sebuah system jaringan komputer tersebut dapat dipercaya, surat tersebut memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan alat bukti sebgaimana yang ditentukan
dalam KUHP.
4. Petunjuk
Petunjuk merupakan alat bukti keempat yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP. Dalam Pasal 18 ayat 1 disebutkan pengertian petunjuk, yaitu perbuatan,
kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah
terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Alat bukti petunjuk baru diperlukan apabila alat bukti lainnya belum
mencukupi batas minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Alat bukti petunjuk merupakan alat bukti yang bergantung pada alat bukti lainnya yakni
alat bukti saksi, surat dan keterangan terdakwa. Alat bukti petunjuk memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan alat bukti lain, namun hakim tidak terikat
atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk dan hakim bebas untuk menilai dan mempergunakannya dalam upaya pembuktian.
24
Yahya Harahap mendefinisikan petunjuk dengan menambah beberapa kata, yakni petunjuk adalah suatu “isyarat” yang dapat “ditarik dari suatu perbuatan,
kejadian atau keadaan” dimana isyarat tadi mempunyai “persesuaian” antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat tadi mempunyai persesuaian dengan tindak
pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut “melahirkan” atau
24
M. Yahya Harahap, Op.Cit, Hlm. 298
“mewujudkan” suatu petunjuk yang “membentuk kenyataan” terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.
25
Menurut Pasal 188 ayat 2 KUHAP dalam hal cara memperoleh alat bukti petunjuk, hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan
terdakwa. Apabila alat bukti yang menjadi sumber dari petunjuk tidak ada dalam persidangan pengadilan dengan sendirinya tidak aka nada alat bukti petunjuk. Nilai
kekuatan pembuktian dari alat bukti petunjuk sama dengan alat bukti yang lain yaitu bebas. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh
petunjuk. Namun demikian, sebagaiman dikatakan Pasal 188 ayat 3, penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan
oleh hakim dengan arif dan bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nurani.
Petunjuk sebagai alat bukti tidak dapat berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa, karena hakim tetap terikat pada batas minimum pembuktian
sesuai ketentuan Pasal 183 KUHAP. Informasi danatau dokumen elektronik merupakan perluasan dari alat bukti surat sebagai bahan untuk dijadikan petunjuk
bagi hakim dalam membuktikan suatu perkara. Proses pembuktian di persidangan dalam perkara cybercrime harus tetap
mendasarkan pada ketentuan pembuktian Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP dan peraturan perundang-undangan lainnya seperti Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
25
Muhammad Taufik dan Suharsil, Op.Cit, Hlm.129
Dalam praktek peradilan, hakim-hakim kasus pidana yang menggunakan KUHAP sebagai dasar hukum yang seharusnya sudah melakukan trobosan dengan
memasukkan alat bukti elektronik sebagai alat bukti, bukan bagian dari petunjuk lagi. Namun, masih ada hakim yang masih menganggap alat bukti elektronik
sebagai petunjuk. Proses pembuktian pada perkara cybercrime ini tentu saja tetap dapat dilakukan dengan mengajukan bukti surat berupa informasi dan atau
dokumen elektronik tersebut yang dapat dilaksanakan langsung di persidangan dengan menyampaikan hasil print out informasi atau dokumen elektronik itu atau
hakim dapat langsung mengakses informasi atau dokumen elektronik yang bersangkutan.
5. Keterangan Terdakwa