KERANGKA TEORITIS Aktivitas dakwah santri di pondok pesaantren qotrum nada cipayung
16
baik. Sesungguhnya Tuhanmu, dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesaat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui siapa yang
mendapat petunjuk.
Ayat diatas menerangkan bahwa dakwah merupakan perbuatan yang sangat penting, karena dalam ayat tersebut terdapat kata serulah,
maka umat manusia diperintahkan untuk menyeru, menyebarkan, mengajak, memberikan pengetahuan kepada orang lain tentang ajaran-
ajaran Islam, meluruskan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam.
Dari berbagai definisi dakwah di atas yang disampaikan oleh para ahli dakwah, dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan mengajak
manusia kepada jalan kebenaran, menyampaikan syariat Islam kepada individu atau kelompok baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan agar
mereka senantiasa berada di jalan Allah. Adapun bentuk-bentuk dakwah yaitu :
1. Dakwah bil lisan
Dakwah bil lisan adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan ceramah atau komunikasi langsung antara subjek
dan objek dakwah. Dakwah bi lisan mempunyai beberapa media, seperti: khutbah, ceramah, ataupun pidato.
2. Dakwah bil qalam Dakwah bil qalam adalah dakwah dengan menggunakan media
tulisan. Dakwah bil qalam merupakan bentuk dakwah yang pernah dipraktekan Rasulullah SAW. Dakwah dalam bentuk tulisan yang
17
dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah dengan mengirim surat-surat yang berisi seruan, ajakan, atau panggilan.
Dakwah bil qalam pada era sekarang ini menggunakan media cetak yang meliputi: surat kabar, majalah, brosur, dan bulletin.
3. Dakwah bil hal
Dakwah bil hal adalah melaksanakan amal kebaikan dalam kehidupan sehari-hari yang meliputi bidang sosial, ekonomi, dan budaya
dalam bingkai nilai-nilai ajaran agama Islam. Dakwah bil hal merupakan usaha merintis dan mempraktekkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-
hari. Dakwah dalam bentuk ini dapat dilakukan oleh setiap orang dimana pun berada dengan profesi apa pun.
8
C. Unsur-unsur Dakwah Unsur-unsur dakwah haruslah ada dalam proses dakwah, bilamana
unsur-unsur itu tidak terpenuhi maka dakwah akan mengalami hambatan bahkan kegagalan. Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen
yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Adapun unsur-unsur dakwah itu antara : Da’i pelaku dakwah,
mad’u penerima dakwah, materi dakwah maddah, media dakwah wasilah, metode dakwah metode dan efek dakwah atsar.
Adapun pengertian-pengertiannya adalah sebagai berikut :
1. Da’i pelaku dakwah
8
Umi Musyarrofah. Dakwah KH.Hamam Dja’far dan Pondok Pesantren Pabelan. Jakarta: UIN Press, 2009 cet ke-1 h.20-21.
18
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok atau
lewat organisasi. Secara umum kata da’i ini sering disebut dengan sebutan
mubaligh orang yang menyampaikan ajaran Islam. Namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit, karena masyarakat cenderung
mengartikannya sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan, seperti penceramah agama, khatib, dan sebagainya.
Nasaruddin Lathief mendefinisikan bahwa da’i adalah muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi
tugas ulama.
9
Dalam Al-Qur’an dan sunnah, terdapat penjelasan tentang amr ma’ruf nahi munkar dan perintah terhadap mereka yang layak untuk
membawa bendera dakwah Islam. Merekalah yang mampu mengajarkan agama, baik melalui tulisan, ceramah maupun pengajaran sehingga
individu dan masyarakat dapat memahaminya. Dalam kegiatan dakwah peranan da’i sangatlah esensial, sebab
tanpa da’i ajaran Islam hanyalah idiologi yang tidak terwujud dalam kehidupan masyarakat.
Adapun sifat-sifat penting yang harus dimiliki oleh seorang da’i yaitu :
1. Mendalami Al-Qur’an dan Sunnah dan Sejarah kehidupan Rasul serta khulafaurrasyidin.
9
Muhammad Munir Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, hlm. 21-22
19
2. Memahami keadaan masyarakat yang akan dihadapi. 3. Berani dalam mengungkapkan kebenaran kapan pun dan di mana
pun. 4. Ikhlas dalam melaksanakan tugas dakwah tanpa tergiur oleh
nikmat materi yang hanya sementara. 5. Satu kata dengan perbuatan.
6. Terjauh dari hal-hal yang menjatuhkan harga diri.
10
Karena pentingnya fungsi da’i ini, maka banyak Al-Qur’an dan Hadist yang memberikan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh da’i.
demikian pula banyak buku yang ditulis oleh yang memberikan syarat ideal bagi juru dakwah.
Oleh karena itu, da’i yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang masyarakat yang akan menjadi mitra dakwahnya adalah calon-
calon da’i yang akan mengalami kegagalan dalam dakwahnya. 2. Mad’u penerima dakwah
Mad’u dalam isim maf’ul dari da’a, berarti orang yang diajak, atau dikenakan perbuatan dakwah. Mad’u adalah objek dan sekaligus subyek
dalam dakwah yaitu seluruh manusia tanpa terkecuali. Siapapun mereka, laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, seorang bayi yang baru
lahir ataupun orang tua menjelang ajalnya, semua adalah mad’u dalam dakwah islam. Dakwah tidak hanya ditujukan kepada orang Islam, tetapi
10
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2004, Ed.1, h. 77 81
20
orang-orang diluar Islam, baik mereka itu atheis, penganut aliran kepercayaan, pemeluk agama-agama lain, semua adalah mad’u.
Sesuai dengan firman Allah QS. Saba’ 28 :
“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” QS. Saba’ : 2 .
Mereka yang menerima dakwah ini lebih disebut mitra dakwah dari pada sebutan objek dakwah sebab sebutan yang kedua lebih
mencerminkan kepasifan penerima dakwah; padahal sebenarnya dakwah adalah suatu tindakan menjadikan orang lain sebagai kawan berfikir
tentang keimanan, syari’ah, dan akhlak kemudian untuk diupayakan dan diamalkan secara bersama-sama.
11
Di awal surat Al-Baqoroh, mad’u dikelompokkan dalam tiga rumpun, yaitu mukmin, kafir, dan munafik. Mujahid berkata: “ empat ayat
di awal surah Al-Baqoroh mendeskripsikan tentang sifat orang mukmin, dua ayat mendeskripsikan sifat orang kafir, dan tiga belas ayat berikutnya
mendeskripsikan sifat orang munafik”. Muhammad Abu al-Fath Al Bayununi mengelompokkan mad’u
dalam dua rumpun besar yaitu : rumpun muslimun atau mukminun umat yang telah menerima dakwah, dan non muslim atau umat dakwah umat
yang perlu sampai kepada mereka dakwah Islam.
11
Cahyadi Takariawan. Prinsip-Prinsip Dakwah, Yogyakarta: ‘Izzan Pustaka, 2005, Cet, ke- IV. h. 25
21
3. Materi Dakwah Maddah Maddah dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan
da’i pada mad’u. dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri. Sebab semua ajaran Islam yang
sangat luas itu bisa dijadikan maddah dakwah Islam. Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi 4 masalah pokok, yaitu :
a. Masalah Akidah Akidah secara harfiah berarti sesuatu yang tersimpul secara erat
dan kuat. Wacana tersebut lalu dipakai dalam istilah agama Islam, yang mengandung pengertian “ pandangan pemahaman, ataui ide yang diyakini
kebenarannya oleh hati. Masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah akidah
Islamiah. Karena akidah mengikat kalbu manusia dan menguasai hatinya. Dari akidah inilah yang akan membentuk moral akhlak manusia. Oleh
karena itu, yang pertama kali dijadikan materi dalam dakwah Islam adalah akidah atau keimanan.
Akidah yang menjadi materi utama dakwah ini mempunyai cirri- ciri yang membedakan kepercayaan dengan agama lain, yaitu :
1. Keterbukaan melalui persaksian syahadat. Dengan demikian seorang muslim selalu jelas identitasnya dan bersedia
mengakui identitas keagamaan orang lain. 2. Cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalakan
bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam, bukan Tuhan
22
kelompok atau bangsa tertentu. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hujarat ayat 3 :
“Sesungguhnya orang-orang
yang merendahkan
suaranya di sisi Rasulallah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa bagi mereka ampunan
dan pahala yang besar.” Q.S. Al-Hujarat: 3.
3. Kejelasan dan kesederhanaan diartikan bahwa seluruh ajaran akidah baik soal ketuhanan, kerasulan, ataupun alam ghaib
sangat mudah untuk dipahami. 4. Ketahanan antara iman dan Islam maupun amal perbuatan.
Aspek ajaran Islam tentang ketuhanan dan kepercayaan akidah pada intinya mengandung keyakinan terhadap ke-Maha Esa-an
Allah SWT.
12
b. Masalah Syari’ah Hukum atau syari’ah sering disebut sebagai cermin peradaban
dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban mencerminkan dirinya dalam hukum-hukumnya. Pelaksanaan
syari’ah merupakan sumber yang melahirkan peradaban Islam, yang
12
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hlm. 109-110
23
melestarikan dan melindunginya dalam sejarah. Syari’ah inilah yang akan selalu menjadi kekuatan peradaban di kalangan kaum muslim.
Dan materi dakwah dalam bidang syariah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang benar, pandangan yang jernih, kejadian
secara cermat terhadap hujjah atau dalil-dalil dalam melihat setiap persoalan pembaruan, sehingga umat tidak terperosok ke dalam kejelekan,
sementara yang diinginkan dalam dakwah adalah kebaikan. Dan inilah yang akan dijadikan materi dakwah sebagaimana da’i
mampu mengemas masalah syariah ini ke dalam permasalahan umat era sekarang yang bisa menjawab atau memberikan solusi terhadapnya. Dan
terpenting materi syariat ini tidak bertentangan dengan sumber utamanya yaitu al-Qur’an dan Hadist.
13
c. Masalah Muamalah Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah lebih
besar daripada urusan ibadah. Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama
yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Ibadah dalam muamalah disini diartikan sebagai ibadah yang mencakup
hubungan denga Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT. Dan muamalah jauh lebih luas daripada ibadah. Hal demikian dengan alasan :
a. Dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab hadits, proporsi terbesar sumber hukum itu berkenaan dengan urusan muamalah.
13
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hlm. 114
24
b. Adanya sebuah realita bahwa jika urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting maka
ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan bukan ditinggalkan.
c. Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat
perorangan. Karena itu sholat jamaah lebih tinggi nilainya daripada sholat sendirian.
d. Bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya
tebusannya adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan muamalah.
e. Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapatkan ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah
sebagaimana yang tertera dalam hadits berikut : “orang- orang yang bekerja untuk menyantuni janda dan orang-
orang miskin, adalah seperti pejuang di jalan Allah atau aku kata beliau berkata dan seperti orang yang terus
menerus sholat malam dan terus menerus puasa.”
14
Dari hadist tersebut, dapat dianalisa bahwa ibadah sosial seperti menyantuni kaum dhuafa, meringankan beban orang lain adalah lebih
besar ganjarannya daripada ibadah-ibadah sunnah. d. Masalah Akhlak
14
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hlm. 115
25
Pengertian akhlak dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab, yang berarti perangai, tabi’at, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama.
Secara linguistic kebahasaan kata akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata,
melainkan kata tersebut memang begitu adanya. Kata akhlak adalah jamak dari kata khulqun atau khuluq yang artinya sama dengan arti akhlak
sebagaimana telah disebutkan diatas. Baik kata akhlak atau khuluq kedua- duanya dijumpai pemakainnya di dalam Al-Qur’an maupun Hadist sebagai
berikut :
“Dan sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Q.S. Al-Qalam: 4.
15
Menurut istilah, pengertian akhlak adalah akhlak yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau
buruk tanpa membutuhkan pemikiran atau pertimbangan. Sementara menurut Al-Ghazali, akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbullkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Akhlak tidak dapat begitu saja dimiliki oleh seseorang. Akhlak adalah sesuatu yang sudah menempel pada seseorang dan menjadi bagian
dari dirinya.
15
Moh.Ardani, Akhlak Tasawuf Nilai-Nilai AkhlakBudi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, Jakarta: Karya Mulia, 2005, Ed-2.h.25
26
Dari definisi tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang meresap dalam jiwa dan menjadi
kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan
pemikiran.
16
Untuk itu salah satu materi dakwah Islam dalam rangka memanifestasikan penyempurnaan martabat manusia serta membuat
harmonis tatanan hidup masyarakat, disamping aturan legal formal yang terkandung dalam syariat, salah satu ajaran etis Islam adalah akhlak.
Dengan demikian, orang bertakwa adalah orang yang mampu menggunakan akalnya dan mengaktualisasikan pembinaan akhlak mulia
yang menjadi ajaran paling dasar islam. 4. Wasilah Media Dakwah
Unsur dakwah yang keempat adalah wasillah media dakwah, yaitu alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah ajaran
Islam kepada mad’u. untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunkan berbagai wasillah. Hamzah Ya’qub membagi
wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu : a. Lisan, inilah wasilah dakwah yang paling sederhana yang
menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan wasilah ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah bimbingan, penyuluhan, dan
sebagainya.
16
Asep Usmar Ismail, Tasawuf, Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Jakarta, 2005, hlm. 25
27
b. Tulisan, buku majalah, surat kabar, surat menyrat spanduk, lukisan, gambar dan sebagainya.
c. Audio Visual, yaitu alat dakwah yang merangsang indra pendengaran atau penglihatan dan kedua-duanya, televisi, film,
slide, internet dan sebagainya. d. Akhlak, yaitu perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan
ajaran Islam dapat dinikmati serta didengarkan oleh mad’u.
17
5. Thariqoh Metode Dakwah Sebelum kita membicarakan metode dakwah, terlebih dahulu akan
dijelaskan tentang pengertian metode. Kata metode berasal dari bahasa latin methodus yang berarti cara. Dalam bahasa Yunani, methodus berarti
cara atau jalan. Sedangkan dalam bahasa Inggris methode dijelaskan dengan metode atau cara.
18
Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajatan materi dakwah Islam. Dalam meyampaikan
suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, karena suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak benar,
maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. Ketika membahas tentang metode dakwah, maka pada umumnya merujuk pada surat An-
Nahl: 125
17
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hlm. 120
18
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hlm. 120-121
28
“Seluruh manusia kepada jalan Tuhanmu degan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.” Q.S. An-Nahl: 125.
Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu : 1. Bi al-Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan
kondisi saran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga didalam menjalankan ajaran-ajaran Islam
selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan. 2. Mau’izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan
nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang
disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka. 3. Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara
bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan
pada komunitas yang menjadi sasaran dakwah.
19
6. Atsar Efek Dakwah Dalam setiap aktifitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi.
Artinya, jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da’i dengan materi
19
Muhammad Munir Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, hlm. 34
29
dakwah, wasilah, dan thariqah tertentu, maka akan timbul respons dan efek atsar pada mad’u penerima dakwah.
Atsar efek sering disebut dengan feed back umpan balik dari proses dakwah ini sering dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian
para da’i. kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan, maka selesailah dakwah. Padahal, atsar sangat besar artinya
dalam penentuan langkah-langkah dakwah berikutnya tanpa menganalisis atsar dakwah, maka kemungkinan kesalahan strategi yang sangat
merugikan pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali. Sebaliknya, dengan menganalisis atsar dakwah secara cermat dan tepat, maka
kesalahan strategi dakwah akan segera diketahui untuk diadakan penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya.
20
Evaluasi dan koreksi terhadap atsar dakwah harus dilaksanakan secara radikal dan komprehensif, artinya tidak secara parsial atau
setengah-setengah. Seluruh komponen system dakwah harus dievaluasi secara komprehensif. Sebaliknya, evaluasi itu dilakukan oleh beberapa
da’i, para tokoh masyarakat, dan para ahli. Jadi dengan menerima pesan melalui kegiatan dakwah, diharapkan
akan dapat mengubah cara berfikir seseorang tentang ajaran agama sesuai dengan pemahaman yang sebenarnya. Begitu pula dengan perbuatan atau
perilaku seseorang itu pada hakikatnya, adalah perwujudan dari perasaan dan pikirannya. Adapun dalam hal ini perilaku yang diharapkan adalah
20
Muhammad Munir Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, hlm. 34
30
perilaku yang sesuai dengan pesan dakwah, yakni perilaku positif sesuai dengan ajaran Islam baik bagi individu taupun masyarakat.
21
D. Tujuan Dakwah Tujuan umum dakwah merupakan sesuatu yang hendak dicapai
dalam aktivitas dakwah. Ini berarti, bahwa tujuan dakwah masih bersifat umum dan utama, dimana seluruh gerak langkah proses dakwah harus
ditujukan dan diarahkan padanya. Dengan demikian, tujuan dakwah secara umum sebagaimana yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an adalah mengajak
umat manusia meliputi orang mukmin maupun orang kafir kepada jalan yang benar yang diridhoi Allah SWT.
Di samping itu, tujuan dakwah itu adalah mendapat kebaikan dunia dan akhirat serta terbebas dari azab neraka. Sebagaimana firman Allah
dalam surat Al-Baqarah: 202
“Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan bagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” Q.S. Al-
Baqarah: 202.
Jadi, dari berbagai macam tujuan dakwah diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa tujuan dakwah itu adalah mengajak umat manusia kepada
jalan yang benar yang diridhai Allah SWT, agar hidup bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat.
21
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hlm. 139-141
31
Dan jika dilihat dari sasaran aktivitasnya, tujuan dakwah dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Mengajak orang yang belum masuk Islam untuk menerima Islam, hal ini dapat dipahami dalam firman Allah SWT.
b. Amr ma’ruf, perbaikan dan pembangunan masyarakat. Amr ma’ruf disni, diartikan sebagai usaha mendorong dan menggerakan umat
manusia agar menerima dan melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
c. Nahi munkar, muatan dakwah yang berarti usaha mendorong dan menggerakan umat manusia untuk menolak dan meninggalkan hal-
hal yang mungkar.
22
E. Fungsi-Fungsi Dakwah Dakwah mempunyai beberapa fungsi yaitu :
1. Mendatangkan pertolongan dan bantuan rabbani dalam perjuangan melawan kebatilan dan jahiliyah.
2. Menggugah dan membangunkan manusia dari tidur panjangnya menuju kebangkitan hakiki yang agung bersama Islam.
3. Menegakkan hujah kepada orang-orang yang terus menerus berbuat salah dan dosa.
4. Membentuk opini umum yang benar dan selamat. Opini umum inilah yang mempunyai peran besar di dalam menjaga dan
memelihara adab, akhklak, dan hak-hak umat serta membentuk kepribadian dalam kehidupan bermasyarkat.
22
Muhammad Munir Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, hlm. 88-91
32
5. Dakwah akan membuat baiknya perilaku dan istiqomahnya akhlak kita.
6. Dengan dakwah kita akan memperoleh keberuntungan berupa jannah dan keridhaan Allah di akhirat.
7. Dengan dakwah kita akan terlepas dari siksa di dunia dan di akhirat.
8. Dakwah adalah jalan menuju wihdatul ummah, karena dakwah berusaha menanamkan nilai-nilai ukhuwah, kebersamaan,
ta’awun dalam kebaikan dan taqwa serta rasa saling memperhatikan antara kaum muslimin.
23
F. Pesantren Pesantren dikatakan oleh Didin Hafiduddin adalah salah satu
lembaga iqamatuddin. Lembaga-lembaga iqamatuddin memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai tempat tafaqquh fiddien pengajaran,
pemahaman dan pendalaman ajaran agama Islam dan indzar menyampaikan dan mendakwahkan ajaran Islam kepada masyarakat.kata
“pondok pesantren” terdiri dari dua suku kata, yaitu “pondok” dan “pesantren”. Kata pondok berasal dari bahasa arab funduqun, yang artinya
‘hotel atau penginapan’. Dari keterangan di atas dapat dirumuskan tentang pengertian
pondok pesantren, yaitu tempat orang-orang atau para pemuda menginap bertempat tinggal yang dibarengi dengan suatu kegiatan untuk
23
Sayid Muhammad Nuh. Dakwah Fardiyah pendekatan personal dalam dakwah, Solo: Era Intermedia, 1996, Cet. Ke-1.h. 33-42
33
mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dnan mengamalkan ajaran agama islam.
24
Sedangkan menurut Drs. Mahmud, pondok pesantren adalah merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran Islam di mana di
dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz sebagai guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di masjidmushalla,
ruang kelas, emper asrama pondok untuk mengaji dan membahas buku- buku teks keagamaan karya ulama masa lalu.
25
1. Tujuan dan ciri-ciri pesantren : Dengan menyadarkan diri kepada Allah SWT, para kyai pesantren
melalui pendidikan pesantrennya dengan modal niat ikhlas dakwah untuk menegakkan kalimat-Nya, didukung dengan sarana prasarana sederhana
dan terbatas. Relevan dengan jiwa kesederhanaan di atas, maka tujuan
pendidikan pesantren
adalah menciptakan
dan mengembangkan
kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat, mandiri, bebas
dan teguh dalam kepribadian. Sedangkan ciri-ciri pesantren itu seperti :
a. Adanya hubungan yang akrab antara santri dengan kiainya. b. Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujidkan dalam
lingkungan pesantren.
24
Umi Musyarrofah, Dakwah KH.Haman Dja’far dan Pondok Pesantren Pabelan, h.21- 22
25
Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren, Tanggerang: Media Nusantara, 2006, cet-1, h. 1.
34
c. Kemandirian amat terasa di pesantren. Seperti, para santri mencuci pakaian sendiri, dan membersihkan kamar tidurnya
sendiri. d. Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan sangat
mewarnai pergaulan di pesantren. e. Disiplin sangat dianjurkan.
f. Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia.
26
26
M.Sulthon Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003, Cet. Ke-1, h. 92.
35