PROPAGASI KOMUNIKASI SELULER Pengaruh Parameter Propagasi Terhadap Kinerja Algoritma Soft Handoff.

21

BAB III PROPAGASI KOMUNIKASI SELULER

III.1 Umum Rugi propagasi Propagation Loss mencakup semua pelemahan yang diperkirakan akan dialami sinyal ketika berjalan dari base station ke mobile station . Adanya pemantulan dari beberapa objek dan pergerakan mobile station menyebabkan kuat sinyal yang diterima oleh mobile station bervariasi dan sinyal yang diterima tersebut mengalami path loss . Path loss akan membatasi kinerja dari sistem komunikasi bergerak sehingga memprediksikan path loss merupakan bagian yang penting dalam perencanaan sistem komunikasi bergerak. Path loss yang terjadi pada sinyal yang diterima dapat ditentukan melalui suatu model propagasi tertentu. Model propagasi biasanya memprediksikan rata-rata kuat sinyal yang diterima oleh mobile station pada jarak tertentu dari base station ke mobile station . Disamping itu, model propagasi juga berguna untuk memperkirakan daerah cakupan sebuah base station sehingga ukuran sel dari base station dapat ditentukan. Model propagasi juga dapat menentukan daya maksimum yang dapat dipancarkan untuk menghasilkan kualitas pelayanan yang sama pada frekuensi yang berbeda. III.2 Model Propagasi Di dalam komunikasi seluler, memperkirakan rugi-rugi yang akan dilalui sinyal adalah hal yang sangat penting. Salah satunya adalah rugi-rugi yang dihasilkan oleh propagasi sinyal. Rugi propagasi adalah rugi-rugi yang cukup sulit untuk Universitas Sumatera Utara 22 diperkirakan. Rugi ini dipengaruhi langsung oleh keadaan lingkungan sekitar yang dilalui oleh sinyal. Meskipun demikian, para ahli telah menghasilkan beberapa model matematis yang dapat memberikan nilai yang cukup baik untuk mendekati keadaan lingkungan nyata. Model-model dari rugi propagasi dapat dibagi dalam 3 jenis[8,9], yaitu: 1. Model Teoritis Model teoritis berdasarkan pada hukum fundamental fisika yang dikombinasikan dengan teknik perkiraan yang cukup dan dengan model atmosfer dan dataran. Model-model ini menghasilkan hubungan matematika yang kompleks dan membutuhkan resolusi dari persamaan Maxwell melalui penggunaan metode yang berbeda. Misalkan metode elemen terbatas dan beda terbatas finite element and finite difference , metode persamaan parabolik, metode fisika dan geometrik optik, dan lain-lain. Kekurangan dari model ini adalah waktu komputasi yang dibutuhkan cukup tinggi yang mana sering tidak cocok dengan batas operasional, khususnya untuk tujuan rekayasa. Walaupun demikian, model ini dapat digunakan sebagai model referensi pada beberapa kasus yang spesifik. Karena variabel yang digunakan pada model ini pada umumnya adalah variabel deterministik, maka model ini juga sering disebut sebagai model deterministik. Model ini juga menggunakan variabel yang random yang ditentukan oleh distribusinya. 2. Model Empiris Statistik Terkadang menjelaskan suatu situasi dengan menggunakan model matematis adalah hal yang tidak mungkin. Pada kasus tersebut, kita menggunakan Universitas Sumatera Utara 23 beberapa data untuk mempradiksikan perkiraan kelakuan lingkungan. Berdasarkan defenisi, sebuah model empiris berdasarkan pada data yang digunakan untuk memprediksi, tidak untuk menjelaskan sebuah sistem. Model ini juga berdasarkan pada observasi dan pengukuran. Model ini dapat dikategorikan menjadi dua ketegori yaitu time dispersive sebaran waktu dan non-time dispersive bukan sebaran waktu. Model time dispersive menyediakan informasi mengenai karakteristik sebaran waktu dari kanal seperti sebaran tundaan delay spread dari kanal selama terjadi multipath . Contoh lain adalah model Standford University Interim SUI. Contoh dari model non-time dispersive adalah model COST 231 Hata, Hata dan ITU-R. 3. Model Stokastik Model ini digunakan untuk memodelkan lingkungan sebagai deretan variabel acak random. Tidak dibutuhkan Informasi yang banyak untuk membentuk model ini namun tingkat akurasinya masih perlu dievaluasi dalam membentuk model. Model-model propagasi diperlihatkan oleh gambar 3.1. Gambar 3.1 Pembagian model propagasi Model Propagasi Model Stokastik Model Deterministik Model Empiris Time-dispersive Non-time Dispersive Universitas Sumatera Utara 24 III.3 Desain Praktis Link Budget menggunakan Model Path loss Kebanyakan model dari propagasi radio diperoleh dengan menggunakan kombinasi analitis dan empiris. Pendekatan secara empiris berbasis pada pencocokan kurva atau ekspresi analitis yang menciptakan kembali sekumpulan data pengukuran. Hal ini memiliki kebaikan bahwa secara tidak langsung, semua faktor propagasi baik yang diketahui maupun tidak dimasukkan kedalam model melalui pengukuran aktual di lapangan. III.3.1 Model Path loss dengan Log-distance Kedua model, baik model teoritis dan model yang berbasis pada pengukuran mengindikasikan bahwa rata-rata kuat sinyal terima menurun secara logaritmik terhadap jarak, baik outdoor maupun indoor . Model ini sudah banyak digunakan pada banyak literatur. Rata-rata path loss large scale untuk sebuah T-R Transmitter- Receiver yang terpisah pada sembarang jarak dapat diekspresikan sebagai fungsi dari jarak yang menggunakan sebuah pangkat path loss n yaitu, ̅̅̅̅ 3.1 Atau ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ 3.2 Di mana n adalah pangkat path loss path loss exponent yang mengindikasikan laju kenaikan path loss terhadap jarak, d adalah jarak referensi yang diperoleh melalui pengukuran dekat dengan pemancar, dan d adalah jarak T-R terpisah. Tanda bar pada persamaan 3.1 dan 3.2 menunjukkan rata-rata dari semua path loss yang mungkin pada jarak d . Nilai dari n bergantung kepada lingkungan propagasi. Universitas Sumatera Utara 25 Pada sistem selular dengan cakupan yang luas, jarak referensi yang biasa digunakan adalah 1 km. Pada sistem mikrosel jarak referensi yang digunakan adalah 100 m atau 1 m. Tabel 3.1 memperlihatkan nilai path loss exponent yang diperoleh pada berbagai lingkungan propagasi radio mobile[10]. Tabel 3.1 Nilai path loss exponent untuk berbagai lingkungan yang berbeda Lingkungan Path loss exponent , n Ruang bebas 2 Area urban 2.7 – 3.5 Dalam bangunan LOS 1.6 – 1.8 Dalam bangunan NLOS 4 – 6 Dalam pabrik NLOS 2 – 3 III.3.2 Log-normal Shadowing Model pada persamaan 3.2 tidak memasukkan fakta bahwa keadaan lingkungan yang tak beraturan dapat sangat berbeda pada dua lokasi berbeda yang memiliki jarak pisah T-R yang sama. Hal ini akan berakibat pada nilai sinyal terukur akan sangat berbeda dengan nilai rata-rata yang diprediksikan oleh persamaan 3.2. Pengukuran-pengukuran telah menunjukkan bahwa pada sembarang nilai d , path loss PL d pada lokasi tertentu adalah acak dan berdistribusi secara log-normal . Sehingga dapat dibuat [ ] ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ 3.2 Dan [ ] [ ] [ ] 3.3 Dimana adalah variabel acak yang berdistribusi Gaussian dengan rata-rata nol dB dengan standar deviasi dB. adalah kuat sinyal terima dan adalah kuat sinyal kirim. Universitas Sumatera Utara 26 Distribusi log-normal menunjukkan bahwa efek acak dari shadowing yang mana terjadi pada banyak lokasi pengukuran yang memiliki jarak pisah T-R yang sama, tetapi memiliki tingkat ketidakteraturan jalur propagasi yang berbeda. Fenomena ini disebut sebagai log-normal shadowing . Jarak referensi d , path loss exponent n , dan standar deviasi , secara statistik menjelaskan model path loss untuk lokasi sembarang yang memiliki jarak pisah T-R yang spesifik. Model ini dapat digunakan dalam simulasi komputer untuk menghasilkan level sinyal terima pada lokasi yang acak dalam analisa dan desain sistem komunikasi[10]. Karena PL d adalah sebuah variabel acak dengan distribusi normal dalam dB, maka begitu juga dengan P r d . fungsi Q atau fungsi error erf dapat digunakan untuk menentukan probabilitas level sinyal terima melewati atau berada di bawah level tertentu. Fungsi Q didefenisikan sebagai √ ∫ √ 3.4 Di mana 3.5 Peluang bahwa level sinyal terima akan berada di atas atau melebihi nilai tertentu dapat ditentukan melalui fungsi kerapatan kumulatif seperti [ ] ̅̅̅ 3.6 Dengan cara yang sama, peluang bahwa level sinyal terima berada di bawah nilai diberikan oleh [ ] ̅̅̅ 3.7 Universitas Sumatera Utara 27 III.4 Parameter Propagasi Level kuat sinyal yang diterima RSS oleh UE dipengaruhi oleh 3 komponen [4,5,6,11], yaitu: 1. Redaman path loss Path loss merupakan komponen deterministik dari RSS, yang mana dapat dievaluasi oleh model rugi-rugi lintasan propagasi seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. 2. Shadow fading Shadowing disebabkan karena halangan terhadap jalur garis pandang LOS antara pemancar dan penerima oleh bangunan, bukit, pohon dan lain-lain. 3. Fast fading Multipath fading fast fading timbul karena pantulan multipath dari sebuah gelombang yang dipancarkan oleh benda-benda seperti rumah, bangunan, struktur-struktur lain buatan manusia, atau benda-benda alam seperti hutan yang berada di sekitar UE. Multipath fading atau fast fading dalam tugas akhir ini diabaikan, karena korelasi jarak yang pendek dan diasumsikan penerima dapat mengatasinya dengan efektif. UE mengukur RSS dari masing-masing BS. Nilai RSS dB yang terukur merupakan jumlah dari dua bagian, yaitu path loss dan lognormal shadow fading . Redaman propagasi biasanya dimodelkan sebagai hasil dari jarak dipangkatkan dan sebuah komponen lognormal yang menunjukkan rugi-rugi shadow fading [10] seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Universitas Sumatera Utara 28 Persamaan yang akan dijelaskan berikut ini adalah sama dengan yang dijelaskan pada subbab sebelumnya. Hanya saja dilakukan beberapa perubahan notasi dengan tujuan penyederhanaan dan sesuai dengan sistem yang hendak disimulasikan. Perubahan notasi tidak mengubah arti nilai yang sebenarnya. Untuk UE yang berada pada jarak ‘d’ dari BS i , dengan menggunakan nilai d = 1 m mikrosel, maka redamannya adalah [11], 3.8 dimana adalah rugi path loss dan adalah redaman dalam dB yang dikarenakan shadowing , dengan rata-rata nol dan standar deviasi . Nilai tidak dipengaruhi oleh jarak. Rugi-rugi path loss dalam dB dapat dibuat, [ ] 3.9 Dimana eta adalah path loss exponent dan d menunjukkan jarak antara BS dengan UE dalam kilometer. Misalkan d i menunjukkan jarak antara UE dengan BS i ; i=1,2. Jika daya yang ditransmisikan oleh BS adalah P t , maka kuat sinyal dari BS i , dinotasikan dengan S i d; i=1,2, dapat ditulis, S i d = P t - 3.10 Hasil pengukuran kuat sinyal kemudian dirata-ratakan untuk menghilangkan efek dari shadow fading. Metode yang digunakan dalam merata-ratakan adalah metode jendela window [12]. Bentuk persamaan matematisnya adalah, Universitas Sumatera Utara 29 ̂ ∑ 3.11 Dimana; ̂ adalah kuat sinyal terima yang telah dirata-ratakan dan adalah kuat sinyal sebelum proses perataan. N adalah jumlah sampel dan W n adalah besar window yang digunakan untuk mensampling. Nilai dari W n = 1 untuk semua n jika metode yang digunakan adalah metode segi empat rectangular , sedangkan untuk metode eksponensial nilai W n adalah, ⁄ 3.12 Dimana Q adalah adalah parameter bentuk tambahan. Fungsi autokorelasi diantara dua sampel shadow fading yang berdampingan dideskripsikan sebagai fungsi eksponensial negatif [13]. Pada tugas akhir ini, model dari shadow fading yang digunakan adalah model yang bersifat stokastik. Disebut model stokastik karena ada peubah yang dianggap berubah-ubah dengan pola sebaran acak dengan distribusi tertentu. Proses dari shadowing dideskripsikan sebagai sebuah variabel random yang mana algoritmanya berdistribusi normal dengan N0, . Di mana adalah standar deviasi dari shadowing . Asumsi Teorema Gauss-Markovlampiran 2 dapat digunakan untuk memperkirakan nilainya dalam rangka untuk menangkap dampak dari korelasi. Model dari shadow fading adalah sebagai berikut[14]: √ 3.14 Dimana W0,1 adalah variabel random normal yang dipendekkan truncated . Nilai merepresentasikan keadaan kepadatan dari lingkungan propagasi yang dilalui oleh sinyal. Semakin besar nilai maka nilai keacakan dan besar dari fading akan semakin besar. Universitas Sumatera Utara 30 Nilai menunjukkan korelasi antara fading yang timbul. Semakin besar korelasi, maka nilai fading akan cenderung berubah secara linier sehingga nilai keacakan fading akan berkurang. Di dalam sistem nyata, kedua parameter fading ini mempresentasikan keadaan lingkungan baik kepadatan dan keacakan dari situasi halangan obstacle di lapangan. Universitas Sumatera Utara 31

BAB IV PENGARUH PARAMETER PROPAGASI TERHADAP KINERJA