukakan definisi kemiskinan :

1. Mencher (dalam Siagian, 2012: 5) mengemukakan, kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.

2. Pearce (dalam Siagian, 2012: 7) mengemukakan, kemiskinan merupakan produk dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan modal, dengan sumber daya manusia serta kelembagaan.

3. Castells (dalam Siagian, 2012: 10) mengemukakan, kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup minimum agar manusia dapat bertahan hidup.

2.8 Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan Sosial menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diberikan batasan sebagai kegiatan-kegiatan terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Definisi ini menekankan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu institusi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang


(52)

bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial, dan peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat.

Di Indonesia, konsep kesejahteraan sosial juga telah lama dikenal. Ia telah ada dalam ketatanegaraan Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, misalnya, merumuskan kesejahteraan sosial sebagai suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai Pancasila.

Sebagai Negara Kesejahteraan yang bermodelkan "Negara Kesejahteraan Partisipatif" yang dalam literatur pekerjaan sosial dikenal dengan istilah Pluralisme Kesejahteraan atau welfare pluralism ditekankan bahwa negara harus tetap mengambil bagian dalam penanganan masalah sosial dan penyelenggaraan jaminan sosial (social security), meskipun dalam operasionalisasinya tetap melibatkan masyarakat.

Kesejahteraan Sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda, meskipun substansinya tetap sama. Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi, yaitu kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial. Konsepsi kedua adalah Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan


(53)

sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Konsepsi ketiga yaitu aktivitas, suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera (Suharto, 2009:2).

2.8.1 Pembangunan Kesejahteraan Sosial

Pembangunan kesejahteraan sosial (PKS) adalah usaha yang terencana dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial. Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang mencakup:

1. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok-kelompok masyarakat yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan perlindungan sosial.

2. Peningkatan keberdayaan melalui penetapan sistem dan kelembagaan ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat kemanusiaan.

3. Penyempurnaan kebebasan melalui perluasan aksebilitas dan pilihan-pilihan kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar kemanusiaan.


(54)

Ciri utama pembangunan kesejahteraan sosial adalah komprehensif dalam arti setiap pelayanan sosial yang diberikan senantiasa menempatkan penerima pelayanan (beneficiaries) sebagai manusia, baik dalam arti individu maupun kolektivitas, yang tidak terlepas dari sistem lingkungan sosiokulturalnya. Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial adalah seluruh masyarakat dari berbagai golongan dan kelas sosial. Namun, prioritas utama pembangunan kesejahteraan sosial adalah kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantage groups), khususnya yang terkait dengan masalah kemiskinan.

Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial yang biasanya dikenal dengan nama Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) antara lain meliputi orang miskin, penyandang cacat, anak jalanan, anak yang mengalami perlakuan salah (child abuse), pasangan yang mengalami perlakuan salah (spouse abuse), anak yang diperdagangkan atau dilacurkan, komunitas adat terpencil (KAT), serta kelompok-kelompok lain yang mengalami masalah psikososial, disfungsi sosial atau ketunaan sosial (Suharto, 2009:4-5).

2.9 Kerangka Pemikiran

Indonesia sebagai negara berkembang berupaya untuk menempatkan masyarakatnya dalam kondisi mencapai kesejahteraan, terpenuhi kebutuhan material dan spiritual berdasarkan Pancasila, suasana perikehidupan bangsa yang damai, tentram, tertib dan dinamis, serta dalam lingkungan pergaulan hidup dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya tersebut diwujudkan dalam


(55)

pembangunan yang dilakukan secara nasional dan berupaya untuk menjangkau setiap wilayah.

Pembangunan selama ini dijalankan dengan sistem pembangunan terpusat. Namun sistem pembangunan terpusat yang selama ini dilakukan di Indonesia dianggap menyebabkan lambannya pembangunan di daerah dan semakin besarnya ketimpangan antar daerah. Kebijakan tentang Pemerintah Daerah dimana pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengatur rumah tangganya sendiri di keluarkan untuk mengatasi masalah ketimpangan tersebut.

Sebagai daerah yang jauh dari pusat pemerintahan Negara, kesempatan tersebut diambil oleh banyak daerah termasuk Kabupaten Nias sehingga memekarkan dirinya membentuk satu kota baru yakni Kota Gunungsitoli. Pemekaran tersebut diyakini sebagai langkah awal meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui ; percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan, ketertiban dan peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

Indikator dalam merumuskan dampak pembentukkan kota Gunungsitoli ini lebih terfokus pada ekonomi, sosial dan infrastrukur. Pemekaran tersebut diinginkan berdampak positif dan dinikmati oleh seluruh wilayah di Kota Gunungsitoli termasuk Desa Madula dalam membangun desa tersebut. Secara diagmatis kerangka penelitian digambarkan sebagai berikut :


(56)

Bagan Alur Pemikiran

Pembentukan Kota Gunungsitoli

Desa Madula Kecamatan Gunungsitoli Kota

Gunungsitoli

Ekonomi Infrastruktur

Sosial Ekonomi Masyarakat


(57)

2.10 Definisi Konsep dan Definisi Operasional 2.10.1 Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji (Siagian, 2011:136). Karena kajian konsep itu sangat multidimensional dan abstrak maka diperlukan proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian yang disebut dengan definisi konsep.

Untuk mengetahui pengertian konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

1. Dampak, yang dimaksud dengan dampak dalam penelitian ini adalah akibat positif atau negatif yang diperoleh dari suatu kejadian, peristiwa atau sesuatu hal.

2. Pembentukan Kota, yang dimaksud dengan Pembentukan Kota dalam penelitian ini adalahberupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersanding atau pemekaran dari satu daerah (kabupaten / kota) dan membentuk dua daerah (kabupaten / kota) atau lebih dan memenuhi syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan.

3. Sosial Ekonomi, yang dimaksud dengan sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah suatu kondisi atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat yang ditentukan oleh tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan dan tingkat kesehatan.


(58)

2.10.2 Definisi Operasional

Perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Definisi operasional sering disebut sebagai suatu proses operasionalisasi konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka. Definisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel dapat diukur. (Siagian, 2011:141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional yang penulis rumuskan dalam penelitian ini, dapat diukur melalui indikator sebagai berikut:

a. Yang termasuk sebagai indikator ekonomi adalah: 1) laju peningkatanpenghasilan atau pendapatan,

2) perubahan laju produksi (pertanian, manufaktur, dan jasa-jasa), 3) kesempatan kerja,

4) perubahan jumlah pengangguran.

b. Yang menjadi indikator sosial adalah:

1) pola atau hubungan yang terjadi dalam masyarakat,

2) perubahan aplikasi nilai-nilai, norma dan adat budaya dalam masyarakat tersebut;

3) perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat desa tersebut, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme 4) serta partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik.


(59)

c. Yang menjadi indikator infrastruktur dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti :

1) pendidikan, 2) kesehatan, 3) perumahan, 4) air bersih,

5) akses mobilitas keluar masuk desa, 6) fasilitas rekreasi.


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian

Adapun penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu keadaan subjek atau objek. Penelitian deskriptif dalam pelaksanaannya lebih terstruktur, sistematis dan terkontrol. Peneliti memulai dengan subjek yang telah jelas dan mengadakan penelitian atas populasi dan sampel dari subjek tersebut untuk menggambarkannya secara akurat. (Silalahi, 2009:28).

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif. Penulisan deskriptif dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan melukiskan keadaan subjek dan objek penulisan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana adanya tanpa treatment yang dilakukan didalamnya.

Melalui metode ini Penulis tidak hanya sebatas mengakumulasi data tetapi juga menerangkan hubungan, membuat prediksi, menganalisis, mendapatkan makna, dan implikasi dari dampak pemekaran sehingga semua yang dikumpulkan menjadi sebuah jawaban atas tujuan penulisan ini.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Madula, Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli. Alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi ini adalah karena sebelum terjadi pembentukan Kota Gunungsitoli, desa ini adalah desa yang kurang mengalami kemajuan dalam pengembangan maupun pembangunan


(1)

pengobatan, sikap warga desa terhadap pendatang, frekuensi peristiwa kriminal seperti pencurian memberikan perubahan yang lebih baik dibandingkan sebelum pembentukan Kota Gunungsitoli. Dalam hal ini pembentukan Kota Gunungsitoli memberikan dampak positif terhadap pembangunan sektor sosial di Desa Madula dalam kategori ini.

3) Pembangunan dalam sektor infrastruktur dan pelayanan publik

Terjadi perubahan kearah yang lebih baik dalam sektor pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Setelah dibentuknya Kota Gunungsitoli, banyak infrastruktur yang sudah dibangun di Desa Madula. Infrastruktur utama yang sangat urgent adalah akses desa yakni jalan desa yang sekarang sudah berubah status dari status “jalan tikus” menjadi jalan beraspal. Jembatan penghubung pun sudah dibangun sehingga masyarakat Desa Madula tidak perlu lagi berjalan kaki kurang lebih 8 kilometer dan menyebrangi sungai untuk keluar atau masuk ke desa. Selain jalan dan jembatan, 3 bangunan sekolah yakni 2 bangunan Sekolah Dasar dan 1 bangunan Sekolah Menengah Pertama dan pustu ( puskesmas pembantu ) juga sudah berdiri. Dalam hal ini fasilitas pendidikan dan kesehatan desa sudah cukup terpenuhi. Menilik hal tersebut, disimpulkan bahwa pembentukan Kota Gunungsitoli telah memberikan dampak yang positif bagi pembangunan Desa Madula dari sisi infrastruktur dan pelayan publik, meskipun dalam pelaksanaan konret pembangunan infrastrukur tersebut andil pihak non pemerintah seperti NGO ( Non Government Organization


(2)

Madulalebih mendominasi, namun tidak dipungkiri bahwa dengan dibentuknya Kota Gunungsitoli, kesempatan-kesempatan untuk mendapat segala bantuan tersebut lebih banyak.

Dalam kategori ketersediaan air bersih, fasilitas jaringan listrik Negara, dan jaringan telekomunikasi di Desa Madula terjadi beberapa perubahan positif. Sumber air bersih masyarakat desa tetap dari mata air desa, sebab hal ini dianggap oleh masyarakat desa Desa Hilimondregeraya sudah cukup baik untuk di konsumsi. Selain itu desa juga sebenarnya tidak perlu jasa / fasilitas PDAM sebab air PDAM di Kota Gunungsitoli dan air yang digunakan seluruh masyarakat Desa Madula memiliki sumber mata air yang sama. Sementara dari kategori jaringan listrik dan jaringan telekomunikasi, di Desa Madula sudah ada setelah pembentukan Kota Gunungsitoli.Tenaga listrik yang sebelumnya dipakai oleh beberapa rumah tanggadi Desa Madula adalah swadaya masyarakat itu sendiri, mengingat kebutuhan listrik adalah kebutuhan yang juga sangat mendasar. Penginstalasian jaringan listrik dari pihak PLN dan jaringan telekomunikasi sudah sangat memadai setelah pembentukan Kota Gunungsitoli. Ini tidak terlepas dari usaha warga desa dalam memberi permohonan untuk penginstalan listrik dan pembuatan pemancar jaringan Telkomsel yang sudah diajukan lama oleh pemerintah desa dan realilasinya telah dilakukan. Dalam hal ini pembentukan Kota Gunungsitoli memberikan dampak yang positif bagi pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik bagi Desa Madula.


(3)

6.2 SARAN

Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran yang dapat peneliti berikan sebagai berikut :

1) Kepala Daerah Kota Gunungsitoli diharapkan perlu meningkatkan pelaksanaan pembangunan terhadap daerah-daerah dalam wilayah otonominya, sesuai dengan tujuan awal pemekaran tersebut yakni dengan memiliki wilayah otonomi sendiri maka rentang kendali terhadap masyakat lebih dekat sehingga kualitas pelayanan terhadap masyarakat lebih efektif, efesien dan lebih baik lagi dan pada akhirnya mampu membantu percepatan pembangunan daerah tertinggal.

2) Kepala Desa Maduladiharapkan perlu meningkatkan kapasitas dan usahanya dalam menggiring masyarakat Desa Madula untuk mengembangakan diri dan mengembangkan potensi-potensi desa sehingga mampu mencapai kesejahteraan melalui rencana-rencana atau program-program pembangunan yang harus disusun bagi peningkatan kualitas Desa Madula dalam berbagai sektor dan bidang.

3) Masyarakat Desa Madula diharapakan mampu membuka diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi sesuai dengan kondisi zaman dan keadaan. Masyarakat Desa Madula juga perlu menyadari dan mengenal potensi diri dan potensi desanya sehingga pada akhirnya mampu mengembangkan daerahnya sendiri. Setiap warga juga diharapkan memiliki jiwa sadar wisata, sadar potensi sehingga mampu memunculkan ide-ide inovatif secara otomatis dalam rangka pembangunan desanya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. (2006). Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Jayadinata, T. Johara dan Pramandika. (2006). Pembangunan Desa Dalam Perencanaan. Bandung : ITB.

Koentjaraningrat, W. (1997). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Penerbit Aksara Baru.

Pontoh, Nia K. dan Kustiawan, Iwan. (2009).Pengantar Perencanaan Perkotaan, Penerbit ITB, Bandung.

Siagian, Matias. (2011). Metode Penelitian Sosial. Medan : Grasindo Monoratama.

Siagian, Matias (2012). Kemiskinan dan Solusi. Medan : Grasindo Monoratama. Silalahi, Ulber. (2009). Metode Penelitian Sosial. Bandung : Grafika.

Soehartono, Irawan. (2008). Metode Penelitian Sosial. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Suharto, Edi. (2009). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Bandung. Reflika Aditama.

Udjianto, Didit Wely. (2005). Kemampuan Keuangan Daerah dalam Mendukung Otonomi Daerah. Ekobis Vol 6 no.1

Wrihatnolo, R (2009). Membumikan demokrasi, mewujudkan negara kesejahteraan. Sedikit Tentang Karakteristik Kemiskinan, Maret 2009.


(5)

Wulandari, Anita. (2001). Kemampuan Keuangan Daerah di Kota Jambi Dalam Melaksanakan Otonomi Daerah. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik, Kemampuan Keuangan Daerah, Vol 5 No. 2, 2 November 2001.

Sumber lain :

Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa.

Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2005 tentang Desa.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Gunungsitoli di Provinsi Sumatera Utara.

Sumber Online :

Badan Pusat Statistik Kota Gunungsitoli.

(2012)..http://www.gunungsitolikota.bps.go.id,diakses pada tanggal 30 Januari 2015 pukul 16.37 WIB.

Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan. (2010). Jakarta. http://www.pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/,diakses pada tanggal 08


(6)

Kementrian Dalam Negeri. (2012). Profil Kota Gunungsitoli.

http://www.kemendagri.go.id/pages/profil- daerah/kabupaten/id/12/name/sumatera-utara/detail/1278/kota-gunung-sitoli,diaksespada tanggal 30 Januari 2015 pukul 16.45 WIB.

Majid, Abdul. (2008). Pengertian Masyarakat. http://majidbsz.wordpress.com/2008/06/30/pengertian-masyarakat/, diakses pada tanggal 09 Februari 2015 pukul 15.04 WIB.

Uir, Planologi.(2011).http://planologiuir2011.blogspot.com/2012/02/pengertian-karakteristik-dan sejarah.html, diakses pada tanggal 08 Februari 2015 pukul 11.54 WIB.