F. HIDROLISIS ENZIM
Enzim adalah katalis sangat spesifik yang membantu terjadinya reaksi- reaksi kimia dalam sistem biologis. Selulase adalah enzim yang dapat
mengkatalis terjadinya reaksi hidrolisis selulosa menjadi glukosa. Keuntungan hidrolisis enzim dibandingkan hidrolisis asam adalah kondisi reaksi lebih
ringan dan tidak terjadi reaksi samping yang berarti. Hidrolisis selulosa dengan enzim merupakan metode yang sangat menarik dan obyek banyak
penelitian dalam hal pemanfaatan limbah lignoselulosik Gong dan Tsao, 1979.
Selulase adalah enzim yang diproduksi oleh banyak mikroorganisme. Trichoderma viride
adalah kapang yang diisolasi dari tanah yang aktif dalam proses amonifikasi dan dekomposisi selulosa Pelczar dan Reid, 1974.
Mikroorganisme selulolitik mampu menghasilkan selulase kompleks, yaitu suatu campuran beberapa jenis selulase yang berbeda. Selulase kompleks
mampu menghidrolisis kristal selulosa menjadi gula-gula terlarut secara efisien Gong dan Tsao, 1979.
Tiga enzim utama yang terdapat dalam selulase kompleks adalah endoglukanase, eksoglukanase, dan selobiase -glukosidase. Endoglukanase
menghidrolisis ikatan 1,4-ß-glikosidik secara acak pada daerah amorf selulosa mengasilkan glukosa, selobiosa dan selodekstrin. Eksoglukanase
menghidrolisis selodekstrin dengan memutus unit selobiosa dari ujung rantai polimer, sedangkan selobiase menghidrolisis selobiosa dan selo-oligosakarida
menjadi glukosa Jeewon, 1997. Mekanisme hidrolisis secara enzimatis dilukiskan pada Gambar 6.
Sumarjono 1986 mengatakan bahwa ekstrak selulase dari Trichoderma viride
mencapai aktifitas tertinggi pada 50°C dan pH 4,6. Dengan substrat jerami 1 persen dan perlakuan awal delignifikasi I dengan otoklaf dalam
larutan NaOH 1 persen serta delignifikasi II metode Alkalin-H
2
O
2
, ekstrak selulase dari Trichoderma viride menghasilkan konversi sebesar 12 persen
setelah hidrolisis 5 hari.
Gambar 6. Mekanisme reksi hidrolisis selulosa secara enzimatis Enari, 1983.
G. FERMENTASI ETANOL
Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada substrat organik, baik karbohidrat, protein, lemak atau lainnya, melalui kegiatan katalis
biokimia yang dikenal sebagai enzim dan dihasilkan oleh mikroba spesifik Prescott dan Dunn, 1981.
Etil alkohol CH
3
CH
2
OH atau etanol sering disebut sebagai alkohol untuk menunjukkan sumber bahan baku yang digunakan atau tujuan umum
penggunaannya. Grain alcohols adalah etanol yang dibuat dari biji-bijian seperti jagung, gandum atau beras, sedangkan Industrial alcohols adalah
etanol yang dipakai untuk tujuan-tujuan industri Prescott dan Dunn, 1981. Khamir yang sering digunakan pada proses fermentasi etanol secara
industri adalah Saccharomyces cerevisiae, S. uvarum, Schizosaccharomyces sp.
dan Kluyveromyces sp. Lachke 2002 menyatakan bahwa sejumlah besar bakteri juga mampu membentuk etanol sebagai produk utama, misalnya
Clostridium dan Bacillus B. macerans.
Khamir mampu mengkonsumsi berbagai substrat gula, tergantung spesies yang digunakan. Secara umum, mikroorganisme ini dapat tumbuh dan
memfermentasi etanol secara efisien pada pH 3,5-6,0 dan suhu 28-35°C. Walaupun laju awal produksi etanol meningkat pada suhu lebih tinggi,
produktifitas keseluruhan menurun karena efek penghambatan etanol Selulosa amorf
Selulosa rantai pendek
Selobiosa Glukosa
Endo-glukanase
Ekso-glukanase
Beta-glukosidase
meningkat Ratledge, 1991. Menurut Paturau 1969, fermentasi etanol memakan waktu 30-72 jam. Frazier dan Westhoff 1978 menambahkan
bahwa suhu optimum untuk fermentasi antara 25-30°C dan kadar gula antara 10-18 persen. Jika konsentrasi gula terlalu tinggi, aktivitas khamir dapat
terhambat dan waktu fermentasi menjadi lebih lama serta tidak semua gula dapat difermentasi.
Saccharomyces cerevisiae adalah salah satu spesies khamir yang memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi. Mikroba ini
biasanya dikenal dengan baker’s yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik. Produk metabolik utama adalah etanol, CO
2
dan air, sedangkan beberapa produk lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit. Khamir ini
bersifat fakultatif anaerobik. Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30°C dan pH 4,0-4,5 agar dapat tumbuh dengan baik. Selama proses
fermentasi akan timbul panas. Bila tidak dilakukan pendinginan suhu akan terus meningkat sehingga proses fermentasi terhambat Oura, 1983.
Di samping kondisi lingkungan seperti suhu dan pH, kebutuhan nutrien dan kofaktor juga memegang peranan penting bagi kehidupan khamir.
Sejumlah kecil oksigen harus disediakan pada proses fermentasi oleh khamir karena oksigen merupakan komponen yang diperlukan dalam biosintesis
beberapa asam lemak tidak jenuh. Biasanya diberikan tekanan oksigen 0,05- 0,10 mmHg. Lebih besar dari nilai tersebut, konversi akan cenderung ke arah
pertumbuhan sel Kosaric et al., 1983. Kebutuhan relatif nutrien sebanding dengan komponen utama sel
khamir, yaitu mencakup karbon, oksigen, nitrogen dan hidrogen. Pada jumlah lebih rendah, fosfor, sulfur, potasium dan magnesium juga harus tersedia
untuk sintesis komponen-komponen minor. Beberapa mineral Mn, Co, Cu dan Zn dan faktor pertumbuhan organik asam amino, asam nukleat dan
vitamin diperlukan dalam jumlah kecil. Substrat yang digunakan untuk memproduksi etanol dalam jumlah besar biasanya mengandung nutrien yang
diperlukan untuk pertumbuhan khamir. Dalam beberapa hal, mungkin diperlukan tambahan nutrien dan biasanya ditambahkan dalam bentuk
komponen tunggal seperti garam amonium dan potasium fosfat atau dari sumber murah seperti corn steep liquor Kosaric et al., 1983.
Pada permulaan proses, khamir memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, oleh karena itu perlu diberikan oksigen. Sesudah terjadi
akumulasi CO
2
dan reaksi berubah menjadi anaerob, alkohol akan menghalangi fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15
persen volume dan biasanya maksimum 13 persen volume. Konsentrasi alkohol akan menghambat fermentasi tergantung pada suhu dan jenis khamir
yang digunakan Prescott dan Dunn, 1981. Pada kondisi anaerobik, khamir memetabolisme glukosa menjadi etanol
sebagian besar melalui jalur Embden Meyerhof-Parnas. Skema fermentasi glukosa menjadi alkohol jalur Embden Meyerhof-Parnas disajikan pada
Gambar 7. Secara ringkas pembentukan etanol dari glukosa sebagai berikut. C
6
H
12
O
6
2C
2
H
5
OH + 2CO
2
: H = -31,2 kkal glukosa etanol karbondioksida
Setiap mol glukosa terfermentasi menghasilkan dua mol etanol, CO
2
dan ATP. Oleh karena itu, secara teoritis setiap g glukosa memberikan 0,51 g
etanol. Pada kenyataannya etanol biasanya tidak melebihi 90-95 persen dari hasil teoritis. Hal ini dikarenakan sebagian nutrisi digunakan untuk sintesa
biomassa dan memelihara reaksi. Reaksi samping juga dapat terjadi, yaitu terbentuknya gliserol dan suksinat yang dapat mengkonsumsi 4-5 persen
substrat Oura, 1983.
Keterangan : ATP = Adenin trifosfat
ADP = Adenin difosfat
NAD = Nikotinamida adenin dinukleotida
NADP = Nikotinamida adenin dinukleotida fosfat
NADH = Nikotinamida adenin dinukleotida tereduksi
Gambar 7. Skema fermentasi glukosa menjadi alkohol Embden Meyerhof- Parnas Pathway Paturau, 1969.
ADP Fruktosa-1,6-di-P
Glukosa Fruktosa-6-P
ATP ADP
ATP
Dihidroksiaseton fosfat Gliseraldehida-3-P
1,3-Difosfogliserat 3-Fosfogliserat
2-Fosfogliserat NAD
+
NADH +H
+
Fosfat anorganik
ADP ATP
Asam Fosfoenol piruvat Asam piruvat
ADP ATP
H
2
O
Asetaldehida
Etil alkohol CO
2
NADH +H
+
Gliserofosfat
Gliserol +H
2
O NADH +H
+
NAD
+
NAD
+
Glukosa-6-P
III. METODOLOGI PENELITIAN