Pengaruh Standar Deviasi Shadow Fading Terhadap Kinerja Algoritma Suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH)

(1)

PE

TERHA

Diajuk p    

P

ENGARUH

ADAP KI

DE

kan untuk m pendidikan

PROGRA

DE

UN

H STAND

NERJA A

EGRADA

memenuhi s n sarjana (S

MEDI N

AM PEND

PARTEM

FAK

NIVERSIT

DAR DEV

ALGORI

ATION HA

salah satu p S-1) pada D

Oleh ISKA SIMA

NIM : 1104

DIDIKAN

MEN TEK

KULTAS

TAS SUM

MEDA

VIASI

SH

TMA SU

ANDOFF

persyarata Departemen : ANJUNTA 422025

N SARJAN

KNIK EL

TEKNIK

MATERA

AN

HADOW F

BOPTIM

F

(SDH)

an dalam m n Teknik E

AK

NA EKST

LEKTRO

K

UTARA

FADING

MAL

SIGN

menyelesaik Elektro

TENSI

NAL


(2)

PENGARUH STANDAR DEVIASI SHADOW FADING TERHADAP KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL SIGNAL

DEGRADATION HANDOFF (SDH) Oleh:

MEDISKA SIMANJUNTAK 110422025

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Sidang pada Tanggal 05 Bulan Februari Tahun 2014 di depan Penguji : 1. Rahmad Fauzi ST, MT : Ketua Penguji (………..) 2. Naemah Mubarakah, ST, MT : Anggota Penguji (………..)

Disetujui oleh : Pembimbing Tugas Akhir,

Maksum Pinem, ST, MT NIP. 19681004200012 1 001

Diketahui oleh:

Ketua Departemen Teknik Elektro FT-USU

Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si NIP. 19540531198601 1 002


(3)

(4)

PENGARUH STANDAR DEVIASI SHADOW FADING TERHADAP KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL SIGNAL

DEGRADATION HANDOFF (SDH)

Oleh:

MEDISKA SIMANJUNTAK 110422025

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Sidang pada Tanggal 05 Bulan Februari Tahun 2014 di depan Penguji: 1. Ketua Penguji : Rahmad Fauzi, ST, MT

2. Anggota Penguji : Naemah Mubarakah, ST, MT

Diketahui oleh : Ketua Departemen Teknik Elektro,

Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si NIP. 19540531198601 1 002

Disetujui oleh :

Pembimbing Tugas Akhir,

Maksum Pinem, ST, MT NIP. 19681004200012 1 001


(5)

ABSTRAK

Untuk kelangsungan komunikasi seluler, handoff sangat diperlukan agar percakapan yang terjadi antar pelanggan tetap berlangsung tanpa terputus, meskipun pelanggan berpindah sel/wilayah. Apabila terjadi kegagalan handoff berakibat dropcall yaitu terputusnya hubungan saat percakapan sedang berlangsung.

Pada Tugas Akhir ini standar deviasi shadow fading berfungsi sebagai parameter kontrol, yang bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh parameter kontrol terhadap parameter kinerja, yaitu jumlah sinyal degradasi, delay, dan jumlah handoff. Algoritma handoff yang dievaluasi yaitu algoritma suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH), dimana cost(c) adalah parameter pengendalian daya. Untuk memperoleh hasil pengaruh standar deviasi shadow fading terhadap kinerja algoritma suboptimal SDH dilakukan dengan cara simulasi.

Dari hasil simulasi, seiring meningkatnya nilai standar deviasi shadow fading yang telah divariasikan antara 3 dB sampai 12 dB, pada cost(c) 0,0045 sampai 0,1 kejadian handoff semakin sering terjadi. Pada cost(c) 0,0045 sampai 0,65 jumlah sinyal degradasi mengalami kenaikan, tetapi ketika nilai cost(c) 0,0045 sampai 0,1 waktu tunda (delay) semakin singkat.

Kata kunci : standar deviasi shadow fading ( , algoritma suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur serta hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa sumber segala pengetahuan yang telah memberikan hikmat, kekuatan, kebijaksanaan, serta bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik dan tepat waktunya.

Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan program S-1 Jurusan Departemen Teknik Elektro di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun material dari berbagai pihak. Dan pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua saya, Ayahanda D. Simanjuntak dan Ibunda A. Hutabarat, yang menyayangi saya, mendidik, dan mendoakan saya. Dan juga rasa sayang kepada kakak, abang, dan adek saya yang selalu memberikan motivasi kepada saya.

2. Bapak Maksum Pinem, ST, MT, selaku dosen pembimbing Tugas Akhir, yang meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberikan masukan, bimbingan dan motivasi selama penulisan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Ir. Riswan Dinzi, MT, selaku dosen wali selama saya mengikuti perkuliahan.

4. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, Msi, selaku ketua Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.


(7)

6. Seluruh staff pengajar Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bekal ilmu pendidikan selama saya kuliah.

7. Seluruh staff karyawan Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

8. Sahabat seperjuangan: Lucky, Mutiara terimakasih untuk dukungan, motivasi, dan doa-doanya.

9. Teman-teman satu stambuk 2011: Sabet, K’imel, K’Feni, K’Nevia, Akbar Bang apli, Bang daniel dan yang lainnya yang belum saya sebutkan.

Penulis tetap menyadari bahwa Tugas Akhir ini belum begitu sempurna baik dari segi materi, pengolahan, maupun penyajian. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun selalu penulis harapkan. Kiranya Tuhan selalu memberikan karunia-Nya kepada kita semua. Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Februari 2014

Mediska Simanjuntak


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR ISTILAH ... ix

DAFTAR SINGKATAN………. xii

DAFTAR LAMPIRAN………..……….xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penulisan ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Metodologi Penulisan ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

BAB 2 DASAR TEORI ... 6

2.1 Konsep Seluler ... 6

2.1.1 Frequency Reuse ... 6

2.1.2 Cell splitting ... 7

2.2 Fading Pada Lingkungan Bergerak ... 8

2.2.1 Refleksi ... 9

2.2.2 Difraksi ... 9

2.2.3 Scattering ... 10

2.3 Model Propagasi ... 11


(9)

2.3.2 Shadow fading ... 12

2.3.3 Fast Fading ... 12

2.4 Model Pengukuran Level Sinyal ... 13

2.5 Handoff dalam Sistem Seluler ... 14

2.5.1 Tipe handoff ... 15

2.5.1.1 Berdasarkan Transfer Kanal diantara BTS ... 15

2.5.1.2 Handoff dalam Jaringan Seluler ... 17

2.5.1.3 Protokol Handoff ... 19

2.6 Proses Handoff ... 21

2.7 Suboptimal Signal Degradation Handoff ... 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Pendahuluan ... 24

3.2 Model Sistem ... 25

3.3 Sampel Kuat Sinyal ... 26

3.4 Rata-rata Kuat Sinyal ... 28

3.5 Parameter Kinerja Handoff ... 29

3.6 Standar Deviasi Shadow Fading ... 31

3.7 Metode Suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH) ... 32

3.8 Flow Chart Evaluasi Metode Handoff dan Proses Handoff ... 33

BAB 4 HASIL DAN ANALISA SIMULASI ... 34

4.1 Umum ... 34

4.2 Analisa Hasil Simulasi ... 36 4.3 Analisis Pengaruh Parameter Kontrol (Standar Deviasi Shadow


(10)

BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Simpulan ... 43

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model sel berbentuk heksagonal………..8

Gambar 2.2 Sketsa Tiga Mekanisme Propagasi Radio………..11

Gambar 2.3 Hard handoff……….…..16

Gambar 2.4 Soft handoff ………...17

Gambar 2.5 Handoff dalam elemen jaringan seluler………..18

Gambar 3.1 Model lintasan dalam sistem kartesien………...26

Gambar 4.1 Posisi MS terhadap BTS dengan (D=2000 meter), dan =1 meter)……….36

Gambar 4.2 Bentuk level sinyal diterima MS dari 3 BTS yang diproses sebelum menggunakan metode rata-rata eksponensial……….37

Gambar 4.3 Bentuk level sinyal dari 3 BTS yang diproses dengan menggunakan metode eksponensial untuk memperhalus sinyal shadowing yang berfluktuasi……….38

Gambar 4.4 Hubungan antara sinyal degradasi dengan cost(c) pada standar deviasi shadow fading………39

Gambar 4.5 Hubungan antara jumlah handoff dengan cost(c) pada standar deviasi shadow fading………40

Gambar 4.6 Hubungan antara delay dengan cost(c) pada standar deviasi shadow fading……….41


(12)

DAFTAR TABEL


(13)

DAFTAR ISTILAH

Adjacent channel

Interferensi antar kanal yang berdekatan. Antena omnidirektional

Jenis antena ideal yang memancarkan daya ke semua arah dengan pola radiasi yang radial.

BSC

Perangkat yang berfungsi untuk mengontrol BTS dan juga untuk menghubungkan BTS dengan MSC.

BTS

BTS merupakan perangkat pemancar dan penerima yang memberikan pelayanan radio pada MS.

Co-channel

Interferensi antar sel yang menggunakan kanal frekuensi yang sama. Cluster

Sekolompok sel bersebelahan yang masing-masing selnya memiliki seluruh alokasi frekuensi yang berbeda-beda dengan sel yang lain.

Daerah sub-urban

Daerah pinggiran kota yang terdiri dari rumah-rumah, bangunan-bangunan dengan penduduk yang sangat padat, namun trafik percakapan telepon terjadi pada saat tertentu saja.

Daerah urban

Daerah perkotaan yang terdiri dari gedung-gedung tinggi, rumah sakit serta trafik penggunaan telepon yang padat dan kepadatan trafik terjadi setiap saat.

Delay handoff


(14)

Drop Call

Kejadian terputusnya panggilan secara paksa karena level sinyal terima dibawah level sinyal minimum.

Difraction

Pembelokan sinyal karena sinyal merambat ke sisi benda penghalang yang tajam. Fading

Fluktuasi daya sinyal yang diterima yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan pada medis transimisi.

Handoff

Perpindahan dari satu kanal menuju kanal lain karena MS bergerak dengan menjauhi sumber kanal lama.

Hard handoff

Tipe ini menggunakan metode break before make, yang berarti koneksi MS akan terputus dari BTS yang sedang melayaninya sebelum terkoneksi ke BTS baru. MS

Perangkat yang digunakan oleh pelanggan untuk dapat memperoleh layanan komunikasi bergerak.

MSC

MSC bertugas mengatur komunikasi antar pelanggan dan user jaringan dengan telekomunikasi lainnya.

Multipath

Peristiwa sinyal merambat dari pemancar ke penerima melalui beberapa jalur propagasi.

Intracellhandoff

Intracell handoff merupakan transfer panggilan berlangsung dari saluran dalam satu sel ke saluran lain dalam sel yang sama.

Intercellhandoff


(15)

Pathloss

Disipasi daya pancar akibat pengaruh kanal propagasi, yang proposional terhadap jarak.

Reflection

Refleksi (pemantulan) terjadi ketika suatu sinyal elektromagnetik menemui permukaan yang relatif besar terhadap panjang gelombang sinyal.

Scatter

Peristiwa penyebaran sinyal akibat perambatan sinyal ke objek yang memiliki dimensi yang lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal.

Sel

Area tertentu yang dicakup oleh BTS. Shadowing

Peristiwa terhalangnya sinyal dari pemancar ke penerima sehingga sinyal mengalami fluktuasi secara lambat. Objek yang menghalangi perambatan sinyal seperti gedung, pepohonan, dan gunung.

Soft handoff

Soft handoff merupakan handoff yang terjadi antara sel dengan frekuensi pembawa yang sama, dimana MS memulai komunikasi dan membentuk hubungan dengan BTS yang baru terlebih dahulu sebelum memutuskan hubungan dengan BTS asal.

Standar Deviasi Shadow fading

Standar deviasi shadow fading adalah gambaran karakteristik lingkungan propagasi seluler, dimana sinyalnya mengalami fluktuasi karena adanya penghalang dari pemancar ke penerima. Objek yang menghalangi perambatan sinyal seperti pengunungan, hutan, bangunan, dan persimpangan jalan.


(16)

DAFTAR SINGKATAN

BSC : Base Station Controller

BTS : Base Tranceiver Station

GSM : Global System for Mobile Communication LOS : Line of Sight

MAHO : Mobile Assited Handoff MCHO : Mobile Controlled Handoff MS : Mobile Station

MSC : Mobile Switching Center NCHO : Network Controlled Handoff Qos : Quality of Services


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Code Program

Lampiran B Data Hasil Simulasi Lampiran C Flow Chart


(18)

ABSTRAK

Untuk kelangsungan komunikasi seluler, handoff sangat diperlukan agar percakapan yang terjadi antar pelanggan tetap berlangsung tanpa terputus, meskipun pelanggan berpindah sel/wilayah. Apabila terjadi kegagalan handoff berakibat dropcall yaitu terputusnya hubungan saat percakapan sedang berlangsung.

Pada Tugas Akhir ini standar deviasi shadow fading berfungsi sebagai parameter kontrol, yang bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh parameter kontrol terhadap parameter kinerja, yaitu jumlah sinyal degradasi, delay, dan jumlah handoff. Algoritma handoff yang dievaluasi yaitu algoritma suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH), dimana cost(c) adalah parameter pengendalian daya. Untuk memperoleh hasil pengaruh standar deviasi shadow fading terhadap kinerja algoritma suboptimal SDH dilakukan dengan cara simulasi.

Dari hasil simulasi, seiring meningkatnya nilai standar deviasi shadow fading yang telah divariasikan antara 3 dB sampai 12 dB, pada cost(c) 0,0045 sampai 0,1 kejadian handoff semakin sering terjadi. Pada cost(c) 0,0045 sampai 0,65 jumlah sinyal degradasi mengalami kenaikan, tetapi ketika nilai cost(c) 0,0045 sampai 0,1 waktu tunda (delay) semakin singkat.

Kata kunci : standar deviasi shadow fading ( , algoritma suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH).


(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan trafik pada sistem komunikasi seluler mengalami kemajuan yang pesat, sementara spektrum frekuensi yang tersedia terbatas. Solusi untuk menangani masalah tersebut, maka dilakukan penambahan sel (mikro sel) dan penggunaan lokasi kanal secara dinamik dan frekuensi reuse. Dalam merencanakan penambahan kapasitas kanal pada sistem seluler, perlu dipertimbangkan interferensi yang terjadi, yaitu interferensi co-channel dan adjacent channel [1],[2].

Proses pengalihan kanal trafik secara otomatis pada Mobile Station (MS) yang sedang digunakan untuk berkomunikasi tanpa terjadi pemutusan hubungan disebut handoff. Mekanisme handoff merupakan salah satu sistem seluler untuk menjamin adanya kontinuitas komunikasi apabila pelanggan bergerak dari satu sel ke sel lain. Pergerakan user mengakibatkan perubahan yang dinamis terhadap kualitas link dan tingkat interferensi dalam sistem. Oleh karena itu dibutuhkan mekanisme perancangan yang handal untuk meningkatkan performansi jaringan.

Proses handoff terjadi karena kualitas atau daya ratio turun di bawah nilai yang dispesifikasikan dalam Base Station Controller (BSC). Penurunan level sinyal ini dideteksi dari pengukuran yang dilakukan MS maupun BTS. Konsekuensinya handoff ditujukan ke sel yang lebih besar. Selain itu, handoff


(20)

Beberapa kriteria yang digunakan untuk merencanakan algoritma handoff yang optimal yaitu ukuran kualitas sinyal yang masih layak diterima oleh Mobile Station (MS), jumlah handoff yang diharapkan, banyaknya handoff yang tidak perlu karena kuat sinyal masih dapat diterima oleh user, kejadian handoff yang gagal, dan delay handoff [4]. Kinerja metode handoff merupakan hal yang perlu untuk dievaluasi, sehingga pemilihan algoritma handoff sebagai fungsi manajemen yang dapat ditentukan sedemikian rupa. Tujuan pemilihan metode handoff tersebut diperlukan untuk mengurangi biaya sumber transmisi radio sekaligus mempertahankan standar QoS (Quality of Services) yang diharapkan oleh user [5].

Standar deviasi shadow fading adalah gambaran karakteristik lingkungan propagasi seluler [6], dimana sinyalnya mengalami fluktuasi. Karena adanya penghalang dari pemancar ke penerima. Kemudian sinyal yang terhalangi akan mengalami redaman. Hal ini terjadi, disebabkan adanya sinyal mengalami absorption, reflection, diffraction, dan scatter [1],[2],[3]. Kemudian sinyal dapat dirata-ratakan dengan menggunakan metode eksponensial, yang bertujuan untuk memperhalus sinyal berfluktuasi akibat adanya efek shadow fading.

Dari latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membahas pengaruh standar deviasi shadow fading terhadap kinerja algoritma suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH). Kriteria parameter kinerja yang dievaluasi yaitu jumlah sinyal degradasi, jumlah handoff, dan delay.


(21)

1.2Rumusan Masalah

Adapun rumusan pembahasan dari Tugas Akhir ini adalah bagaimana pengaruh standar deviasi shadow fading terhadap kinerja algoritma suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH).

1.3Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis pengaruh standar deviasi shadow fading terhadap kinerja algoritma suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH).

1.4Batasan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan dalam tulisan ini, maka dibuat pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Hanya membahas algoritma suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH). 2. Kriteria parameter kinerja algoritma suboptimal SDH adalah jumlah sinyal

degradasi, delay, dan jumlah handoff.

3. Membahas parameter kontrol algoritma suboptimal SDH yaitu standar deviasi shadow fading.

1.5Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah :


(22)

1. Studi literature yaitu berupa jurnal, bahan dari internet yang mendukung penulisan Tugas Akhir, kajian dari buku-buku pendukung, baik dalam hardcopy maupun softcopy.

2. Simulasi yaitu dilakukan dengan memodelkan sistem handoff yang dibahas, lalu mensimulasikan dengan bantuan software MATLAB, kemudian hasilnya dianalisa untuk memperoleh kesimpulan.

1.6Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini, disajikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : DASAR TEORI

Pada bab ini membahas konsep seluler, fading pada lingkungan bergerak, model propagasi, model pengkuran level sinyal, handoff dalam sistem seluler, proses handoff.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini membahas model sistem, sampel kuat sinyal, rata-rata kuat sinyal, parameter kinerja handoff, standar deviasi shadow fading, metode handoff, flow chart evaluasi metode handoff dan flow chart proses handoff.


(23)

BAB IV : HASIL DAN ANALISA SIMULASI

Pada bab ini berisi tentang parameter simulasi dan analisa hasil

simulasi.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari analisa Tugas Akhir ini dan saran dari penulis.


(24)

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Konsep Seluler

Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi bergerak adalah sistem komunikasi tanpa kabel (wireless) yaitu sistem komunikasi radio lengkap dengan antena pemancar dan perangkat radionya. Untuk dapat melingkupi cakupan yang begitu luas, dilakukan pembagian converage area menjadi sub-sub area yang disebut cell. Oleh karena itu sistem komunikasi bergerak disebut juga sistem komunikasi seluler.

Suatu sel pada dasarnya merupakan pusat komunikasi radio yang berhubungan dengan Mobile Switching Center (MSC) yang mengatur panggilan masuk. Jangkauan pengiriman sinyal pada sistem komunikasi bergerak, seluler dapat diterima dengan baik tergantung pada kuat sinyal batasan sel para pemakainya. Ukuran sel yang berbeda-beda dipengaruhi oleh keadaan geografis (alam) dan besar trafik yang dilayani.

Prinsip dasar dari arsitektur sistem seluler terdapat dalam dua fitur, yaitu frequency reuse dan cell splitting [7].

2.1.1 Frequency Reuse

Frequency Reuse atau pengulangan frekuensi merupakan inti dari konsep sistem radio seluler yaitu pengulangan frekuensi yang sama pada area yang berbeda di luar jangkauan interferensinya.


(25)

Dengan menggunakan sistem pengulangan frekuensi maka pemakai yang berada di wilayah lain dapat secara simultan menggunakan frekuensi yang sama. Kedua sel yang sama tersebut disebut sebagai sel co-channel. Dengan demikian, pengulangan frekuensi dapat meningkatkan efesiensi penggunaan spektrum frekuensi, akan tetapi apabila sistem tersebut tidak dirancang dengan baik dapat menimbulkan interferensi yang merupakan masalah utama dalam sistem seluler. Interferensi yang berasal dari sel lain yang menggunakan frekuensi yang sama disebut co-channel [7],[8].

2.1.2 Cell splitting

Cell splitting merupakan proses pembagian sel yang besar menjadi sel yang lebih kecil. Sel-sel baru yang memiliki radius yang lebih kecil disebut microcells (mikro sel). Ketika jumlah Mobile Station (MS) meningkat dan mencapai jumlah maksimum yang dapat dilayani sebuah sel, maka sel-sel harus dipecah menjadi sel-sel yang lebih kecil, masing-masing mempunyai jumlah kanal yang sama seperti asalnya. Setiap sel dapat melayani jumlah MS yang sama seperti sel asal yang besar. Hal yang terpenting juga adalah mengurangi daya dari pemancar (transmitter) untuk memperkecil interference co-channel [8]. Pembelahan sel (cell splitting) dapat diperlukan pada saat kepadatan trafik dalam sel meningkat dan kanal yang ada tidak mampu melayani. Jika pada saat layanan melebihi jumlah saluran yang telah dialokasikan terhadap sel, maka pembelahan sel digunakan untuk membatasi trafik dengan sel tertentu [7],[8].


(26)

Sekolompok sel bersebelahan yang masing-masing selnya memiliki seluruh alokasi frekuensi yang berbeda-beda dengan sel yang lain disebut cluster, dan jumlah sel yang terdapat pada satu kluster disebut ukuran cluster.

Model sel yang digunakan pada sekelompok sel yang berbentuk heksagonal terdapat pada Gambar 2.1 [7],[9]

cell

Base stasion

Gambar 2.1 Model sel berbentuk heksagonal

2.2 Fading Pada Lingkungan Bergerak

Fading terjadi karena adanya fenomena lebih dari satu lintasan dan bahkan banyak/ganda lintasan (multipath fenomena). Istilah fading merujuk pada ragam waktu daya sinyal yang diterima yang disebabkan oleh perubahan-perubahan pada media atau jalur transmisi. Pada suatu lingkungan tetap, fading dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam keadaan atmosfer, seperti curahan hujan. Tetapi dalam lingkungan bergerak, yaitu satu dari kedua antena bergerak relatif terhadap yang lain, lokasi relatif berbagai rintangan berubah sepanjang waktu, menciptakan efek-efek transmisi rumit [10].


(27)

Mekanisme propagasi sinyal antara pemancar dan penerima adalah bervariasi, tergantung pada profil daerah disekitar lingkungan komunikasi seluler. Mekanisme propagasi sinyal ini mengakibatkan sinyal yang diterima MS akan mengalami fluktuasi. Tiga mekanisme yang terjadi pada fluktuasi sinyal, yaitu refleksi, difraksi, dan scattering.

2.2.1 Refleksi

Refleksi (pemantulan) terjadi ketika suatu sinyal elektromagnetik menemui permukaan benda yang relatif besar dibandingkan panjang gelombang sinyal tersebut. Redaman sinyal akibat refleksi dipengaruhi oleh frekuensi radio, sudut sinyal memantul, sifat-sifat material dan ketebalan bidang permukaan. Pemantulan sinyal ini mengakibatkan sinyal mengalami redaman. Mekanisme pantulan juga terjadi di atas permukaan yaitu oleh permukaan bumi itu sendiri. Lintasan terpantul oleh permukaan bumi juga sangat berperan dalam komunikasi seluler. Refleksi dapat terjadi melalui permukaan bumi, bangunan, dan permukaan dinding [1],[10].

2.2.2 Difraksi

Difraksi (pembelokan) terjadi pada saat sinyal merambat diantara transmitter dan receiver, dihalangi oleh sisi permukaan tajam, sudut-sudut atau suatu permukaan batas (gelombang menyusur permukaan).


(28)

Pembelokan sinyal dapat terjadi ke berbagai arah yang bersumber dari sisi penghalang yang dilalui oleh sinyal tersebut. Gelombang sekunder yang dihasilkan dari permukaan penghalang dapat mencapai ruangan, bahkan belakang penghalang. Sehingga terjadi lenturan gelombang disekitar penghalang. Pada frekuensi, difrakasi bergantung pada geometrik objek, fasa, amplitudo dan polarisasi gelombang dimana titik terjadinya difraksi [1].

2.2.3 Scattering

Propagasi melewati objek yang kecil yang menyebabkan banyak pantulan untuk arah yang berbeda-beda disebut scattering. Mekanisme hamburan juga terjadi pada lingkungan seluler. Dalam hal ini, benda-benda penghambur dapat berupa pepohonan, tiang lampu, dedaunan, kendaraan, perabot dalam ruangan dan rambu-rambu lalu lintas. Sinyal yang terhalangi oleh benda-benda tersebut, tersebar menjadi beberapa sinyal yang menjadi lemah sehingga sinyal asli sulit untuk diprakirakan [10].

Ketika efek propagasi ini mempengaruhi kinerja sistem dalam berbagai cara bergantung kepada keadaan-keadaan lokal dan seiring pergerakan unit bergerak dalam suatu sel. Bila suatu unit bergerak memiliki line of sight (LOS) langsung ke pemancar, maka difraksi dan sebaran umumnya hanyalah masalah kecil, walaupun refleksi dapat berakibat besar. Apabila tidak ada LOS langsung, seperti dalam lingkungan urban di jalan-jalan, maka difraksi dan sebaran adalah cara-cara utama penerimaan sinyal [10]. Pada Gambar 2.2 memperlihatkan sketsa tiga mekanisme propagasi radio yaitu refleksi, difraksi, dan scattering [10].


(29)

Gambar 2.2 Sketsa Tiga Mekanisme Propagasi Radio

2.3 Model Propagasi

Dalam sisitem komunikasi seluler, Mobile Station (MS) dapat menerima sinyal dari BTS secara bervariasi. Variasi sinyal ini dikelompokkan menjadi tiga komponen, yaitu model pathloss, shadowing, dan multipath [11].

2.3.1 Pathloss

Pada komponen pathloss, sinyal diterima MS dari BTS dipengaruhi oleh tiga sumber yaitu free space loss (rugi-rugi ruang bebas), rugi-rugi gelombang


(30)

Hal ini menyebabkan sinyal mengalami redaman yang tergantung pada beberapa variabel, yaitu variabel yang dapat dikontrol seperti frekuensi, tinggi antena, variabel yang dapat diukur seperti jarak, sedangkan variabel yang tidak dapat dikontrol dan tidak dapat diukur seperti iklim, topologi lingkungan, dan lembah. Faktor pathloss terjadi karena adanya sinyal yang mengalami rugi-rugi dari pemancar dan pengaruh propagasi dalam kanal radio [11].

2.3.2 Shadow fading

Shadowing merupakan efek peredaman sinyal ditimbulkan oleh penghalang yang berada diantara pemancar dan penerima akibat oleh gedung bertingkat, tembok, pengunungan, hutan, persimpangan jalan, dan lain-lain. Fluktuasi sinyal akibat shadowing ini adalah bersifat lambat (slow fading). Shadowing atau slow fading adalah fluktuasi daya rata-rata sinyal terima disekitar kejadian fluktuasi cepat, dengan perubahan sinyal yang lambat. Sinyal yang terhalangi akan mengalami redaman karena sinyal mengalami absorption, reflection, diffraction, dan scatter [1],[2],[12],[13].

2.3.3 Fast Fading

Fast fading disebut juga fading lintas jamak, terjadi karena adanya beberapa jalur propagasi yang disebut sebagai multipath. Hal ini disebabkan karena adanya pantulan gelombang dari benda-benda seperti rumah, bangunan, pengunungan, mobil, pohon, dan benda-benda lain disekitar Mobile Station (MS). Mulitipath ini dapat menyebabkan level sinyal yang diterima merupakan penjumlahan dari sinyal multipath yang mengalami perubahan amplitudo, dan fasa dari sinyal yang tiba di Mobile Station (MS).


(31)

Fenomena multipath ini menyebabkan sinyal yang diterima mengalami fluktuasi daya cepat atau fast fading dalam keadaan waktu yang singkat [1],[10],[13].

2.4 Model Pengukuran Level Sinyal

Pada komunikasi seluler, level sinyal dapat diterima Mobile Station (MS) berdasarkan model waktu diskrit ataupun dengan waktu kontinu, yang bertujuan untuk mengukur sampel kekuatan sinyal. Model pengkuran pada waktu kontinu merupakan pengukuran sebagai waktu yang kontinu, sedangkan pengukuran yang diukur dengan waktu diskrit adalah pengukuran yang berdasarkan unit sampel level sinyal pada interval waktu tertentu. Pengukuran level sinyal ini dapat dinyatakan pada Persamaan 2.1 dan 2.2 [14],[15].

, , , , , t 0 2.1 , , , , , t 0 2.2

Dimana,

, : level sinyal yang diterima MS dari selama waktu kontinu t , : level sinyal yang diterima MS dari pada unit sampel sinyal ke-k m, W, Z : ketiga suku penjumlahan dari kedua Persamaaan masing-masing

merupakan komponen pathloss, shadow fading, dan fast fading. Pada metode handoff, komponen fast fading diabaikan karena memiliki korelasi jarak yang singkat, yaitu dengan melewatkan sinyal melalui filter lowpass. Kemudian sinyal dirata-ratakan dengan metode rata-rata seperti metode rectangular dan eksponensial yang bertujuan untuk memperhalus sinyal yang berfluktuasi akibat shadow fading.


(32)

Metode rata-rata yang akan dibahas adalah dengan menggunakan metode eksponensial.

Persamaan level sinyal setelah di rata-ratakan dengan metode eksponensial berdasarkan waktu diskrit ke-k dinyatakan pada Persamaan 2.3 [16],[17],[18].

̅, ̅, , 2.3

Dimana,

̅, : sinyal rata-rata , ; b = /

: interval jarak sinyal sampel

: jumlah sinyal sebanyak dirata-ratakan

2.5 Handoff dalam Sistem Seluler

Pada sistem komunikasi seluler bergerak, area cakupan atau pelayanan dibagi ke dalam sel-sel dengan sebuah Base Station (BS) yang melayani masing-masing sel tersebut. Proses pengalihan kanal trafik secara otomatis pada MS yang digunakan untuk berkomunikasi tanpa terjadinya pemutusan hubungan, disebut handoff. Hal ini merupakan bahwa handoff pada dasarnya adalah sebuah panggilan (call) koneksi yang bergerak dari satu sel ke sel lainnya. Apabila terjadi kegagalan handoff akan berakibat dropcall yaitu terputusnya hubungan saat percakapan sedang berlangsung [1],[3].

Dalam sistem seluler, handoff merupakan salah satu komponen penting karena proses handoff harus menjamin kualitas dan kelangsungan hubungan sebuah panggilan. Proses handoff terjadi karena kualitas atau daya ratio turun di bawah nilai yang dispesifikasikan dalam BSC.


(33)

Penurunan level sinyal ini dideteksi dari pengukuran yang dilakukan MS maupun BTS. Akibatnya handoff akan ditujukan ke sel dengan sinyal yang lebih besar. Selain itu, handoff dapat terjadi jika trafik dari sel yang dituju sudah penuh. Ketika MS melewati sel, dialihkan ke neighbouring cell, dengan beban trafik yang lebih kecil. Faktor penyebab gagalnya handoff antara lain interferensi yang tinggi, dan area cakupan radio kurang baik [3].

Tujuan handoff yaitu mencegah terjadinya kegagalan panggilan (call termination) ketika user berpindah dari suatu area yang dilingkupi suatu sel dan memasuki kawasan yang dilingkupi sel lain, sehingga panggilan tersebut dapat berpindah ke sel kedua, dan melakukan pergantian kanal apabila terjadi gangguan interferensi yang besar.

2.5.1 Tipe handoff

Handoff dapat diklasifikasikan ke dalam intracell handoff dan Inter-cell handoff. Intracell handoff merupakan transfer panggilan berlangsung dari saluran dalam satu sel ke saluran lain dalam sel yang sama, sedangkan inter-cell handoff adalah transfer panggilan atau sesi ke sel lain [1].

Ada beberapa metode untuk mengelompokkan proses handoff. Pada sub bagian berikut, dirangkum tiga metode yang umum digunakan.

2.5.1.1 Berdasarkan Transfer Kanal diantara BTS

Berdasarkan transfer kanal diantara BTS, mekanisme handoff dibagi atas 2 macam, yaitu [1].


(34)

1. Hard handoff

Tipe ini menggunakan metode break before make, yang berarti koneksi MS akan terputus dari BTS yang sedang melayaninya sebelum terkoneksi ke BTS baru. Hard handoff terjadi antara sektor atau sel dengan frekuensi pembawa yang berbeda. Pada prinsipnya, bahwa link lama akan terputus, dan link yang baru harus terbangun secepat mungkin, supaya mempertahankan kualiatas pelayanan [1]. Pada Gambar 2.3 merupakan prinsip kinerja dari hard handoff.

Gambar 2.3 Hard handoff

2. Soft handoff

Soft handoff merupakan handoff yang terjadi antara sel dengan frekuensi pembawa yang sama, dimana MS memulai komunikasi dan membentuk hubungan dengan BTS yang baru terlebih dahulu sebelum memutuskan hubungan dengan BTS asal [1].


(35)

Hubungan dengan cell lama hanya akan diputus apabila kekuatan sinyal pada sel lama semakin menurun, dan melemah. Sehingga pada MS tidak mendapat sinyal dari sel lama. Handoff terjadi secara sempurna, apabila link yang lama telah diputuskan. Hubungan akan diputuskan apabila proses penyambungan dengan BTS yang baru telah mantap, supaya menghindari terjadinya drop call. Proses soft handoff sering disebut make before break. Prinsip kinerja dari soft handoff ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Soft handoff 2.5.1.2 Handoff dalam Jaringan Seluler

Global Sytem for Mobile Communication (GSM) merupakan standar yang diterima secara global untuk komunikasi seluler digital. Sebagian jaringan GSM beroperasi pada band 900 MHz – 1800 MHz. Handoff dalam GSM dapat melibatkan banyak elemen seperti Base Transceiver Station (BTS), Base Station


(36)

Elemen-elemen yang terlibat dalam proses handoff dalam jaringan GSM di tunjukkan pada Gambar 2.5 [1].

Gambar 2.5 Handoff dalam elemen jaringan seluler (a) Handoff intersel atau handoff intra-BSC (b) Handoff inter-BSC atau handoff intra-MSC (c) Handoff inter-BSC atau handoff intra sistem Handoff dikategorikan sebagai intra sel handoff dan inter sel handoff dengan mempertimbangkan sektor sel, yaitu [1]:

1) Handoff intra sel

Handoff intra sel terjadi antara dua slot waktu atau saluran di BTS yang sama. 2) Handoff inter sel atau handoff intra BSC

Handoff inter sel terjadi antara dua BTS yang terhubung ke BSC yang sama. 3) Handoff inter-BSC atau handoff intra-MSC


(37)

Handoff yang terjadi antara dua base stasion yang tehubung ke BSC yang berbeda dengan MSC yang sama.

4) Handoff inter MSC atau handoff intra sistem

Handoff antara dua BTS yang terkoneksi ke BSC yang berbeda dengan MSC yang berbeda.

5) Handoff inter sistem

Handoff pada inter sistem terjadi antara dua BTS yang terhubung dengan MSC yang berbeda dari dua PCS jaringan yang berbeda.

2.5.1.3 Protokol Handoff

Pada protokol handoff terdapat tiga jenis keputusan handoff, antara lain network controlled handoff (NCHO), mobile assisted handoff (MAHO), dan mobile controlled handoff (MCHO) [1],[19].

1. Network Controlled Handoff (NCHO)

Pada skema ini, bahwa jaringan akan menentukan suatu keputusan untuk handoff berdasarkan pengukuran level sinyal MS dari sejumlah BTS. Kadang-kadang jaringan akan mengatur atau menjembatani koneksi antar sebuah BTS lama dengan BTS yang baru, yang bertujuan untuk meminimalkan durasi handoff. Secara umum, proses handoff (termasuk data, transmisi, perpindahan saluran, dan jaringan switching) membutuhkan waktu sekitar 100-200ms. Waktu handoff pada NCHO bisa lebih sampai 10 detik.


(38)

2. Mobile Assisted Handoff (MAHO)

Proses distribusi protokol MAHO, untuk mengurangi beban sebuah jaringan, MS akan memonitoring dalam pengambilan informasi pengukuran level sinyal yang diterima, dan secara berkala akan mengirim informasi level sinyal tersebut ke BTS. Berdasarkan level sinyal yang diterima MSC atau BTS akan memutuskan kapan terjadinya handoff. Dimana waktu yang diperlukan handoff pada MAHO sekitar 1 detik, pada skema ini MAHO digunakan pada jaringan GSM.

3. Mobile Controlled Handoff (MCHO)

Pada skema ini, MS yang akan mengendalikan keputusan proses handoff, dimana MS dan BTS masing-masing mengukur informasi yang diperlukan. Hasil informasi dari BTS akan dikirim ke MS. Kemudian MS mengukur level sinyal dari BTS yang aktif dan memperoleh informasi level interferensi semua kanal. Jenis handoff ini memiliki waktu reaksi singkat (diurutan 0,1 detik), dan ini cocok digunakan pada sistem mikroseluler. MS tidak memiliki informasi tentang kualitas sinyal dari sinyal MS lain, namun keputusan handoff tidak menimbulkan gangguan terhadap interferensi ke MS lain. Keputusan handoff dapat terjadi, jika kekuatan sinyal BTS yang sedang melayani MS lebih rendah dari BTS lainnya, yang ditentukan berdasarkan threshold (ambang batas) tertentu.


(39)

2.6 Proses Handoff

Poses handoff dapat dibagi ke dalam tiga tahap yang berbeda, yaitu [6]:

1. Tahap inisiasi yaitu membahas tentang masalah link radio termasuk proses monitoring dan efisiensi pengukuran kualitas link radio.

2. Tahap eksekusi yaitu mengacu pada efisiensi manajemen sumber radio dan mencakup strategi pengalokasian kanal.

3. Transfer panggilan actual, dengan tetap memenuhi persyaratan kualitas layanan bagi user.

Adapun beberapa variasi parameter dalam mengeksekusi handoff antara lain, berdasarkan intensitas trafik jaringan, bit error rate, level sinyal, perbandingan carrier interferensi, jarak, daya transmisi dan kecepatan [20].

Beberapa metode inisiasi handoff berdasarkan informasi level sinyal, yaitu relatif level sinyal dengan threshold, relatif level sinyal dengan histeresis, dan relatif level sinyal dengan histeresis dan threshold tetap [17],[21],[22]. Suboptimal SDH menginisiasi handoff berdasarkan sinyal degradasi.

2.7 Suboptimal Signal Degradation Handoff

Signal Degradation Handoff dideskripsikan sebagai gabungan nilai ekspektasi total jumlah sinyal terdegradasi dan jumlah handoff dengan memvariasikan nilai c untuk mencapai parameter kinerja berdasarkan fungsi keputusan handoff [2].


(40)

Metode handoff yang optimal dapat didesain berdasarkan gabungan antara nilai ekspektasi sinyal terdegradasi ] dan ekspektasi jumlah handoff ], masing-masing dinyatakan pada Persamaan 2.4 dan 2.5 [16].

∑ ̅, 2.4

E ] = ∑ { = 1} 2.5

Dimana,

̅, : probabilitas kejadian ̅, berada dibawah

: level sinyal minimum yang masih dapat melayani MS

: fungsi keputusan handoff

Apabila handoff = 1 menyatakan apabila handoff terjadi, sebaliknya jika = 0 handoff tidak terjadi. Fungsi proses keputusan handoff

, , … , , didesain supaya memperoleh tradeoff antara ekspektasi sinyal terdegradasi dan ekspektasi jumlah handoff E ], dinyatakan dengan formulasi Bayes pada Persamaan 2.6 [4].

2.6

Dimana, c 0 adalah parameter yang dapat divariasikan sesuai perubahan lingkungan. Secara praktis, lintasan MS tidak dapat diketahui seluruhnya. Dengan membatasi keputusan handoff hanya pada waktu k dan k+1, maka diperoleh solusi suboptimal yang dinyatakan dengan Persamaan 2.7 [2],[16].


(41)

, ̅ , |

̅ , |

,

2.7

Dengan adalah informasi yang dibutuhkan pada waktu-k. Karena distribusi bersyarat ̅, yang terdiri dari , dan ̅, adalah Gaussian, maka probabilitas pada Persamaan 2.7 ditentukan oleh syarat mean dan variansi, masing-masing dinyatakan pada Persamaan 2.8 dan 2.9 [2].

̅, ̅, , log , /

, 2.8

̅, 2.9

Rumus keputusan suboptimal diatas disebut sebagai suboptimal Signal Degradation Handoff, yang ditulis menjadi Persamaan 2.10 [2],[16].

, ,

,

,

2.10

dimana, , ≜ ̅,

≜ √


(42)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendahuluan

Sumber penelitian diperoleh dari studi literature yaitu berupa jurnal, bahan dari internet, kajian dari buku-buku pendukung, baik dalam bentuk hardcopy dan softcopy. Alat bantu yang digunakan dalam penelitian yaitu laptop, software Matlab R2010a. Langkah-langkah pemodelan dan simulasi yang dirancang yaitu :

a) Jaringan seluler yang homogen direncanakan terdiri dari 3 BTS yaitu , , , dengan mengasumsikan MS akan bergerak terhadap setiap sampel ke-k disepanjang lintasan lurus.

b) Pengukuran laju delay dapat diukur berdasarkan jarak antara setiap titik sampel adalah k = v ), dimana adalah periode waktu sampling. c) Pada sampel kuat sinyal, MS mengukur kuat sinyal secara diskrit dari

masing-masing BTS yang berdekatan dimana komponen sinyal ini adalah pathloss, shadow fading. Sampel sinyal tersebut akan diproses dengan menggunakan metode rata-rata eksponensial.

d) Pemilihan sinyal rata-rata yang melayani MS, dievaluasi dengan menggunakan metode suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH). e) Parameter kinerja handoff yang dievaluasi antara lain jumlah sinyal


(43)

3.2 Model Sistem

Pada jaringan seluler yang homogen direncanakan terdiri dari 3 BTS yaitu , , dan , dimana masing-masing BTS diletakkan pada sistem kartesien dengan titik koordinat , . Dengan mengasumsikan masing-masing BTS memiliki cakupan sel yang ekivalen, dengan model sel berbentuk heksagonal yang dicakup oleh jenis antena omnidirectional. MS akan bergerak terhadap setiap sampel ke-k dari disepanjang lintasan lurus dengan kecepatan yang konstan. Level sinyal dari , , dan adalah jarak sampel k dimana k adalah bersifat integer {k ∈ (1, D/ds)} dan adalah jarak sampling.

Jarak , merupakan jarak MS terhadap setiap sampel ke-k dari yang diperoleh dengan Persamaan 3.1 [2].

, 3.1 Pergerakan MS dari , , dan sampai ke titik tujuan (P) juga berubah-ubah setiap waktu sampel. Titik tujuan (P) masing-masing diperoleh dengan Persamaan 3.2 dan 3.3 [2].

cos 3.2


(44)

Gambar 3.1 Model lintasan dalam sistem kartesien

Pada Gambar 3.1, MS bergerak mengikuti garis berwarna merah sesuai dengan arah panah. Setiap jarak sampling ( ), kuat sinyal yang diterima oleh MS ketika berada pada jarak , , , , dan , dari , , dan yang diukur secara diskrit, masing-masing sebesar , , , , dan , .

3.3 Sampel Kuat Sinyal

Pengukuran kuat sinyal dilakukan dengan mengambil setiap unit sampel kuat sinyal dari BTS secara diskrit setiap waktu = k , dan jarak antara setiap titik sampel adalah , dimana adalah periode sampling. Level sinyal yang diukur secara diskrit , , dari setiap sample ke-k dalam satuan dB terdapat pada Persamaan 3.4 [14],[15].


(45)

, , , , 3.4 , , , , , adalah mewakili komponen pathloss, shadowing, dan fast fading. Besar nilai , pada komponen pathloss dinyatakan pada Persamaan 3.5 [15].

, , log , 3.5 Dimana, , adalah kuat sinyal transmitter dari (dB), sebagai komponen pathloss yang bergantung pada tipe lingkungan sistem propagasi, , merupakan jarak MS dari pada sampel-k. Model log-normal autoregressive pertama (AR-1) diasumsikan sebagai shadow fading. , adalah zero mean AR-1 proses stasioner Gaussian dengan fungsi autokorelasi, yang dinyatakan dengan Persamaan 3.6 [23].

, , | | 3.6 Sehingga , dapat ditulis pada Persamaan 3.7 [23].

, ,

, , , 3.7 Dimana,

, (0,1) : variabel acak

: jarak korelasi shadow fading : variansi shadow fading

: koefisien korelasi dari , ; exp / .

Dengan mengeliminasi komponen fast fading ( , ), maka kuat sinyal , yang diterima oleh MS dari pada sampel ke-k, terdapat pada Persamaan 3.8 [1].


(46)

, , , 3.8

3.4 Rata-Rata Kuat Sinyal

Level kuat sinyal yang diterima oleh MS dari sepanjang lintasan , , ditulis pada Persamaan 3.9.

, , , , 3.9 Dimana, i = 1,2,3.

, : kuat sinyal yang diterima dari pada sampel ke- . , : jarak MS terhadap pada sampel ke- .

: konstanta pathloss. : eksponen pathloss.

, : distribusi Gaussian , yang merepresentasikan efek shadowing. Untuk memperhalus atau meminimalkan pengaruh sinyal yang berfluktuasi, maka level sinyal yang diterima oleh MS diolah dengan proses rata-rata. Proses rata-rata level sinyal dilakukan dengan merata-ratakan sinyal secara diskrit dengan menggunakan metode window rata-rata. Proses rata-rata yang dilakukan adalah secara window eksponensial, dinyatakan pada Persamaan 3.10 [14],[15].

, 3.10

Level sinyal yang diproses dari merupakan perkalian konvolusi diskrit, terdapat pada Persamaan 3.11 [14].


(47)

Sehingga persamaan level sinyal setelah dirata-ratakan, ditulis dengan Persamaan 3.12.

̅, , ̅, , , , 3.12

Dimana,

: panjang rata-rata window.

̅, , : rata-rata sinyal diterima oleh MS dari sebagai fungsi

jarak , pada sampel sinyal yang ke- .

̅, , : rata-rata sinyal diterima oleh MS dari sebagai

fungsi jarak , pada sampel yang ke- .

3.5 Parameter Kinerja Handoff

Parameter kinerja handoff yang dievaluasi antara lain: 1. Jumlah Sinyal Degradasi

Kejadian sinyal degradasi merupakan kejadian ketika level sinyal berada dibawah level sinyal minimum ( . Jika, (level sinyal minimum yang melayani MS) berada dibawah ambang batas maka kualitas sinyal akan semakin memburuk. Call Drop merupakan kejadian terputusnya link antara MS dengan BTS dalam suatu lintasan MS. Panggilan akan mengalami drop (call drop) karena sejumlah titik sampel sinyal secara berturut-turut berada dibawah level drop.


(48)

Laju ekspektasi kejadian sinyal degradasi dalam suatu lintasan l yang terdiri dari N sampel sinyal , , dinyatakan pada Persamaan 3.13 [2],[23].

∑ , 3.13

Dimana,

, , ,| ,| ,

, , log , log , ,

log , , ,

Maka, sinyal degradasi rata-rata ̅ dari sejumlah s lintasan l dirumuskan dengan Persamaan 3.14 [2].

̅ = ∑ (l) 3.14

2. Jumlah handoff ( )

Apabila handoff terjadi maka banyak kejadian handoff pada lintasan ( =1), sebaliknya, jika ( =0), menyatakan bahwa handoff tidak terjadi [23]. Jumlah kejadian handoff ( pada lintasan l yang terdiri dari N titik sampel sinyal dapat dinyatakan pada Persamaan 3.15 [16].

= ∑ = 1} 3.15

Nilai rata-rata handoff sejumlah s lintasan l, ditulis pada Persamaan 3.16. ∑ 3.16


(49)

3. Delay handoff ( )

Delay merupakan tundaan bahwa MS tidak dilayani oleh BTS yang terdekat dengan MS. Posisi MS melewati titik pertengahan sel dalam area BTS yang identik. Titik pertengahan mengindikasikan bahwa level sinyal dari BTS adalah sama, dengan asumsi tidak ada noise (ngangguan) dilingkungan seluler [16]. Jumlah delay sepanjang lintasan l yang terdiri dari N (titik sampel sinyal) dapat dinyatakan pada Persamaan 3.17 [2].

∑ 3.17

Dimana, ,

Jadi, delay rata-rata ( ) sejumlah s lintasan l dirumuskan dengan Persamaan 3.18 [2].

∑ 3.18

3.6 Standar Deviasi Shadow Fading

Parameter kontrol yang berpengaruh terhadap parameter kinerja handoff dengan menggunakan algoritma suboptimal SDH adalah standar deviasi shadow fading . Standar deviasi shadow fading adalah gambaran karakteristik lingkungan propagasi seluler, dimana sinyalnya mengalami fluktuasi karena adanya penghalang antara pemancar dan penerima dilingkungan yang memiliki kontur menonjol seperti pengunungan, hutan, bangunan, dan persimpangan jalan. Cakupan area disekitar daerah urban pada MS berkisar antara 3-12 dB [1],[6].


(50)

Fenomena shadowing yang terjadi, sinyal yang terhalangi akan mengalami redaman. Hal ini di sebabkan, karena sinyal mengalami absorption, reflection, difraction, dan scatter. Kemudian sinyal dapat dirata-ratakan dengan menggunakan metode eksponensial yang bertujuan untuk memperhalus sinyal berfluktuasi akibat efek shadow fading.

3.7 Metode suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH)

Metode Suboptimal SDH yang menentukan proses handoff dengan batasan waktu hanya pada saat k dan k+1, yang terdapat pada Persamaan 3.19.

, ̅ , |

̅ , |

,

3.19

Probabilitas Persamaan 3.19 diatas dapat dinyatakan pada Persamaan 3.20 sebagai fungsi Q(.) [4],[16],[23].

, ,

,

,

3.20

Dimana, ≜

√ / .

Berdasarkan Persamaan 3.20 diatas, maka metode suboptimal SDH untuk inisiasi handoff terhadap 3 BTS, antara lain:

1. Mengasumsikan keadaan sebelumnya menangani MS →


(51)

, . , . ∩ , . , . b. Syarat handoff : →

, . , . ∩ , . , .

2. Mengasumsikan keadaan sebelumnya menangani MS

a. Syarat handoff : →

, . , . ∩ , . , .

b. Syarat handoff : →

, . , . ∩ , . , .

3. Mengasumsikan keadaan sebelumnya menangani MS a. Syarat handoff : →

, . , . ∩ , . , .

b. Syarat handoff : →

, . , . ∩ , . , .

Dimana,

, . : fungsi . dari pada sampel ke- .

handoff : → menyatakan handoff terjadi dari ke .

3.8 Flow Chart Evaluasi Metode Handoff dan Proses Handoff


(52)

BAB 4

HASIL DAN SIMULASI

4.1 Umum

Dalam Tugas Akhir ini dianalisis pengaruh standar deviasi shadow fading terhadap kinerja algoritma Suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH) yaitu jumlah sinyal degradasi, delay, dan jumlah handoff. Simulasi dilakukan dengan menggunakan software Matlab 2010a. Terdapat 3 BTS yang bersebelahan dengan jarak antara BTS adalah 1000√ meter yang berada dalam sistem kartesien. Masing-masing koordinat adalah (268, 1001), (2000,1), (2000, 2001). Dengan mengasumsikan MS bergerak lurus setiap 1 meter dimulai dari titik (2000,0), dengan arah (sudut ) setiap gerakan lurus 1 meter tersebut adalah berlintasan lurus. Sebanyak s=50 lintasan yang merupakan jalur MS dibangkitkan dalam area ketiga BTS. Setiap lintasan terdiri dari N=2000 sampel kuat sinyal dengan jarak antara lintasan setiap sampel berdekatan =1 meter.

Dengan mengasumsikan kuat sinyal yang dibangkitkan disetiap titik sampel sepanjang seluruh lintasan yang merupakan jalur MS bergerak, yaitu; , ( , ) =

- log( , ) + , [14],[15], dimana = 105 dBm, = 30 dBm, , merupakan jarak MS (meter) pada sample ke-k terhadap BTS, , adalah distribusi Gaussian (N,(0, )) yang merepresentasikan efek shadowing. = 30 meter menyatakan korelasi jarak shadowing, kecepatan MS v = 20 ⁄ , = 0,5 sekon menyatakan waktu setiap sampel, = 3-12 dB menyatakan nilai variansi pada standar deviasi shadow fading.


(53)

= 0 dBm menyatakan level sinyal minimum yang masih dapat diterima user. Panjang rata-rata ( = 10 meter). Nilai parameter yang digunakan dalam simulasi terdapat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Nilai parameter yang digunakan dalam simulasi

Simbol Deskripsi Nilai

BTS Base transceiver station 3 [5]

s Jumlah lintasan 50

D Jarak antar BTS 1000 meter

K Konstanta pathloss 105 dBm [16]

K Eksponen pathloss 30 dBm [16]

Standar deviasi shadow fading yang divariasikan

3-12 dB [6]

(∆ Level sinyal minimum 0 dBm [16] Jarak korelasi 30 meter [16] Jarak interval sampling 1 meter [6],[16]

N Jumlah titik sampel

dalam lintasan (D/ )

2000 titik

v Kecepatan (MS) 20 m/s [16]

Waktu setiap titik sampel 0,5 sekon [16] Panjang rata-rata window 10 meter [6]

Sudut 20 derajat


(54)

-500 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 -1000

-500 0 500 1000 1500 2000 2500 3000

4.2 Analisa Hasil Simulasi

Pada parameter kontrol standar deviasi shadow fading ( , nilai ( divariasikan (3-12 dB) untuk dievaluasi terhadap parameter kinerja, yaitu jumlah sinyal degradasi, delay, dan jumlah handoff dengan menggunakan algoritma Suboptimal Signal Degradation Handoff (SDH). Nilai cost(c) yang digunakan yaitu (c=0,0045, 0,025, 0,1, 0,25, 0,65).

Pada Gambar 4.1, memperlihatkan posisi BTS dengan jarak (D=2000 meter), dan jarak sampling ( =1 meter). MS akan bergerak terhadap setiap sampel ke-k dari disepanjang lintasan lurus, dan disampel setiap 1 meter sebanyak 2000 titik sampel (N=2000 sampel).

Gambar 4.1 Posisi MS terhadap BTS dengan (D=2000 meter), dan =1 meter)


(55)

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 -5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 sample ke-le ve l si n ya l ( d B ) sinyal1 sinyal2 sinyal3

Level sinyal yang diterima mengalami fluktuasi, karena adanya penghalang antara pemancar dan penerima. Kemudian sinyal yang terhalangi mengalami redaman. Bentuk level sinyal diterima MS dari 3 BTS yang diproses tanpa menggunakan metode rata-rata eksponensial terdapat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Bentuk level sinyal diterima MS dari 3 BTS yang diproses sebelum menggunakan metode rata-rata eksponensial

Pada Gambar 4.3, menunjukkan level sinyal yang diterima MS dari masing-masing BTS yang diproses dengan menggunakan metode eksponensial. Level sinyal yang dirata-ratakan berdasarkan metode eksponensial, bertujuan untuk memperhalus atau meminimalkan pengaruh sinyal yang berfluktuasi karena adanya penghalang antara pemancar dan penerima, dilingkungan yang memiliki


(56)

Gambar 4.3 Bentuk level sinyal dari 3 BTS yang diproses dengan menggunakan metode eksponensial untuk memperhalus sinyal shadowing yang

berfluktuasi

4.3. Analisis Pengaruh Parameter Kontrol (Standar Deviasi Shadow Fading) terhadap Parameter Kinerja Algoritma SDH

Pada subbagian ini, dibahas pengaruh standar deviasi shadow fading terhadap parameter kinerja dengan menggunakan metode suboptimal Signal Degradation Handoff. Pada Gambar 4.4, diperlihatkan hubungan antara jumlah sinyal degradasi dengan cost(c) pada standar deviasi shadow fading tertentu. Pada parameter pengendalian daya (cost(c)) 0,0045 sampai 0,65, nilai jumlah sinyal degradasi berdekatan untuk standar deviasi shadow fading yang sama antara 3 dB sampai 6 dB.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

0 5 10 15 20 25 30 35 sample ke-le v e l s in y a l ( d B ) sinyal rata-rata1 sinyal rata-rata2 sinyal rata-rata3


(57)

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0

0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07

Standar Deviasi Shadow Fading (dB)

S

iny

al

D

egr

adas

i (

dB

)

c = 0.0045 c = 0.025 c = 0.1 c = 0.65

cost(c) = 0,0045 - 0,65

Pada cost(c) 0,0045 sampai 0,65 jumlah sinyal degradasi mengalami kenaikan, seiring semakin besarnya nilai standar deviasi shadow fading yang telah divariasikan antara 3 dB sampai 12 dB. Semakin meningkatnya jumlah sinyal degradasi terjadi, maka sinyal akan mengalami keburukan. Hal ini dikarenakan sinyal degradasi lebih banyak terjadi berada di bawah sinyal minimum ( ). Hasil data variasi standar deviasi shadow fading terhadap parameter jumlah sinyal degradasi terlampir pada lampiran B.1.

Gambar 4.4 Hubungan antara sinyal degradasi dengan cost(c) pada standar deviasi shadow fading


(58)

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0

0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

Standar Deviasi Shadow Fading (dB)

J

u

m

lah H

andof

f

c = 0.0045 c = 0.025 c = 0.1 c = 0.65

cost(c) = 0,0045 - 0,65

Pada cost(c) 0,0045 sampai 0,65 untuk standar deviasi shadow fading yang sama antara 3 dB sampai 5 dB nilai jumlah handoff berdekatan dan bernilai kecil. Pada cost(c) 0,65 jumlah handoff bernilai hampir konstan, dan untuk cost(c) 0,025 nilai jumlah handoff hampir konstan pada saat standar deviasi shadow fading bernilai 10 dB sampai 12 dB. Sementara, pada cost(c) 0,0045 nilai jumlah handoff hampir konstan, saat standar deviasi shadow fading bernilai 8 dB sampai 10 dB, dan saat standar deviasi shadow fading bernilai 11 dB sampai 12 dB jumlah handoff mengalami kenaikan. Pada cost(c) 0,0045 sampai 0,1 nilai jumlah handoff mengalami kenaikan seiring semakin besarnya nilai standar deviasi shadow fading. Hasil data variasi standar deviasi shadow fading terhadap parameter jumlah handoff terlampir pada lampiran B.2.

Gambar 4.5 Hubungan antara jumlah handoff dengan cost(c) pada standar deviasi shadow fading


(59)

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Standar Deviasi Shadow Fading (dB)

D e la y R a ta -ra ta (m )

c = 0.0045 c = 0.025 c = 0.1 c = 0.65

cost(c) = 0,0045 - 0,65

Pada Gambar 4.6, diperlihatkan hubungan antara delay dengan cost(c) pada standar deviasi shadow fading tertentu. Pada cost(c) 0,0045 sampai 0,65 untuk standar deviasi shadow fading yang sama antara 3 dB sampai 6 dB, nilai delay berdekatan dan bernilai kecil. Sementara pada cost(c) 0,65 nilai delay hampir konstan, tetapi ketika cost(c) 0,0045 sampai 0,1 terjadi penurunan delay seiring semakin besarnya nilai standar deviasi shadow fading antara 3 dB sampai 12 dB. Hasil data variasi standar deviasi shadow fading terhadap parameter delay terlampir pada lampiran B.3.

Gambar 4.6 Hubungan antara delay dengan cost(c) pada standar deviasi shadow fading


(60)

Fenomena pada Gambar diatas, diperlihatkan bahwa seiring meningkatnya standar deviasi shadow fading, kejadian handoff semakin sering terjadi (meningkatnya jumlah handoff). Meningkatnya kejadian handoff dinyatakan oleh semakin cepatnya handoff terjadi atau delay (waktu tunda) handoff semakin singkat (nilai delay menurun). Kejadian handoff yang sering terjadi kerena delay handoff yang singkat berakibat pada semakin banyaknya level sinyal dibawah sinyal minimum (nilai sinyal degradasi semakin besar).

                                 


(61)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis pengaruh standar deviasi shadow fading terhadap parameter kinerja algoritma SDH dari hasil simulasi diperoleh kesimpulan, yaitu :

1. Pada cost(c) 0,0045 sampai 0,65 jumlah sinyal degradasi mengalami kenaikan, seiring semakin besarnya nilai standar deviasi shadow fading yang telah divariasikan antara 3 dB sampai 12 dB.

2. Pada cost(c) 0,0045 sampai 0,1 delay handoff mengalami penurunan, seiring semakin besarnya nilai standar deviasi shadow fading.

3. Meningkatnya nilai jumlah handoff, seiring semakin besarnya nilai standar deviasi shadow fading yang terdapat pada cost(c) 0,0045 sampai 0,1.

4. Seiring meningkatnya nilai standar deviasi shadow fading yang telah divariasikan antara 3 dB sampai 12 dB, menyebabkan semakin sering terjadinya handoff (jumlah handoff bernilai tinggi), hal ini karena delay handoff semakin singkat (nilai delay menurun). Kejadian handoff yang sering terjadi karena delay handoff yang singkat berakibat pada semakin banyaknya level sinyal di bawah sinyal minimum (jumlah sinyal degradasi semakin tinggi).

5. Delay handoff yang singkat mengindikasikan kejadian handoff sering terjadi (nilai jumlah handoff semakin meningkat).


(62)

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan pada Tugas Akhir ini, yaitu :

1. Pemodelan parameter kinerja algoritma SDH dapat dikaji kembali untuk mendapat kondisi sebenarnya dilapangan.

2. Memodelkan lintasan MS yang mendekati lintasan sebenarnya.

                                   


(63)

DAFTAR PUSTAKA

1. Halgamuge, M. N,“Performance Evaluation and Enhancement of Mobile and Sensor Networks,”(Disertasi). Australia, University of Melbourne, hal.37-59, 2006.

2. Siregar, L. 2013. “Optimalisasi Parameter Tradeoff Handoff Dengan Mengevaluasi Metode Handoff”, Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara. 3. Sirait, Rummi, Handover Pada Jaringan Komunikasi Bergerak Generasi (3G)

WCDMA, (online), http://handoffpart2yandayuliana.blogspot.com/, (diakses tanggal 23 September 2013).

4. Veeravalli, V. V., Kelly. O. E,”A Locally Optimal Handoff Algorithms for Cellular Communication”, IEEE Trans. Veh. Technol, Vol. 46, No. 3, hal. 603-609, 1997.

5. Halgamuge, M. N., Vu, H. L., Zukerman, M.,”Evaluation of Handoff Algorithms Using a Call Quality Measure with Signal Based Penalties”,IEEE Commun. Society WCNC 2006 procced., hal. 30-35, 2006.

6. Singh, B., Aggrawal, K., K., Kumar, S, ”Sensitivity Analysis of Handover Performance to Shadow Fading in Microcellular Systems”, IEEE, ICPW, hal. 446-450, 2005.

7. Haykin, Simon., “Communication System”, 4th edition. Singapore : John Wiley & Son, Inc., 2001.

8. “Sistem Komunikasi satelit”, (online),


(64)

9. Gudmundson, M,”Analysis of Handover Algorithms”, IEEE, hal. 537-542, 1991.

10.Stallings, William. 2007. Komunikasi & Jaringan Nirkabel, Edisi Kedua Jilid 1: Trans. Dimas Aryo Sasongko., Ed. Gugi Sagara. Jakarta: Erlangga.

11.Mahmood, M., Z. dan Dassanayake, P, ”Shadow Fading in Mobile Radio Channel”, IEEE, hal. 291-295, 1996.

12.Goldsmith, A, ”Wireless Communication”, Penerbit: Cambridge University Press. hal. 27-63, 2005.

13.M.Gudmudson,”Correlation model for shadow fading in mobile radio system”, Electronis Letters, Vol. 27, No. 23, pp. 2145-2146, Nov.1991.

14.Leu, A. E., Mark, B. L, ”A Discrete-Time Approach to Analyze Hard Handoff Performance in Cellular Networks”, IEEE Trans. Wireless Commun., vol.3, no.5, hal. 1721-1733, 2004.

15.Tang, S., Mark, B. L., Leu, A. E.” An Exact Solution For Outage Probability in Cellular Network”, George Mason University, hal.1-7.

16.Akar, M., Mitra,U, ”Variations on Optimal and Suboptimal Handoff Control for Wireless Communication Systems”, IEEE J. Select. Areas Commun., vol. 19, hal. 1173-1185, 2001.

17.Pollini, G., P, Handover Rates in Cellular Systems: Towards a Closed Form Approximation”, IEEE, hal. 711-715, 1997.

18.Tibrewala, A., et. al.,2008.”Signal Strength Ratio Based Handoff Algorithms for Cellular Networks”, IEEE. Hal. 1-5.


(65)

19.Tripathi N., Reed N. J. H, VanLandingham H. F. MPRG., Tech V, “Handoff in Celular System”, IEEE Personal Comunications., hal 26-36, 1988.

20.Marichamy, P., Chakrabarti, S., Makara, S. L, ”Performance Evaluation of Handoff Detection Schemes”, IEEE, hal. 643-646, 2003.

21.Marichamy, P., Chakrabarti, S, “On Threshold Setting and Hysteresis Issues of Handoff Algorithms”, in Proc. IEEE Personal Wireless Communication Conf., hal. 436–440, 1999.

22.Marichamy, P., Chakrabarti, S., Makara, S. L, ”Overview of Handoff Schemes in Cellular Mobile Networks and Their Comparative Performance Evaluation”, IEEE Vehic. Technol.,hal. 1486-1490, 1999.

23.Rajat, P. and Venugopal, V., V,“Adaptive Hard Handoff Algorithm”. IEEE J. Select. Areas Commun., vol.18, hal., 2456-1464, 2000.

             


(66)

LAMPIRAN A

Code Program

A1. Source Code Program


(67)

Lampiran A / Code Program 1/10 A.1 Source Code Program

tic;

clear all; clc;

close all;

s = 1;% Jumlah simulasi N = 2000; % jlh titik sampel %koordinat BTS

D = 1000*sqrt(3); % jarak antara BTS berdekatan adalah.2000 meter X_BTS = [2000-D*sin(60*pi/180) 2000 2000];

Y_BTS = [1+D/2 1 1+D]; ds = 1; % meter % Jarak Interval Sample 1 meter theta = 20; % sudut arah pergerakan MS dari BTS1 % Koordinat awal MS

xk =[500*ones(s,1) zeros(s,N-1)];%sb-x yk = [500*ones(s,1) zeros(s,N-1)];%sb-y %Jarak awal MS terhadap BTS (2000,0)

d1k=[sqrt((X_BTS(1)-500)^2+(Y_BTS(1)-500)^2)*ones(s,1) zeros(s,N-1)]; d2k=[sqrt((X_BTS(2)-500)^2+(Y_BTS(2)-500)^2)*ones(s,1) zeros(s,N-1)]; d3k=[sqrt((X_BTS(3)-500)^2+(Y_BTS(3)-500)^2)*ones(s,1) zeros(s,N-1)];

for j = 1:s

for k = 2:N

xk(j,k) = xk(j,k-1)+ds*cos(theta*pi/180); yk(j,k) = yk(j,k-1)+ds*sin(theta*pi/180); d1k(j,k)=sqrt((X_BTS(1)-xk(j,k)).^2+(Y_BTS(1)-yk(j,k)).^2); d2k(j,k)=sqrt((X_BTS(2)-xk(j,k)).^2+(Y_BTS(2)-yk(j,k)).^2); d3k(j,k)=sqrt((X_BTS(3)-xk(j,k)).^2+(Y_BTS(3)-yk(j,k)).^2); end end

%% menentukan model shadowing--dist. lognormal mu=0;%mean

tho=[3:12];%variansi v= 20;%kecepatan MS (m/s) ts= 0.5;%waktu sampling (s) di=30;%korelasi jarak

ai=exp(-v*ts/di);%koefisien korelasi K1=105; %dBm;% konstanta pathloss

K2=30; %dBm;% konstanta eksponen pathloss %truncated normal random

mu1=0;% mean tho1=1;% variansi


(68)

Lampiran A / Code Program 2/10

ZBTS1=[ai*ones(s,1) zeros(s,N-1)]; ZBTS2=[ai*ones(s,1) zeros(s,N-1)]; ZBTS3=[ai*ones(s,1) zeros(s,N-1)]; % kuat sinyal terima pada posisi awal

S1(:,1)= K1-K2.*log10(d1k(:,1))+ ZBTS1(:,1); S2(:,1)= K1-K2.*log10(d2k(:,1))+ ZBTS2(:,1); S3(:,1)= K1-K2.*log10(d3k(:,1))+ ZBTS3(:,1); % ruang matriks untuk kuat sinyal

S1=[S1(:,1).*ones(s,1) zeros(s,N-1)]; S2=[S2(:,1).*ones(s,1) zeros(s,N-1)]; S3=[S3(:,1).*ones(s,1) zeros(s,N-1)]; C=[0.0045,0.025,0.1,0.65];

for g=1:length(C)

for var_tho=1:length(tho)

for cc=1:s for dd=2:N

ZBTS1(cc,dd)=ai*ZBTS1(cc,dd-1)+tho(var_tho)*sqrt(1-ai^2)*F1(cc,dd); ZBTS2(cc,dd)=ai*ZBTS2(cc,dd-1)+tho(var_tho)*sqrt(1-ai^2)*F2(cc,dd); ZBTS3(cc,dd)=ai*ZBTS3(cc,dd-1)+tho(var_tho)*sqrt(1-ai^2)*F3(cc,dd); end

for ddd=2:N

% kuat sinyal terima

S1(cc,ddd)= K1-K2.*log10(d1k(cc,ddd))+ ZBTS1(cc,ddd); S2(cc,ddd)= K1-K2.*log10(d2k(cc,ddd))+ ZBTS2(cc,ddd); S3(cc,ddd)= K1-K2.*log10(d3k(cc,ddd))+ ZBTS3(cc,ddd); end

S_123= [ S1; S2; S3];

end

%% Merata-ratakan kuat sinyal ds = 1;%jarak setiap sampling (m) dav = 10;% panjang rata-rata window S1_rata=[S1(:,1) zeros(s,N-1)]; S2_rata=[S2(:,1) zeros(s,N-1)]; S3_rata=[S3(:,1) zeros(s,N-1)]; b=exp(-ds/dav);

for e=1:s

for f=2:N

%% merata-ratakan sinyal dengan metode eksponensial untuk memperhalus

%% komponen sinyal shadowing yang berfluktuasi

%%================================================================


(69)

Lampiran A / Code Program 3/10 .*S1(e,f); %Sinyal 2 S2_rata(e,f)=exp(-(ds/dav)).*S2_rata(e,f-1)+(1-exp(-(ds/dav)))... .*S2(e,f); %Sinyal 3 S3_rata(e,f)=exp(-(ds/dav)).*S3_rata(e,f-1)+(1-exp(-(ds/dav)))... .*S3(e,f); %%================================================================ S123_rata = [S1_rata;S2_rata;S3_rata];

S11_rata_eks(e,f)=(K1-K2*log10(d1k(e,f)))+ai.*(S1(e,f-1)-(K1-K2*log10(d1k(e,f-1)))); S22_rata_eks(e,f)=(K1-K2*log10(d2k(e,f)))+ai.*(S2(e,f-1)-(K1-K2*log10(d2k(e,f-1)))); S33_rata_eks(e,f)=(K1-K2*log10(d3k(e,f)))+ai.*(S3(e,f-1)-(K1-K2*log10(d3k(e,f-1)))); %=================================================================

%ekspektasi==> mean dari Si & Si_rata

S1_rata_eks(e,f)=b.*S1_rata(e,f-1)+(1-b).*(ai.*S1(e,f-1)+... (1-ai)*K1-K2*log10(d1k(e,f)./(d1k(e,f-1).^ai))); S2_rata_eks(e,f)=b.*S2_rata(e,f-1)+(1-b).*(ai.*S2(e,f-1)+... (1-ai)*K1-K2*log10(d2k(e,f)./(d2k(e,f-1).^ai))); S3_rata_eks(e,f)=b.*S3_rata(e,f-1)+(1-b).*(ai.*S3(e,f-1)+... (1-ai)*K1-K2*log10(d3k(e,f)./(d3k(e,f-1).^ai))); end end %================================================================= %================================================================= %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

%%%% Metode Suboptimal SDH %%%%%%%%% %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% Smin = 0; %dBm;

varians_kuadrat(var_tho)=tho(var_tho)*sqrt((1-(ai^2)).*(1-(b.^2)));% variansi sinyal rata-rata

for v=1:s

for u=1:N-1

Z1(v,u)=qfunc((S1_rata_eks(v,u+1)-Smin)./(varians_kuadrat(var_tho))); Z2(v,u)=qfunc((S2_rata_eks(v,u+1)-Smin)./(varians_kuadrat(var_tho))); Z3(v,u)=qfunc((S3_rata_eks(v,u+1)-Smin)./(varians_kuadrat(var_tho)));


(70)

Lampiran A / Code Program 4/10

%

C=[1,0.95,0.85,0.75,0.65,0.55,0.45,0.35,0.25,0.13,0.1,0.06,0.04,0. 025,0.01,0.007,0.0045];

BTS= [1;2;3];

Z= [Z1(:,1) zeros(s,N-1)]; S_SDH=[S1(:,1) zeros(s,N-1)];

S_rata_SDH=[S1_rata(:,1) zeros(s,N-1)];

BTS_kontrol_SDH=[BTS(1)*ones(s,1) zeros(s,N-1)]; handoff = 1; % terjadi handoff

tidak_handoff = 0; % tidak terjadi handoff Uk_SDH=zeros(s,N);

delay_SDH=[];

S_mean_SDH= [S1_rata_eks(:,1) zeros(s,N-1)];

for h=1:s

for i=2:N %(titik sampel) if i<=3

S_SDH(h,i)=S1(h,i); S_rata_SDH(h,i)=S1_rata(h,i); BTS_kontrol_SDH(h,i)=BTS(1); Uk_SDH(h,i)=[tidak_handoff]; delay_SDH(h,i)=d1k(h,i); S_mean_SDH(h,i)= S11_rata_eks(h,i); else

%% keadaan sebelumnya BTS1 yang melayani MS if BTS_kontrol_SDH(h,i-1)==BTS(1)

if S_rata_SDH(h,(i-3:i-1))<Smin & S1_rata(h,i)<Smin continue;

else

if Z1(h,i-1)>1)+C(g) && Z2(h,i-1)+C(g)<Z3(h,i-1)+C(g) S_SDH(h,i)=S2(h,i); S_rata_SDH(h,i)=S2_rata(h,i); BTS_kontrol_SDH(h,i)=BTS(2); Uk_SDH(h,i)=[handoff]; delay_SDH(h,i)=d2k(h,i); S_mean_SDH(h,i)= S22_rata_eks(h,i); elseif Z1(h,i-1)>Z3(h,i-1)+C(g) && Z2(h,i-1)+C(g)>Z3(h,i-1)+C(g) S_SDH(h,i)=S3(h,i); S_rata_SDH(h,i)=S3_rata(h,i); BTS_kontrol_SDH(h,i)=BTS(3); Uk_SDH(h,i)=[handoff]; delay_SDH(h,i)=d3k(h,i); S_mean_SDH(h,i)= S33_rata_eks(h,i); else S_SDH(h,i)=S1(h,i); S_rata_SDH(h,i)=S1_rata(h,i);


(71)

Lampiran A / Code Program 5/10

delay_SDH(h,i)=d1k(h,i);

S_mean_SDH(h,i)= S11_rata_eks(h,i); end

end

%% keadaan sebelumnya BTS2 yang melayani MS elseif BTS_kontrol_SDH(h,i-1)==BTS(2)

if S_rata_SDH(h,(i-3:i-1))<Smin & S2_rata(h,i)<Smin continue;

else

if Z2(h,i-1)>1)+C(g) && Z1(h,i-1)+C(g)<Z3(h,i-1)+C(g) S_SDH(h,i)=S1(h,i); S_rata_SDH(h,i)=S1_rata(h,i); BTS_kontrol_SDH(h,i)=BTS(1); Uk_SDH(h,i)=[handoff]; delay_SDH(h,i)=d1k(h,i); S_mean_SDH(h,i)= S11_rata_eks(h,i); elseif Z2(h,i-1)>Z3(h,i-1)+C(g) && Z1(h,i-1)+C(g)>Z3(h,i-1)+C(g) S_SDH(h,i)=S3(h,i); S_rata_SDH(h,i)=S3_rata(h,i); BTS_kontrol_SDH(h,i)=BTS(3); Uk_SDH(h,i)=[handoff]; delay_SDH(h,i)=d3k(h,i); S_mean_SDH(h,i)= S33_rata_eks(h,i); else S_SDH(h,i)=S2(h,i); S_rata_SDH(h,i)=S2_rata(h,i); BTS_kontrol_SDH(h,i)=BTS(2); Uk_SDH(h,i)=[tidak_handoff]; delay_SDH(h,i)=d2k(h,i); S_mean_SDH(h,i)= S22_rata_eks(h,i); end end

%% keadaan sebelumnya BTS3 yang melayani MS elseif BTS_kontrol_SDH(h,i-1)==BTS(3)

if S_rata_SDH(h,(i-3:i-1))<Smin & S3_rata(h,i)<Smin continue;

else

if Z3(h,i-1)>1)+C(g) && Z1(h,i-1)+C(g)<Z2(h,i-1)+C(g) S_SDH(h,i)=S1(h,i); S_rata_SDH(h,i)=S1_rata(h,i); BTS_kontrol_SDH(h,i)=BTS(1); Uk_SDH(h,i)=[handoff]; delay_SDH(h,i)=d1k(h,i); S_mean_SDH(h,i)= S11_rata_eks(h,i); elseif Z3(h,i-1)>Z2(h,i-1)+C(g) &&


(72)

Z1(h,i-Lampiran A / Code Program 6/10 delay_SDH(h,i)=d2k(h,i); S_mean_SDH(h,i)= S22_rata_eks(h,i); else S_SDH(h,i)=S3(h,i); S_rata_SDH(h,i)=S3_rata(h,i); BTS_kontrol_SDH(h,i)=BTS(3); Uk_SDH(h,i)=[tidak_handoff]; delay_SDH(h,i)=d3k(h,i); S_mean_SDH(h,i)= S33_rata_eks(h,i); end end else

%% memilih kuat sinyal BTS terbaik ketika sebelumnya drop %% terjadi

if (S1_rata(h,i) > Smin) & (S1_rata(h,i) > S2_rata(h,i)) & (S1_rata(h,i) > S3_rata(h,i))

S_SDH(h,i)=S1(h,i); S_rata_SDH(h,i)=S1_rata(h,i); BTS_kontrol_SDH(h,i)=BTS(1); Uk_SDH(h,i)=[tidak_handoff]; delay_SDH(h,i)=d1k(h,i); S_mean_SDH(h,i)= S11_rata_eks(h,i);

elseif (S2_rata(h,i) > Smin) & (S1_rata(h,i) < S2_rata(h,i)) & (S2_rata(h,i) > S3_rata(h,i))

S_SDH(h,i)=S2(h,i); S_rata_SDH(h,i)=S2_rata(h,i); BTS_kontrol_SDH(h,i)=BTS(2); Uk_SDH(h,i)=[tidak_handoff]; delay_SDH(h,i)=d2k(h,i); S_mean_SDH(h,i)= S22_rata_eks(h,i);

elseif (S3_rata(h,i) > Smin) & (S1_rata(h,i) < S3_rata(h,i)) & (S2_rata(h,i) < S3_rata(h,i))

S_SDH(h,i)=S3(h,i); S_rata_SDH(h,i)=S3_rata(h,i); BTS_kontrol_SDH(h,i)=BTS(3); Uk_SDH(h,i)=[tidak_handoff]; delay_SDH(h,i)=d3k(h,i); S_mean_SDH(h,i)= S33_rata_eks(h,i); else continue; end end end end end std1(var_tho)=tho(var_tho).*sqrt((1-(ai^2))); delay_SDHO=(delay_SDH>(D*sqrt(3)/2)); Prob_Sdrop_SDH=qfunc((S_mean_SDH-Smin)./std1(var_tho));


(73)

Lampiran A / Code Program 7/10 Uk_SDH_rata(var_tho,:)=1/s*sum(sum(Uk_SDH')); delay_SDH_rata(var_tho,:)=1/s*sum(sum(delay_SDHO')); Prob_Sdrop_SDH_rata(var_tho,:)= 1/s*sum(mean(Prob_Sdrop_SDH')); end Uk_SDH_rata_tho(:,g)=[Uk_SDH_rata]; delay_SDH_rata_tho(:,g)=[delay_SDH_rata]; Prob_Sdrop_SDH_rata_tho(:,g)=[Prob_Sdrop_SDH_rata]; end %================================================================= %=================================================================

%Posisi MS terhadap BTS figure(1) % posisi BTS t = linspace(0, 2*pi,7);

a1 = X_BTS(1)+ (1000)*cos(t);a2 = X_BTS(2)+ (1000)*cos(t);a3 = X_BTS(3)+ (1000)*cos(t);

b1 = Y_BTS(1)+ (1000)*sin(t);b2 = Y_BTS(2)+ (1000)*sin(t);b3 = Y_BTS(3)+ (1000)*sin(t);

plot(a1,b1,'-b',a2,b2,'-r',a3,b3,'-g') hold on;

plot(X_BTS(1),Y_BTS(1),'bp',X_BTS(2),Y_BTS(2),'rh',X_BTS(3),Y_BTS( 3),'g*');

hold on; plot(xk,yk) grid on;

%Bentuk level sinyal MS yang diproses tanpa metode rata-rata eksponensial

figure(2) % posisi BTS plot(S1, 'b');

hold on;

plot(S2(1,:), 'r'); hold on;

plot(S3(1,:), 'g'); xlabel('sample ke-');

ylabel('level sinyal (dB)');

legend('sinyal1','sinyal2','sinyal3'); grid on;


(74)

Lampiran A / Code Program 8/10

hold on;

plot(S3_rata(1,:), 'g'); xlabel('sample ke-');

ylabel('level sinyal (dB)');

legend('sinyal rata-rata1','sinyal rata-rata2','sinyal

rata-rata3');

grid on;

%pengaruh standar deviasi shadow fading terhadap jumlah sinyal degradasi

figure(4)

plot(tho,[Prob_Sdrop_SDH_rata_tho]); xlabel('tho (dB)');

ylabel('Sinyal Degradasi (dB)');

legend('c = 0.0045','c = 0.025','c = 0.1','c = 0.65'); grid on;

%variansi standar deviasi shadow fading dengan jumlah handoff figure(5)

plot(tho,[Uk_SDH_rata_tho]) xlabel('tho (dB)');

ylabel('Jumlah Handoff');

legend('c = 0.0045','c = 0.025','c = 0.1','c = 0.65'); grid on;

%pengaruh standar deviasi shadow fading dengan delay figure(6)

plot(tho,[delay_SDH_rata_tho]) xlabel('tho (dB)');

ylabel('Delay Rata-rata (m)');

legend('c = 0.0045','c = 0.025','c = 0.1','c = 0.65'); grid on;

toc;


(75)

Lampiran A / Code Program 9/10

A.2 Fungsi Truncnormrnd

function [F1,F2,F3]=truncnormrnd(s,N,mu1,tho1,xlo,xhi)

% truncnormrnd: truncated normal deviate generator % usage:z=truncnormrnd(N,mu1,tho1,xlo,xhi)

%

% (assumes the statistics toolbox, its easy % to do witho1ut that toolbox tho1ugh) %

% arguments: (input)

% N - size of the resulting array of deviates

% (note, if N is a scalar, then the result will be NxN.) % mu1 - scalar - Mean of underlying normal distribution

% tho1 - scalar - Standard deviation of underlying normal distribution

% xlo - scalar - Low truncation point, if any % xhi - scalar - High truncation point, if any %

% arguments: (output)

% z - array of truncated normal deviates, size(z)==N % defaults

if (nargin<2)|isempty(mu1) mu1=0;

end

if (nargin<3)|isempty(tho1) tho1=0;

end

if (nargin<4)|isempty(xlo) xlo=-inf;

plo=0;

else

plo=normcdf((xlo-mu1)/tho1);

end

if (nargin<5)|isempty(xhi) xhi=inf;

phi=1;

else

phi=normcdf((xhi-mu1)/tho1);

end

% test if trunation points are reversed

if xlo>xhi

error 'mu1st have xlo <= xhi if both provided' end

% generate uniform [0,1] random deviates % r=rand(N);

r1=rand(s,N); r2=rand(s,N); r3=rand(s,N);


(76)

Lampiran A / Code Program 10/10

% Invert through standard normal % F=norminv(r);

F1=norminv(r1); F2=norminv(r2); F3=norminv(r3);

% apply shift and scale % F=mu1+F*tho1;

F1=mu1+F1*tho1; F2=mu1+F2*tho1; F3=mu1+F3*tho1;

                                 


(77)

LAMPIRAN B

DATA HASIL SIMULASI

B.1 Tabel variasi standar deviasi

shadow fading

dengan

cost(c)

terhadap parameter jumlah sinyal degradasi.

B.2 Tabel variasi standar deviasi

shadow fading

dengan

cost(c)

terhadap parameter jumlah

handoff

.

B.3 Tabel variasi standar deviasi

shadow fading

dengan

cost(c)


(78)

Lampiran B / Data Hasil Simulasi 1/3

B1. Tabel variasi standar deviasi shadow fading dengan cost(c) terhadap parameter jumlah sinyal degradasi

Lampiran B / Data Hasil Simulasi 2/3

B2. Tabel variasi standar deviasi shadow fading dengan cost(c) terhadap parameter jumlah handoff

                           


(79)

Lampiran B / Data Hasil Simulasi 3/3

B3. Tabel variasi standar deviasi shadow fading dengan cost(c) terhadap parameter delay

   

 

                     


(80)

LAMPIRAN C

Flow Chart

C.1

Flow Chart

Evaluasi Metode

Handoff

C.2

Flow Chart

Proses

Handoff

                         


(81)

     


(82)

   


(1)

LAMPIRAN B

DATA HASIL SIMULASI

B.1 Tabel variasi standar deviasi shadow fading dengan cost(c) terhadap parameter jumlah sinyal degradasi.

B.2 Tabel variasi standar deviasi shadow fading dengan cost(c) terhadap parameter jumlah handoff.

B.3 Tabel variasi standar deviasi shadow fading dengan cost(c) terhadap parameter delay.


(2)

Lampiran B / Data Hasil Simulasi 1/3

B1. Tabel variasi standar deviasi shadow fading dengan cost(c) terhadap parameter jumlah sinyal degradasi

Lampiran B / Data Hasil Simulasi 2/3

B2. Tabel variasi standar deviasi shadow fading dengan cost(c) terhadap parameter jumlah handoff

           


(3)

Lampiran B / Data Hasil Simulasi 3/3

B3. Tabel variasi standar deviasi shadow fading dengan cost(c) terhadap parameter delay

                             


(4)

LAMPIRAN C

Flow Chart

C.1 Flow Chart Evaluasi Metode Handoff C.2 Flow Chart Proses Handoff

               


(5)

     


(6)