KETERKAITAN JENIS SUBSTRAT TERHADAP PARAMETER

Gambar 11. Neraca massa

B. KETERKAITAN JENIS SUBSTRAT TERHADAP PARAMETER

FERMENTASI Etanol dapat diproduksi dari selulosa dengan cara melakukan hidrolisis sehingga dihasilkan gula-gula sederhana yang dapat dikonversi oleh mikroorganisme. Salah satu mikroorganisme yang biasa digunakan dalam fermentasi etanol adalah Saccharomyces cerevisiae. Ratledge 1991, menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisisae adalah mikroorganisme yang paling banyak digunakan dalam fermentasi heksosa glukosa dan manosa. Saccharomyces cerevisisae dapat memproduksi etanol dari glukosa dan manosa jika konsentrasi gulanya tinggi dan pada kondisi anaerob. Pada kondisi anaerob, metabolisme glukosa menjadi etanol melalui jalur Embden Meyerhof-Parnas yang merupakan reaksi-reaksi fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor dan aseptor fosfat, rekasi pemecahan C 6 menjadi 2 molekul C 3 yang terfosforilasi, reaksi oksidasi- reduksi, dan reaksi dekarboksilasi. Filtrat 2702 g Penyaringan Ampas 1389 g Pencucian Air 16000 g Bubuk fraksi selulosa tongkol jagung 574 g Pengeringan pada suhu 50 C selama 48 jam Air 182 g Bubuk fraksi selulosa tongkol jagung kering 392 g, k.a 2,11 Air+NaOH 16815 g A Glukosa mengalami fosforilasi menjadi glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat. Fruktosa-6-P kemudian menjadi fruktosa- 1,6-di-P dengan ATP sebagai donor fosfat. Fruktosa-1,6-di-P kemudian dipecah menjadi 2 molekul C 3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-P. Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserofosfat kemudian menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder. Gliseraldehida-3-P tereduksi membentuk asam 1,3-di-fosfogliserat kemudian mengalami defosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dengan aseptor fosfat ADP membentuk ATP. 3-P-asam gliserat selanjutnya membentuk 2-P-asam gliserat kemudian menjadi asam fosfoenol piruvat dengan melepaskan H 2 O. Asam fosfoenol piruvat kemudian terdefosforilasi menjadi asam piruvat dengan menghasilkan ATP. Dengan reaksi dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO 2 yang kemudian akan mengalami reaksi oksidasi menjadi etanol. Selama proses fermentasi akan dihasilkan metabolit primer yaitu etanol, CO 2, dan air dalam jumlah besar selain itu juga dihasilkan ATP yang merupakan energi dalam bentuk panas sedangkan komponen lainnya dalam jumlah yang kecil. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran laju pembentukan CO 2 untuk mengetahui laju fermentasi yang terjadi. Produktifitas etanol selama proses fermentasi tergantung dari komposisi substrat yang digunakan dan adanya zatbahan inhibitor serta kondisi lingkungan seperti pH dan suhu. Dalam penelitian ini, sirup hidrolisat selulosa dijadikan sumber karbon sedangkan sumber nutrien yang lain seperti nitrogen, posfor, dan kalium diperoleh dengan penambahan pupuk NPK dan ZA.

1. Laju Pembentukan CO

2 Hasil pengukuran laju pembentukan CO 2 selama fermentasi menggunakan substrat sirup glukosa, hidrolisat asam dan hidrolisat enzim disajikan pada Gambar 12. 50 100 150 200 250 300 350 400 450 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 Lama Fermentasi jam ke- L aj u P em b en tu ka n C O 2 m l Glukosa Hidrolisat asam Hidrolisat enzim Gambar 12. Grafik laju rata-rata pembentukan CO 2 selama fermentasi sirup glukosa, hidrolisat asam, dan hidrolisat enzim. Berdasarkan Gambar 12, dapat dilihat bahwa selama fermentasi terjadi peningkatan dan penurunan laju pembentukan CO 2 yang berbeda- beda. Pada enam jam pertama laju pembentukan CO 2 lebih lambat jika dibanding dengan enam jam berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada awal fermentasi kondisi proses belum sepenuhnya anaerob. Pada awal fermentasi masih terdapat oksigen, sehingga khamir cenderung melakukan asimilasi sel dan proses fermentasi belum sepenuhnya terjadi akibatnya produk metabolit yang dihasilkan etanol dan CO 2 masih sangat rendah. Sesuai dengan pernyataan Oura 1983, bahwa khamir bersifat fakultatif anaerobik. Pada kondisi oksigen bebas tidak ada sama sekali atau ada dalam jumlah sedikit, terjadi konversi sumber karbon menjadi etanol dan CO 2 lebih banyak. Sebaliknya, bila oksigen bebas terdapat dalam jumlah mencukupi, konversi akan menuju ke arah asimilasi sel dengan pembentukan produk metabolit dan produk antara ditekan rendah. Pada Gambar 12, dapat dilihat terjadinya penurunan laju pembentukan CO 2 , yang berarti terjadi penurunan laju fermentasi. Penurunan laju fermentasi ini diduga karena adanya akumulasi produk metabolit yaitu etanol dan asam yang kemudian menghambat laju fermentasi. Etanol dapat menghambat proses fermentasi dengan mekanisme penghambatan oleh produk sedangkan asam dapat menurunkan pH lingkungan akibatnya khamir tidak dapat tumbuh dan bahkan akan mati pada kondisi pH yang sangat rendah. Clark dan Mackie 1984 juga menyatakan bahwa khamir sangat peka terhadap sifat penghambatan etanol, konsentrasi etanol 1-2 persen bv cukup menghambat pertumbuhan dan pada konsentrasi etanol 10 persen bv laju pertumbuhan hampir berhenti sama sekali. Frazier dan Westhoff 1978 menambahkan bahwa pH akan mempengaruhi kecepatan fermentasi, pH optimum untuk pertumbuhan khamir adalah 4,0-4,5, untuk menurunkan pH dapat digunakan asam sulfat sedangkan untuk menaikkan pH dapat digunakan natrium benzoat. Pada fermentasi sirup glukosa, setelah jam ke-24 penurunan laju fermentasi berlangsung cepat sampai jam ke-30 kemudian mengalami penurunan yang lambat dan akhirnya berhenti pada jam ke-60. Hal ini menunjukkan bahwa pada fermentasi substrat sirup glukosa metabolisme masih berlangsung sampai jam ke-60 sehingga laju fermentasi pada sirup glukosa masih berlangsung sampai jam ke-60 sehingga masih terjadi konversi etanol, sedangkan untuk fermentasi sirup hidrolisat asam dan enzim laju pembentukan CO 2 berhenti pada jam ke-42. Pada Gambar 12, terlihat bahwa pada fermentasi sirup hidrolisat enzim laju pembentukan CO 2 setelah jam ke-6 berlangsung lebih tinggi dibanding laju pembentukan CO 2 pada fermentasi sirup glukosa dan sirup hidrolisat asam. Kondisi ini menunjukkan bahwa laju fermentasi pada sirup hidrolisat enzim lebih tinggi dibandingkan dengan fermentasi dari sirup glukosa maupun sirup hidrolisat asam. Tingginya laju pembentukan CO 2 ini dapat disebabkan oleh jumlah gula pereduksi yang lebih besar. Selain itu dapat juga disebabkan terdapatnya nutrien yang berasal dari media pada saat hidrolisat enzim oleh Trichoderma viride. Nutrien yang lebih kompleks tersebut dimanfaatkan oleh khamir untuk pertumbuhan sehingga menghasilkan biomassa lebih banyak yang dapat diukur pada akhir fermentasi. Semakin banyak biomassa yang terbentuk maka laju pembentukan CO 2 akan lebih tinggi karena sel-sel khamir melakukan metabolisme baik siklus TCA maupun jalur Embden Meyerhof-Parnas yang menghasilkan metabolit berupa gas CO 2 dan etanol. Pada sirup glukosa meskipun komponen gulanya adalah gula pereduksi akan tetapi karena nutrien untuk pertumbuhannya terbatas maka biomassa yang terbentuk lebih sedikit sehingga laju pembentukkan CO 2 dan fermentasi lebih rendah. Pada fermentasi dengan substrat sirup hidrolisat asam, laju pembentukan CO 2 sedikit lebih lambat dibanding sirup glukosa. Laju fermentasi yang lebih lambat ini kemungkinan disebabkan adanya bahan- bahan hasil degradasi produk hidrolisat asam yang dapat menghambat proses fermentasi. Asam merupakan bahan kimia yang bersifat korosif, hidrolisis secara asam akan menghasilkan bahan-bahan inhibitor yang dapat menghambat proses fermentasi. Berbeda dengan hidrolisis secara asam, hidrolisis enzimatis lebih menguntungkan karena reaksinya lebih ringan dan tidak menghasilkan bahan inhibitor. Kondisi ini didukung oleh pernyataan Taherzadeh 1999 dan Ulbricht et al., 1984 yang menyatakan bahwa selama hidrolisis asam, tidak hanya menghasilkan gula tetapi juga komponen inhibitor seperti furfural, 5-hidroksimetil furfural HMF, asam karboksilat dan komponen fenol. Boyer et al., 1992 juga menyatakan bahwa lag phase yang berlangsung lama diduga karena adanya proses adaptasi dan sintesis enzim atau koenzim baru oleh mikroorganisme untuk menguraikan furfural. Pada Gambar 12, juga dapat dilihat bahwa rata-rata laju fermentasi untuk semua substrat diukur dari laju pembentukan CO 2 , berlangsung lebih tinggi pada kisaran rentang waktu fermentasi antara 18 sampai 30 jam yang kemudian mengalami penurunan pada jam berikutnya sampai akhirnya berhenti. Laju pembentukan CO 2 pada fermentasi substrat hidrolisat asam dan enzim berhenti lebih awal dibanding laju pembentukan CO 2 pada substrat glukosa. Laju pembentukan CO 2 yang berhenti lebih awal pada fermentasi substrat hidrolisat asam diduga disebabkan adanya peningkatan konsentrasi bahan-bahan inhibitor seperti furfural dan HMF hasil hidrolisis yang terdapat pada media seiring dengan konsumsi gula, sedangkan pada fermentasi substrat hidrolisat enzim, penurunan laju yang cepat diduga disebabkan oleh akumulasi produk metabolit etanol yang besar dan keterbatasan substrat gula. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa kadar etanol dan substrat uang tersisa pada akhir fermentasi.

2. Biomassa

Hasil analisis substrat pada akhir fermentasi yang meliputi biomassa, total asam, pH dan kadar etanol disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis total biomassa, kadar etanol, total asam dan pH pada akhir fermentasi jam ke-60. Jam ke- Parameter Sirup glukosa Hidrolisat asam Hidrolisat enzim t=60 ΔTotal biomassa gl 0,30 0,95 1,20 pH 2,18 2,59 3,41 Δ Total asam 0,17 0,14 0,30 Konsentrasi etanol gl 8,52 2,42 14,22 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa pembentukan biomassa selama fermentasi berbeda-beda untuk masing-masing substrat. Pembentukan biomassa paling banyak terjadi pada fermentasi dengan substrat sirup hidrolisat enzim yaitu 1,20 gl, biomassa pada substrat sirup glukosa yaitu 0,30 gl sedangkan biomassa pada substrat sirup hidrolisat asam yaitu 0,95 gl. Perbedaan jumlah biomassa yang dihasilkan selama fermentasi tergantung kondisi substrat yang digunakan. Fermentasi dengan substrat hidrolisat enzim menghasilkan biomasa lebih banyak. Hal ini disebabkan pada hidrolisis enzimatis tidak dihasilkan bahan-bahan inhibitor yang dapat menghambat pertumbuhan khamir, selain itu gula yang dihasilkan merupakan glukosa yang dengan mudah dapat dikonversi oleh khamir. Adanya nutrien yang kompleks dan buffer sitrat pH 4,8 hasil kultivasi oleh Trichoderma viride pada hidrolisat enzim juga menyebabkan khamir dapat tumbuh dengan optimal. Pada fermentasi substrat glukosa komersial, meskipun komponen gulanya mudah dikonversi oleh khamir akan tetapi biomassa yang dihasilkan kecil yaitu 0,30 gl. Hal ini kemungkinan disebabkan karena keterbatasan nutrien sehingga khamir tidak dapat tumbuh dengan optimal. Pada fermentasi substrat hidrolisat asam menghasilkan biomassa sebesar 0,95 gl lebih besar dari substrat glukosa. Besarnya biomassa ini kemungkinan disebabkan karena adanya patikel kapur hasil penetralan yang ikut terukur. Pada hidrolisis asam kemungkinan dihasilkan bahan inhibitor seperti furfural dan HMF sangat besar. Bahan-bahan ini akan menghambat pertumbuhan khamir sehingga jumlah khamir yang dihasilkan seharusnya lebih kecil dari substrat glukosa maupun hidrolisat enzim.

3. Kadar Etanol

Berdasarkan Tabel 6, konsentrasi etanol yang dihasilkan pada fermentasi substrat hidrolisat enzim, asam dan glukosa berturut-turut 14,22 gl, 2,42 gl dan 8,52 gl. Besarnya konsentrasi etanol pada sirup hidrolisat enzim terjadi karena biomassa yang terbentuk pada saat fermentasi juga banyak sehingga kemampuan khamir untuk melakukan konversi substrat menjadi etanol juga tinggi. Pada fermentasi substrat hidrolisat asam, biomassa yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan fermentasi menggunakan substrat glukosa akan tetapi menghasilkan konsentrasi etanol yang lebih kecil. Kondisi ini kemungkinan disebabkan adanya bahan inhibitor seperti HMF dan furfural yang meningkat konsentrasinya seiring konsumsi substrat. Selain adanya inhibitor, biomassa yang terukur belum tentu biomassa akan tetapi kapur hasil penetralan yang ikut terukur sehingga kemungkinan jumlah biomassa yang sebenarnya lebih kecil, akibatnya konversi gula oleh biomassa menjadi etanol kecil. Adanya proses penghambatan dapat dilihat dari laju pembentukan CO 2 yang kecil dan berhenti lebih awal. Laju pembentukan CO 2 ini menunjukkan metabolisme sel khamir yang berhenti lebih awal karena adanya penghambatan oleh bahan inhibitor. Berbeda dengan fermentasi substrat glukosa, pada fermentasi substrat glukosa laju pembentukan CO 2 berlangsung terus sampai jam ke-60, sehingga metabolisme sel khamir berlangsung terus sampai jam ke-60 dan kadar etanol yang dihasilkan lebih tinggi.

4. Total Asam dan pH

Total asam dan pH yang dihasilkan oleh cairan fermentasi berbeda untuk setiap substrat. Fermentasi dengan substrat glukosa menghasilkan total asam sebesar 0,17 persen sedangkan fermentasi substrat hidrolisat asam dan enzim masing-masing 0,14 persen dan 0,30 persen. Total asam menunjukkan seluruh asam yang terdapat pada cairan fermentasi. Terdapatnya asam selama fermentasi dikarenakan pada saat fermentasi etanol, konversi gula dilakukan melalui jalur Embden Meyerhof-Parnas dimana gula diubah menjadi etanol melalui produk-produk seperti asam piruvat, asetaldehid. Selain itu juga terbentuk asam-asam organik seperti asam laktat, asam asetat dan gliserol yang merupakan hasil samping dari fermentasi etanol. Pada penelitian ini, pH cairan fermentasi juga bervariasi. pH cairan fermentasi dari substrat glukosa, hidrolisat asam dan hidrolisat enzim masing-masing 2,18, 2,59 dan 3,41. Pada awal fermentasi, pH yang digunakan adalah 4,8 karena pada pH ini khamir dapat tumbuh dengan optimal. Penurunan pH selama fermentasi disebabkan terbentuknya asam. pH yang kecil menyebabkan khamir tidak dapat tumbuh dengan optimal terjadi proses penghambatan bahkan bisa menyebabkan kematian sehingga proses fermentasi berhenti. Secara lebih jelas hubungan antara total asam dan pH dari masing-masing substrat dapat dilihat pada Gambar 13. 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 Hidrolisat asam Hidrolisat enzim Glukosa teknis pH 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 T o ta l A s a m pH Total Asam Gambar 13. Grafik total asam dan pH cairan fermentasi. Pada Gambar 13, dapat dilihat bahwa pada fermentasi menggunakan substrat sirup glukosa dan sirup hidrolisat asam, semakin tinggi total asam yang terbentuk maka pH semakin kecil. Fermentasi sirup glukosa dan sirup hidrolisat asam menghasilkan total asam 0,17 persen dan 0,14 persen dan menyebabkan penurunan pH menjadi 2,18 dan 2,59. Total asam yang terbentuk pada fermentasi sirup hidrolisat asam lebih kecil daripada fermentasi pada sirup glukosa dan sirup hidrolisat enzim. Hal ini disebabkan karena pada fermentasi substrat hidrolisat asam, metabolisme melalui jalur Embden Meyerhof-Parnas terhambat oleh adanya furfural dan HMF, sehingga konversi glukosa menjadi etanol dan asam-asam organik juga lebih kecil. Pada fermentasi sirup hidrolisat enzim, meskipun konsentrasi asam yang terbentuk tinggi yaitu 0,30 persen tetapi pH cairan masih tinggi yaitu 3,41. Kondisi ini dikarenakan selain tidak terdapat inhibitor seperti HMF dan furfural, biomassa yang lebih banyak menyebabkan metabolisme glukosa melalui jalur Embden Meyerhof-Parnas oleh sel khmair juga lebih tinggi sehingga dihasilkan konsentrasi etanol dan asam-asam organik yang lebih tinggi. Pada fermentasi menggunakan substrat hidrolisat enzim, penambahan asam tidak menurunkan pH menjadi jauh lebih kecil. Hal ini dikarenakan media tersebut mengandung buffer sitrat pH 4,8 yang dipakai pada saat hidrolisis enzimatis menggunakan Trichoderma viride.

C. KETERKAITAN KONSUMSI SUBSTRAT DENGAN PRODUK ATAU