Citra Digital Konvolusi LANDASAN TEORI

7 3. Melanoma malignan adalah kanker kulit yang berasal dari melanosit sel pembentuk pigmen pada epidermis. Melanoma malignan merupakan bentuk yang lebih jarang terjadi tetapi menyebar paling cepat dan membutuhkan penanganan yang paling intensif. Melanoma biasanya terdapat pada kulit, tahi lalat atau bercak-baercak sejak lahir, tetapi dapat pula terjadi dimana saja. Kanker kulit sebetulnya lebih mudah ditegakkan diagnosisnya daripada kanker lain yang terletak pada alat tubuh bagian dalam, karena kanker kulit dapat dilihat dengan mata biasa, sehingga relatif dapat dideteksi pada keadaan dini. Namun ketidaksadaran akan bahaya kanker sering mengakibatkan katerlambatan mendapat pengobatan, sehingga kanker kulit yang derajat keganasannya tinggi dapat menimbulkan kematian.

2.4 Citra Digital

Citra image adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu obyek atau benda. Sebuah citra mengandung informasi tentang obyek yang direpresentasikan. Citra digital merupakan representasi citra dengan suatu larik dua dimensi atau suatu matriks yang elemen-elemennya menyatakan tingkat keabuan dari elemen gambar [1]. Informasi yang terkandung dalam citra digital bersifat diskret. 8 Gambar 2.1. Citra Digital Tipe-tipe citra antara lain : 1. Citra berwarna Citra berwarna yang biasanya merupakan citra RGB disimpan dalam matriks array berukuran yang masing-masing mendefinisikan merah, hijau dan biru untuk setiap pixelnya. 2. Citra Grayscale Citra Grayscale merupakan citra yang jika skala keabuannya menggunakan 8-bit, setiap pixelnya mempunyai derajat mempunyai derajat keabuan antar 0 untuk warna hitam dan 255 untuk warna putih. Range nilai tersebut dihasilkan dari 8 2 yaitu 256 nilai keabuan. Angka 8 merupakan jumlah bit yang digunakan. 3. Citra biner Setiap pixel citra biner hanya mempunyai dua kemungkinan nilai yaitu 1 dan 0. Sebuah citra biner dapat dianggap sebagai tipe khusus dari citra intensitas yang hanya berisi hitam dan putih. x 1 , y 1 9

2.5 Pengolahan Citra Digital

Menurut [4], Pengolahan citra adalah pemrosesan citra khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin komputer. Jadi, inputnya merupakan citra dan outputnya juga citra, tetapi output dari pengolahan citra memiliki kualitas yang lebih baik daripada citra input. Jenis-jenis operasi pengolahan citra diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Perbaikan kualitas citra image enhancement Contoh-contoh operasi perbaikan citra : a. Perbaikan kontras gelapterang b. Perbaikan tepi objek edge enhancement c. Penajaman sharpening d. Penapisan derau noise filtering 2. Pemugaran citra image restoration Contoh-contoh operasi pemugaran citra : a. Penghilangan kesamaran deblurring b. Penghilangan derau noise 3. Pemampatan citra image compression 4. Segmentasi citra image segmentation 5. Pengorakan citra image analysis Contoh-contoh operasi pengorakan citra : a. Pendeteksian tepi objek edge detection b. Ekstraksi batas boundary 10 c. Representasi daerah region 6. Rekonstruksi citra image reconstruction Jadi, dalam pengolahan citra digital inputnya merupakan citra dan outputnya juga citra. Namun, output dari pengolahan citra memiliki kualitas yang lebih baik daripada citra input.

2.5.1 Digitalisasi Citra

Citra digital diperoleh dari proses digitalisasi. Digitalisasi merupakan representasi dari fungsi malar kontinu menjadi nilai-nilai diskrit. Matriks yang dibentuk oleh citra digital dua dimensi berukuran , dimana M adalah lebarnya dan N adalah tingginya, dan memiliki L derajat keabuan dapat dianggap sebagai fungsi : Citra digital dinyatakan dengan matriks yang berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut : Indeks baris dan indeks kolom menyatakan suatu koordinat titik pada citra, sedangkan merupakan intensitas derajat keabuan pada titik . 11 Menurut [4], ada 2 proses digitalisasi yakni: 1. Digitalisasi spasial atau sampling merupakan proses pengambilan nilai diskrit koordinat ruang dengan melewatkan citra melalui grid celah 2. Digitalisasi intensitas atau kuantisasi merupakan proses pengelompokkan nilai tingkat keabuan citra kontinu ke dalam beberapa level atau merupakan proses membagi skala keabuan menjadi G buah level yang dinyatakan dengan suatu harga bilangan bulat integer, dinyatakan sebagai , dimana : G = derajat keabuan, m = bilangan bulat positif a b 12 c Gambar 2. 2. a Citra bumi, b Digitalisasi spasial citra bumi, c Digitalisasi intensitas citra bumi

2.5.2 Histogram Citra

Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai- nilai intensitas pixel dari suatu citra atau bagian tertentu di dalam citra [4]. Dari sebuah histogram dapat diketahui kemunculan nisbi dari intensitas pada citra tersebut. Selain itu, histogram juga dapat menunjukkan kecerahan brightness dan kontras contrast dari sebuah gambar. Menurut [4], histogram citra dapat memberikan informasi penting sebagai berikut : 1. Nilai h i menyatakan peluang probablity pixel, Pi, dengan derajat keabuan i. 13 2. Puncak histogram menunjukkan intensitas pixel yang menonjol. Lebar dari puncak menunjukkan rentang kontras dari gambar. Citra yang mempunyai kontras terlalu terang overexposed atau terlalu gelap underexposedmemiliki histogram yang sempit. Citra yang baik memiliki histogram yang mengisi derajat keabuan secara penuh dengan distribusi yang yang merata pada setiap nilai intensitas pixel. Gambar 2. 3. a citra gelap, b citra terang, c citra normal normal brightness, d normal brightness dan high contrast 14 Gambar 2.3a menunjukkan histogram yang menumpuk pada bagian kiri karena citra tersebut mengandung banyak nilai intensitas yang dekat dengan 0 hitam. Gambar 2.3b menunjukkan histogram yang banyak menumpuk pada bagian kanan karena citra tersebut mengandung banyak nilai intensitas yang dekat dengan 255 putih. Gambar 2.3c menunjukkan histogram yang tersebar di daerah derajat keabuan. Khusus untuk citra berwarna, histogramnya dibuat untuk setiap komponen RGB merah, hijau dan biru.

2.5.3 Segmentasi Citra

Untuk menganalisis sebuah citra, adakalanya tidak semua bagian citra akan dianalisa, akan tetapi ada bagian tertentu dari sebuah citra yang menarik untuk dianalisa. Untuk mengambil bagian tertentu dari sebuah citra perlu adanya pembagian citra tersebut menjadi beberapa daerah berdasarkan sifat-sifat tertentu dari citra yang dapat dijadikan pembeda. Proses pembagian ke dalam sub-sub daerah inilah yang disebut dengan segmentasi citra [5]. Segmentasi secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Diskontinu : membagi suatu berdasarkan perubahan besar nilai intensitas 2. Similaritas : membagi suatu citra berdasarkan similaritas sesuai kriteria tertentu yang sudah didefinisikan.

2.5.4 Konversi Citra Berwarna

15 Citra berwarna umumnya banyak disukai daripada citra grayscale karena citra tersebut menampilkan warna objek seperti warna aslinya. Warna yang diterima oleh mata dari sebuah objek ditentukan oleh warna sinar yang dipantulkan oleh objek sendiri. Untuk mengektraksi citra berwarna yang disusun oleh warna-warna pokok RGB Red, Green, Blue dibutuhkan tiga buah filter yaitu filter R, filter G dan filter B yang masing-masing mempunyai level warna. Dalam pengolahan citra digital yang tidak memerlukan informasi warna, maka ekstraksi tersebut akan memakan banyak memori. Untuk mengurangi kebutuhan memori, maka citra tersebut harus diubah ke citra grayscale. Untuk mengubah citra berwarna menjadi citra grayscale dilakukan dengan cara mengkonversi komponen RGB yang terdapat pada citra berwarna. Menurut standar ITU-T International Telecomunication Union- T nilai intensitas citra grayscale dihasilkan dari komposisi RGB Red, Green, Blue sebagai berikut [5]: Dengan I = citra grayscale R = komponen warna merah G = komponen warna hijau B = komponen warna biru Persamaan tersebut digunakan oleh Mathlab dalam fungsi rgb2grayI, dengan I adalah citra berwarna dengan komponen RGB. Fungsi tersebut akan mengubah citra berwarna menjadi citra grayscale. 16

2.5.5 Thresholding

Untuk mengkonversi citra grayscale ke citra biner dilakukan dengan operasi thresholding. Pada dasarnya opersi ini merupakan operasi untuk memisahkan suatu objek dengan latar belakangnya. Operasi tersebut mengelompokkan nilai derajat keabuan setiap pixel ke dalam dua kelas yaitu 0 dan 1. Pixel-pixel menyatakan nilai 1 putih dan pixel-pixel lainnya dinytakan dengan nilai 0 hitam. Fungsi threshold didefinisikan sebagai : Dengan , y x g = citra biner , y x f = citra grayscale T = citra threshold Ketika nilai T konstan maka proses threshold tersebut dinamakan global thresholding dan ketika nilai T berubah-ubah maka proses threshold tersebut dinamakan local thresholding. Salah satu metode dalam global thresholding adalah metode otsu. Metode Otsu adalah metode yang digunakan untuk mencari nilai threshold yang sesuai dengan citra grayscale menggunakan discrete probability density function yang dirumuskan sebagai berikut . Dengan = discrete probability density function dari q r q r = tingkat intensitas warna q n = jumlah pixel yang mempunyai tingkat intensitas q r n = jumlah seluruh pixel dari citra 17 L = jumlah tingkat intensitas yang mungkin dari citra

2.6 Konvolusi

Operasi yang mendasar dalam pengolahan citra adalah operasi konvolusi [4]. operasi konvolusi didefinisikan sebagai berikut : a. untuk fungsi malar kontinue , , , , , b y a x g b a f y x g y x f y x h b. untuk fungsi diskrit , , , , , a y a x g b a f y x g y x f y x h Fungsi penapis fx,y disebut juga filter konvolusi, mask konvolusi, kernel konvolusi, atau template. Dalam ranah diskrit mask konvolusi dinyatakan dalam bentuk matriks umumnya 3 x 3, namun ada juga yang berukuran 2 x 2 atau 2 x 1 atau 1 x 2. Ukuran matriks biasanya lebih kecil dari ukuran citra. Setiap elemen matriks disebut koefisien konvolusi. Ilustrasi konvolusi ditunjukkan pada Gambar berikut : 18 Gambar 2.4. Ilustrasi konvolusi Operasi konvolusi pada dasarnya dilakukan dengan menggeser mask konvolusi pixel ke pixel, hasil konvolusi disimpan di dalam matriks yang baru. Contoh Soal : Misalkan citra fx,y yang berukuran 5×5 dan sebuah mask yang berukuran 3×3 masing-masing adalah sebagai berikut : 4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 , 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4 f x y 1 , 1 4 1 1 g x y Operasi konvolusi antara citra fx,y dengan mask gx,y, , , f x y g x y dapat digambarkan sebagai berkut : 1 Tempatkan mask pada sudut kiri atas, kemudian hitung nilai pixel pada posisi 0,0 dari mask : Hasil konvolusi =3. Dengan perhitungan sebagai berikut : 4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4 3 19 0 4 1 4 0 3 1 6 4 6 1 5 0 5 1 6 0 6 3 2 Geser mask satu pixel ke kanan, kemudian hitung nilai pixel pada posisi 0,0 dari mask : Hasil konvolusi = 0. Dengan perhitungan sebagai berikut : 0 4 1 3 0 5 1 6 4 5 1 5 0 6 1 6 0 6 0 3 Geser mask satu pixel ke kanan, kemudian hitung nilai pixel pada posisi 0,0 dari mask : Hasil konvolusi = 2. Dengan perhitungan sebagai berikut : 0 3 1 5 0 4 1 5 4 5 1 2 0 6 1 6 0 2 2 4 Selanjutnya geser mask satu pixel ke bawah, lalu mulai lagi melakukan konvolusi dari sisi kiri citra. Setiap kali konvolusi, geser mask satu pixel ke kanan : i 4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4 3 4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4 3 2 4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4 3 2 20 Hasil konvolusi = 0. Dengan perhitungan sebagai berikut : 0 6 1 6 0 5 1 5 4 6 1 6 0 6 1 7 0 5 0 ii Hasil konvolusi = 2. Dengan perhitungan sebagai berikut : 0 6 1 5 0 5 1 6 4 6 1 6 0 7 1 5 0 5 2 ´ + - ´ + ´ + - ´ + ´ + - ´ + ´ + - ´ + ´ = iii Hasil konvolusi = 6. Dengan perhitungan sebagai berikut : 0 5 1 5 0 2 1 6 4 6 1 2 0 5 1 5 0 3 6 Dengan cara yang sama seperti tadi, maka pixel-pixel pada baris ketiga dikonvolusi sehingga menghasilkan : 3 2 4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4 3 2 2 4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4 3 2 2 6 21

2.8 Deteksi Tepi