KERANGKA TEORITIS Aktivitas dakwah santri di pondok pesaantren qotrum nada cipayung
                                                                                16
baik.  Sesungguhnya  Tuhanmu,  dialah  yang  lebih  mengetahui  siapa  yang sesaat  dari  jalan-Nya  dan  dialah  yang  lebih  mengetahui  siapa  yang
mendapat petunjuk.
Ayat  diatas  menerangkan  bahwa  dakwah  merupakan  perbuatan yang  sangat  penting,  karena  dalam  ayat  tersebut  terdapat  kata  serulah,
maka  umat  manusia  diperintahkan  untuk  menyeru,  menyebarkan, mengajak,  memberikan  pengetahuan  kepada  orang  lain  tentang  ajaran-
ajaran  Islam,  meluruskan  perbuatan-perbuatan  yang  menyimpang  dari ajaran-ajaran Islam.
Dari berbagai definisi dakwah di atas yang disampaikan oleh para ahli dakwah, dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan mengajak
manusia  kepada  jalan  kebenaran,  menyampaikan  syariat  Islam  kepada individu atau kelompok baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan agar
mereka senantiasa berada di jalan Allah. Adapun bentuk-bentuk dakwah yaitu :
1. Dakwah bil lisan
Dakwah  bil  lisan  adalah  penyampaian  informasi  atau  pesan dakwah  melalui  lisan  ceramah  atau  komunikasi  langsung  antara  subjek
dan objek dakwah. Dakwah bi lisan mempunyai beberapa media, seperti: khutbah, ceramah, ataupun pidato.
2.  Dakwah bil qalam Dakwah  bil  qalam  adalah  dakwah  dengan  menggunakan  media
tulisan.  Dakwah  bil  qalam  merupakan  bentuk  dakwah  yang  pernah dipraktekan  Rasulullah  SAW.  Dakwah  dalam  bentuk  tulisan  yang
17
dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah dengan mengirim surat-surat yang berisi seruan, ajakan, atau panggilan.
Dakwah  bil  qalam  pada  era  sekarang  ini  menggunakan  media cetak yang meliputi: surat kabar, majalah, brosur, dan bulletin.
3. Dakwah bil hal
Dakwah  bil  hal  adalah  melaksanakan  amal  kebaikan  dalam kehidupan  sehari-hari  yang  meliputi  bidang  sosial,  ekonomi,  dan  budaya
dalam  bingkai  nilai-nilai  ajaran  agama  Islam.  Dakwah  bil  hal  merupakan usaha  merintis dan  mempraktekkan ajaran Islam  dalam kehidupan sehari-
hari. Dakwah dalam  bentuk  ini dapat dilakukan oleh setiap orang dimana pun berada dengan profesi apa pun.
8
C.  Unsur-unsur Dakwah Unsur-unsur dakwah haruslah ada dalam proses dakwah, bilamana
unsur-unsur  itu  tidak  terpenuhi  maka  dakwah  akan  mengalami  hambatan bahkan  kegagalan.  Unsur-unsur  dakwah  adalah  komponen-komponen
yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Adapun  unsur-unsur  dakwah  itu  antara  :  Da’i  pelaku  dakwah,
mad’u  penerima  dakwah,  materi  dakwah  maddah,  media  dakwah wasilah, metode dakwah metode dan efek dakwah atsar.
Adapun pengertian-pengertiannya adalah sebagai berikut :
1.  Da’i pelaku dakwah
8
Umi  Musyarrofah.  Dakwah  KH.Hamam  Dja’far  dan  Pondok  Pesantren  Pabelan. Jakarta: UIN Press, 2009 cet ke-1 h.20-21.
18
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun  perbuatan  yang  dilakukan  baik  secara  individu,  kelompok  atau
lewat organisasi. Secara  umum  kata  da’i  ini  sering  disebut  dengan  sebutan
mubaligh  orang  yang  menyampaikan  ajaran  Islam.  Namun  sebenarnya sebutan  ini  konotasinya  sangat  sempit,  karena  masyarakat  cenderung
mengartikannya  sebagai  orang  yang  menyampaikan  ajaran  Islam  melalui lisan, seperti penceramah agama, khatib, dan sebagainya.
Nasaruddin Lathief mendefinisikan bahwa da’i adalah muslim dan muslimat  yang  menjadikan  dakwah  sebagai  suatu  amaliah  pokok  bagi
tugas ulama.
9
Dalam  Al-Qur’an  dan  sunnah,  terdapat  penjelasan  tentang  amr ma’ruf  nahi  munkar  dan  perintah  terhadap  mereka  yang  layak  untuk
membawa  bendera  dakwah  Islam.  Merekalah  yang  mampu  mengajarkan agama,  baik  melalui  tulisan,  ceramah  maupun  pengajaran  sehingga
individu dan masyarakat dapat memahaminya. Dalam  kegiatan  dakwah  peranan  da’i  sangatlah  esensial,  sebab
tanpa  da’i  ajaran  Islam  hanyalah  idiologi  yang  tidak  terwujud  dalam kehidupan masyarakat.
Adapun  sifat-sifat penting  yang  harus dimiliki oleh  seorang da’i yaitu :
1.  Mendalami Al-Qur’an dan Sunnah dan Sejarah kehidupan Rasul serta  khulafaurrasyidin.
9
Muhammad Munir  Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, hlm. 21-22
19
2.  Memahami keadaan masyarakat yang akan dihadapi. 3.  Berani dalam mengungkapkan kebenaran kapan pun dan di mana
pun. 4.  Ikhlas  dalam  melaksanakan  tugas  dakwah  tanpa  tergiur  oleh
nikmat materi yang hanya sementara. 5.  Satu kata dengan perbuatan.
6.  Terjauh dari hal-hal yang menjatuhkan harga diri.
10
Karena  pentingnya  fungsi  da’i  ini,  maka  banyak  Al-Qur’an  dan Hadist  yang  memberikan  sifat-sifat  yang  harus  dimiliki  oleh  da’i.
demikian  pula  banyak  buku  yang  ditulis  oleh  yang  memberikan  syarat ideal bagi juru dakwah.
Oleh karena itu, da’i yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang  masyarakat  yang  akan  menjadi  mitra  dakwahnya  adalah  calon-
calon da’i yang akan mengalami kegagalan dalam dakwahnya. 2.  Mad’u penerima dakwah
Mad’u dalam isim maf’ul dari da’a, berarti orang yang diajak, atau dikenakan  perbuatan  dakwah.  Mad’u  adalah  objek  dan  sekaligus  subyek
dalam  dakwah  yaitu  seluruh  manusia  tanpa  terkecuali.  Siapapun  mereka, laki-laki  maupun  perempuan,  tua  maupun  muda,  seorang  bayi  yang  baru
lahir  ataupun  orang  tua  menjelang  ajalnya,  semua  adalah  mad’u  dalam dakwah  islam.  Dakwah  tidak  hanya  ditujukan  kepada  orang  Islam,  tetapi
10
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2004, Ed.1, h. 77  81
20
orang-orang  diluar  Islam,  baik  mereka  itu  atheis,  penganut  aliran kepercayaan, pemeluk agama-agama lain, semua adalah mad’u.
Sesuai dengan firman Allah QS. Saba’ 28 : 
 
 
 
 
 
 
“Dan  kami  tidak  mengutus  kamu,  melainkan  kepada  umat manusia  seluruhnya  sebagai  pembawa  berita  gembira  dan  sebagai
pemberi  peringatan,  tetapi  kebanyakan  manusia  tiada  mengetahuinya.” QS. Saba’ : 2 .
Mereka yang menerima dakwah ini lebih disebut mitra dakwah dari pada  sebutan  objek  dakwah  sebab  sebutan  yang  kedua  lebih
mencerminkan  kepasifan  penerima  dakwah;  padahal  sebenarnya  dakwah adalah  suatu  tindakan  menjadikan  orang  lain  sebagai  kawan  berfikir
tentang  keimanan,  syari’ah,  dan  akhlak  kemudian  untuk  diupayakan  dan diamalkan secara bersama-sama.
11
Di  awal  surat  Al-Baqoroh,  mad’u  dikelompokkan  dalam  tiga rumpun, yaitu mukmin, kafir, dan munafik. Mujahid berkata: “ empat ayat
di  awal  surah  Al-Baqoroh  mendeskripsikan  tentang  sifat  orang  mukmin, dua ayat mendeskripsikan sifat orang kafir, dan tiga belas ayat berikutnya
mendeskripsikan sifat orang munafik”. Muhammad Abu al-Fath Al Bayununi mengelompokkan mad’u
dalam dua rumpun besar yaitu : rumpun muslimun atau mukminun umat yang telah  menerima dakwah, dan  non  muslim  atau umat dakwah umat
yang perlu sampai kepada mereka dakwah Islam.
11
Cahyadi  Takariawan.  Prinsip-Prinsip  Dakwah,    Yogyakarta:  ‘Izzan  Pustaka,  2005, Cet, ke- IV. h. 25
21
3.  Materi Dakwah Maddah Maddah dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan
da’i  pada  mad’u.  dalam  hal  ini  sudah  jelas  bahwa  yang  menjadi  maddah dakwah  adalah  ajaran  Islam  itu  sendiri.  Sebab  semua  ajaran  Islam  yang
sangat luas itu bisa dijadikan maddah dakwah Islam. Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi 4 masalah pokok, yaitu :
a.  Masalah Akidah Akidah  secara  harfiah  berarti  sesuatu  yang  tersimpul  secara  erat
dan  kuat.  Wacana  tersebut  lalu  dipakai  dalam  istilah  agama  Islam,  yang mengandung pengertian  “ pandangan pemahaman, ataui ide yang diyakini
kebenarannya oleh hati. Masalah  pokok  yang  menjadi  materi  dakwah  adalah  akidah
Islamiah. Karena akidah  mengikat kalbu  manusia dan menguasai hatinya. Dari  akidah  inilah  yang  akan  membentuk  moral  akhlak  manusia.  Oleh
karena itu, yang pertama kali dijadikan materi dalam dakwah Islam adalah akidah atau keimanan.
Akidah  yang  menjadi  materi  utama  dakwah  ini  mempunyai  cirri- ciri yang membedakan kepercayaan dengan agama lain, yaitu :
1.  Keterbukaan melalui persaksian syahadat. Dengan demikian seorang  muslim  selalu  jelas  identitasnya  dan  bersedia
mengakui identitas keagamaan orang lain. 2.  Cakrawala  pandangan  yang  luas  dengan  memperkenalakan
bahwa  Allah  adalah  Tuhan  seluruh  alam,  bukan  Tuhan
22
kelompok  atau  bangsa  tertentu.  Sebagaimana  dalam  firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hujarat ayat 3 :
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“Sesungguhnya orang-orang
yang merendahkan
suaranya di sisi Rasulallah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa bagi mereka ampunan
dan pahala yang besar.” Q.S. Al-Hujarat: 3.
3.  Kejelasan  dan  kesederhanaan  diartikan  bahwa  seluruh  ajaran akidah  baik  soal  ketuhanan,  kerasulan,  ataupun  alam  ghaib
sangat mudah untuk dipahami. 4.  Ketahanan antara iman dan Islam maupun amal perbuatan.
Aspek  ajaran  Islam  tentang  ketuhanan  dan  kepercayaan akidah  pada  intinya  mengandung  keyakinan  terhadap  ke-Maha  Esa-an
Allah SWT.
12
b.  Masalah Syari’ah Hukum  atau  syari’ah  sering  disebut  sebagai  cermin  peradaban
dalam  pengertian  bahwa  ketika  ia  tumbuh  matang  dan  sempurna,  maka peradaban  mencerminkan  dirinya  dalam  hukum-hukumnya.  Pelaksanaan
syari’ah  merupakan  sumber  yang  melahirkan  peradaban  Islam,  yang
12
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hlm. 109-110
23
melestarikan dan melindunginya dalam sejarah. Syari’ah inilah yang akan selalu menjadi kekuatan peradaban di kalangan kaum muslim.
Dan  materi  dakwah  dalam  bidang  syariah  ini  dimaksudkan  untuk memberikan  gambaran  yang  benar,  pandangan  yang  jernih,  kejadian
secara  cermat  terhadap  hujjah  atau  dalil-dalil  dalam  melihat  setiap persoalan pembaruan, sehingga umat tidak terperosok ke dalam kejelekan,
sementara yang diinginkan dalam dakwah adalah kebaikan. Dan  inilah  yang  akan  dijadikan  materi  dakwah  sebagaimana  da’i
mampu  mengemas  masalah  syariah  ini  ke  dalam  permasalahan  umat  era sekarang  yang  bisa  menjawab  atau  memberikan  solusi  terhadapnya.  Dan
terpenting  materi  syariat  ini  tidak  bertentangan  dengan  sumber  utamanya yaitu al-Qur’an dan Hadist.
13
c.  Masalah Muamalah Islam  ternyata  agama  yang  menekankan  urusan  muamalah  lebih
besar  daripada  urusan  ibadah.  Islam  lebih  banyak  memperhatikan  aspek kehidupan  sosial  daripada  aspek  kehidupan  ritual.  Islam  adalah  agama
yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Ibadah  dalam  muamalah  disini  diartikan  sebagai  ibadah  yang  mencakup
hubungan  denga  Allah  dalam  rangka  mengabdi  kepada  Allah  SWT.  Dan muamalah jauh lebih luas daripada ibadah. Hal demikian dengan alasan :
a.  Dalam  Al-Qur’an  atau  kitab-kitab  hadits,  proporsi  terbesar sumber hukum itu berkenaan dengan urusan muamalah.
13
Moh.Ali Aziz,  Ilmu Dakwah, hlm. 114
24
b.  Adanya sebuah realita bahwa jika urusan ibadah bersamaan waktunya  dengan  urusan  muamalah  yang  penting  maka
ibadah  boleh  diperpendek  atau  ditangguhkan  bukan ditinggalkan.
c.  Ibadah  yang  mengandung  segi  kemasyarakatan  diberi ganjaran  lebih  besar  daripada  ibadah  yang  bersifat
perorangan.  Karena  itu  sholat  jamaah  lebih  tinggi  nilainya daripada sholat sendirian.
d.  Bila  urusan  ibadah  dilakukan  tidak  sempurna  atau  batal, karena  melanggar  pantangan  tertentu,  maka  kifaratnya
tebusannya  adalah  melakukan  sesuatu  yang  berhubungan dengan muamalah.
e.  Melakukan  amal  baik  dalam  bidang  kemasyarakatan mendapatkan  ganjaran  lebih  besar  daripada  ibadah  sunnah
sebagaimana  yang  tertera  dalam  hadits  berikut  :  “orang- orang  yang  bekerja  untuk  menyantuni  janda  dan  orang-
orang  miskin,  adalah  seperti  pejuang  di  jalan  Allah  atau aku  kata  beliau  berkata  dan  seperti  orang  yang  terus
menerus sholat malam dan terus menerus puasa.”
14
Dari  hadist  tersebut,  dapat  dianalisa  bahwa  ibadah  sosial  seperti menyantuni  kaum  dhuafa,  meringankan  beban  orang  lain  adalah  lebih
besar ganjarannya daripada ibadah-ibadah sunnah. d.  Masalah Akhlak
14
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hlm. 115
25
Pengertian akhlak dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab, yang berarti perangai, tabi’at, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama.
Secara  linguistic  kebahasaan  kata  akhlak  merupakan  isim  jamid atau  isim  ghair  mustaq,  yaitu  isim  yang  tidak  mempunyai  akar  kata,
melainkan kata tersebut memang begitu adanya. Kata akhlak adalah jamak dari  kata  khulqun  atau  khuluq  yang  artinya  sama  dengan  arti  akhlak
sebagaimana telah disebutkan diatas. Baik kata akhlak atau khuluq kedua- duanya dijumpai pemakainnya di dalam Al-Qur’an maupun Hadist sebagai
berikut :
 
 
“Dan  sesungguhnya  engkau  Muhammad  benar-benar  berbudi pekerti yang agung.” Q.S. Al-Qalam: 4.
15
Menurut  istilah,  pengertian  akhlak  adalah  akhlak  yang  tertanam dalam  jiwa,  yang dengannya  lahirlah  macam-macam perbuatan, baik atau
buruk tanpa membutuhkan pemikiran atau pertimbangan. Sementara  menurut Al-Ghazali,  akhlak adalah  sifat yang tertanam
dalam  jiwa  yang  menimbullkan  macam-macam  perbuatan  dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Akhlak  tidak  dapat  begitu  saja  dimiliki  oleh  seseorang.  Akhlak adalah sesuatu yang sudah menempel pada seseorang dan menjadi bagian
dari dirinya.
15
Moh.Ardani,  Akhlak  Tasawuf  Nilai-Nilai  AkhlakBudi  Pekerti  dalam  Ibadat  dan Tasawuf, Jakarta: Karya Mulia, 2005, Ed-2.h.25
26
Dari definisi tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa akhlak adalah  suatu  kondisi  atau  sifat  yang  meresap  dalam  jiwa  dan  menjadi
kepribadian hingga dari situ timbullah  berbagai  macam perbuatan dengan cara  spontan  dan  mudah  tanpa  dibuat-buat  dan  tanpa  memerlukan
pemikiran.
16
Untuk  itu  salah  satu  materi  dakwah  Islam  dalam  rangka memanifestasikan  penyempurnaan  martabat  manusia  serta  membuat
harmonis  tatanan  hidup  masyarakat,  disamping  aturan  legal  formal  yang terkandung dalam syariat, salah satu ajaran etis Islam adalah akhlak.
Dengan  demikian,  orang  bertakwa  adalah  orang  yang  mampu menggunakan  akalnya  dan  mengaktualisasikan  pembinaan  akhlak  mulia
yang menjadi ajaran paling dasar islam. 4.    Wasilah Media Dakwah
Unsur  dakwah  yang  keempat  adalah  wasillah  media  dakwah, yaitu alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah ajaran
Islam  kepada  mad’u.  untuk  menyampaikan  ajaran  Islam  kepada  umat, dakwah  dapat  menggunkan  berbagai  wasillah.  Hamzah  Ya’qub  membagi
wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu : a.  Lisan,  inilah  wasilah  dakwah  yang  paling  sederhana  yang
menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan wasilah ini dapat berbentuk  pidato,  ceramah,  kuliah  bimbingan,  penyuluhan,  dan
sebagainya.
16
Asep Usmar Ismail, Tasawuf, Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Jakarta, 2005, hlm. 25
27
b.  Tulisan,  buku  majalah,  surat  kabar,  surat  menyrat  spanduk, lukisan, gambar dan sebagainya.
c.  Audio  Visual,  yaitu  alat  dakwah  yang  merangsang  indra pendengaran  atau  penglihatan  dan  kedua-duanya,  televisi,  film,
slide, internet dan sebagainya. d.  Akhlak,  yaitu  perbuatan-perbuatan  nyata  yang  mencerminkan
ajaran Islam dapat dinikmati serta didengarkan oleh mad’u.
17
5.  Thariqoh Metode Dakwah Sebelum kita membicarakan metode dakwah, terlebih dahulu akan
dijelaskan  tentang  pengertian  metode.  Kata  metode  berasal  dari  bahasa latin methodus yang berarti cara. Dalam bahasa Yunani, methodus berarti
cara  atau  jalan.  Sedangkan  dalam  bahasa  Inggris  methode  dijelaskan dengan metode atau cara.
18
Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk  menyampaikan  ajatan  materi  dakwah  Islam.  Dalam  meyampaikan
suatu  pesan  dakwah,  metode  sangat  penting  peranannya,  karena  suatu pesan walaupun  baik, tetapi disampaikan  lewat  metode  yang tidak  benar,
maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. Ketika membahas tentang  metode  dakwah,  maka  pada  umumnya  merujuk  pada  surat  An-
Nahl: 125
17
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hlm. 120
18
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hlm. 120-121
28
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“Seluruh  manusia  kepada jalan Tuhanmu degan hikmah dan pelajaran  yang  baik  dan  bantalah  mereka  dengan  cara  yang  baik.
Sesungguhnya  Tuhanmu  Dialah  yang  lebih  mengetahui  tentang  siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.” Q.S. An-Nahl: 125.
Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu : 1.  Bi al-Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan
kondisi  saran  dakwah  dengan  menitikberatkan  pada  kemampuan mereka,  sehingga  didalam  menjalankan  ajaran-ajaran  Islam
selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan. 2.  Mau’izatul  Hasanah,  yaitu  berdakwah  dengan  memberikan
nasihat-nasihat  atau  menyampaikan  ajaran-ajaran  Islam  dengan rasa  kasih  sayang,  sehingga  nasihat  dan  ajaran  Islam  yang
disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka. 3.  Mujadalah  Billati  Hiya  Ahsan,  yaitu  berdakwah  dengan  cara
bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan  tidak  memberikan  tekanan-tekanan  yang  memberatkan
pada komunitas yang menjadi sasaran dakwah.
19
6.  Atsar Efek Dakwah Dalam  setiap  aktifitas  dakwah  pasti  akan  menimbulkan  reaksi.
Artinya,  jika  dakwah  telah  dilakukan  oleh  seorang  da’i  dengan  materi
19
Muhammad Munir  Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah,  hlm. 34
29
dakwah,  wasilah,  dan  thariqah  tertentu,  maka  akan  timbul  respons  dan efek atsar pada mad’u penerima dakwah.
Atsar efek sering disebut dengan feed back umpan  balik dari proses  dakwah  ini  sering  dilupakan  atau  tidak  banyak  menjadi  perhatian
para  da’i.  kebanyakan  mereka  menganggap  bahwa  setelah  dakwah disampaikan, maka selesailah dakwah. Padahal, atsar sangat besar artinya
dalam  penentuan  langkah-langkah dakwah  berikutnya tanpa  menganalisis atsar  dakwah,  maka  kemungkinan  kesalahan  strategi  yang  sangat
merugikan pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali. Sebaliknya, dengan  menganalisis  atsar  dakwah  secara  cermat  dan  tepat,  maka
kesalahan  strategi  dakwah  akan  segera  diketahui  untuk  diadakan penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya.
20
Evaluasi  dan  koreksi  terhadap  atsar  dakwah  harus  dilaksanakan secara  radikal  dan  komprehensif,  artinya  tidak  secara  parsial  atau
setengah-setengah.  Seluruh  komponen  system  dakwah  harus  dievaluasi secara  komprehensif.  Sebaliknya,  evaluasi  itu  dilakukan  oleh  beberapa
da’i, para tokoh masyarakat, dan para ahli. Jadi dengan menerima pesan melalui kegiatan dakwah, diharapkan
akan dapat mengubah cara berfikir seseorang tentang ajaran agama sesuai dengan pemahaman  yang  sebenarnya. Begitu pula dengan perbuatan atau
perilaku  seseorang  itu  pada  hakikatnya,  adalah  perwujudan  dari  perasaan dan  pikirannya.  Adapun  dalam  hal  ini  perilaku  yang  diharapkan  adalah
20
Muhammad Munir  Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah,  hlm. 34
30
perilaku  yang  sesuai  dengan  pesan  dakwah,  yakni  perilaku  positif  sesuai dengan ajaran Islam baik bagi individu taupun masyarakat.
21
D.  Tujuan Dakwah Tujuan  umum  dakwah  merupakan  sesuatu  yang  hendak  dicapai
dalam  aktivitas  dakwah.  Ini  berarti,  bahwa  tujuan  dakwah  masih  bersifat umum  dan  utama,  dimana  seluruh  gerak  langkah  proses  dakwah  harus
ditujukan dan diarahkan padanya. Dengan demikian, tujuan dakwah secara umum sebagaimana  yang diisyaratkan dalam  Al-Qur’an adalah  mengajak
umat manusia meliputi orang  mukmin  maupun orang kafir kepada  jalan yang benar yang diridhoi Allah SWT.
Di samping itu, tujuan dakwah itu adalah mendapat kebaikan dunia dan  akhirat  serta  terbebas  dari  azab  neraka.  Sebagaimana  firman  Allah
dalam surat Al-Baqarah: 202
 
 
 
 
 
“Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan bagian dari apa yang mereka  usahakan;  dan  Allah  sangat  cepat  perhitungan-Nya.”  Q.S.  Al-
Baqarah: 202.
Jadi,  dari  berbagai  macam  tujuan  dakwah  diatas,  bisa  ditarik kesimpulan  bahwa tujuan dakwah  itu adalah  mengajak umat  manusia kepada
jalan  yang  benar  yang diridhai  Allah SWT, agar hidup  bahagia dan  sejahtera di dunia dan akhirat.
21
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hlm. 139-141
31
Dan  jika  dilihat  dari  sasaran  aktivitasnya,  tujuan  dakwah  dapat diklasifikasikan menjadi :
a.  Mengajak orang  yang  belum  masuk Islam  untuk menerima Islam, hal ini dapat dipahami dalam firman Allah SWT.
b.  Amr ma’ruf, perbaikan dan pembangunan masyarakat. Amr ma’ruf disni,  diartikan  sebagai  usaha  mendorong  dan  menggerakan  umat
manusia  agar  menerima  dan  melaksanakan  ajaran  Islam  dalam kehidupan sehari-hari.
c.  Nahi  munkar,  muatan  dakwah  yang  berarti  usaha  mendorong  dan menggerakan umat manusia untuk menolak dan meninggalkan hal-
hal yang mungkar.
22
E.  Fungsi-Fungsi Dakwah Dakwah mempunyai beberapa fungsi yaitu :
1.  Mendatangkan  pertolongan  dan  bantuan  rabbani  dalam perjuangan melawan kebatilan dan jahiliyah.
2.  Menggugah dan membangunkan manusia dari tidur panjangnya menuju kebangkitan hakiki yang agung bersama Islam.
3.  Menegakkan  hujah  kepada  orang-orang  yang  terus  menerus berbuat salah dan dosa.
4.  Membentuk opini umum yang benar dan selamat. Opini umum inilah  yang  mempunyai  peran  besar  di  dalam  menjaga  dan
memelihara adab, akhklak, dan hak-hak umat serta membentuk kepribadian dalam kehidupan bermasyarkat.
22
Muhammad Munir  Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, hlm. 88-91
32
5.  Dakwah  akan  membuat  baiknya  perilaku  dan  istiqomahnya akhlak kita.
6.  Dengan  dakwah  kita  akan  memperoleh  keberuntungan  berupa jannah dan keridhaan Allah di akhirat.
7.  Dengan  dakwah  kita  akan  terlepas  dari  siksa  di  dunia  dan  di akhirat.
8.  Dakwah adalah jalan menuju wihdatul ummah, karena dakwah berusaha  menanamkan  nilai-nilai  ukhuwah,  kebersamaan,
ta’awun  dalam  kebaikan  dan  taqwa  serta  rasa  saling memperhatikan antara kaum muslimin.
23
F.  Pesantren Pesantren  dikatakan  oleh  Didin  Hafiduddin  adalah  salah  satu
lembaga  iqamatuddin.  Lembaga-lembaga  iqamatuddin  memiliki  dua fungsi  utama,  yaitu  sebagai  tempat  tafaqquh  fiddien  pengajaran,
pemahaman  dan  pendalaman  ajaran  agama  Islam  dan  indzar menyampaikan dan mendakwahkan ajaran Islam kepada masyarakat.kata
“pondok  pesantren”  terdiri  dari  dua  suku  kata,  yaitu  “pondok”  dan “pesantren”. Kata pondok berasal dari bahasa arab funduqun, yang artinya
‘hotel atau penginapan’. Dari  keterangan  di  atas  dapat  dirumuskan  tentang  pengertian
pondok  pesantren,  yaitu  tempat  orang-orang  atau  para  pemuda  menginap bertempat  tinggal  yang  dibarengi  dengan  suatu  kegiatan  untuk
23
Sayid Muhammad Nuh. Dakwah Fardiyah pendekatan personal dalam dakwah, Solo: Era Intermedia, 1996, Cet. Ke-1.h. 33-42
33
mempelajari,  memahami,  mendalami,  menghayati,  dnan  mengamalkan ajaran agama islam.
24
Sedangkan  menurut  Drs.  Mahmud,  pondok  pesantren  adalah merupakan  lembaga  pendidikan  dan  pengajaran  Islam  di  mana  di
dalamnya  terjadi  interaksi  aktif  antara  kyai  atau  ustadz  sebagai  guru  dan para  santri  sebagai  murid  dengan  mengambil  tempat  di  masjidmushalla,
ruang kelas, emper asrama pondok untuk mengaji dan membahas buku- buku teks keagamaan karya ulama masa lalu.
25
1.  Tujuan dan ciri-ciri pesantren : Dengan menyadarkan diri kepada Allah SWT, para kyai pesantren
melalui pendidikan pesantrennya dengan  modal  niat  ikhlas dakwah untuk menegakkan  kalimat-Nya,  didukung  dengan  sarana  prasarana  sederhana
dan terbatas. Relevan  dengan  jiwa  kesederhanaan  di  atas,  maka  tujuan
pendidikan pesantren
adalah menciptakan
dan mengembangkan
kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat, mandiri, bebas
dan teguh dalam kepribadian. Sedangkan ciri-ciri pesantren itu seperti :
a.  Adanya hubungan yang akrab antara santri dengan kiainya. b.  Hidup  hemat  dan  sederhana  benar-benar  diwujidkan  dalam
lingkungan pesantren.
24
Umi Musyarrofah, Dakwah KH.Haman Dja’far dan Pondok Pesantren Pabelan, h.21- 22
25
Mahmud,  Model-Model  Pembelajaran  di  Pesantren,  Tanggerang:  Media  Nusantara, 2006, cet-1, h. 1.
34
c.  Kemandirian  amat  terasa  di  pesantren.  Seperti,  para  santri mencuci  pakaian  sendiri,  dan  membersihkan  kamar  tidurnya
sendiri. d.  Jiwa  tolong  menolong  dan  suasana  persaudaraan  sangat
mewarnai pergaulan di pesantren. e.  Disiplin sangat dianjurkan.
f.  Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia.
26
26
M.Sulthon  Masyhud,  Manajemen  Pondok  Pesantren,  Jakarta:  Diva  Pustaka,  2003, Cet. Ke-1, h. 92.
35
                