Hak Cipta dan Hak-Hak yang Terkait dengan Hak Cipta di Indonesia 1. Hak Cipta di Indonesia

c. Geografis: contohnya sampul kaset bertuliskan “For Sale in Indonesia Only” atau slogan “Bandung Euy” .

B. Hak Cipta dan Hak-Hak yang Terkait dengan Hak Cipta di Indonesia 1. Hak Cipta di Indonesia

Indonesia pertama kali mengenal hak cipta adalah sejak berlakunya Auteurswet 1912 stb. 1912 NO.600 23 September 1912 pada masa pemerintahan Hindia-Belanda Berdasarkan Pasal 131 dan 163 I.S., hukum yang berlaku di negeri Belanda juga diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas konkordansi. Undang-Undang Hak Cipta saat itu adalah Auteurswet 1912 yang terus berlaku hingga saat Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan Pasal 11 Aturan Peralihan UUD 1945 58 Sejak Belanda menandatangani naskah Konvensi Bern pada tanggal 1 April 1913, Indonesia sebagai negara jajahannya diikutsertakan dalam Konvensi tersebut sebagaimana disebutkan dalam Staatsblad tahun 1914 NO. 797. Ketika Konvensi Bern ditinjau kembali di Roma pada tanggal 2 Juni 1928, peninjauan itu dinyatakan berlaku pula bagi Indonesia Staatsblad tahun 1931 NO. 325.Konvensi inilah yang kemudian berlaku di Indonesia sebagai jajahan Belanda dalam hubungannya dengan dunia internasional khususnya mengenai hak pengarang hak cipta. Berne Convention meletakkan tiga prinsip dasar yaitu 59 : 58 Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta, Bandung, Citra Aditya, 1998, Hal. 17. 59 Yuliati, Efektivitas Penerapan Undang-Undang 192002 Tentang Hak Cipta terhadap Karya Musik Indilabel , Skripsi, Semarang, Fakultas Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, 2004, Hal.18 Universitas Sumatera Utara 1. National Treatment artinya Perlindungan yang sama bagi karya cipta warga negara sendiri maupun warga negara lain peserta konvensi. 2. Automatically Protection artinya pemberian perlindungan hak cipta dapat dilakukan tanpa adanya pendaftaran secara formal. 3. Independent Protection artinya pemanfaatan dan perlindungan ciptaan di negara lain tidak bergantung pada perlindungan di negara asal ciptaan. Memasuki masa kemerdekaan, sejalan dengan bergantinya beberapa aturan yang ada maka dengan itulah aturan berganti pula sistem aturan yang dipakai dan dijalankan sebagai pedoman dalam melaksanakan dan mengatur mengenai masalah hak cipta ini. Dalam rangka menegaskan perlindungan hak cipta dan menyempurnakan hukum yang berlaku sesuai dengan perkembangan pembangunan, telah beberapa kali diajukan Rancangan Undang-Undang baru Hak Cipta yaitu tahun 1958, 1966, dan 1972 tetapi tidak berhasil menjadi Undang-Undang. Indonesia baru berhasil menciptakan Undang-Undang Hak Cipta sendiri pada tahun 1982 yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang NO. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta . Undang- Undang ini sekaligus mencabut Auteurswet 1912 yang dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, menyebarluaskan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra, serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan bangsa. Dalam pelaksanaannya Undang-Undang NO. 6 Tahun 1982 ternyata masih banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan terhadap hak cipta, yang terus menerus berlangsung dariwaktu ke Universitas Sumatera Utara waktu. Selanjutnya pada tahun 1987, Undang-Undang NO.6 Tahun 1982 disempurnakan lagi dengan Undang-Undang NO.7 Tahun 1987 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang NO. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Penyempurnaan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Terkait penelitian ini, ketentuan hak penyewaan rental right atas karya sinematografi dan ketentuan hak terkait neighbouring rights untuk pertama sekali diatur dalam Undang-Undang NO. 12 Tahun 1997. Akhirnya pada tahun 2002 Undang-Undang hak cipta yang baru diundangkan sekaligus mencabut dan menggantikan Undang-Undang NO. 12 Tahun 1997 yaitu dengan Undang-Undang NO. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta yang memuat perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan TRIPs dan penyempurnaan beberapa hal yang perlu untuk memberi perlindungan bagi karya- karya intelektual di bidang hak cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tradisional Indonesia. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra, sudah demikian pesat sehingga memerlukan peningkatan pelindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pencipta, pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait. Undang-Undang NO. 19 tahun 2002 tentang hak cipta dirasa sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pertimbangan inilah maka pada tanggal 16 Oktober 2014 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah mengganti Undang-Undang NO. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Undang-Undang NO. 28 Tahun 2014. Ini adalah upaya negara untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral Pencipta dan pemilik Hak Terkait sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativitas nasional. Teringkarinya hak ekonomi dan hak moral dapat mengikis motivasi para Pencipta dan pemilik Hak Terkait untuk berkreasi. Hal-Hal baru yang diatur oleh Undang-Undang NO. 28 Tahun 2014 secara garis besar yang tercantum di dalam penjelasan umum adalah sebagai berikut: 1. Pelindungan Hak Cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang sejalan dengan penerapan aturan di berbagai negara sehingga jangka waktu pelindungan Hak Cipta di bidang tertentu diberlakukan selama hidup pencipta ditambah 70 tujuh puluh tahun setelah Pencipta meninggal dunia 2. Pelindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para Pencipta danatau Pemilik Hak Terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus sold flat. 3. Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase atau pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana. 4. Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan danatau pelanggaran Hak Cipta danatau Hak Terkait di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya. 5. Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan fidusia. Universitas Sumatera Utara 6. Menteri diberi kewenangan untuk menghapus Ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila Ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, serta ketentuan peraturan perundang-undangan. 7. Pencipta, pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau Royalti. 8. Pencipta danatau pemilik Hak Terkait mendapat imbalan Royalti untuk Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial. 9. Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola hak ekonomi Pencipta dan pemilik Hak Terkait wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri. 10. Penggunaan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam sarana multimedia untuk merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. 2. Hak-Hak yang Terkait dengan Hak Cipta di Indonesia Neighbouring Rights Hak cipta tentu tidak bisa terlepas dari satu bagian hak yang berdiri yaitu hak yang berkaitan dengan hak cipta atau yang lazim disebut hak terkait Neighbouring rights . Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra, sudah demikian pesat sehingga memerlukan peningkatan pelindungan dan jaminan kepastian hukum bukan hanya bagi pencipta dan pemegang hak cipta tetapi juga bagi pemilik Hak Terkait. Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram atau lembaga Penyiaran. Universitas Sumatera Utara Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 25 Undang-Undang Hak Cipta, Hak hak tersebut meliputi : a. Hak moral Pelaku Pertunjukan; Pelaku Pertunjukan adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menampilkan dan mempertunjukkan suatu Ciptaan. Hak moral Pelaku Pertunjukan merupakan hak yang melekat pada Pelaku Pertunjukan yang tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun walaupun hak ekonominya telah dialihkan. Hak moral tersebut meliputi meliputi hak untuk namanya dicantumkan sebagai Pelaku Pertunjukan dan tidak dilakukannya distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal-hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. Namun semuanya dapat terjadi apabila telah disetujui sebaliknya. b. Hak ekonomi Pelaku Pertunjukan; Hak ekonomi Pelaku Pertunjukan meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan: 1 Penyiaran atau Komunikasi atas pertunjukan Pelaku Pertunjukan, namun tidak berlaku terhadap hasil perekaman suara yang dapat didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun atau yang disebut Fiksasi pada pertunjukan yang telah diberi izin oleh Pelaku Pertunjukan atau Penyiaran atau Komunikasi kembali yang Universitas Sumatera Utara telah diberi izin oleh Lembaga Penyiaran yang pertama kali mendapatkan izin pertunjukan. 2 Fiksasi dari pertunjukannya yang belum difiksasi. 3 Penggandaan atau proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan danatau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara atas Fiksasi pertunjukannya dengan cara atau bentuk apapun 4 Pendistribusian atas Fiksasi pertunjukan atau salinannya yang tidak berlaku terhadap karya pertunjukan yang telah difiksasi, dijual atau dialihkan 5 Penyewaan atas Fiksasi pertunjukan atau salinannya kepada publik; dan penyediaan atas Fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik. Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif. c. Hak ekonomi Produser Fonogram Produser Fonogram adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman pertunjukan maupun perekaman suara atau bunyi lain. Hak ekonomi Produser Fonogram meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan penggandaan atas Fonogram dengan cara atau bentuk apapun, pendistribusian atas Fonogram asli atau salinannya dan penyewaan kepada publik atas salinan Fonogram; Universitas Sumatera Utara d. Hak ekonomi Lembaga Penyiaran. Lembaga Penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Hak ekonomi Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan penyiaran ulang siaran, komunikasi siaran, Fiksasi siaran; danatau penggandaan Fiksasi siaran. Setiap Orang dilarang melakukan penyebaran tanpa izin dengan tujuan komersial atas konten karya siaran Lembaga Penyiaran. Perlindungan neighboring rights selain diatur dalam Undang-Undang Indonesia saat ini pengaturannya terdapat juga dalam kaedah hukum internasional yaitu 60 : 1. Rome Convention for the Protection of Performers, Producers of Phonograms and Broadcasting Organization 1961 2. Geneva Convention for the Protection of Producers of Phonograms agains Unauthorized Duplication of Their Phonograms 3. Brussels Convention Relative to the Distribution of Programme CarryingSignal Transmitted by Satellite 60 OK.Saidin, Op.Cit., Hal. 136 Universitas Sumatera Utara

C. Hak-Hak yang Tercakup dalam Hak Cipta