Pengaruh Parameter Propagasi Terhadap Kinerja Algoritma Soft Handoff.

(1)

TUGAS AKHIR

PENGARUH PARAMETER PROPAGASI TERHADAP KINERJA ALGORITMA SOFT HANDOFF

Oleh :

YOSUA ELIASTA GINTING NIM : 070402024

Tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Jaringan selular CDMA (Code Division Multiple Access) mampu mendukung soft handoff, yaitu sistem yang menjamin kontinuitas layanan nirkabel dan meningkatkan kualitas komunikasi. Kinerja jaringan selular dipengaruhi oleh parameter soft handoff. Sementara parameter soft handoff dipengaruhi oleh kondisi propagasi jaringan.

Parameter lingkungan yang mempengaruhi parameter soft handoff adalah parameter path loss exponent, standar deviasi dari shadow fading, koefisien korelasi dari shadow fading, nilai hysteresis, threshold, dan ukuran window. Parameter kinerja yang digunakan adalah probabilitas outage, laju update active set, rasio SHR dan jumlah hand off.

Melalui hasil simulasi dan analisisnya menunjukkan adanya pengaruh parameter propagasi terhadap kinerja algoritma soft handoff. Hasil simulasi menunjukkan bahwa probabilitas outage menurun dengan semakin meningkatnya besar window, semakin mengecilnya path loss exponent, dan semakin besarnya koefisien korelasi. Nilai dari laju update active set dan jumlah handoff tidak mengalami perubahan. Nilai dari rasio SHR akan semakin meningkat dengan semakin besarnya nilai hysteresis baik HYST_ADD maupun HYST_DROP.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan pengetahuan, pemahaman dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu kedua orang tua dan saudara-saudara tercinta yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari sejak penulis lahir hingga sekarang.

Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul Tugas Akhir ini adalah:

PENGARUH PARAMETER PROPAGASI TERHADAP KINERJA ALGORITMA SOFT HANDOFF

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Maksum Pinem, ST,MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, atas nasehat, bimbingan, dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si dan Bapak Rahmad Fauzi ST,MT

selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Ir. Bonggas L. Tobing sebagai Dosen Wali penulis, yang selalu memberikan dukungan sebagai wali penulis.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis.

5. Seluruh karyawan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera.

6. Seluruh rekan-rekan 2007 yang telah banyak mendukung dan selalu dapat menjadi teman-teman terbaik bagi penulis. Selalu Semangat!

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bertujuan untuk menyempurnakan dan memperkaya kajian Tugas Akhir ini.

Akhir kata penullis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juli 2011 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….. i

KATA PENGANTAR……… ii

DAFTAR ISI………... iv

DAFTAR GAMBAR……….. vii

DAFTAR TABEL………... ix

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

I.1 Latar Belakang……… 1

I.2 Rumusan Masalah……….. 2

I.3 Tujuan Penulisan……… 3

I.4 Manfaat Penulisan……….. 3

I.5 Batasan Masalah………. 3

I.6 Metode Penulisan……… 4

I.7 Sistematika Penulisan………. 4

BAB II SOFT HANDOFF……….… 5

II.1 Umum………. 5

II.2 Prosedur Handoff……… 7

II.3 Konsep Soft Handoff……….. 8

II.4 Inisiasi Soft Handoff………... 11

II.5 Parameter Algoritma Soft Handoff………. 12

II.6 Algoritma Soft Handoff……….. 13


(6)

BAB III PROPAGASI KOMUNIKASI SELULAR………. 21

III.1 Umum………. 21

III.2 Model Propagasi………. 21

III.3 Desain Praktis Link Budget menggunakan Model Path Loss…… 24

III.3.1 Model Path Loss dengan Log-distance………. 24

III.3.2 Log-normal Shadowing………. 25

III.4 Parameter Propagasi………27

BAB IV PENGARUH PARAMETER PROPAGASI TERHADAP KINERJA ALGORITMA SOFT HANDOFF……… 31

IV.1 Model Sistem………. 31

IV.2 Flow Chart Simulasi……….. 31

IV.3 Parameter Simulasi………. 32

IV.4 Hasil Simulasi………. 33

IV.4.1 Pengaruh Besar Window (N) terhadap Kinerja Algoritma SHO………. 33

IV.4.2 Pengaruh Nilai Standar Deviasi Shadowing ( ) terhadap Kinerja Algoritma SHO………. 35

IV.4.3 Pengaruh Nilai Path Loss Exponent ( ) terhadap Kinerja Algoritma SHO……… 36

IV.4.4 Pengaruh Besar Koefisien Korelasi ( ) terhadap Kinerja Algoritma SHO……… 38

IV.4.5 Pengaruh Besar HYST_ADD terhadap Kinerja Algoritma SHO……… 39


(7)

IV.4.6 Pengaruh Besar HYST_DROP terhadap Kinerja

Algoritma SHO……… 41

IV.5 Analisis Hasil Simulasi……….. 42

BAB V PENUTUP……….………….. 45

V.1 Kesimpulan……… 45

V.2 Saran……….. 46 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prosedur Handoff……….. 7

Gambar 2.2 (a) Hard Handoff (b) Soft Handoff……….. 9

Gambar 2.3 Pengurangan interferensi dengan soft handoff pada uplink…………. 10

Gambar 2.4 Algoritma Soft handoff IS-95A………. 14

Gambar 2.5 Algoritma soft handoff WCDMA………. 15

Gambar 2.6 Diagram algoritma soft handoff……… 17

Gambar 2.7 Flowchart handoff berbasis kuat sinyal dengan threshold dan hysteresis………... 18

Gambar 2.8 Gambar radius sel………. 20

Gambar 3.1 Pembagian model propagasi………. 23

Gambar 4.1 Model sistem……… 31

Gambar 4.2 Flow chart simulasi……….. 32

Gambar 4.3 Grafik Probabilitas Outage terhadap perubahan nilai N………. 34

Gambar 4.4 Grafik ukuran AS terhadap perubahan nilai N……… 34

Gambar 4.5 Grafik Probabilitas Outage terhadap perubahan nilai ……… 35

Gambar 4.6 Grafik ukuran AS terhadap perubahan nilai ……….. 36

Gambar 4.7 Grafik probabilitas outage terhadap perubahan nilai ……….. 37

Gambar 4.8 Grafik ukuran AS terhadap perubahan nilai (eta)………. 37

Gambar 4.9 Grafik probabilitas outage terhadap perubahan nilai ……… 38

Gambar 4.10 Grafik ukuran AS terhadap perubahan nilai (rho)……….. 39 Gambar 4.11 Grafik probabilitas outage terhadap perubahan nilai HYST_ADD… 40


(9)

Gambar 4.12 Grafik ukuran AS terhadap perubahan nilai HYST_ADD………….. 40 Gambar 4.13 Grafik probabilitas outage terhadap perubahan nilai HYST_DROP.. 41 Gambar 4.14 Grafik ukuran AS terhadap perubahan nilai HYST_DROP………… 42


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nilai path loss exponent untuk berbagai lingkungan yang berbeda…… 25 Tabel 4.1 Parameter simulasi sistem……… 32 Tabel 4.2 Nilai perubahan parameter kinerja terhadap perubahan nilai N……… 34 Tabel 4.3 Nilai perubahan parameter kinerja terhadap perubahan nilai ………. 36 Tabel 4.4 Nilai perubahan parameter kinerja terhadap perubahan nilai ……….. 38 Tabel 4.5 Nilai perubahan parameter kinerja terhadap perubahan nilai …….….. 39 Tabel 4.6 Nilai perubahan parameter kinerja terhadap

perubahan nilai HYST_ADD……… 40 Tabel 4.7 Nilai perubahan parameter kinerja terhadap


(11)

ABSTRAK

Jaringan selular CDMA (Code Division Multiple Access) mampu mendukung soft handoff, yaitu sistem yang menjamin kontinuitas layanan nirkabel dan meningkatkan kualitas komunikasi. Kinerja jaringan selular dipengaruhi oleh parameter soft handoff. Sementara parameter soft handoff dipengaruhi oleh kondisi propagasi jaringan.

Parameter lingkungan yang mempengaruhi parameter soft handoff adalah parameter path loss exponent, standar deviasi dari shadow fading, koefisien korelasi dari shadow fading, nilai hysteresis, threshold, dan ukuran window. Parameter kinerja yang digunakan adalah probabilitas outage, laju update active set, rasio SHR dan jumlah hand off.

Melalui hasil simulasi dan analisisnya menunjukkan adanya pengaruh parameter propagasi terhadap kinerja algoritma soft handoff. Hasil simulasi menunjukkan bahwa probabilitas outage menurun dengan semakin meningkatnya besar window, semakin mengecilnya path loss exponent, dan semakin besarnya koefisien korelasi. Nilai dari laju update active set dan jumlah handoff tidak mengalami perubahan. Nilai dari rasio SHR akan semakin meningkat dengan semakin besarnya nilai hysteresis baik HYST_ADD maupun HYST_DROP.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Manajemen mobilitas merupakan sebuah tantangan yang besar bagi jaringan akses radio pada masa ini dan masa yang akan datang. Dengan implementasi soft handoff pada jaringan 3G (third generation), para pengguna sudah dapat merasakan peningkatan kualitas pelayanan (QoS) ketika berpindah dari satu sel ke sel lain. Soft handoff memungkinkan adanya koneksi UE (user equipment) dengan beberapa BS (base station) secara simultan. Jaringan selular berbasis CDMA mampu mendukung soft handoff, yang mana membuat transisi lebih halus dan meningkatkan kualitas komunikasi. Soft handoff memungkinkan beberapa link radio untuk beroperasi secara paralel.

Masalah-masalah mengenai soft handoff telah dibahas pada beberapa literatur untuk evaluasi kinerja dan algoritma dengan menggunakan metode analisa dan simulasi. Banyak model analitis telah diperkenalkan untuk mengevaluasi probabilitas pemilihan sel untuk menghitung probabilitas outage, penguatan macrodiversity dan beban signaling.

Soft handoff sering dikaitkan dengan active set dan ukurannya. Active set merupakan himpunan semua BS yang berkomunikasi dengan UE. Pemasukan/pengeluaran sebuah BS ke/dari active set ditentukan oleh pemicu inisiasi yang telah ditentukan pada algoritma soft handoff. Pemicu inisiasi meliputi, kuat


(13)

sinyal pilot yang diterima, rasio Carrier to Interference, Bit-Error-Rate dan Energy per bit to noise power density.

Pada Tugas Akhir ini, penulis memilih menggunakan kuat sinyal pilot yang diterima sebagai pemicu inisiasi. Probabilitas outage berhubungan langsung dengan kinerja proses handoff dan sangat perlu diminimalkan. Karena sifat acak sinyal yang diterima oleh UE (user equipment), maka akan sering terjadi pemasukan/pengeluaran BS pada active set. Outage dari semua BS pada active set menyebabkan kegagalan handoff dan pemutusan panggilan. Kualitas komunikasi diwakili oleh probabilitas outage dan ini dugunakan sebagai ukuran untuk mengevaluasi kinerja algoritma soft handoff. Parameter lainnya yang digunakan untuk mengukur kinerja adalah jumlah handoff, laju perubahan acive set dan rasio soft handoff region.

I.2 Rumusan Masalah

Melalui latar belakang yang telah dijelaskan, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana pengaruh path loss exponent terhadap kinerja algoritma soft handoff?

2. Bagaimana pengaruh standar deviasi dari shadow fading terhadap kinerja algoritma soft handoff?

3. Bagaimana pengaruh koefisien korelasi dari shadow fading terhadap kinerja algoritma soft handoff?

4. Bagaimana pengaruh nilai hysteresis (HYST_ADD dan HYST_DROP) terhadap kinerja algoritma soft handoff?


(14)

5. Bagaimana pengaruh ukuran window terhadap kinerja algoritma soft handoff?

I.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis pengaruh parameter-parameter propagasi dan lingkungan terhadap kinerja algoritma soft handoff.

I.4 Manfaat Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini dapat dijadikan sebagai model untuk pembelajaran dalam menjelaskan pengaruh parameter parameter-parameter propagasi dan lingkungan terhadap kinerja algoritma soft handoff.

I.5 Batasan Masalah

Mengingat algoritma dan perhitungan soft handoff adalah hal yang luas dan cukup rumit, maka perlu dibuat beberapa batasan agar pembahasan terfokus dan tidak terlampau luas. Adapun batasan-batasan masalah adalah sebagai berikut :

1. Model pengamatan adalah dua BS yang terpisah pada jarak yang sudah ditentukan dengan bentuk sel segi enam dan BS berada di pusat.

2. BS beroperasi dengan daya yang sama.

3. UE bergerak dari satu sel ke sel lain dengan lintasan lurus pada kecepatan yang konstan.

4. Algoritma yang digunakan adalah MAHO (Mobile Assisted Handoff) berbasis RSS (Received Signal Strenght) yaitu kuat sinyal pilot yang diterima.


(15)

5. Model dari shadow fading yang digunakan adalah model analitis stokastik. 6. Parameter kinerja yang diamati adalah probabilitas outage, laju perubahan

active set, rasio SHR (Soft Handoff Region), dan jumlah handoff.

I.6 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Mempelajari dan memahami buku-buku dan jurnal-jurnal yang telah ada sebelumnya untuk dijadikan sebagai acuan dan referensi guna membantu penyelesaian Tugas Akhir ini.

2. Simulasi dan Analisa Data

Metode ini dimulai dari memodelkan simulasi, menentukan parameter, menjalankan simulasi, kemudian mengambil data untuk dianalisa. Simulasi dilakukan dengan menggunakan program MATLAB.

I.7 Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini ditulis dan disusun dalam urutan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.


(16)

BAB II SOFT HANDOFF

Bab ini menjelaskan tentang soft handoff, prinsip soft handoff, algoritma soft handoff, dan kinerja soft handoff.

BAB III PROPAGASI KOMUNIKASI SELULAR

Bab ini menjelaskan tentang propagasi komunikasi selular, model propagasi dan parameter propagasi yang digunakan. Hal-hal inilah yang kemudian menjadi dasar dalam menyusun simulasi dengan menggunakan program MATLAB.

BAB IV PENGARUH PARAMETER PROPAGASI TERHADAP KINERJA ALGORITMA SOFT HANDOFF

Bab ini memaparkan tentang simulasi yang ditunjukkan dengan hasil numerik dengan menggunakan MATLAB yang akan menunjukkan pengaruh parameter propagasi terhadap kinerja algoritma soft handoff. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran yang diperoleh dari penulisan Tugas Akhir ini.


(17)

BAB II

SOFT HANDOFF

II.1 Umum

Handoff adalah komponen yang esensial dalam sistem komunikasi selular bergerak. Mobilitas menyebabkan variasi yang dinamis pada kualitas link dan tingkat interferensi pada sistem seluler, terkadang sebuah user (mobile station; BS) tertentu harus mengganti base station (BS) yang melayaninya. Pergantian ini dikenal sebagai handoff. Pada sistem seluler generasi pertama seperti Advanced Mobile Phone System (AMPS)[1], handoff relatif sederhana. Sistem seluler generasi kedua seperti Global System for Mobile Communications (GSM) dan Personal Access Communications System (PACS) lebih baik dari pada generasi pertama dalam banyak hal, termasuk algoritma handoff yang digunakan. Pemrosesan sinyal yang lebih modern dan prosedur melakukan handoff telah digabungkan pada sistem ini. Struktur kendali telah ditingkatkan sehingga dalam peningkatan dari network-controlled menuju Mobile Assisted Handoffs (MAHO) atau Mobile Controlled Handoffs (MCHO), delay handoff secara substansial telah dikurangi.

Disebut soft handoff karena untuk membedakannya dari proses handoff lainnya (hard handoff tradisional). Dengan hard handoff, beberapa keputusan dibuat apakah handoff perlu dilakukan atau tidak. Pada keputusan positif, handoff diinisiasikan dan dieksekusi tanpa memerlukan pemakaian kanal secara simultan dengan dua base station. Pada soft handoff, sebuah keputusan yang dikondisikan dibuat apakah handoff perlu atau tidak. Dipengaruhi oleh perubahan dari kuat sinyal


(18)

pilot dari dua atau lebih base station yang terlibat, dan akhirnya keputusan handoff dibuat untuk berkomunikasi hanya dengan satu BS. Hal ini normal terjadi setelah diperoleh jelas bahwa sinyal dari satu BS lebih kuat dari yang lainnya. Pada prosesnya, MS menggunakan kanal secara simultan kepada setiap BS yang terlibat.

Perbedaan soft handoff dengan hard handoff dapat diibaratkan dengan perbedaan antara lomba lari estafet dengan renang estafet. Pada lomba renang estafet, perenang selanjutnya harus menunggu sampai rekannya menyentuh dinding kolam, sementara pada lomba lari estafet, tongkat diserahkan beberapa detik setelah pelari kedua berlari sehingga ada situasi dimana mereka sama-sama berlari dan memegang tongkat pada periode waktu tertentu.

II.2 Prosedur Handoff

Prosedur handoff dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: pengukuran, pengambilan keputusan dan eksekusi seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Prosedur Handoff Mengukur informasi yang

dibutuhkan untuk keputusan handoff (contoh: Ec/I0, dan

RSS)

Kriteria handoff terpenuhi?

 Selesaikan proses handoff

 Meng-update parameter

Fase Pengukuran

Fase Pengambilan Keputusan

Fase Eksekusi Ya


(19)

II.3 Konsep Soft handoff

Soft handoff memungkinkan kedua sel, baik sel asal ataupun sel baru untuk melayani user (mobile station) secara bersama-sama selama transisi handoff. Transisinya adalah ketika MS bergerak dari sel asal ke sel baru dan akhirnya berada di sel baru. Hal ini dimungkinkan karena semua sel memakai frekuensi kerja yang sama. Soft handoff selain mengurangi kemungkinan putusnya pembicaraan juga menyebabkan proses handoff berjalan dengan halus sehingga tidak mengganggu pengguna. Dalam sistem analog dan digital TDMA dilakukan pemutusan hubungan sebelum fungsi switching berhasil dilakukan (break-before-make) sementara pada CDMA hubungan dengan sel lama tidak diputuskan sampai MS benar-benar mantap dilayani oleh sel baru (make-before-break).

Setelah sebuah panggilan dilakukan, MS selalu mencek sel-sel tetangga untuk menentukan apakah sinyal dari sel yang lain cukup besar jika dibandingkan dengan sinyal dari sel asal. Jika hal ini terjadi, ini merupakan indikasi bahwa MS (Mobile station) telah memasuki daerah cakupan sel yang baru dan handoff dapat mulai dilakukan. Mobile station mengirim pesan kendali (control message) ke MTSO yang menunjukkan sinyal dari sel baru semakin menguat. MTSO melakukan handoff dengan menyediakan sebuah link kepada mobile station melalui sel baru tetapi link yang lama tetap dipertahankan. Sementara mobile station berada pada daerah perbatasan antara kedua sel, panggilan dilayani oleh kedua sel site, hal ini menyebabkan berkurangnya efek ping-pong atau mengulang permohonan untuk menangani kembali panggilan diantara kedua sel site. Sel asal akan memutuskan hubungan jika mobile station sudah sungguh-sungguh mantap dilayani oleh sel yang


(20)

baru. Gambar 2.2 memperlihatkan perbandingan proses dasar dari hard dan soft handoff.

Gambar 2.2 (a) Hard Handoff (b) Soft handoff

Jika dibandingkan dengan hard handoff tradisional, soft handoff memperlihatkan banyak keuntungan, contohnya menghilangkan efek ping-pong dan menghaluskan transmisi (tidak ada break point pada soft handoff). Tidak ada efek ping-pong berarti beban signaling pada jaringan semakin menurun dan dengan soft handoff tidak ada data loss yang diakibatkan oleh pemutusan transmisi yang mana terjadi pada hard handoff.

Terpisah dari masalah mobilitas, ada alasan lain kenapa soft handoff diimplementasikan pada CDMA. Alasannya adalah soft handoff bersama dengan kendali daya (power control) juga menggunakan mekanisme pengurangan interfensi. Gambar 2.3 memperlihatkan dua skenario. Pada bagian (a) hanya power control yang diaplikasikan. Pada bagian (b) power control dan soft handoff diaplikasikan.


(21)

pada gambar, sinyal pilot yang diterima dari BS2 sudah lebih kuat dari pada dari BS1. Ini berarti BS2 lebih baik dari BS1.

Gambar 2.3 Pengurangan interferensi dengan soft handoff pada uplink

Pada (a), power control meningkatkan kuat sinyal kirim mobile station untuk menjamin QoS pada uplink ketika mobile station bergerak menjauhi BS yang melayaninya, yaitu BS1. Pada (b) mobile station ada dalam status soft handoff, yaitu BS1 dan BS2 terhubung dengan mobile station secara simultan. Sinyal yang diterima dikirimkan ke RNC. Pada arah uplink, pemilihan dilakukan pada soft handoff. Yang paling kuat akan dipilih dan yang lebih lemah akan diputuskan. Karena BS2 lebih baik dari BS1 dan untuk mencapai QoS yang diharapkan maka kuat sinyal kirim lebih rendah dibandingkan dengan skenario (a). Melalui hal diatas diperoleh bahwa

(a) Tanpa SHO


(22)

soft handoff karena soft handoff selalu menjaga agar mobile station terhubung dengan BS yang terbaik. Pada arah downlink, situasinya jauh lebih rumit. Meskipun kombinasi rasio maksimum memberikan penguatan makrodiversitas, dibutuhkan kanal downlink tambahan untuk mendukung soft handoff[2].

II.4 Inisiasi Soft handoff

Inisiasi soft handoff yang digunakan akan menentukan penentuan handoff dan nilai dari active set. Ada beberapa inisiasi handoff yang digunakan[3]. Berikut ini adalah penjelasannya.

1. MCHO (Mobile Control Handoff): Mobile station (MS) melakukan pengukuran kualitas, memilih BS (Base station) yang terbaik, dan melakukan switch melalui koordinasi dengan jaringan (network). Handoff jenis ini biasanya dipicu oleh kualitas link yang rendah yang diukur oleh MS.

2. NCHO (Network Control Handoff): BS melakukan pengukuran dan memberi laporan kepada RNC, yang mana akan membuat keputusan untuk handoff atau tidak. Handoff jenis ini dilakukan bukan hanya untuk kendali link radio tetapi juga untuk mengatur distribusi trafik diantara sel-sel. Contohnya adalah TRHO (Traffic Reason Handoff). TRHO adalah algoritma berbasis beban yang mengubah nilai ambang (threshold) dari handoff untuk satu atau lebih sel yang berdampingan bergantung pada beban sel itu. Jika beban dari suatu sel melebihi level yang ditentukan dan beban sel tetangga dibawah level yang telah ditentukan, maka sel tersebut akan mengecilkan


(23)

area cakupannya (coverage) kemudian menyerahkan sebagian trafik (handoff) kepada sel tetangga. Oleh karenanya, blocking rate dapat dikurangi dan meningkatkan utilisasi sel.

3. NCHO/ MAHO (Network Control Handoff/ Mobile Assist Handoff): Jaringan dan MS melakukan pengukuran. MS memberikan laporan pengukuran terkait BS disekitarnya dan kemudian jaringan yang mengambil keputusan apakah handoff diperlukan atau tidak.

Berdasarkan pada standar regulasi yang dikeluarkan oleh TIA (Telecommunications Industry Asociations) yaitu IS-95, parameter yang digunakan untuk menginisiasi handoff adalah level dari Ec/I0 dari sinyal pilot. Ec/I0 adalah

perbandingan Energi per chip per Total Interferensi kerapatan spektral. Pada tugas akhir ini, parameter yang digunakan bukanlah level Ec/I0 dari sinyal pilot, tetapi kuat

sinyal pilot itu sendiri (RSS: Received Signal Strength). Pemilihan parameter inisiasi ini bertujuan untuk menyederhanakan sistem yang akan disimulasikan (sistem yang menggunakan level Ec/I0 dari sinyal pilot jauh lebih kompleks).

II.5 Parameter Algoritma Soft handoff

Soft handoff lebih sulit dan kompleks untuk diimplementasikan dibandingkan dengan hard handoff. Salah satu alasannya adalah sulitnya menentukan nilai yang optimal untuk masing-masing parameter soft handoff. Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja dari soft handoff yang berkaitan juga dengan algoritmanya adalah sebagai berikut[1].


(24)

1. Add threshold (Hyst_add): batas selisih level sinyal yang digunakan untuk penambahan active set.

2. Drop threshold (Hyst_drop): batas selisih level sinyal yang digunakan untuk pengurangan active set.

3. Tdrop: untuk keluar dari active set, maka kuat sinyal harus dibawah

drop threshold untuk jangka waktu selama Tdrop.

4. Soft handoff Window (SHW): adalah perbedaan antara add dan drop threshold.

5. Rasio a (rasio SHR) didefeninsikan sebagai perbandingan antara area soft handoff dengan area sel.

II.6 Algoritma Soft handoff

Algoritma handoff yang berbasis pada kuat sinyal pilot, biasanya akan membandingkan kuat sinyal pilot yang diterima dengan batas (threshold) yang telah ditentukan. Untuk menambah kehandalan dari algoritma, maka ditambahkan beberapa parameter, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Melalui parameter algoritma yang telah dijelaskan sebelumnya pada subbab 2.5, maka dapat dibuat algoritma yang dikondisikan dengan kebutuhan yang merupakan kombinasi dari beberapa parameter tersebut. Semakin banyak parameter yang ingin diimplementasikan, maka akan semakin kompleks sistem yang harus dibangun.


(25)

Kinerja dari soft handoff sangat berhubungan dengan algoritmanya [2]. Gambar 2.4 memperlihatkan algoritma soft handoff berdasarkan IS-95A (sering disebut algoritma dasar cdmaOne).

Gambar 2.4 Algoritma Soft handoff IS-95A

Active set adalah daftar dari sel-sel (BS) yang terhubung dengan Mobile station; Candidate set adalah daftar dari sel-sel (BS) yang awalnya tidak memiliki hubungan, namun memiliki pilot Ec/Io yang cukup kuat untuk dimasukkan ke dalam active set; Neighbouring set adalah daftar dari sel-sel (BS) dimana pilot diukur secara kontinu tetapi nilainya tidak cukup kuat untuk dimasukkan ke dalam active

(5) (6) Neighbor

set

Candidate set

Active set

Neighbor set

(1) (2) (3) (4) (7) Waktu

Pilot Ec/Io

T_ADD T_DROP

(1) Pilot Ec/Io Melewati T_ADD, mobile mengirim sebuah Pilot Strength Measurement Message (PSMM) dan mentransfer menjadi candidate set.

(2) BS mengirim pesan Handoff Direction (Handoff Direction Message, HDM)

(3) Mobile mentransfer pilot ke active set dan mengirim pesan Handoff Completion (Handoff Completion Message, HCM)

(4) Pilot Eb/Io dibawah T_DROP, mobile memulai handoff drop timer. (5) Handoff drop timer selesai, mobile mengirim sebuah PSMM. (6) BS mengirim sebuah HDM

(7) Mobile mentransfer pilot dari active set ke neighbor set dan mengirim sebuah HCM.


(26)

Pada IS-95A, nilai ambang (threshold) adalah nilai yang tetap (fixed) dari kuat sinyal pilot Ec/I0 yang diterima. Sistem ini mudah untuk diimplementasikan,

tetapi memiliki kesulitan jika berhadapan dengan perubahan beban yang dinamis. Berdasarkan pada algoritma IS-95A, beberapa algoritma cdmaOne yang telah dimodifikasi telah diajukan untuk IS-95B dan system cdma2000 dengan nilai threshold yang dinamis.

Pada WCDMA, algoritma yang digunakan jauh lebih rumit. Seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Algoritma soft handoff WCDMA.

Algoritma soft handoff WCDMA dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Jika pilot_Ec/Io > Best_pilot_Ec/Io-(AS_Th-AS_Th_Hyst) selama periode

Ec/Io

T T T

AS_Th-AS_Th_Hyst

AS_Rep_Hyst

AS_Th+AS_Th_Hyst

Time Terhubung ke sel 1

Kejadian 1A: Masukkan sel 2

Kejadian 1C: Gantikan sel 1

Dengan sel 3

Kejadian 1B: hapus sel 3

 AS_Th Threshold untuk macro diversity  AS_Th_Hyst Hystetresis untuk AS_Th  AS_Rep_Hyst Hysteresis pengganti

 T Waktu untuk memicu (trigger)  AS_Max_Size Ukuran maksimum dari active set


(27)

active set. Ini disebut dengan kejadian 1A atau penambahan link radio (Radio Link Addition).

2. Jika pilot Ec/Io < Best_pilot_Ec/Io-(AS_Th + AS_Th_Hyst) selama periode waktu T, maka sel dihapus dari active set. Ini disebut kejadian 1B atau

penghapusan link radio (Radio Link Removal).

3. Jika active set penuh dan Best_candidate_pilot_Ec/Io > Worst_Old-pilot_Ec/Io + AS_Rep_Hyst selama periode waktu T, maka sel yang paling

lemah pada active set akan diganti dengan sel kandidat yang paling kuat. Ini disebut dengan kejadian 1C atau kombinasi penambahan dan penghapusan link radio (Combined Radio Link Addition and Removal)

Dimana pilot_Ec/Io adalah kuantitas dari Ec/Io yang diukur; Best_pilot_Ec/Io adalah sel yang paling kuat yang ada pada active set; Best_Candidate_pilot_Ec/Io adalah sel yang paling kuat pada monitor set; Worst_Old_pilot_Ec/Io adalah sel yang paling lemah pada active set.

Pada tugas akhir ini, algoritma yang digunakan tidak serumit algoritma yang telah dijelaskan sebelumnya. Seperti yang telah dijelaskan, parameter acuan yang digunakan dalam menginisiasi handoff pada tugas akhir ini adalah kuat sinyal terima rata-rata (Received Signal Strength) dari sinyal pilot. Jenis inisiasi yang digunakan adalah MCHO/MAHO dengan parameter algoritma yang digunakan adalah Threshold, Hyst_ADD, dan Hyst_DROP.

Algoritma yang digunakan pada tugas akhir ini diperlihatkan pada gambar 2.6.


(28)

Gambar 2.6 Skema algoritma soft handoff.

Algoritma tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Jika active set berisi BS1 dan ̂ > ̂ dan selisih absolut dari ̂ dan

̂ lebih besar dari HYST_ADD maka active set tetap berisi BS1.

b. Jika ̂ dan ̂ > ̂ dan selisih absolut dari ̂ dan ̂ lebih kecil dari HYST_ADD maka active set berisi BS1 dan BS2.

c. Jika ̂ dan ̂ > ̂ dan selisih absolut dari ̂ dan ̂ lebih besar dari HYST_DROP maka active set berisi BS2 (Terjadi soft handoff).

d. Jika ̂ dan ̂ < ̂ maka active set tidak berisi BS1 maupun BS2.

MS tidak akan memiliki koneksi dengan BS1 dan BS2. Kondisi ini disebut

sebagai outage (kegagalan).

Jika disusun dalam bentuk flowchart, maka algoritma tersebut dapat dibuat seperti pada gambar 2.7.

̂ ̂

HYST_ADD HYST_DROP

BS1 BS1+ BS2 BS2 Jarak

Kuat Sinyal Pilot (dB)


(29)

Gambar 2.7 Flowchart handoff berbasis kuat sinyal dengan threshold dan hysteresis.

II.7 Kinerja Soft handoff

Kinerja soft handoff merupakan ukuran penting yang menjadi acuan baik tidaknya suatu proses handoff. Pada [1] disebutkan bahwa indikator kinerja soft handoff terdiri atas dua jenis, yaitu:

1. Indikator Kualitas Link

a. Rata-rata level Ec/I0 downlink untuk beban sistem yang diberikan.

b. Rata-rata level Ec/I0 uplink untuk beban sistem yang diberikan.

2. Idikator Alokasi Sumber daya

Y

T

Y

T

Y T

Pengukuran

Merata-ratakan Active set:

BS1

| ̂ ̂ |>Hyst_Add

| ̂ ̂ |<Hyst_Add RSS>Threshold

| ̂ ̂ |>Hyst_Drop

Active set: BS1+ BS2

Active set: BS2

Handoff Outage Mulai


(30)

b. Probabilitas blocking panggilan baru.

c. Probabilitas semua kanal sedang penuh pada sel baru pada sebuah handoff.

d. Jumlah BS yang diharapkan pada active set.

e. Trunking resource efficiency; efisiensi sistem dimana efisiensinya adalah 1/(ukuran active set).

f. Nilai pergantian (update) yang diharapkan pada active set.

Namun tidak semua indikator kinerja tersebut dapat digunakan dalam model analisa pendekatan. Hal ini bergantung kepada model sistem yang digunakan. Mengacu pada [4], tugas akhir ini menggunakan indikator kinerja sebagai berikut:

1. Jumlah handoff; yaitu banyaknya handoff yang terjadi. Perhitungan jumlah handoff mengikuti persamaan,

{ [ ]} (3.1)

2. Laju perubahan active set ( ; laju perubahan active set. Perubahan nilai dari active set mengikuti persamaan,

̂ ̂ (3.2) ̂ ̂ ̂ ̂ (3.3) (3.4)

3. Poutage (Probabilitas outage); adalah probabilitas dimana kuat sinyal terima

berada dibawah nilai threshold yang ditetapkan. Outage adalah situasi dimana MS sama sekali tidak terhubung dengan BS. Nilai probabilitas outage dapat dideskripsikan sebagai kualitas pelayanan[4].


(31)

Karena sinyal yang diterima pada jarak d adalah variabel acak, fungsi analitis Q atau fungsi kesalahan (ERF) dapat digunakan untuk menentukan probabilitas outage[4]. Probabilitas outage (Po) pada jarak d diberikan oleh[4,5,6],

̅ (3.5)

dimana ̅ adalah kekuatan sinyal terbesar di antara yang tersedia rata-rata sinyal dari BSS pada jarak d, Smin adalah threshold, dan adalah standar deviasi.

4. Rasio soft handoff region (SHR), merupakan rasio dari area soft handoff terhadap area sel (a). Nilai dari rasio SHR diberikan oleh[7],

(3.6)

Seperti diperlihatkan pada gambar 2.8. Dimana Rh adalah radius awal area

soft handoff sel dan Rs adalah radius sel.

Gambar 2.8 Gambar radius sel Rh


(32)

BAB III

PROPAGASI KOMUNIKASI SELULER

III.1 Umum

Rugi propagasi (Propagation Loss) mencakup semua pelemahan yang diperkirakan akan dialami sinyal ketika berjalan dari base station ke mobile station. Adanya pemantulan dari beberapa objek dan pergerakan mobile station menyebabkan kuat sinyal yang diterima oleh mobile station bervariasi dan sinyal yang diterima tersebut mengalami path loss. Path loss akan membatasi kinerja dari sistem komunikasi bergerak sehingga memprediksikan path loss merupakan bagian yang penting dalam perencanaan sistem komunikasi bergerak. Path loss yang terjadi pada sinyal yang diterima dapat ditentukan melalui suatu model propagasi tertentu. Model propagasi biasanya memprediksikan rata-rata kuat sinyal yang diterima oleh mobile station pada jarak tertentu dari base station ke mobile station. Disamping itu, model propagasi juga berguna untuk memperkirakan daerah cakupan sebuah base station sehingga ukuran sel dari base station dapat ditentukan. Model propagasi juga dapat menentukan daya maksimum yang dapat dipancarkan untuk menghasilkan kualitas pelayanan yang sama pada frekuensi yang berbeda.

III.2 Model Propagasi

Di dalam komunikasi seluler, memperkirakan rugi-rugi yang akan dilalui sinyal adalah hal yang sangat penting. Salah satunya adalah rugi-rugi yang dihasilkan oleh propagasi sinyal. Rugi propagasi adalah rugi-rugi yang cukup sulit untuk


(33)

diperkirakan. Rugi ini dipengaruhi langsung oleh keadaan lingkungan sekitar yang dilalui oleh sinyal. Meskipun demikian, para ahli telah menghasilkan beberapa model matematis yang dapat memberikan nilai yang cukup baik untuk mendekati keadaan lingkungan nyata.

Model-model dari rugi propagasi dapat dibagi dalam 3 jenis[8,9], yaitu: 1. Model Teoritis

Model teoritis berdasarkan pada hukum fundamental fisika yang dikombinasikan dengan teknik perkiraan yang cukup dan dengan model atmosfer dan dataran. Model-model ini menghasilkan hubungan matematika yang kompleks dan membutuhkan resolusi dari persamaan Maxwell melalui penggunaan metode yang berbeda. Misalkan metode elemen terbatas dan beda terbatas (finite element and finite difference), metode persamaan parabolik, metode fisika dan geometrik optik, dan lain-lain. Kekurangan dari model ini adalah waktu komputasi yang dibutuhkan cukup tinggi yang mana sering tidak cocok dengan batas operasional, khususnya untuk tujuan rekayasa. Walaupun demikian, model ini dapat digunakan sebagai model referensi pada beberapa kasus yang spesifik. Karena variabel yang digunakan pada model ini pada umumnya adalah variabel deterministik, maka model ini juga sering disebut sebagai model deterministik. Model ini juga menggunakan variabel yang random yang ditentukan oleh distribusinya. 2. Model Empiris (Statistik)

Terkadang menjelaskan suatu situasi dengan menggunakan model matematis adalah hal yang tidak mungkin. Pada kasus tersebut, kita menggunakan


(34)

beberapa data untuk mempradiksikan perkiraan kelakuan lingkungan. Berdasarkan defenisi, sebuah model empiris berdasarkan pada data yang digunakan untuk memprediksi, tidak untuk menjelaskan sebuah sistem. Model ini juga berdasarkan pada observasi dan pengukuran. Model ini dapat dikategorikan menjadi dua ketegori yaitu time dispersive (sebaran waktu) dan non-time dispersive (bukan sebaran waktu). Model time dispersive menyediakan informasi mengenai karakteristik sebaran waktu dari kanal seperti sebaran tundaan (delay spread) dari kanal selama terjadi multipath. Contoh lain adalah model Standford University Interim (SUI). Contoh dari model non-time dispersive adalah model COST 231 Hata, Hata dan ITU-R. 3. Model Stokastik

Model ini digunakan untuk memodelkan lingkungan sebagai deretan variabel acak (random). Tidak dibutuhkan Informasi yang banyak untuk membentuk model ini namun tingkat akurasinya masih perlu dievaluasi dalam membentuk model.

Model-model propagasi diperlihatkan oleh gambar 3.1.

Gambar 3.1 Pembagian model propagasi Model Propagasi

Model Stokastik Model

Deterministik Model Empiris

Time-dispersive Non-time


(35)

III.3 Desain Praktis Link Budget menggunakan Model Path loss

Kebanyakan model dari propagasi radio diperoleh dengan menggunakan kombinasi analitis dan empiris. Pendekatan secara empiris berbasis pada pencocokan kurva atau ekspresi analitis yang menciptakan kembali sekumpulan data pengukuran. Hal ini memiliki kebaikan bahwa secara tidak langsung, semua faktor propagasi baik yang diketahui maupun tidak dimasukkan kedalam model melalui pengukuran aktual di lapangan.

III.3.1 Model Path loss dengan Log-distance

Kedua model, baik model teoritis dan model yang berbasis pada pengukuran mengindikasikan bahwa rata-rata kuat sinyal terima menurun secara logaritmik terhadap jarak, baik outdoor maupun indoor. Model ini sudah banyak digunakan pada banyak literatur. Rata-rata path loss large scale untuk sebuah T-R (Transmitter-Receiver) yang terpisah pada sembarang jarak dapat diekspresikan sebagai fungsi dari jarak yang menggunakan sebuah pangkat path loss (n) yaitu,

̅̅̅̅ (3.1)

Atau

̅̅̅̅ ̅̅̅̅ (3.2)

Di mana n adalah pangkat path loss (path loss exponent) yang mengindikasikan laju kenaikan path loss terhadap jarak, d0adalah jarak referensi yang diperoleh melalui pengukuran dekat dengan pemancar, dan d adalah jarak T-R terpisah. Tanda bar pada persamaan 3.1 dan 3.2 menunjukkan rata-rata dari semua path loss yang


(36)

Pada sistem selular dengan cakupan yang luas, jarak referensi yang biasa digunakan adalah 1 km. Pada sistem mikrosel jarak referensi yang digunakan adalah 100 m atau 1 m. Tabel 3.1 memperlihatkan nilai path loss exponent yang diperoleh pada berbagai lingkungan propagasi radio mobile[10].

Tabel 3.1 Nilai path loss exponent untuk berbagai lingkungan yang berbeda Lingkungan Path loss exponent, n

Ruang bebas 2

Area urban 2.7 – 3.5

Dalam bangunan (LOS) 1.6 – 1.8

Dalam bangunan (NLOS) 4 – 6

Dalam pabrik (NLOS) 2 – 3

III.3.2 Log-normal Shadowing

Model pada persamaan 3.2 tidak memasukkan fakta bahwa keadaan lingkungan yang tak beraturan dapat sangat berbeda pada dua lokasi berbeda yang memiliki jarak pisah T-R yang sama. Hal ini akan berakibat pada nilai sinyal terukur akan sangat berbeda dengan nilai rata-rata yang diprediksikan oleh persamaan 3.2. Pengukuran-pengukuran telah menunjukkan bahwa pada sembarang nilai d, path loss PL(d) pada lokasi tertentu adalah acak dan berdistribusi secara log-normal. Sehingga dapat dibuat

[ ] ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ (3.2) Dan

[ ] [ ] [ ] (3.3) Dimana adalah variabel acak yang berdistribusi Gaussian dengan rata-rata nol (dB) dengan standar deviasi (dB). adalah kuat sinyal terima dan adalah kuat


(37)

Distribusi log-normal menunjukkan bahwa efek acak dari shadowing yang mana terjadi pada banyak lokasi pengukuran yang memiliki jarak pisah T-R yang sama, tetapi memiliki tingkat ketidakteraturan jalur propagasi yang berbeda. Fenomena ini disebut sebagai log-normal shadowing.

Jarak referensi d0, path loss exponent n, dan standar deviasi , secara statistik

menjelaskan model path loss untuk lokasi sembarang yang memiliki jarak pisah T-R yang spesifik. Model ini dapat digunakan dalam simulasi komputer untuk menghasilkan level sinyal terima pada lokasi yang acak dalam analisa dan desain sistem komunikasi[10].

Karena PL(d) adalah sebuah variabel acak dengan distribusi normal dalam dB, maka begitu juga dengan Pr(d). fungsi Q atau fungsi error (erf) dapat digunakan untuk menentukan probabilitas level sinyal terima melewati atau berada di bawah level tertentu. Fungsi Q didefenisikan sebagai

(3.4)

Di mana

(3.5)

Peluang bahwa level sinyal terima akan berada di atas atau melebihi nilai tertentu dapat ditentukan melalui fungsi kerapatan kumulatif seperti

[ ] ̅̅̅ (3.6)

Dengan cara yang sama, peluang bahwa level sinyal terima berada di bawah nilai diberikan oleh


(38)

III.4 Parameter Propagasi

Level kuat sinyal yang diterima (RSS) oleh UE dipengaruhi oleh 3 komponen [4,5,6,11], yaitu:

1. Redaman path loss

Path loss merupakan komponen deterministik dari RSS, yang mana dapat dievaluasi oleh model rugi-rugi lintasan propagasi seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.

2. Shadow fading

Shadowing disebabkan karena halangan terhadap jalur garis pandang (LOS) antara pemancar dan penerima oleh bangunan, bukit, pohon dan lain-lain.

3. Fast fading

Multipath fading (fast fading) timbul karena pantulan multipath dari sebuah gelombang yang dipancarkan oleh benda-benda seperti rumah, bangunan, struktur-struktur lain buatan manusia, atau benda-benda alam seperti hutan yang berada di sekitar UE. Multipath fading atau fast fading dalam tugas akhir ini diabaikan, karena korelasi jarak yang pendek dan diasumsikan penerima dapat mengatasinya dengan efektif.

UE mengukur RSS dari masing-masing BS. Nilai RSS (dB) yang terukur merupakan jumlah dari dua bagian, yaitu path loss dan lognormal shadow fading. Redaman propagasi biasanya dimodelkan sebagai hasil dari jarak dipangkatkan dan sebuah komponen lognormal yang menunjukkan rugi-rugi shadow fading [10] seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.


(39)

Persamaan yang akan dijelaskan berikut ini adalah sama dengan yang dijelaskan pada subbab sebelumnya. Hanya saja dilakukan beberapa perubahan notasi dengan tujuan penyederhanaan dan sesuai dengan sistem yang hendak disimulasikan. Perubahan notasi tidak mengubah arti nilai yang sebenarnya.

Untuk UE yang berada pada jarak ‘d’ dari BSi, dengan menggunakan nilai d0

= 1 m (mikrosel), maka redamannya adalah [11],

(3.8)

dimana adalah rugi path loss dan adalah redaman dalam dB yang dikarenakan shadowing, dengan rata-rata nol dan standar deviasi . Nilai tidak dipengaruhi oleh jarak.

Rugi-rugi path loss dalam dB dapat dibuat,

[ ] (3.9)

Dimana (eta) adalah path loss exponent dan d menunjukkan jarak antara BS dengan UE dalam kilometer. Misalkan di menunjukkan jarak antara UE dengan BSi;

i=1,2. Jika daya yang ditransmisikan oleh BS adalah Pt, maka kuat sinyal dari BSi,

dinotasikan dengan Si(d); i=1,2, dapat ditulis,

Si(d) = Pt - (3.10)

Hasil pengukuran kuat sinyal kemudian dirata-ratakan untuk menghilangkan efek dari shadow fading. Metode yang digunakan dalam merata-ratakan adalah metode jendela (window) [12]. Bentuk persamaan matematisnya adalah,


(40)

̂ ∑

(3.11)

Dimana; ̂ adalah kuat sinyal terima yang telah dirata-ratakan dan adalah kuat sinyal sebelum proses perataan. N adalah jumlah sampel dan Wn adalah besar

window yang digunakan untuk mensampling. Nilai dari Wn = 1 untuk semua n jika

metode yang digunakan adalah metode segi empat (rectangular), sedangkan untuk metode eksponensial nilai Wn adalah,

(3.12)

Dimana Q adalah adalah parameter bentuk tambahan.

Fungsi autokorelasi diantara dua sampel shadow fading yang berdampingan dideskripsikan sebagai fungsi eksponensial negatif [13].

Pada tugas akhir ini, model dari shadow fading yang digunakan adalah model yang bersifat stokastik. Disebut model stokastik karena ada peubah yang dianggap berubah-ubah dengan pola sebaran acak dengan distribusi tertentu. Proses dari shadowing dideskripsikan sebagai sebuah variabel random yang mana algoritmanya berdistribusi normal dengan N(0, ). Di mana adalah standar deviasi dari shadowing. Asumsi/ Teorema Gauss-Markov(lampiran 2) dapat digunakan untuk memperkirakan nilainya dalam rangka untuk menangkap dampak dari korelasi. Model dari shadow fading adalah sebagai berikut[14]:

√ (3.14) Dimana W(0,1) adalah variabel random normal yang dipendekkan (truncated).

Nilai merepresentasikan keadaan kepadatan dari lingkungan propagasi yang dilalui oleh sinyal. Semakin besar nilai maka nilai keacakan dan besar dari


(41)

Nilai menunjukkan korelasi antara fading yang timbul. Semakin besar korelasi, maka nilai fading akan cenderung berubah secara linier sehingga nilai keacakan fading akan berkurang. Di dalam sistem nyata, kedua parameter fading ini mempresentasikan keadaan lingkungan baik kepadatan dan keacakan dari situasi halangan (obstacle) di lapangan.


(42)

BAB IV

PENGARUH PARAMETER PROPAGASI TERHADAP KINERJA ALGORITMA SOFTHANDOFF

IV.1 Model Sistem

Model sistem yang akan disimulasikan terlihat pada gambar 4.1. diasumsikan bahwa UE akan bergerak lurus dari BS1 menuju BS2 dengan lintasan lurus dan kecepatan yang konstan. Kedua BS dipisahkan oleh jarak sejauh D. Kedua BS memiliki daya transmisi yang sama. UE mensampling pengukuran kuat sinyal terima (RSS) pada jarak interval yang tetap yaitu d = kds, dimana ds adalah jarak sampling.

Dalam simulasi ini, nilai ds yang digunakan adalah 1m. k, adalah bilangan bulat

dengan nilai k [ 0, D/ds ]. Kedua BS diasumsikan berada pada bagian pusat sel.

Gambar 4.1 Model sistem

IV.2 Flow Chart Simulasi

Flow chart (Diagram alir) dari simulasi yang akan dijalankan terlihat pada gambar 4.2. Flow chart dibuat berdasarkan pada proses utama yang dilakukan oleh sistem.

Pt

BS1

D

Pt

BS2 UE


(43)

Gambar 4.2 Flow chart simulasi

IV.3 Parameter Simulasi

Ada beberapa parameter yang digunakan dalam menjalankan simulasi sistem. Parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Parameter simulasi sistem

D = 2000 m Jarak diantara dua BS yang bersebelahan

d0 = 1 m Jarak referensi

ds = 1 m Jarak sampling Smin = -90 dBm

Nilai minimum sinyal terima untuk mempertahankan panggilan

Pt = 30 dBm Daya transmisi BS INPUT:  Parameter Fading  Parameter Path Loss  Histeresis

 Threshold  Besar window

Bangkitkan shadow fading dan path loss

Menghitung dan Merata-ratakan kuat sinyal terima

Membandingkan dengan algoritma dan Menghitung

parameter kinerja

OUTPUT:  Probabilitas outage  Active set

 Laju update Active set


(44)

Beberapa parameter lainnya seperti , , , N, dan hysteresis akan ditentukan kemudian karena nilainya yang akan divariasikan.

IV.4 Hasil Simulasi

Simulasi sistem dilakukan dengan menggunakan bantuan software MATLAB (SC dalam lampiran 1). Karena simulasi sistem berbasis bilangan acak, maka untuk setiap parameter dilakukan 100 kali simulasi dengan pembangkitan bilangan acak 200000 kali. Kemudian rata-ratanya akan diambil sebagai hasil akhir. Proses simulasi dimulai dengan menentukan parameter bebas dan membangkitkan bilangan acak. Kemudian membangkitkan fading dan menghitung path loss. Kemudian menghitung sinyal terima dan merata-ratakannya dengan metode windowing. Nilai rata-rata kemudian akan digunakan dalam algoritma Soft Handoff sehingga akan menghasilkan keluaran berupa parameter kinerja yang telah ditentukan.

IV.4.1 Pengaruh Besar Window (N) terhadap Kinerja Algoritma SHO

Pada subbab ini, nilai , , dan hysteresis (HYST_ADD dan HYST_DROP) akan tetap sedangkan nilai N akan berubah. Nilai = 8 dB, = 0.5 = 3.6, HYST_ADD = 10 dBm, dan HYST_DROP = 10 dBm. Nilai probabilitas outage untuk masing-masing nilai N diperlihatkan oleh gambar 4.3. Grafik nilai ukuran aktif set terhadap perubahan nilai N diperlihatkan oleh gambar 4.4. Tabel 4.2 memperlihatkan rasio SHR, laju perubahan AS, dan Jumlah handoff yang terjadi terhadap perubahan nilai N.


(45)

Gambar 4.3 Grafik Probabilitas Outage terhadap perubahan nilai N

Gambar 4.4 Grafik ukuran AS terhadap perubahan nilai N Tabel 4.2 Nilai perubahan parameter kinerja terhadap perubahan nilai N N

Parameter Kinerja Laju Update AS Jumlah Handoff Rasio

SHR sel 1

Rasio SHR sel 2

Rata-rata Probabilitas Outage

10 2 1 51.56 % 52.94 % 0.0061

20 2 1 50.86 % 53.62 % 0.0051

30 2 1 50.16 % 54.30 % 0.0047

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 Jarak (m) P ro b a b ili ta s O u ta g e N=10 N=20 N=30 N=40

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 1 1.5 2 Jarak (m) N=10 N=20 N=30 N=40 U k u ran A cti v e s e t


(46)

IV.4.2 Pengaruh Nilai Standar Deviasi Shadowing ( ) terhadap Kinerja Algoritma SHO

Pada subbab ini, nilai N, , dan hysteresis (HYST_ADD dan HYST_DROP) akan tetap sedangkan nilai akan berubah. Nilai N = 20, = 0.5 = 3.6, HYST_ADD = 10 dBm, HYST_DROP = 10 dBm. Nilai probabilitas outage untuk masing-masing nilai diperlihatkan oleh gambar 4.5. Grafik nilai ukuran active set terhadap perubahan nilai diperlihatkan oleh gambar 4.6. Tabel 4.3 memperlihatkan rasio SHR, laju perubahan AS, dan Jumlah handoff yang terjadi terhadap perubahan nilai .

Gambar 4.5 Grafik Probabilitas Outage terhadap perubahan nilai

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 Jarak (m) P ro b a b ili ta s O u ta g e tao=2 tao=4 tao=5 tao=6 tao=9 tao=10


(47)

Gambar 4.6 Grafik ukuran AS terhadap perubahan nilai Tabel 4.3 Nilai perubahan parameter kinerja terhadap perubahan nilai

(dB)

Parameter Kinerja Laju Update AS Jumlah Handoff Rasio

SHR sel 1

Rasio SHR sel 2

Rata-rata Probabilitas Outage 2 2 1 50.86 % 53.62 % 2.7522 x 10-18

4 2 1 50.86 % 53.62 % 1.7979 x 10-6

5 2 1 50.86 % 53.62 % 6.6408 x 10-5

6 2 1 50.86 % 53.62 % 5.0381 x 10-4

9 2 1 50.86 % 53.62 % 0.0103

10 2 1 50.86 % 53.62 % 0.0171

IV.4.3 Pengaruh Nilai Path Loss Exponent ( ) terhadap Kinerja Algoritma SHO

Pada subbab ini, nilai N, , dan hysteresis (HYST_ADD dan HYST_DROP) akan tetap sedangkan nilai akan berubah. Nilai N = 20, = 0.5 = 8, HYST_ADD = 10 dBm, HYST_DROP = 10 dBm. Nilai probabilitas outage untuk masing-masing nilai diperlihatkan oleh gambar 4.7. Grafik nilai ukuran active set terhadap perubahan nilai diperlihatkan oleh gambar 4.8. Tabel 4.4 memperlihatkan rasio

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

1600 1800 2000 1 1.5 2 1 2 3 4 Jarak (m) tao=2 tao=4 tao=5 tao=6 tao=9 tao=10 U k u ran A cti v e s e t


(48)

SHR, laju perubahan AS, dan Jumlah handoff yang terjadi terhadap perubahan nilai .

Gambar 4.7 Grafik probabilitas outage terhadap perubahan nilai

Gambar 4.8 Grafik ukuran AS terhadap perubahan nilai (eta)

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Jarak (m) P ro b a b ili ta s O u ta g e eta=3.54 eta=3.58 eta=3.70 eta=3.90

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 1 2 3 Jarak (m) eta=3.54 eta=3.58 eta=3.70 eta=3.90 U k u ran A ct iv e s e t


(49)

Tabel 4.4 Nilai perubahan parameter kinerja terhadap perubahan nilai

Parameter Kinerja Laju Update AS Jumlah Handoff Rasio

SHR sel 1

Rasio SHR sel 2

Rata-rata Probabilitas Outage

3.54 2 1 51.56 % 54.30 % 0.0022

3.58 2 1 51.14 % 53.90 % 0.0038

3.70 2 1 49.73 % 52.53 % 0.0178

3.90 2 1 47.73 % 50.58 % 0.1135

IV.4.4 Pengaruh Besar Koefisien Korelasi ( ) terhadap Kinerja Algoritma SHO Pada subbab ini, nilai N, , dan hysteresis (HYST_ADD dan HYST_DROP) akan tetap sedangkan nilai akan berubah. Nilai N = 20, = 8 = 3.6, HYST_ADD = 10 dBm, HYST_DROP = 10 dBm. Nilai probabilitas outage untuk masing-masing nilai diperlihatkan oleh gambar 4.9. Grafik nilai ukuran active set terhadap perubahan nilai diperlihatkan oleh gambar 4.10. Tabel 4.5 memperlihatkan rasio SHR, laju perubahan AS, dan Jumlah handoff yang terjadi terhadap perubahan nilai

.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 Jarak (m) P ro b a b ili ta s O u ta g e rho=0.7 rho=0.9


(50)

Gambar 4.10 Grafik ukuran AS terhadap perubahan nilai (rho) Tabel 4.5 Nilai perubahan parameter kinerja terhadap perubahan nilai

Parameter Kinerja Laju Update AS Jumlah Handoff Rasio

SHR sel 1

Rasio SHR sel 2

Rata-rata Probabilitas Outage

0.7 2 1 50.86% 53.62% 0.0060

0.9 2 1 50.86% 53.62% 0.0092

IV.4.5 Pengaruh Besar HYST_ADD terhadap Kinerja Algoritma SHO

Pada subbab ini, nilai N, , , , dan hysteresis (HYST_DROP) akan tetap sedangkan nilai HYST_ADD akan berubah. Nilai N = 20, = 0.5, = 8 = 3.6, HYST_DROP = 10 dBm. Nilai probabilitas outage untuk masing-masing nilai HYST_ADD diperlihatkan oleh gambar 4.11. Grafik nilai ukuran active set terhadap perubahan nilai HYST_ADD diperlihatkan oleh gambar 4.12. Tabel 4.6 memperlihatkan rasio SHR, laju perubahan AS, dan Jumlah handoff yang terjadi terhadap perubahan nilai HYST_ADD.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 1 1.5 Jarak (m) rho=0.7 rho=0.9 U k u ran A ct iv e s e t


(51)

Gambar 4. 11 Grafik probabilitas outage terhadap perubahan nilai HYST_ADD

Gambar 4.12 Grafik ukuran AS terhadap perubahan nilai HYST_ADD Tabel 4.6 Nilai perubahan parameter kinerja terhadap perubahan nilai HYST_ADD HYST_ADD (dBm) Parameter Kinerja Laju Update AS Jumlah Handoff Rasio SHR sel 1

Rasio SHR sel 2

Rata-rata Probabilitas Outage

2 2 1 10.51% 53.62% 0.0051

8 2 1 42.24% 53.62% 0.0051

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045 0.05 Jarak (m) P ro b a b ili ta s O u ta g e HYST-ADD=2 HYST-ADD=8 HYST-ADD=14

0 200 400 600

800 1000 1200 1400

1600 1800 2000

1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 1 1.5 2 Jarak(m) HYST-ADD=2 HYST-ADD=8 HYST-ADD=14 U k u ran A ct iv e s e t


(52)

IV.4.6 Pengaruh Besar HYST_DROP terhadap Kinerja Algoritma SHO

Pada subbab ini, nilai N, , , , dan hysteresis (HYST_ADD) akan tetap sedangkan nilai HYST_DROP akan berubah. Nilai N = 20, = 0.5, = 8 = 3.6, HYST_ADD = 10 dBm. Nilai probabilitas outage untuk masing-masing nilai HYST_DROP diperlihatkan oleh gambar 4.13. Grafik nilai ukuran active set terhadap perubahan nilai HYST_DROP diperlihatkan oleh gambar 4.14. Tabel 4.7 memperlihatkan rasio SHR, laju perubahan AS, dan Jumlah handoff yang terjadi terhadap perubahan nilai HYST_DROP.

Gambar 4.13 Grafik probabilitas outage terhadap perubahan nilai HYST_DROP Tabel 4.7 Nilai perubahan parameter kinerja terhadap perubahan nilai HYST_DROP

HYST_DROP (dBm) Parameter Kinerja Laju Update AS Jumlah Handoff Rasio SHR sel 1

Rasio SHR sel 2

Rata-rata Probabilitas

Outage

2 2 1 50.86% 14.25% 0.0051

8 2 1 50.86% 45.24% 0.0051

14 2 1 50.86% 67.51% 0.0051

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045 Jarak (m) P ro b a b ili ta s O u ta g e HYST-DROP=2 HYST-DROP=8 HYST-DROP=14


(53)

Gambar 4.14 Grafik ukuran AS terhadap perubahan nilai HYST_DROP

IV.5 Analisis Hasil Simulasi

Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.1 yaitu gambar 4.3 dan 4.4 serta tabel 4.2 diperoleh bahwa nilai N (besar window) mempengaruhi nilai probabilitas outage dan nilai rasio SHR (Soft Handoff Region). Semakin besar nilai window maka nilai probabilitas outage akan menurun. Hal ini dikarenakan karena dengan menggunakan metode window maka efek shadowing dari sinyal dapat diminimalkan sehingga akan mengurangi keacakan sinyal.

Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.2 yaitu gambar 4.5 dan 4.6 serta tabel 4.3 diperoleh bahwa nilai mempengaruhi nilai probabilitas outage tetapi tidak pada nilai rasio SHR (Soft Handoff Region), laju update AS, dan jumlah handoff. Semakin besar nilai maka probabilitas outage akan semakin besar dan sebaliknya.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

1 1.2 1.4 1.6 1.8

2 1

1.5 2

Jarak (m)

HYST-DROP=2 HYST-DROP=8 HYST-DROP=14

U

k

u

ran

A

ct

iv

e

s

e


(54)

Hal ini disebabkan karena semakin besar nilai menunjukkan semakin besar nilai keacakan yang dialami oleh sinyal akibat pengaruh shadowing.

Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.3 yaitu gambar 4.7 dan 4.8 serta tabel 4.4 diperoleh bahwa nilai mempengaruhi nilai probabilitas outage dan nilai rasio SHR (Soft Handoff Region), tetapi tidak pada laju update AS, dan jumlah handoff. Semakin besar nilai maka nilai probabilitas outage meningkat dan rasio SHR akan menurun. Hal ini disebabkan karena nilai merupakan nilai yang mewakili faktor laju dari degradasi sinyal. Sehingga jika semakin besar nilai maka akan memperbesar nilai loss yang dialami oleh sinyal.

Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.4 yaitu gambar 4.9 dan 4.10 serta tabel 4.5 diperoleh bahwa nilai mempengaruhi nilai probabilitas outage tetapi tidak pada nilai rasio SHR (Soft Handoff Region), laju update AS, dan jumlah handoff.

Semakin besar nilai maka probabilitas outage akan semakin besar dan sebaliknya. Parameter korelasi ini mempresentasikan korelasi antara fading yang dihasilkan.

Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.5 yaitu gambar 4.11 dan 4.12 serta tabel 4.6 diperoleh bahwa nilai HYST_ADD hanya mempengaruhi nilai rasio SHR pada sel 1. Semakin besar nilai HYST_ADD maka rasio SHR sel 1 akan semakin meningkat. Hal ini menandakan bahwa semakin besar luas area Soft Handoff pada sel 1. Peningkatan area Soft Handoff akan mengakibatkan peningkatan pemakaian saluran oleh UE sehingga akan meningkatkan beban jaringan.

Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.6 yaitu gambar 4.13 dan 4.14 serta tabel 4.7 diperoleh bahwa nilai HYST_DROP hanya mempengaruhi nilai rasio


(55)

SHR pada sel 2. Semakin besar nilai HYST_DROP maka rasio SHR sel 2 akan semakin meningkat. Hal ini menandakan bahwa semakin besar luas area Soft Handoff pada sel 2. Peningkatan area Soft Handoff akan mengakibatkan peningkatan pemakaian saluran oleh UE sehingga akan meningkatkan beban jaringan.

Melalui data hasil simulasi diperoleh bahwa parameter lingkungan yang paling berpengaruh terhadap probabilitas outage adalah path loss exponent (eta). Perubahan nilai eta yang kecil menimbulkan perubahan yang cukup besar terhadap nilai probabilitas outage. Kemudian parameter kedua yang mempengaruhi probabilitas outage adalah standar deviasi dari shadow fading ( ), kemudian koefisien korelasi dari shadow fading ( ), besar window (N) dan nilai hysteresis (HYST_ADD dan HYST_DROP).

Sementara terhadap SHR (Soft Handoff Region), parameter yang paling berpengaruh adalah nilai hysteresis dan besar window.

Laju perubahan Active Set dan Jumlah Handoff sama sekali tidak mengalami perubahan meskipun parameter-parameternya diubah.


(56)

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Melalui hasil simulasi dan analisisnya telah ditunjukkan pengaruh parameter propagasi terhadap kinerja algoritma soft handoff. Parameter kinerja yang digunakan adalah probabilitas outage, laju update active set, rasio SHR dan jumlah hand off. Melalui hasil simulasi diperoleh kesimpulan,

1. Probabilitas outage menurun dengan semakin meningkatnya besar window, semakin mengecilnya path loss exponent, dan semakin besarnya standar deviasi dan koefisien korelasi.

2. Nilai dari laju update active set dan jumlah handoff tidak mengalami perubahan.

3. Nilai dari rasio SHR akan semakin meningkat dengan semakin besarnya nilai hysteresis baik HYST_ADD maupun HYST_DROP.

4. Parameter lingkungan yang paling berpengaruh terhadap probabilitas outage adalah path loss exponent (eta). Perubahan nilai eta yang kecil menimbulkan perubahan yang cukup besar terhadap nilai probabilitas outage. Kemudian parameter kedua yang mempengaruhi probabilitas outage adalah standar deviasi dari shadow fading ( ), kemudian koefisien korelasi dari shadow fading ( ), besar window (N) dan nilai hysteresis (HYST_ADD dan HYST_DROP). Sementara terhadap SHR (Soft Handoff Region), parameter yang paling berpengaruh adalah nilai hysteresis dan besar window.


(57)

V.2 Saran

Tugas akhir ini hanyalah model sederhana yang dapat digunakan dalam memilih model dengan parameter yang diinginkan. Dalam rangka memperkaya pengetahuan dan meningkatkan pemahaman maka akan lebih baik jika hasil simulasi dibandingkan dengan data pengukuran lapangan. Hal ini dikarenakan bahwa model yang tepat untuk menyusun desain sistem dengan algoritma yang tepat dan stabil dapat diperoleh dengan membandingkan simulasi dengan data pengukuran lapangan. Dengan mencocokkan data, maka model yang tepat dengan nilai parameter yang optimal dapat diperoleh.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Wong, D., Lee, T. J.,”Soft Handoff in CDMA Mobile Systems”, IEEE Personal Communication, 4, Desember 1997, hal. 6-17.

[2] Chen, Yuen. 2003. Soft Handover Issues in Radio Resource Management for 3G WCDMA Networks, (Desertasi). Queen Mary, University of London. [3] C. Y. Lee, William. 2006. “Wireless and Cellular Telecommunications”, 3rd

Edition. McGraw-Hill.

[4] Singh, N. P., Brahmjit Singh, “Performance Enhancement of Cellular Network Using Adaptive Soft Handover Algorithm”, Wireless Personal Communications, Mei 2010.

[5] Singh, N. P., Brahmjit Singh, “Effect of Soft Handover Parameters on CDMA Cellular Networks”, Journal of Theoretical and Applied Information Technology, 2010, hal. 110-115.

[6] Singh, N. P., Brahmjit Singh, “Performance of Soft Handover Algorithm in Varied Propagation Environments”, World Academy of Science, Engineering and Technology 45, 2008, hal. 377-381.

[7] T., Dong-wan, K., Suk-yon, J., Go-whan,”Load Analysis of the Soft Handoff Scheme in a CDMA Cellular System”, IEEE Journal on Selected Areas in Communications, Vol. 19, No. 6, Juni 2001, hal. 1147-1152.

[8] S. Mohammad, A. Q. M. Abdulla Hes-Shafi. 2009. “Analysis of Propagation Models for WiMAX at 3.5 GHz”, (Tesis). Blekinge Institute of Technology.


(59)

[9] Sizun, H., 2005. “Radio Wave Propagation for Telecommunication Applications”, Signals and Communications Technology. Springer.

[10] Rappaport, T. S.. 1995. “Wireless Communications: Principles and Practice”, 2nd Edition. New Jersey: Prentice Hall.

[11] Singh, N. P., Singh, B.,”Effects of Soft Handover Margin under various Radio Propagation Parameters in CDMA Cellular Networks”, IEEE Conference on WCSN-2007, 45-50.

[12] Corraza, G. E., Giancristofaso D., & Santucci, F., :Characterization of Handover Initiation in Cellular Mobile Radio Networks”, IEEE Technology Conference, 1994, 1896-1872.

[13] I-Kang Fu, Chi-Fang Li,Ting-Chen Song, Wem-Ho Sheen,”Correlation Models for Shadow Fading”, IEEE C802.16m-07/060, 2007. hal 1-5.

[14] Ceken, C., Yarkan, S., & Arslan H.,”Interference Aware Vertical Handoff Decision Algorithm for Quality of Service Support in Wireless Heteregenous Networks”, Computer Networks, 54, 2001, 724-740.

[15] N. Jhang, J. M. Holtzman, ”Analysis of CDMA Soft Handoff Algorithm”, IEEE Transactions on Vehicular Technology, Vol. 47, Mei 1998, hal. 710-714.

[16] A. J. Viterbi. 1995. “Principles of Spread Spectrum Communications”. Addison-Wesley Wireless Communications Series.

[17] Singh, B., “An Improved Handover Algorithm based on Signal Strength plus Distance for Interoperability in Mobile Cellular Networks”. Wireless Personal Communications, 43, 2007, hal. 879-887


(1)

Hal ini disebabkan karena semakin besar nilai menunjukkan semakin besar nilai keacakan yang dialami oleh sinyal akibat pengaruh shadowing.

Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.3 yaitu gambar 4.7 dan 4.8 serta tabel 4.4 diperoleh bahwa nilai mempengaruhi nilai probabilitas outage dan nilai rasio SHR (Soft Handoff Region), tetapi tidak pada laju update AS, dan jumlah

handoff. Semakin besar nilai maka nilai probabilitas outage meningkat dan rasio SHR akan menurun. Hal ini disebabkan karena nilai merupakan nilai yang mewakili faktor laju dari degradasi sinyal. Sehingga jika semakin besar nilai maka akan memperbesar nilai loss yang dialami oleh sinyal.

Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.4 yaitu gambar 4.9 dan 4.10 serta tabel 4.5 diperoleh bahwa nilai mempengaruhi nilai probabilitas outage tetapi tidak pada nilai rasio SHR (Soft Handoff Region), laju update AS, dan jumlah handoff.

Semakin besar nilai maka probabilitas outage akan semakin besar dan sebaliknya. Parameter korelasi ini mempresentasikan korelasi antara fading yang dihasilkan.

Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.5 yaitu gambar 4.11 dan 4.12 serta tabel 4.6 diperoleh bahwa nilai HYST_ADD hanya mempengaruhi nilai rasio SHR pada sel 1. Semakin besar nilai HYST_ADD maka rasio SHR sel 1 akan semakin meningkat. Hal ini menandakan bahwa semakin besar luas area Soft


(2)

SHR pada sel 2. Semakin besar nilai HYST_DROP maka rasio SHR sel 2 akan semakin meningkat. Hal ini menandakan bahwa semakin besar luas area Soft Handoff pada sel 2. Peningkatan area Soft Handoff akan mengakibatkan peningkatan pemakaian saluran oleh UE sehingga akan meningkatkan beban jaringan.

Melalui data hasil simulasi diperoleh bahwa parameter lingkungan yang paling berpengaruh terhadap probabilitas outage adalah path loss exponent (eta). Perubahan nilai eta yang kecil menimbulkan perubahan yang cukup besar terhadap nilai probabilitas outage. Kemudian parameter kedua yang mempengaruhi probabilitas outage adalah standar deviasi dari shadow fading ( ), kemudian koefisien korelasi dari shadow fading ( ), besar window (N) dan nilai hysteresis

(HYST_ADD dan HYST_DROP).

Sementara terhadap SHR (Soft Handoff Region), parameter yang paling berpengaruh adalah nilai hysteresis dan besar window.

Laju perubahan Active Set dan Jumlah Handoff sama sekali tidak mengalami perubahan meskipun parameter-parameternya diubah.


(3)

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Melalui hasil simulasi dan analisisnya telah ditunjukkan pengaruh parameter propagasi terhadap kinerja algoritma soft handoff. Parameter kinerja yang digunakan adalah probabilitas outage, laju update active set, rasio SHR dan jumlah hand off. Melalui hasil simulasi diperoleh kesimpulan,

1. Probabilitas outage menurun dengan semakin meningkatnya besar window, semakin mengecilnya path loss exponent, dan semakin besarnya standar deviasi dan koefisien korelasi.

2. Nilai dari laju update active set dan jumlah handoff tidak mengalami perubahan.

3. Nilai dari rasio SHR akan semakin meningkat dengan semakin besarnya nilai

hysteresis baik HYST_ADD maupun HYST_DROP.

4. Parameter lingkungan yang paling berpengaruh terhadap probabilitas outage

adalah path loss exponent (eta). Perubahan nilai eta yang kecil menimbulkan perubahan yang cukup besar terhadap nilai probabilitas outage. Kemudian parameter kedua yang mempengaruhi probabilitas outage adalah


(4)

V.2 Saran

Tugas akhir ini hanyalah model sederhana yang dapat digunakan dalam memilih model dengan parameter yang diinginkan. Dalam rangka memperkaya pengetahuan dan meningkatkan pemahaman maka akan lebih baik jika hasil simulasi dibandingkan dengan data pengukuran lapangan. Hal ini dikarenakan bahwa model yang tepat untuk menyusun desain sistem dengan algoritma yang tepat dan stabil dapat diperoleh dengan membandingkan simulasi dengan data pengukuran lapangan. Dengan mencocokkan data, maka model yang tepat dengan nilai parameter yang optimal dapat diperoleh.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Wong, D., Lee, T. J.,”Soft Handoff in CDMA Mobile Systems”, IEEE

Personal Communication, 4, Desember 1997, hal. 6-17.

[2] Chen, Yuen. 2003. Soft Handover Issues in Radio Resource Management for 3G WCDMA Networks, (Desertasi). Queen Mary, University of London. [3] C. Y. Lee, William. 2006. “Wireless and Cellular Telecommunications”, 3rd

Edition. McGraw-Hill.

[4] Singh, N. P., Brahmjit Singh, “Performance Enhancement of Cellular Network Using Adaptive Soft Handover Algorithm”, Wireless Personal Communications, Mei 2010.

[5] Singh, N. P., Brahmjit Singh, “Effect of Soft Handover Parameters on CDMA Cellular Networks”, Journal of Theoretical and Applied Information Technology, 2010, hal. 110-115.

[6] Singh, N. P., Brahmjit Singh, “Performance of Soft Handover Algorithm in Varied Propagation Environments”, World Academy of Science, Engineering and Technology 45, 2008, hal. 377-381.

[7] T., Dong-wan, K., Suk-yon, J., Go-whan,” Load Analysis of the Soft Handoff Scheme in a CDMA Cellular System”, IEEE Journal on Selected Areas in


(6)

[9] Sizun, H., 2005. “Radio Wave Propagation for Telecommunication Applications”, Signals and Communications Technology. Springer.

[10] Rappaport, T. S.. 1995. “Wireless Communications: Principles and Practice”, 2nd Edition. New Jersey: Prentice Hall.

[11] Singh, N. P., Singh, B.,”Effects of Soft Handover Margin under various Radio Propagation Parameters in CDMA Cellular Networks”, IEEE Conference on WCSN-2007, 45-50.

[12] Corraza, G. E., Giancristofaso D., & Santucci, F., :Characterization of Handover Initiation in Cellular Mobile Radio Networks”, IEEE Technology Conference, 1994, 1896-1872.

[13] I-Kang Fu, Chi-Fang Li,Ting-Chen Song, Wem-Ho Sheen,”Correlation Models for Shadow Fading”, IEEE C802.16m-07/060, 2007. hal 1-5.

[14] Ceken, C., Yarkan, S., & Arslan H.,”Interference Aware Vertical Handoff Decision Algorithm for Quality of Service Support in Wireless Heteregenous Networks”, Computer Networks, 54, 2001, 724-740.

[15] N. Jhang, J. M. Holtzman, ”Analysis of CDMA Soft Handoff Algorithm”, IEEE Transactions on Vehicular Technology, Vol. 47, Mei 1998, hal. 710-714.

[16] A. J. Viterbi. 1995. “Principles of Spread Spectrum Communications”. Addison-Wesley Wireless Communications Series.

[17] Singh, B., “An Improved Handover Algorithm based on Signal Strength plus Distance for Interoperability in Mobile Cellular Networks”. Wireless Personal Communications, 43, 2007, hal. 879-887