Pemakaian Implan Ekstraoral Pada Rekonstruksi 2/3 Wajah Pasca Reseksi Tumor Ganas

(1)

PEMAKAIAN IMPLAN EKSTRAORAL PADA

REKONSTRUKSI 2/3 WAJAH PASCA RESEKSI TUMOR

GANAS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : EDDY SUSANTO NIM : 0606000129

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 14 januari 2010

Pembimbing: Tanda tangan

Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM (...) NIP: 19530401 198003 1 006


(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 8 Oktober 2009

TIM PENGUJI SKRIPSI

KETUA : Abdullah, drg

ANGGOTA : 1. Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM 2. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp. BM, selaku dosen pembimbing dan kepala Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dosen pembimbing akademik, Lisna Unita, drg., M.Kes, yang telah memberi pengarahan kepada penulis sejak awal semester kuliah di FKG USU.

3. Seluruh staf pengajar FKG USU khususnya di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial yang telah memberi ilmu dan bimbingan di bidang Kedokteran Gigi, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati, Amin.

4. Orang tua serta kakak-kakak penulis atas segala doa, nasehat, kasih sayang dan pengorbanan yang diberikan kepada penulis hingga saat ini.

5. Pacar sekaligus teman terbaik penulis, Aster, yang selalu memberikan semangat dan mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Teman-teman penulis Yohanes, Denny, Lina, Leo, Teman-teman stambuk 2006 khususnya gank seribu, Johan, Willy, Josua, Yufri, Nelly, Dorinda, Dahniel,


(5)

Siti, dan juga teman-teman seperjuangan penulis yang skripsi di bagian Bedah Mulut dan stambuk 2006 lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

7. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada senior khususnya bang Bambang’02, Stefen’04, Ramos’04, Tahan’04, Jose’05, Eko’05, junior stambuk 2008, Jacky, Budi, Margo, Hartono, yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini kurang sempurna, tetapi penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan, dan masyarakat.

Medan, 21 Desember 2009 Penulis,

(Eddy Susanto) NIM: 060600129


(6)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH 2.1. Anatomi 2/3 Wajah ... 3

2.1.1. 2/3 Wajah Bagian Sentral... 4

2.1.2. 2/3 Wajah Bagian Lateral... 5

2.2. Jenis-Jenis Tumor Ganas pada 2/3 Wajah ... 6

2.2.1. Basal Sel Karsinoma ... 6

2.2.2. Skuamous Sel karsinoma ... 7

2.3. Teknik Pengangkatan Tumor Ganas pada 2/3 Wajah ... 9

BAB 3 IMPLAN EKSTRAORAL 3.1. Sejarah dan Defenisi ... 11

3.2. Jenis Implan Ekstraoral ... 12

3.3. Indikasi dan Kontraindikasi ... 14

3.3.1. Indikasi ... 14

3.3.2 Kontraindikasi ... 14

BAB 4 PERAWATAN 4.1. Teknik Rekonstruksi ... 15

4.1.1. Praoperasi ... 16

4.1.1.1. Computed Topography Scan/ CT Scan ... 16

4.1.1.2. Evaluasi Jaringan Lunak ... 17


(7)

4.1.2. Teknik Penempatan Implan Ekstraoral ... 18

4.1.3. Teknik Penempatan Protesa ... 23

4.2. Perawatan Pasca Rekonstruksi ... 25

4.3. Komplikasi ... 26

BAB 5 KESIMPULAN ... 27


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Bagian-bagian kranium ... 4

2 Bagian-bagian 2/3 wajah bagian sentral ... 5

3 Bagian-bagian 2/3 wajah bagian lateral ... 6

4(a) Basal sel karsinoma pada 2/3 wajah ... 7

(b) Bagian 2/3 wajah setelah direkonstruksi ... 7

5(a) Skuamous sel karsinoma pada 2/3 wajah ... 8

(b) Bagian 2/3 wajah setelah direkonstruksi ... 8

6 2/3 wajah setelah dilakukan pengangkatan ... 10

7 Implan ekstraoral ... 12

8 Implan endoseus ... 13

9 Perencanaan posisi implan pada tulang ... 19

10(a) Preparasi daerah implan ... 20

(b) Pengeboran tulang secara paralel ... 20

(c) Perluasan tulang dengan reamer ... 20

11 Thread tapping ... 20

12(a) Winding in the implan ... 20

(b)Memasukkan sekrup ... 20

13 Keadaan terakhir setelah penipisan periimplan jaringan lunak ... 21


(9)

15 Daerah defek pada bagian 2/3 wajah ... 23 16 Wax model pada master cast. ... 24


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

Bagian 2/3 wajah terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian sentral dan lateral pada batas ruang vertikal. Bagian 2/3 wajah bagian sentral terdiri dari bagian sentral atas (tulang nasal), bagian sentral tengah, dan bagian sentral bawah (tulang maksila). Bagian lateral 2/3 wajah terdiri dari tulang zigoma, dan lengkung zigomatikus.1

Tumor ganas yang sering terjadi pada bagian 2/3 wajah dibagi menjadi dua macam yaitu basal sel karsinoma dan skuamous sel karsinoma.Tumor ganas tersebut dapat dirawat dengan dilakukan tindakan pembedahan.3 Selama tindakan pembedahan yang perlu diperhatikan adalah melindungi sebanyak mungkin regio maksila dan struktur yang berhubungan dengan bagian 2/3 wajah. Setelah dilakukan pengangkatan tumor ganas, hal yang harus diperhatikan adalah melakukan persiapan pada daerah defek yang telah dilakukan pembedahan untuk penempatan implan ekstraoral dengan melakukan perawatan radioterapi neoadjuvan atau adjuvan dan kemoterapi.3

Pada awal tahun 1993, hanya sebuah sistem implan ekstraoral yang direkomendasikan oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA); namun, beberapa implan ekstraoral telah direkomendasikan sejak saat itu dan sudah banyak tersedia saat ini.9

Implan ekstraoral merupakan jenis implan yang digunakan untuk memberikan retensi dan stabilitas pada protesa telinga, hidung, dan mata. Implan ekstraoral dapat


(11)

memberikan keuntungan bagi retensi dan stabilitas protesa wajah apabila ditempatkan secara tepat akan tetapi implan ekstraoral tidak dapat memberikan jaminan bagi keberhasilan protesa. 4, 9, 13, 14, 20, 22

Jenis implan yang yang banyak digunakan pada implan ekstraoral adalah jenis implan endoseus dengan panjang yang bervariasi. Penggunaan implan endoseus telah banyak digunakan pada intraoral. Penggunaan implan endosesus untuk ekstraoral mengikuti perkembangannya dengan cepat.6,8, 14, 17

Protesa dan restorasi implan merupakan peralatan penting yang digunakan untuk mengembalikan daerah defek pada daerah wajah. Oseointegrasi implan dapat menjadi peralatan yang memberikan retensi, stabilitas, dan dukungan yang bagus untuk restorasi gigi. Namun saat ini implan juga sudah mulai digunakan untuk merestorasi pasien dengan daerah defek pada daerah kraniofasial bagian wajah dan leher.8, 11, 14, 19

Penulisan skripsi ini akan membahas tentang pemakaian implan ekstraoral pada rekonstruksi 2/3 wajah pasca reseksi tumor ganas.


(12)

BAB 2

TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH

Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal sel karsinoma dan skuamous sel karsinoma. Tumor ganas yang sering terjadi pada bagian bibir, telinga, hidung, dan kening, adalah jenis basal sel karsinoma. Basal sel karsinoma dapat berubah menjadi skuamous sel karsinoma. Namun ada pengecualian untuk bagian kulit seseorang yang kasar atau bersisik yang telah lama berjemur dibawah sinar matahari, bagian kulit tersebut pada awalnya akan langsung berubah menjadi jenis skuamous sel karsinoma.3

Tindakan pengangkatan tumor ganas dapat dilakukan dengan melakukan pembedahan. Pengangkatan tumor ganas harus memperhatikan garis tepi baik dari jaringan yang terlibat atau jaringan yang tidak terlibat. Kebanyakan dokter bedah memperhitungkan garis tepi bedah cukup 1 cm. Pembedahan harus memperhitungkan sel biologi tumor ganas dan perubahan beberapa daerah mukosa wajah sekitar tumor ganas.3,5,14

2.1. Anatomi 2/3 Wajah

Bagian 2/3 wajah terdiri dari tulang maksila, nasal, zigoma (termasuk lengkung zigoma) dan keseluruhan dataran orbital rim. Bagian 2/3 wajah dapat dibagi ke dalam bagian sentral dan lateral pada batas ruang vertikal.1


(13)

Rahang atas terdiri dari 2 bagian tulang maksila termasuk celah piriform yang mencapai kontaknya dengan dasar tengkorak melalui processus frontal. Susunan tulang menyerupai bentuk piramid dan dinamakan dengan 2/3 wajah bagian sentral.1

2.1.1. Dua pertiga wajah bagian sentral

Bagian 2/3 wajah bagian sentral (termasuk maksila khususnya bagian frontal dan tulang nasal) dipisahkan menjadi tiga bagian yang tersusun menumpuk satu sama lain.1

Bagian horizontal 2/3 wajah terdiri atas:

1. Dua pertiga wajah bagian sentral atas (tulang nasal) 2. Dua pertiga wajah bagian sentral tengah

3. Dua pertiga wajah bagian sentral bawah (maksila)1

Dua pertiga wajah bagian sentral atas terdiri dari perluasan tulang frontomaksila yang menyusun bagian depan orbit medial dan dua buah tulang nasal.


(14)

Batas 2/3 wajah sentral sama dengan tulang nasal. Titik potong horizontal antara 2/3 wajah bagian sentral atas dan 2/3 wajah bagian sentral tengah merupakan kelanjutan dari sebuah garis yang ditarik menengah dari ujung bagian bawah batas lateral fossa lacrimal. Garis ini melalui bagian tengah depan sampai titik awal garis sutura nasomaksilaris.1

2.1.2. Dua pertiga wajah bagian lateral

Zigoma dan lengkung zigoma merupakan dasar dari 2/3 wajah bagian lateral. Kedua struktur ini terlibat dalam susunan kombinasi dan seluruh bagian dapat secara jelas digambarkan oleh garis anatomis sutura. Garis batas ini digunakan dengan 2 pengecualian:


(15)

1. Batas posterior lengkung zigomatik yang melewati dasar tulang temporal dari fossa glenoid. Akibatnya panjang seluruh lengkung zigoma ditambahkan ke keseluruhan skema tersebut.1

2. Permukaan orbital zigoma merupakan bagian dari dinding orbital lateral.1

2.2. Jenis-Jenis Tumor Ganas pada 2/3 Wajah

Tumor ganas yang sering terjadi pada bagian 2/3 wajah dibagi menjadi dua macam yaitu basal sel karsinoma dan skuamous sel karsinoma.3

2.2.1. Basal sel karsinoma

Basal sel karsinoma memiliki karakteristik tumbuh secara spontan pada kulit normal yang mengalami pergantian kulit, atau daerah kulit yang mengalami trauma. Basal sel karsinoma jarang menunjukkan pertumbuhan yang cepat, bahkan mungkin


(16)

sangat lamban dan perluasan tumor ganas mungkin tidak diketahui. Namun, pada waktu tidak aktif tumor ganas tersebut kadang-kadang tersembunyi dibawah permukaan kulit. Sebagai tambahan basal sel karsinoma yang berkembang, bewarna abu-abu mutiara, keras dengan tepi merenggang, dan mungkin mempunyai penampilan tidak rata. Basal sel karsinoma dapat berubah menjadi skuamous sel karsinoma, tetapi perubahan tersebut irreversibel.3

4B 4A

Gambar 4. A. Basal sel karsinoma pada 2/3 wajah; B. Bagian 2/3 wajah setelah direkonstruksi3


(17)

2.2.2. Skuamous sel karsinoma

Skuamous sel karsinoma memiliki karakteristik khusus yaitu berkembang secara spontan pada daerah kulit normal, atau daerah kulit yang mengalami trauma. Daerah yang sering terkena adalah sepanjang pinggir mukokutaneous dari bibir, hidung, kelopak mata, dan sebagainya. Skuamous sel karsinoma mudah terjadi pada kulit yang tipis, dan memiliki pigmen yang terang. Pertumbuhan tumor dapat meluas ke seluruh kulit, kecuali pada bagian pinggir kulit yang longgar. Pertumbuhan tumor tersebut terjadi dalam jumlah yang luas, mirip bunga kol dan dapat terjadi ulkus pada saat skuamous sel karsinoma tersebut berkembang dengan cepat. Skuamous sel karsinoma bermetastasi lebih awal ke limpa nodus.3

5A

5B


(18)

2.3. Teknik Pengangkatan Tumor Ganas pada 2/3 Wajah

Pengangkatan tumor ganas harus dilakukan dengan membuat batas yang jelas antara tumor ganas dan jaringan sehat (garis tepi). Kebanyakan ahli bedah menganggap bahwa garis tepi bedah 1 cm sudah cukup. Pengangkatan tumor ganas harus memperhatikan sel biologi tumor ganas dan beberapa perubahan mukosa di sekitar daerah tumor ganas.5,14

Perluasan garis tepi bedah harus tetap memberi keseimbangan antara pengangkatan tumor ganas dan kemampuan rekonstruksi kulit yang baik pasca operasi.5 Pengangkatan tumor ganas biasanya mempengaruhi struktur wajah dengan pengecualian pada basal sel karsinoma. Tumor ganas seperti adenocystic karsinoma dan adenokarsinoma cenderung sulit dilihat dan mungkin mengakibatkan kerusakan tulang.24

Modifikasi teknik pembedahan pada pengangkatan tumor ganas dapat dilakukan pada kasus-kasus sebagai berikut:

1. Adanya retensi dari gigi yang dapat digunakan untuk mendukung dan menahan kombinasi protesa wajah dan intraoral.

2. Persiapan pada dasar jaringan lunak sehingga daerah undercut dapat dibuat sebagai retensi.

3. Penempatan skin graft untuk meminimalkan distorsi jaringan atau kontraksi dasar jaringan.

4. Penempatan osseointegrasi implan untuk memberikan retensi dan mendukung protesa.21


(19)

Penyembuhan dan daya tahan jaringan terhadap sebuah protesa dan perlekatnya yang digunakan sebagai retensi sering memperoleh efek yang merugikan akibat pemberian kemoterapi dan radioterapi. Secara umum, sebuah tumor ganas yang tidak menembus ke dalam dinding tulang dapat diangkat dengan garis tepi yang jelas dan cukup dengan keterlibatan dinding batas dan sebuah perimeter jaringan.24

Gambar 6. 2/3 wajah setelah dilakukan pengangkatan tumor.22


(20)

BAB 3

IMPLAN EKSTRAORAL

Pada perkembangannya, saat ini banyak digunakan titanium untuk aplikasi implan pada ekstraoral. Implan ekstraoral sekarang digunakan untuk melekatkan telinga, mata, dan hidung tiruan bagi pasien dengan daerah defek yang dihasilkan oleh keadaan kongenital, trauma, patologi, atau pasca pengangkatan tumor ganas.2, 8, 23

Penempatan implan ekstraoral mempunyai efek yang besar pada fungsi protesa. Penggunaan implan ekstraoral sebelumnya sulit untuk menahan protesa 2/3 wajah. Daerah wajah memungkinkan untuk penempatan implan termasuk pada daerah orbital rim lateral, dasar hidung, sisa tulang malar atau zigoma, dan bagian glabella, serta dapat dipersiapkan selama pengangkatan tumor.8, 9, 23

3.1. Sejarah dan Defenisi

Pada awal tahun 1993, hanya sebuah sistem implan ekstraoral yang direkomendasikan oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA); namun, beberapa implan ekstraoral telah direkomendasikan sejak saat itu dan sudah banyak tersedia saat ini. Sama halnya seperti dental implan, implan ekstraoral ditempatkan dalam 2 tahap. Namun penempatan protesa biasa memerlukan waktu 4-6 bulan untuk dapat dipasangkan karena implan ekstraoral memerlukan waktu beberapa bulan untuk dapat berintegrasi dengan tulang.9


(21)

Implan ekstraoral merupakan jenis implan yang digunakan untuk memberikan retensi dan stabilitas pada protesa telinga, hidung, dan mata. Implan ekstraoral dapat memberikan keuntungan bagi retensi dan stabilitas protesa wajah apabila ditempatkan secara tepat, akan tetapi implan ekstraoral tidak dapat memberikan jaminan bagi keberhasilan protesa. Undercut pada daerah defek, jika digunakan dengan sebaiknya, dapat juga digunakan untuk mendukung protesa wajah 4, 9, 13, 14, 20, 22

. Syarat-syarat biomaterial implan ekstraoral yang digunakan untuk pembedahan yaitu:

1. Steril

2. Tidak mempunyai efek toksik, imunologik, atau efek karsinogenik 3. Respon inflamasi yang minimal

4. Daya tahan yang baik24

3.2. Jenis Implan Ekstraoral

Jenis implan yang yang banyak digunakan pada implan ekstraoral adalah jenis implan endoseus dengan panjang yang bervariasi. Penggunaan implan endoseus telah


(22)

banyak digunakan pada intraoral. Penggunaan implan endoseus untuk ekstraoral mengikuti perkembangannya dengan cepat.6,8, 14, 17

Keuntungan pada pemakaian implan endoseus sebagai implan ekstraoral yaitu:

1. Memberikan retensi yang tetap sepanjang magnet atau klip yang terpasang, memberikan perlekatan mekanis yang lebih; Oleh sebab itu, protesa wajah akan cocok dipasang hanya dalam 1 arah, sehingga pemasangan implan menawarkan kenyamanan yang lebih dan keamanan bagi pasien

2. Tidak mengiritasi kulit

3. Pinggir tepi protesa yang tipis jarang sekali hancur atau menurun serta mengalami pengikisan akibat penggunaan sehari-hari

4. Tidak ada perlekatan implan yang menyebabkan menipisnya jaringan.3, 17

Seperti yang terlihat pada kebanyakan protesa pasien, perubahan anatomi jaringan normal mengurangi kesempatan bagi klinisi untuk menempatkan implan endoseus. Situasi ini terjadi ketika tulang pendukung hilang selama pengangkatan tumor atau ketika jaringan berubah selama menjalani radioterapi.14


(23)

3.3. Indikasi dan Kontraindikasi 3.3.1. Indikasi

Rekonstruksi dengan menggunakan implan ekstraoral diindikasikan pada pasien yang memiliki pembuluh darah yang memadai pada jaringan lunak yang mengelilingi daerah defek yang disebabkan oleh bekas luka dan radioterapi, kondisi fisik pasien yang buruk yang tidak diijinkan untuk dilakukan pembedahan yang memerlukan anestesi umum untuk daerah luas.6,20

Indikasi yang lain berupa daerah donor yang tidak mencukupi, dan pasien tidak berkeinginan untuk menerima daerah donor.10, 20

3.3.2. Kontraindikasi

Kontraindikasi dari pemasangan implan ekstraoral yaitu pada pasien yang mempunyai pertahanan imun yang buruk, leukimia, diabetes melitus, neoplasia yang dihasilkan oleh kemoterapi, inflamasi pada daerah penempatan implan, perawatan antikoagulasi, perawatan sitostatik, menderita penyakit psikiatrik, alkohol, obat-obatan, usia tua atau penyakit lain yang membuat pasien tidak dapat merawat implannya.10, 20


(24)

BAB 4

REKONSTRUKSI 2/3 WAJAH DENGAN IMPLAN EKSTRAORAL

Pengangkatan tumor ganas pada daerah kepala dan leher sering menimbulkan daerah defek yang besar dan diikuti dengan terjadinya disfungsi, kerusakan, dan akibat efek dari radioterapi sering menyebabkan kematian jaringan. Kemampuan bicara, menelan, dan mengunyah juga terpengaruh. Jika kerusakan pada estetik dan fungsional tidak dikoreksi atau diminimalisasi, pasien mungkin tidak dapat kembali ke kehidupan normalnya.11, 14, 19

Protesa dan restorasi implan merupakan peralatan penting yang digunakan untuk mengembalikan daerah defek ini. Oseointegrasi implan dapat menjadi peralatan yang memberikan retensi, stabilitas, dan dukungan yang bagus untuk restorasi gigi. Namun saat ini implan juga sudah mulai digunakan untuk merestorasi pasien dengan daerah defek pada daerah kraniofasial bagian wajah dan leher.8, 11, 14, 19

4.1. Teknik Rekonstruksi

Untuk mendapatkan hasil rekonstruksi yang maksimal, penting untuk bekerja secara tim dan setiap anggota tim mempunyai tanggung jawabnya. Secara umum tim tersebut terdiri dari ahli bedah (ENT, oral, maksilofasial, atau bedah plastik), seorang prostodontis atau anaplastologis dan seorang suster sebagai koordinator, tim tersebut juga penting harus mempunyai seorang radiologis dan spesialis lain seperti ahli patologi kemampuan berbicara, audiologis, dan lain-lain.6, 8, 10, 17


(25)

Rekonstruksi 2/3 wajah dengan implan ekstraoral terbagi menjadi tahap sebagai berikut :

4.1.1. Preopreasi

Sebelum melakukan rekonstruksi 2/3 wajah dengan implan ekstraoral perlu dilakukan tindakan preoperasi berupa CT scan, evaluasi jaringan lunak, dan gabungan rencana terapi tumor ganas.4, 6, 10, 14

4.1.1.1. Computed Topography Scan/ CT Scan

Evaluasi dari banyaknya jumlah tulang yang tersedia untuk daerah implan merupakan hal yang terpenting selama perencanaan preoperasi. Computed

Topography (CT) memberikan gambaran tulang lokal yang teliti pada batas ketebalan

dan volum tulang sehingga dimensi dari defek wajah dapat ditentukan dengan teliti.6 Saat ini multislice CT scanners menghasilkan potongan dengan ketebalan 0.75 mm dengan tambahan rekonstruksi 0.5 mm. Dari data 2 dimensi, rekonstruksi 3 dimensi dapat dikalkulasikan. CT scan memberikan visualisasi virtual dari daerah defek dan sekeliling tulang. Rekonstruksi 3 dimensi virtual dapat dilihat dari berbagai sudut yang diinginkan. Pada kasus tertentu dilakukan pembuatan model stereolithografis untuk melengkapi dokumen preoperasi pasien. Model ini mendukung pengertian intuisi topografi dari daerah defek yang rumit. Namun, perencanaan secara visual dari posisi implan ekstraoral telah hampir semuanya digantikan oleh penggunaan model stereolithografis untuk perencanaan posisi implan yang dimaksud. Jika posisi implan yang dimaksud telah diidentifikasi, pemindahan posisi implan yang sesuai dengan situasi pasien dapat dilakukan dengan


(26)

menggunakan stereolithografis splint sehingga implan dapat ditempatkan secara langsung pada kulit atau tulang pasien tersebut.6, 25, 16

Jika merencanakan sebuah protesa mata, hidung, atau 2/3 wajah, CT scan dilakukan pada daerah implan tertentu dengan memperhitungkan jumlah yang maksimum dan ketebalan dari tulang. CT scan membantu penentuan daerah implan.6, 10

4.1.1.2. Evaluasi jaringan lunak

Penilaian klinis dilakukan pada daerah implan yang diharapkan termasuk evaluasi dari jaringan lunak. Periabutmen jaringan lunak sesuai dengan kriteria tipis, tidak berbulu, dan tidak bergerak untuk menghindari reaksi peradangan yang mungkin menyebabkan terlepasnya implan. Selain itu, ketebalan dan pergerakan jaringan lunak pada bagian tepi daerah defek khususnya penting untuk memberikan hasil yang estetik karena penampilan protesa ekstraoral biasanya terbatas pada daerah yang mengelilingi jaringan bergerak selama pergerakan otot wajah.6

Pada kebanyakan kasus, kondisi yang ideal tidak dijumpai. Oleh sebab itu, selama pemasangan implan atau pembedahan tahap kedua, penyesuaian yang perlu itu dilakukan.6

4.1.1.3. Gabungan rencana terapi tumor ganas

Untuk tambahan pada pengangkatan tumor ganas dilakukan perawatan radioterapi adjuvan, radioterapi neoadjuvan, dan kemoterapi, dan sebagai akibatnya pemulihan tulang dan osteogenesis berkurang. Implan yang telah ditempatkan ketika radioterapi dimulai menyebabkan terjadinya defleksi radioterapi yang digunakan sehingga dosis yang benar tidak akan tercapai pada jaringan yang direncanakan. Oleh


(27)

sebab itu lebih disarankan untuk menempatkan implan sesudah radioterapi selesai dilakukan. Radioterapi pada tulang menyebabkan artritis dan pengurangan yang nyata pada ujung pembuluh arteri, sementara daerah implan yang diharapkan selama dalam radioterapi akan menjadi iskemik. Proses ini meningkat bersamaan dengan waktu dan diikuti dengan perubahan yang bersifat histologi seperti osteolisis dan infiltrasi dari jaringan fibrous.6,19, 25

Pengaruh dari oseointegrasi implan pada tulang yang diradioterapi masih kontroversial. Trauma pada tulang mungkin menyebabkan osteonekrosis selama bertahun-tahun sesudah radioterapi, penyembuhan tulang kelihatan bertambah baik oleh faktor 2.5 dalam kurun waktu 1 tahun. Radioterapi daerah implan menyebabkan peningkatan rasio kegagalan implan. Saat ini informasi klinis dan biologis masih kurang mengenai waktu yang tepat untuk terjadinya oseointegrasi implan setelah tulang diradioterapi. Interval waktu 12 bulan direkomendasi untuk penghentian perawatan dan pemasangan implan.6, 19, 25

4.1.2. Teknik penempatan implan ekstraoral

Sebelum implan ekstraoral ditempatkan, posisi implan ekstraoral yang tepat harus terlebih dahulu ditentukan dengan pembuatan sebuah template protesa. Model stereolithografis dapat berasal dari gambaran CT scan atau scan laser pada ½ wajah yang dalam. Secara tradisional, wax up digunakan. Template digunakan untuk menentukan posisi implan yang diperlukan dan untuk menghasilkan surgical stent. Ketika implan ditempatkan tanpa surgical stent, analisa daerah optimal yang ditempatkan implan harus dilakukan sebelum pembedahan. Daerah implan yang


(28)

diinginkan sebaiknya ditandai pada kulit untuk memudahkan pemindahan selama pembedahan.6

Untuk penempatan suatu implan, teknik full-thickness skin flap dipertimbangkan. Insisi dilakukan pada bagian perifer posisi implan yang dimaksud. Untuk implan ekstraoral, batasan/ standar yang telah diketahui dari implantologi oral harus diikuti. Irigasi dengan larutan saline dilakukan untuk menghindari trauma termal pada tulang selama preparasi daerah implan dengan bur spiral.6, 20

Kadang-kadang penempatan implan ekstraoral dianjurkan dengan mengunakan bur penuntun untuk penentuan posisi implan.6, 20

Bur spiral yang diameternya telah ditingkatkan digunakan untuk preparasi daerah implan.6, 20

Gambar 9. Perencanaan posisi implan pada tulang.20


(29)

Gambar 10. A. Preparasi daerah implan; B. Pengeboran tulang secara paralel; C. Perluasan tulang dengan reamer 20

10A 10B 10C

Tulang dengan bagian kortikal yang besar, seperti tulang temporal, pretapping

threaddipertimbangkan.6, 20

Penempatan implan dilakukan dibawah kontrol putaran penempatan. Selama periode penyembuhan implan didukung oleh sebuah mur penutup.6, 20

Gambar 11. Thread tapping.6,


(30)

Setelah 3 bulan periode penyembuhan pada tulang yang tidak diradioterapi dan 12 bulan periode penyembuhan tulang yang diradioterapi, pembedahan tahap kedua dapat dilakukan. Interval waktu yang panjang ini khusus direkomendasikan untuk daerah 2/3 wajah dan mata, pada bagian dimana daya tahan implan kurang.6

Ketika implan tidak dilindungi, penipisan periimplan jaringan lunak dilakukan. Kulit yang tipis, tidak bergerak, dan tidak berbulu dikembangkan pada daerah sekitar implan. Transplantasi split-skin graft yang tidak berbulu mungkin dibutuhkan untuk daerah ini karena warna dan tekstur bagian retroauricular yang disukai sebagai daerah donor. Pada waktu penetrasi kulit, permukaan abutment sekurangnya berjarak 2 mm diatas permukaan jaringan.6

Untuk daerah 2/3 wajah dan hidung biasanya ditempatkan 2 buah implan pada daerah piriformis dasar hidung untuk fiksasi protesa hidung. Studi klinis menunjukkan bahwa pada bagian ini terdapat volum tulang yang cukup untuk penempatan implan intraoral konvensional 10 mm tanpa resiko merusak akar gigi

Gambar 13. Keadaan terakhir setelah penipisan periimplan jaringan lunak.6


(31)

yang berdekatan. Jika pada analisa CT membuktikan kekurangan tinggi tulang untuk penempatan implan, angulasi implan tersebut dapat diganti.6

Pada daerah defek 2/3 wajah yang luas, implan harus ditempatkan pada daerah dengan sisa tulang yang cukup. Jumlah implan yang dipilih sesuai dengan ukuran daerah defek. Bahkan tulang frontal dan lengkung zigomatik dapat menjadi daerah penemapatan implan yang potensial. Implan dengan panjang 35 sampai 55 mm telah khusus dikembangkan untuk penggunaan pada tulang zigoma guna mendapatkan stabilitas yang cukup pada kualitas tulang yang buruk.6

Perlekatan bar dan klip sebagai magnet telah digunakan dengan berhasil. Implan dengan sistem retensinya, harus ditempatkan pada satu arah agar tidak menghalangi pemasangan protesa. Untuk memberikan hasil estetik cukup dari protesa, harus tetap diingat bahwa garis tepi bedah jangan diperluas sampai daerah dimana terjadi kontraksi otot-otot pengunyahan atau daerah terjadi mimik otot. Protesa seharusnya diletakkan pada interval waktu tertentu pada kasus kehilangan fleksibilitas dan diskolorisasi. 4, 6, 8, 22


(32)

4.1.3. Teknik penempatan protesa

Keberhasilan sebuah protesa pada wajah tergantung pada beberapa faktor yaitu: daya tahan, biokompatibilitas, fleksibilitas, berat, warna, higienis, konduktivitas suhu, mudah digunakan, tekstur, dan tersedianya. Namun tidak ada bahan material wajah yang ideal meskipun beberapa bahan yang tersedia sudah ditingkatkan resistensi, tensil strenght, dan daya tahannya.14

Silikon elastomer, khususnya polydimethysiloxane dan polyvinylsiloxane, merupakan bahan yang digunakan untuk membuat protesa wajah. Meskipun banyak formula baru telah diperkenalkan secara konsisten selama beberapa tahun pada penggunaan implan untuk industri dan medis, HTB dan RTV silikon elastomer tetap terkenal sebagai bahan rekontouring implan wajah. Karena kebanyakan silikon yang digunakan mempunyai warna yang stabil, dapat dilakukan pewarnaan dengan mudah.14,24

Sebuah protesa biasanya lebih disukai untuk daerah defek wajah besar yang melibatkan bagian mata-hidung-pipi tetapi tidak disukai untuk bagian bibir dan kavitas oral. Pada daerah defek besar ini, kraniofasial implan dibutuhkan jika dapat dibuatkan protesa secara efektif.18,21


(33)

Cetakan yang akurat sulit untuk didapatkan karena jaringan yang membatasi daerah defek mungkin tidak mempunyai pondasi dasar tulang. Oleh karena jaringan ini dapat dengan mudah tertekan oleh bahan cetak sehingga menyebabkan distorsi perubahan bentuk. Daerah yang dipilih pada daerah defek ditutupi dengan kain kasa.

Apabila memungkinkan, kita lebih memilih menempatkan pasien dalam posisi

semi-upright dan menggunakan sebuah lapisan tipis bahan cetak elastis polisulfida untuk

menghubungkan jaringan dengan daerah defek. Bahan cetak elastis mempunyai kombinasi viskositas dan daya alir yang tepat. Hal ini diperlukan untuk membuat lapisan bahan cetak yang tipis yang berguna untuk menghindarkan kompresi dan distorsi dari jaringan.18,21

Sesudah sebuah cetakan didapat, sebuah ukiran wax protesa dibuat pada

master cast. Sesudah pengukiran, restorasi dari kontur dan simetri sebelum bedah

mungkin tidak seperti yang diinginkan. Pada daerah defek ini, distorsi yang jelas terjadi pada kontur, simetri, dan warna kulit, sebagai tambahan akibat pembedahan dan/ atau radioterapi. Untuk hasil yang terbaik, kontur, tekstur, dan warna dari protesa harus dipadukan dan diperbaiki dengan kontur dan warna pasien.14,18,21


(34)

Penting untuk melakukan penyesuaian tekstur dari protesa dengan kulit yang ada. Sebuah template dibuat jika implan sebelumnya telah ditempatkan. Retentif aparatus dilekatkan pada implan, dan resin retentif ditempatkan diantara protesa yang didesain. Cetakan pola kemudian diketatkan pada protesa dan protesa disiapkan sesuai prosedur. Pewarnaan ekstrinsik diaplikasikan seperti yang sebelumnya telah dijelaskan. Setelah protesa disesuaikan, protesa tersebut dipindahkan, ditrim, dan dicoba pada pasien. Instruksi cara pemakaian protesa diberikan dan pasien kontrol pada periode waktu yang singkat.18, 21

4.2. Perawatan Pasca Rekonstruksi

Ketika implan ekstraoral digunakan, penyesuaian kulit oleh abutmen silinder implan diharapkan bertoleransi baik dengan pasien. Pasien-pasien secara rutin diintruksikan di rumah untuk merawat dan mengawasi bagian ini. Mikroflora terdapat diantara ruang percutaneous krevikular dalam seluruh bagian implan dan mikroflora normal kulit yang aerob biasanya dapat diatasi. Selain itu, pada beberapa kasus bakteri enterokokus dan streptokokus dapat ditemukan pada bagian kulit. Bakteri tersebut bersifat patogen dan menginfeksi jaringan lunak dan tulang.6, 10, 19, 23

Pasien harus melakukan prosedur menjaga kebersihan setiap hari. Debris epitel dibuang dengan menggunakan cotton wool. Infeksi dari periimplan jaringan lunak harus dihindarkan. Untuk pembuangan debris dapat menggunakan minyak vaseline. Ketika terjadi eritema atau purulen discharge, seorang manajemen profesional harus memulai melibatkan pemakaian antibiotik, membersihan sulkus perimplan, dan menyiapkan pembuangan debris periimplan.6, 10


(35)

4.3. Komplikasi

Rekonstruksi 2/3 wajah dengan implan ekstraoral setelah pengangkatan tumor mempunyai komplikasi-komplikasi yaitu infeksi pada kulit, jaringan yang rusak, terbentuknya jaringan granulasi pada kulit yang disebabkan oleh penetrasi pada jaringan kulit. Tingginya konduktivitas termal juga dapat memicu sakit kepala dan gejala neurologis lainnya.6, 7, 10, 23

Untuk dapat mengendalikan efek samping, sebuah penilaian sistem kondisi kulit dikembangkan; ketika 0 tidak ada reaksi; 1: kemerah-merahan; 2: merah dan basah; 3: jaringan granulasi; 4: infeksi kulit; Nilainya berbeda-beda tergantung dari berapa banyak implan yang telah ditempatkan, sistem retentif yang digunakan dan tergantung dari usia pasien. Setelah sekian lama, jumlah penurunan efek samping kulit tergantung dari seberapa pasien itu telah belajar bagaimana cara merawat bagian kulit yang penetrasi.10


(36)

BAB 5 KESIMPULAN

Pengangkatan tumor ganas menyebabkan daerah defek yang luas pada kraniofasial baik pada telinga, mata, maupun hidung. Rekonstrusi autogenous tidak selalu memungkinkan memberikan hasil estetik yang cukup bagi pasien. Disamping faktor estetik, indikasi utama rekonstruksi defek wajah dengan menggunakan oseointegrasi implan disamping menggunakan rekonstruksi autogenous adalah pasien dengan pembuluh darah yang memadai pada jaringan lunak yang mengelilingi daerah defek yang disebabkan oleh bekas luka dan radioterapi, kondisi fisik pasien yang buruk yang tidak diijinkan untuk dilakukan pembedahan yang memerlukan anestesi umum untuk daerah luas. Khususnya ketika tumor ganas dianggap sebagai pertimbangan utama, fiksasi epitel wajah dengan oseointegrasi implan lebih disukai dibandingkan dengan rekonstruksi autogenous.6, 8, 14, 17, 19, 24

Perawatan dengan implan kraniofasial melibatkan sebuah tim yang terdiri dari ahli bedah maksilofasial, prostodontis, dan anaplastologis. Perencanaan preoperasi sering melibatkan CT scan untuk mengidentifikasi daerah yang potensial untuk implan dengan volum dan kepadatan tulang yang cukup yang mengijinkan penempatan implan ekstraoral. Selain itu, CT scan memutuskan sebuah pengurangan dari daerah defek yang seharusnya mendapatkan transfer jaringan autogenous menggunakan tulang avaskular dan graft jaringan lunak. Pada waktu tahap ke-2 pembedahan, penting untuk membentuk jaringan lunak yang tipis, tidak bergerak, dan


(37)

tidak berambut untuk mencegah inflamasi, yang memungkinkan terjadinya kegagalan implan. Jaringan lunak periimplan harus tipis, atau split-thickness skin graft harus ditransplantasi.4, 6, 17, 19

Perlekatan bar dan klip sebagai magnet telah digunakan dengan berhasil. Implan dengan sistem retensinya, harus ditempatkan pada 1 arah agar tidak menghalangi pemasangan protesa. Untuk memberikan hasil estetik cukup yang dihasilkan oleh protesa, tim tersebut seharusnya tetap mengingat bahwa garis tepi bedah seharusnya tidak diperluas sampai daerah dimana terjadi kontraksi pengunyahan atau daerah terjadi mimik otot. Protesa seharusnya diletakkan pada interval waktu tertentu pada kasus-kasus kehilangan fleksibilitas dan diskolorisasi.4, 6, 8, 22


(38)

DAFTAR RUJUKAN

1. Cornelius CP, Tellez CH, Audige L, et al. AO CMF classification group. Fracture Classification brochure, 2008 : 7-12.

2. Peterson LJ. Contemporary oral and maxillofacial S. 4th ed. St. Louis: Mosby Inc, 2003 : 342.

3. Jonas KC. Principles and practice of surgery. Philadelphia: Lea & Febiger, 1955 : 223-5.

4. Roumanas ED, Chang TL. Use of osseointegrated implants in the restoration of

head and neck defects. CDA Journal 2006 : 711-8.

5. Riden K. Key topics in oral and maxillofacial surgery. India: Bios Scientific Pyblishers, 1997 : 25-8, 203-5, 210-3.

6. Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial surgery. 2nd ed. St. Louis: Churchill Livingstone, 2007; 1 : 800-15.

7. Branemark PI, Zarb GA, Albrektsson T. Tissue-integrated prostheses:

osseointegration in clinical dentistry. USA: Quintessence Book, 1985 : 233-9,

333-41.

8. Alsawaf M. Implant application in craniofacial rehabilitation.

<www.dr-alsawaf.com/.../EntraOralandExtraOralImplantation.html>, (20 Agustus 2009).

9. Harrison LB, Sessions RB, Hong WK. Head and neck cancer 3rd ed.


(39)

10.Granstorm G. Invited review: craniofacial osseointegration. Journal compilation 2007 : 261-7.

11.Dib LL, Oliviera JAPD, Sandoval LS, Nannmark U. Porous surface of extraoral

implant: report of two cases rehabilitated with a new brazillian extraoral implant.

Braz J Oral Sci 2004 : 633-8.

12.Toljanic JA, Heshmati RH, Walon RL. Early rehabilitation of facial defects using

interim removable prostheses: report of two clinical cases. Annals of Plastic

Surgery. 2003; 36 : 188-91.

13.Alberto PL. Implant reconstruction of the jaws and craniofacial skeleton. Msjournal 1998 : 316-21.

14.Lemon JC, Kit-amnuay S, Gettleman L, Martin JW, Chambers MS. Facial

prosthetic rehabilitation: preprosthetic surgical technique. USA: Lippincott

Williams & Wilkins, Inc., 2005 : 255-62.

15.Anonymous. Skull anatomy.

(20 Agustus 2009).

16.Kermer C. Preoperative stereolithographic model planning in

craniomaxillofacial surgery. CAS 1999 : 1-8.

17.Taylor TD. Clinical maxillofacial prosthetics. Kimberly Drive: Quistessence Publishing Co, Inc., 2000 : 145-8, 288, 292-5.

18.Beumer J, Curtis TA, Firtell DN. Maxillofacial rehabilitation: prostodontic and


(40)

19.Schlegel KA, Mosgau SS, Eitner S, et al. Clinical trial of modified and ankylos

implants for extraoral use in cranio and maxillofacial surgery. Schlegel 2004; 19

: 716-720.

20.Anonymous. Clinical instruction: extraoral implant system.

2009)

21.Beumer J, Curtis TA, Mark TM. Maxillofacial rehabilitation: prostodontic and

surgical consideration. St Louis: Ishiyaku Euro America, 1996 : 410-4.

22.Rahn AO, Boucher LJ. Maxillofacial prosthetics: principal and concepts. Philadelphia: W. B Saunders Company, 1970 : 11.

23.Guelcher SA, Hollinger JO. An introduction to biomaterials. USA: T&Y Group, 2006 : 409-10

24.DaBreo EL. Chapter 80: maxillofacial prosthetic rehabilitation of acquired

defects. <www.famona.tripod.com/ent/cummings/cumm080.pdf> (20 September

2009)

25.Granstorm G. Radiotherapy, osseointegration, and hyperbaric oxygen therapy. J Perio 2000; 33 : 145-54.


(1)

4.3. Komplikasi

Rekonstruksi 2/3 wajah dengan implan ekstraoral setelah pengangkatan tumor mempunyai komplikasi-komplikasi yaitu infeksi pada kulit, jaringan yang rusak, terbentuknya jaringan granulasi pada kulit yang disebabkan oleh penetrasi pada jaringan kulit. Tingginya konduktivitas termal juga dapat memicu sakit kepala dan gejala neurologis lainnya.6, 7, 10, 23

Untuk dapat mengendalikan efek samping, sebuah penilaian sistem kondisi kulit dikembangkan; ketika 0 tidak ada reaksi; 1: kemerah-merahan; 2: merah dan basah; 3: jaringan granulasi; 4: infeksi kulit; Nilainya berbeda-beda tergantung dari berapa banyak implan yang telah ditempatkan, sistem retentif yang digunakan dan tergantung dari usia pasien. Setelah sekian lama, jumlah penurunan efek samping kulit tergantung dari seberapa pasien itu telah belajar bagaimana cara merawat bagian kulit yang penetrasi.10


(2)

BAB 5 KESIMPULAN

Pengangkatan tumor ganas menyebabkan daerah defek yang luas pada kraniofasial baik pada telinga, mata, maupun hidung. Rekonstrusi autogenous tidak selalu memungkinkan memberikan hasil estetik yang cukup bagi pasien. Disamping faktor estetik, indikasi utama rekonstruksi defek wajah dengan menggunakan oseointegrasi implan disamping menggunakan rekonstruksi autogenous adalah pasien dengan pembuluh darah yang memadai pada jaringan lunak yang mengelilingi daerah defek yang disebabkan oleh bekas luka dan radioterapi, kondisi fisik pasien yang buruk yang tidak diijinkan untuk dilakukan pembedahan yang memerlukan anestesi umum untuk daerah luas. Khususnya ketika tumor ganas dianggap sebagai pertimbangan utama, fiksasi epitel wajah dengan oseointegrasi implan lebih disukai dibandingkan dengan rekonstruksi autogenous.6, 8, 14, 17, 19, 24

Perawatan dengan implan kraniofasial melibatkan sebuah tim yang terdiri dari ahli bedah maksilofasial, prostodontis, dan anaplastologis. Perencanaan preoperasi sering melibatkan CT scan untuk mengidentifikasi daerah yang potensial untuk implan dengan volum dan kepadatan tulang yang cukup yang mengijinkan penempatan implan ekstraoral. Selain itu, CT scan memutuskan sebuah pengurangan dari daerah defek yang seharusnya mendapatkan transfer jaringan autogenous


(3)

tidak berambut untuk mencegah inflamasi, yang memungkinkan terjadinya kegagalan implan. Jaringan lunak periimplan harus tipis, atau split-thickness skin graft harus ditransplantasi.4, 6, 17, 19

Perlekatan bar dan klip sebagai magnet telah digunakan dengan berhasil. Implan dengan sistem retensinya, harus ditempatkan pada 1 arah agar tidak menghalangi pemasangan protesa. Untuk memberikan hasil estetik cukup yang dihasilkan oleh protesa, tim tersebut seharusnya tetap mengingat bahwa garis tepi bedah seharusnya tidak diperluas sampai daerah dimana terjadi kontraksi pengunyahan atau daerah terjadi mimik otot. Protesa seharusnya diletakkan pada interval waktu tertentu pada kasus-kasus kehilangan fleksibilitas dan diskolorisasi.4, 6,


(4)

DAFTAR RUJUKAN

1. Cornelius CP, Tellez CH, Audige L, et al. AO CMF classification group. Fracture Classification brochure, 2008 : 7-12.

2. Peterson LJ. Contemporary oral and maxillofacial S. 4th ed. St. Louis: Mosby Inc, 2003 : 342.

3. Jonas KC. Principles and practice of surgery. Philadelphia: Lea & Febiger, 1955 : 223-5.

4. Roumanas ED, Chang TL. Use of osseointegrated implants in the restoration of head and neck defects. CDA Journal 2006 : 711-8.

5. Riden K. Key topics in oral and maxillofacial surgery. India: Bios Scientific Pyblishers, 1997 : 25-8, 203-5, 210-3.

6. Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial surgery. 2nd ed. St. Louis: Churchill Livingstone, 2007; 1 : 800-15.

7. Branemark PI, Zarb GA, Albrektsson T. Tissue-integrated prostheses: osseointegration in clinical dentistry. USA: Quintessence Book, 1985 : 233-9, 333-41.

8. Alsawaf M. Implant application in craniofacial rehabilitation.

<www.dr-alsawaf.com/.../EntraOralandExtraOralImplantation.html>, (20 Agustus 2009).


(5)

10.Granstorm G. Invited review: craniofacial osseointegration. Journal compilation 2007 : 261-7.

11.Dib LL, Oliviera JAPD, Sandoval LS, Nannmark U. Porous surface of extraoral implant: report of two cases rehabilitated with a new brazillian extraoral implant. Braz J Oral Sci 2004 : 633-8.

12.Toljanic JA, Heshmati RH, Walon RL. Early rehabilitation of facial defects using interim removable prostheses: report of two clinical cases. Annals of Plastic Surgery. 2003; 36 : 188-91.

13.Alberto PL. Implant reconstruction of the jaws and craniofacial skeleton. Msjournal 1998 : 316-21.

14.Lemon JC, Kit-amnuay S, Gettleman L, Martin JW, Chambers MS. Facial prosthetic rehabilitation: preprosthetic surgical technique. USA: Lippincott Williams & Wilkins, Inc., 2005 : 255-62.

15.Anonymous. Skull anatomy.

(20 Agustus 2009).

16.Kermer C. Preoperative stereolithographic model planning in craniomaxillofacial surgery. CAS 1999 : 1-8.

17.Taylor TD. Clinical maxillofacial prosthetics. Kimberly Drive: Quistessence Publishing Co, Inc., 2000 : 145-8, 288, 292-5.

18.Beumer J, Curtis TA, Firtell DN. Maxillofacial rehabilitation: prostodontic and surgical consideration. USA: C.V. Mosby Company, 1979 : 343-9.


(6)

19.Schlegel KA, Mosgau SS, Eitner S, et al. Clinical trial of modified and ankylos implants for extraoral use in cranio and maxillofacial surgery. Schlegel 2004; 19 : 716-720.

20.Anonymous. Clinical instruction: extraoral implant system. 2009)

21.Beumer J, Curtis TA, Mark TM. Maxillofacial rehabilitation: prostodontic and surgical consideration. St Louis: Ishiyaku Euro America, 1996 : 410-4.

22.Rahn AO, Boucher LJ. Maxillofacial prosthetics: principal and concepts. Philadelphia: W. B Saunders Company, 1970 : 11.

23.Guelcher SA, Hollinger JO. An introduction to biomaterials. USA: T&Y Group, 2006 : 409-10

24.DaBreo EL. Chapter 80: maxillofacial prosthetic rehabilitation of acquired defects. <www.famona.tripod.com/ent/cummings/cumm080.pdf> (20 September 2009)

25.Granstorm G. Radiotherapy, osseointegration, and hyperbaric oxygen therapy. J Perio 2000; 33 : 145-54.