Lingkar Pinggang Hipertensi Primer essensial Kerangka Konsep Alat dan Bahan Penelitian

b. Lingkar Pinggang

IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT bukan merupakan indikator terbaik untuk obesitas Selain IMT, metode lain untuk pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar pinggang. Parameter penentuan obesitas merupakan hal yang paling sulit dilakukan karena perbedaan cutt of point setiap etnis terhadap IMT maupun lingkar pinggang. Sehinggga IDF Internasional Diabetes Federation mengeluarkan kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis Alberti, 2005. Tabel 2.2 Kriteria ukuran pinggang berrdasarkan etnis Negaragrup etnis Lingkar pinggang cm pada obesitas Eropa Pria 94 Wanita 80 Asia Selatan Populasi China, Melayu, dan Asia- India Pria 90 Wanita 80 China Pria 90 Wanita 80 Jepang Pria 85 Wanita 90 Amerika Tengah Gunakan rekomendasi Asia Selatan hingga tersedia data spesifik Sub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik Timur Tengah Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik Universitas Sumatera Utara

c. Rasio Lingkar Perut – Pinggul

Tabel 2.3 Rasio Lingkar perut dan pinggul Jenis Kelamin Ukuran RLPP Normal Wanita 0.85 Pria 0.90 Gambar 2.2 Fenotip obesitas menurut Vague, 1947.

2.1.3 Epidemiologi

Obesitas adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di seluruh dunia karena berperan dalam meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Prevalensi obesitas berbeda-beda di setiap negara, mulai dari 7 di Perancis sampai 32,8 di Brazil.. Prevalensi obesitas meningkat di setiap negara. Sebagai contoh, di Amerika Serikat prevalensi meningkat dari 12 pada tahun 1991 menjadi 17,8 pada tahun 1998. Penelitian Himpunan Studi Obesitas Indonesia Universitas Sumatera Utara HISOBI mendapatkan angka prevalensi obesitas pada wanita 11,02 lebih besar daripada pria 9,16. Obesitas meningkat di setiap negara, pada setiap jenis kelamin, dan pada semua kelompok usia, ras, dan tingkat pendidikan.

2.2 Obesitas Abdominal sebagai Faktor Risiko Metabolik

2.2.1 Definisi Sindroma Metabolik

Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik yang berkaitan secara langsung terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler artherosklerotik. Faktor risiko tersebut antara lain terdiri dari dislipidemia atherogenik, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar glukosa plasma, keadaann prototombik, dan proinflamasi Semiardji, 2004. Saat ini berkembang beberapa kriteria definisi dari sindroma metabolik yang pada akhirnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengenali sedini mungkin gejala gangguan metabolik sebelum seseorang jatuh ke dalam beberapa komplikasi yang terjadi. Beberapa kriteria definisi sindroma metabolik yang sering digunakan antara lain WHO tahun 1998, European Group for The Study of Insulin Resistance EGIR tahun 1999, National Cholesterol Education Program Third Adult Treatment Panel NCEP-ATP III tahun 2001, dan American Association of Clinical Endocrinologist AACE tahun 2003.. Secara garis besar, terdapat kepentingan klinis dari kriteria-kriteria tersebut. Antara lain disebutkan oleh WHO pada tahun 1998 yang menekankan bahwa resistensi insulin merupakan penyebab primer dari sindrom. Selain itu, WHO juga mengizinkan penggunaan terminologi sindroma metabolik untuk digunakan pada pasien DM tipe 2 yang juga memenuhi kriteria lain. Pada tahun Universitas Sumatera Utara 1999, EGIR mengajukan revisi dari definisi WHO. EGIR menggunakan terminologi sindroma resistensi insulin. Pada tahun 2001, NCEP ATP III tidak memasukkan resistensi insulin dalam kriteria. Hal ini disebabkan sulitnya melakukan pengukuran dan standardisasi resistensi insulin. AACE pada tahun 2003 merevisi kriteria ATP III untuk kembali berfokus pada resistensi insulin sebagai penyebab primer dari faktor risiko metabolik. Kriteria mayor lainnya adalah toleransi glukosa terganggu, peningkatan trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, dan obesitas. Saat ini ada dua set kriteria untuk sindroma metabolik, salah satu yang diajukan oleh World Health Organization WHO dan yang lainnya oleh Institut Kesehatan Nasional NIH. Definisi ini bekerja sama dan mencakup beberapa unsur abnormalitas glukosa insulin, tekanan darah dan lipid , dan obesitas. Secara umum seseorang yang diklasifikasikan dengan Sindrom Metabolik kriteria WHO juga didiagnosis dengan menggunakan kriteria NIH. Fakta bahwa dua set standar ada menunjukkan bahwa pemahaman dan penggunaan istilah Sindrom metabolik yang baru dan berkembang David, 2004. Tabel 2.4 - Definisi Sindrom Metabolik World Health Organization 1.Pinggang hip ratio 0,85 pada wanita dan 0,9 pada pria atau indeks massa tubuh 30kgm2 2.Trigliserida 150 mg dan atau kolesterol HDL 35 mg pria atau 40 mg wanita 3.Tekanan darah 14090 mm Hg 4.Peningkatan sekresi albumin dalam urin Universitas Sumatera Utara National Institutes of Health 1.obesitas perut: lingkar pinggang 35 cm pada wanita atau 40 inci pada laki-laki 2.Trigliserida 150 mg 3.HDL-kolesterol 50 mg pada wanita atau 40 mg pada laki-laki 4.Tekanan darah 13085 mm Hg 5.Glukosa plasma puasa 110 mg

2.2.2 Patogenesis Sindroma Metabolik

Menurut ATP III komponen-komponen sindroma metabolik terdiri dari : a. obesitas abdominal adalah bentuk dari obesitas yang paling kuat berhubungan dengan sindroma metabolik. Hal ini dapat terlihat secara klinis dengan meningkatnya lingkar perut. b. dislipidemia atherogenik bermanifestasi dengan penurunan kadar HDL- C, peningkatan kadar trigliserid, dan small dense LDL. c. peningkatan tekanan darah berhubungan dengan obesitas dan biasanya terjadi pada resistensi insulin. d. resistensi insulinintoleransi glukosa terjadi pada sebagian populasi dengan sindroma metabolik. Hal ini berhubungan erat dengan komponen sindroma metabolik lainnya dan berbanding lurus dengan risiko PKV penyakit kardiovaskuler. e. keadaan proinflamasi meningkatkan kadar hsCRP sebagai akibat dilepaskannya sitokin proinflamasi merupakan pertanda risiko terjadinya myocard infarct. f. keadaan prototombik memiliki karakteristik peningkatan plasminogen activator inhibitor PAI-1, fibrinogen, dan faktor VII. Peningkatan faktor risiko metabolik selalu berhubungan dengan tingginya akumulasi Universitas Sumatera Utara jaringan adiposa abdominal, terutama jaringan lemak visceral. Salah satu karakteristik obesitas abdominallemak visceral adalah terjadinya pembesaran sel-sel lemak, sehingga sel-sel lemak tersebut akan mensekresi produk-produk metabolik, diantaranya sitokin proinflamasi, prokoagulan, peptida inflamasi, dan angiotensinogen. Produk-produk dari sel lemak dan peningkatan asam lemak bebas dalam plasma bertanggung jawab terhadap berbagai penyakit metabolik seperti diabetes, penyakit jantung, hiperlipidemia, gout, dan hipertensi.

2.2.3 Manifestasi Klinik Sindroma metabolik

ATP III menyatakan bahwa penyakit kardiovaskuler merupakan manifestasi utama sindroma metabolik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh NHANES yang menyebutkan bahwa sindroma metabolik memiliki hubungan kuat dan konsisten dengan infark miokardstroke atau infark miokard dengan stroke. ATP III juga menyebutkan bahwa sindroma metabolik memiliki hubungan dengan beberapa keadaan seperti polikistik ovarii, fatty liver, batu empedu kolesterol, asma, sleep apnea, dan beberapa jenis kanker.

2.2.4 Epidemiologi

Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National Health and Nutrition Examination Survey 1988 sampai 1994, prevalensi sindrom metabolik dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP III bervariasi dari 16 pada laki-laki kulit hitam sampai 37 pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan. Universitas Sumatera Utara Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai berat badan lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari. Terdapat beberapa penelitian mengenai prevalensi sindroma metabolik di Indonesia. Di Semarang 297 penderita DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan di poliklinik Endokrinologi RS Dr. Kariadi, 52, 2 pasien memenuhi kriteria WHO dan 73 memenuhi kriteria ATP III. Di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya didapatkan bahwa dari 100 orang, 29 memenuhi kriteria WHO dan 31 memenuhi kriteria ATP III Tjokroprawiro, 2006. Di Makasar dilaporkan pada sebuah studi yang dilakukan John M.F. Adam pada Oktober 2002 hingga Januari 2003, dari 227 pria berumur 21- 81 tahun, 56,4 memenuhi kriteria ATP III. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3 Kerangka berpikir Sindroma Metabolik Hipertensi: ↓ NO ↑ Tonus simpatis ↑ angiotensinogen ↑Jaringan Lemak Visceral Keadaan prototombik proinflamasi: PAI-1 ↑, fibrinogen ↑, TNF ά ↑, adinopektin ↓, IL-1 ↑, IL-6 ↑, hsCRP ↑ ↑ Produksi asam lemak bebas Akumulasi lemak di berbagai organ Hepar Oto Skelet Pankreas Penurunan pengikatan degradasi insulin VLDL ↑ Dislipidemia atherogenik Penumpukan lemak intraseluler Resistensi insulin Hiperinsulinemi PAI-1 ↑ Memblok transduksi sinyal insulin Hiperinsulinemi ↓ Intramuscular glucose uptake Disfungsi sel β Universitas Sumatera Utara 2.3 Tekanan Darah dan Hubungan Dengan Obesitas 2.3.1 Definisi Tekanan Darah Tekanan darah ialah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah. Cara mengukur tekanan darah adalah dengan menggunakan alat yang di sebut spygmomanometer. Lengan atas di balut dengan selembar kantong karet yang dapat digembungkan, yang terbungkus dalam sebuah manset dan yang di gandengkan dengan sebuah pompa dan manometer. Dengan memompa maka tekanan dalam kantong karet cepat naik sampai 200 mmHg yang cukup untuk menjepit sama sekali arteri brakhial, sehingga tidak ada darah yang dapat lewat, dan denyut nadi pergelangan menghilang. Kemudian tekanan diturunkan sampai suatu titik di mana denyut dapat dirasakan atau lebih tepat, bila dengan menggunakan stetoskop denyut arteri brakhialis pada lekukan siku dengan jelas dapat didengar. Pada titik ini tekanan yang tampak pada kolom air raksa dalam manometer dianggap tekanan sistole. Kemudian tekanan di atas arteri brakhialis perlahan- lahan di kurangi sampai bunyi jantung atau pukulan denyut arteri dengan jelas dapat di dengar atau dirasakan. Dan titik di mana bunyi menghilang di anggap tekanan diastolik Sherwood, L., 2001. Menurut The Sixth Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure JNC 6, klasifikasi tekanan darah pada dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2, dan hipertensi derajat 3. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.5 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 6 Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik dan Diastolik mmHg Normal 120 dan 80 Prehipertensi 120-139 atau 80-89 Hipertensi Stadium I 140-159 atau 90-99 Hipertensi Stadium II 160 atau 100 Hipertensi Stadium III 180 atau 110 Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Orang Dewasa Dengan Usia Diatas 18 tahun menurut The Sixth Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure JNC, Tahun 1997. Manakala menurut The Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure JNC 7,klasifikasi tekanan darah pada dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2. Table 2.6 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik dan Diastolik mmHg Normal 120 dan 80 Pre Hipertensi 120-139 atau 80-89 Hipertensi Derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99 Universitas Sumatera Utara Derajat 2 160 atau 100 Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Orang Dewasa Dengan Usia Diatas 18 tahun menurut The Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure JNC, Tahun 2003.

2.3.2 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90mmHg Kaplan N.M. , 2006. Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat 80 dari ukuran manset menutupi lengan setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak. Hipertensi didiagnosis berdasarkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik. Ketika tekanan darah sistolik dan diastolik berada pada pada kategori yang berbeda, maka dipilih kategori yang lebih tinggi untuk mengklasifikasikan tekanan darah individu.

2.3.3 Etiologi dan Klasifikasi

Table 2.7 Klasifikasi hipertensi menurut WHOISH Kategori Sistolik mmHg Diastolik mmHg Optimal 120 80 Normal 130 85 Normal tinggi 130 -139 140 85 – 89 90 Universitas Sumatera Utara Hipertensi Derajat 1 ringan 140 – 159 90 – 99 Borderline 140 – 149 90 – 94 Derajat 2 sedang 160 – 179 100 – 109 Derajat 3 berat ≥ 180 ≥ 110 Hipertensi sistolik yang terisolasi ≥ 140 90 Borderline 140 – 149 90

a. Hipertensi Primer essensial

Onset hipertensi essensial biasanya muncul pada usia antara 25-55 tahun, sedangkan usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan. Patogenesis hipertensi essensial adalah multifaktorial. Faktor-faktor yang terlibat dalam patogenesis hipertensi essensial antara lain faktor genetik, hipertaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek natriuresis, natrium dan kalsium intraseluler, serta konsumsi alkohol secara berlebihan.

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai riwayat hipertensi dalam keluarga. Individu dengan hipertensi pertama kali pada usia di atas 50 tahun atau yang sebelumnya diterapi tapi mengalami refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin mengalami hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, Universitas Sumatera Utara hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan sindroma cushing, feokromsitoma, koarktasio aorta, kehamilan, serta penggunaan obat-obatan.

2.3.4 Hipertensi dengan Faktor Risiko Obesitas - Hipertensi pada Obesitas

Berbagai penelitian epidemiologik telah membuktikan adanya hubungan yang kuat antara obesitas dan hipertensi. Data yang diperoleh dari NHANES pada populasi orang Amerika Serikat memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan linier antara kenaikan rasio lingkar pinggang dan pinggul dengan tekanan darah sistolik dan diastolik serta tekanan nadi. Farmingham study 2007 melaporkan risiko terjadinya hipertensi sebesar 65 pada wanita dan 78 pada laki-laki berhubungan langsung dengan obesitas dan kelebihan berat badan. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskuler sistemik. Beberapa mekanisme lain yang berperan dalam kejadian hipertensi pada obesitas antara lain peningkatan sistem saraf simpatik, meningkatnya aktivitas renin angiotensin aldosteron RAAS, peningkatan leptin, peningkatan insulin, peningkatan asam lemak bebas FFA,peningkatan endotelin 1, terganggunya aktivitas natriuretic peptide NP, serta menurunnya nitrit oxide NO. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4 Kerangka berpikir Hipertensi Pengukuran Rasio Lingkar Pinggang Dan Pinggul Obesitas tubuh bagian atas Akumulasi lemak di truncal Aktivitas saraf simpatis vaskuler↑ Tekanan darah↑ HIPERTENSI Insulin Free Fatty Acid RAAS Leptin Nitrit Oxide Natriuretic peptide Reabsorbsi Na Retensi cairan Blood volume Cardiac output Resistensi vaskular Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel independen : lingkar pinggang dan lingkar pinggul cm Variabel dependen : tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik mmHg Variabel luar : Variabel luar dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Variabel luar yang dapat dikendalikan dalam penelitian ini adalah umur pasien, status kesehatan, obatan yang dikonsumsi. b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan dalam penelitian ini adalah kondisi psikologis individu white coat hypertension. 3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian 3.3.1. Variabel independen : Lingkar Pinggang dan Lingkar Pinggul - Lingkar pinggul Circumference : Diukur dengan pita pengukurmetline dalam cm secara sirkumferens pada bagian terlebar dari pinggul, berdekatan dengan area pubis simfisis. Rasio lingkar pinggang pinggul Tekanan Darah Universitas Sumatera Utara - Lingkar pinggang waist circumference : Waist Circumference adalah besar lingkar pinggang yang diukur dengan pita pengukur metline dalam sentimeter cm. Pengukuran dilakukan pada posisi berdiri tegak dengan pakaian ditanggalkan, diukur di antara crista illiaka dan kosta XII.

3.3.2. Variabel dependen : Tekanan Darah

- Tekanan darah merujuk kepada tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri darah ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah dibuat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya diukur seperti berikut - 120 80 mmHg. Nomor atas 120 menunjukkan tekanan ke atas pembuluh arteri akibat denyutan jantung, dan disebut tekanan sistole. Nomor bawah 80 menunjukkan tekanan saat jantung beristirahat di antara pemompaan, dan disebut tekanan diastole. Saat yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah saat Anda istirahat dan dalam keadaan duduk.

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Sphygmomanometer : Spygmomanometer yang diapakai adalah jenis spygmomanometer raksa, dengan ketelitian 1 mmHg. b. Stetoskop : Stetoskop yang digunakan dalam penelitian ini adalah stetoskop merek Litmann. c. Tape measuring metline : Metline yang digunakan adalah jenis plastic tape measuring, dengan ketelitian 1mm. Universitas Sumatera Utara

3.5 Cara Kerja