Lalu bagaimana di Kalimantan Tengah?
6
negara terhadap SDA dan pengelolaannya harus mendatangkan kemakmuran bagi rakyat.
Sebelum lebih jauh membahas mengenai pemanfaatan SDA sebagai transaksi politik, terlebih dahulu kita akan memberikan gambaran bagaimana
Pengelolaan SDA di Indonesia pada umumnya dan di Kalimantan Tengah pada khususnya.
Karena pada fakta yang terlihat melalui data-data yang terhimpun berbagai media, organisasi dan LSM serta lembaga lainnya yang terfokus
dalam menangani masalah lingkungan. Dalam hal ini Menara News mendapat data dari WALHI Kalimantan Tengah 1622014 bahwa; Laju kerusakan
hutan di Indonesia adalah 6 kali lapangan bola 300 ha per detik. Hutan Alam dan HTI hanya mampu memasok 23 dari total demand 63.4 juta ha
per tahun. Dari 673 bencana yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1998, lebih dari 65 persen diantaranya merupakan kesalahan pengelolaan
lingkungan – Banjir, longsor dan kebakaran hutan.
C. Lalu bagaimana di Kalimantan Tengah?
Dari data yang telah dihimpun oleh WALHI Kalimantan Tengah
dalam Forum diskusi yang melibatkan sebagian organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan, Minggu 1622014
’ gambaran singkat mengenai praktek Korporasi Asing dalam hal mengeruk SDA, apa bila kita jauh kebelakang
maka akan ditemui sejarah panjang eksploitasi SDA di kalteng melalui penguasaan wilayah dan industri yang berbasis komoditas sejak jaman
kolonialisme pada jaman belanda dengan perusahan bernama NV.
7
BRUINZEEL yang megolah kayu agthis dan pasca kemerdekaan terutama Orde baru eksploitasi menjadi masif Kayu, Sawit, Tambang, karbon offset
berbasis pada komoditas eksport. Kepentingan kaum kapitalisme di Indonesia masih mengunakan sistem
sosial yang feodalisme dimana monopoli tanah merupakan basis sosialnya. Bentuk pengusaan dari tuan tanah klasik menjadi tuan tanah tipe baru dengan
pola pengusaan melaui ijin konsesi dengan merebut akses dan kontror terhadap kawasan. Kalteng yang memiliki luasan 15,356,800, 85 sudah
diperuntukan untuk investasi yang menguasi ruang dan merampas tanah dan hak-hak masyarakat adat Akibat pengusaan kawasan tersebut terjadi konflik
sosial, kerusakan lingkungan, kesenjangan ekonomi dan bencana ekologi. Kemudian dilihat dari perijinan Investasi di Kalimantan Tengah itu
sendiri maka akan terlihat 13.410.714,98 ha atau 85 Dari total Wilayah Kalimantan Tengah Sudah dikuasai
dan dikontrol oleh investasi. Dengan rincian; Ijin konsensi Perkebunan PPAL, IP, IUP, PKH, HGU seluas
4.649.072 ha oleh 352 unit PBS. Dikuasai oleh holding Compeny Wilmar,
BEST Agro, Sinar Mas, IOI, Musimas, Makin Grup. Ijin Konsensi
Kehutanan IUPHK-HA HTI IPK seluas 4.894.408 Ha oleh 91
Perusahaan. Ijin Konsensi Pertambangan KK, PKP2B, KP, SIPRD, SIPD
Seluas 3.867.234, 98 Ha oleh 859 Perusahaan. Termasuk perusahaan milik
asing BHP. Biliton, aorora Gold, Renainance dan samin tan group, Bumi Resources, dan Adaro.
8
Akibat dikuasainya sumberdaya alam di kalimantan tengah oleh investasi untuk industri komoditas mengakibatkan; Konversi hutan besar-
besaran mengkibatkan laju degradasi kerusakan hutan dan lahan sebesar ± 140.000 Hatahun, jauh lebih besar daripada kemampuan rehabilitasi
sebesar 25.000 sd 30.0 Hatahun dan menyiskan lahan krtis hingga 7,5 juta ha. Limbah pabrik dan tambang yang mencemari sungai dan danau akibat
bahan kimia dan psetisda yang berlebihan. Kekeringan hutandan lahan gambut mengakibatkan kebakaran hutan dan bencana asap. Hilang dan
punahnya satwa akibat rusaknya habitat dan terputusnya rantai makanan dan bentang alam ekosistem yang terputus. Rusaknya struktur tanah akibat
pengunaan pupuk dan air tanah yang berlebihan. Berdampak pada bencana ekologi dan pemanasan iklim global.
Perebutan akses tanah akan berdampak pada konflik agaria dan kriminalisasi warga serta pelanggaran HAM. Hilangnya budaya lokal dan kearifan
masyarakat adat dalam pengelolaan SDA. Konflik buruh dengan upah yang rendah dan jaminan kesejahteraan. Masuknya budaya asing dan
meningkatnya kriminalitas dan prostitusi. Tak hanya itu Dari 468 perusahaan pertambangan hanya 20 perusahaan
yang memiliki ijin pinjam pakai kawasan. Dari 346 unit PBS baru 17 perusahaan yang memiliki ijin pelepasan kawasan dari menhut. Banyak sekali
perusahaan yang beroperasi tanpa ijin AMDAL dan perusahan tambang tidak melakukan reklamasi pasca oprasional. Perkebunan sawit yang mengkonversi
lahan gambut. Sumber : WALHI Kalimantan Tengah
9
Meningkatnya budaya korupsi dan pungli bagi aparat penegak hukum, dari data satgas mafia kehutanan Kalimantan Tengah mengalami kerugian
hingga mancapai 156 Triliuyun rupiah dari konversi hutan secara ilegal. Sumber daya alam menjadi negosiasi politik untuk kekuasaan dan mencari
keuntungan. Hukum hanya berlaku bagi orang yang beruang saja dan banyak korban hukum justru bagi rakyat pemilik tanah WALHI mencacat 32
komunitas yang berkonflik bahkan pemerintah melansir data 300 lebih konflik masyarakat dengan perkebunan sawit.
Perlu disadari Kalimantan Tengah menyimpan banyak sekali SDA yang sangat berlimpah, sehingga tak heran jika Bumi Tambun Bungai sebagai
paru-paru dunia. Tentunya kita tak ingin julukan “paru-paru dunia” akan
menjadi sebuah dongeng untuk generasi mendatang. Hal yang perlu ditanyakan adalah sistem mengabdi kepada siapa? Memihak kepada siapa?
Bukankan sudah jelas bahwa konsep yang kita anut di Indonesia adalah pengelolaan SDA sebagaimana diatur dalam pasal 33 UUD 1945. Di situ ada
penegasan mengenai kedaulatan negara terhadap SDA dan pengelolaannya harus mendatangkan kemakmuran bagi rakyat.
Haruskah kita paksakan bahwa sistem yang sedang dijalankan memihak kepada rakyat atau dengan kata lain menyejahterakan rakyat. Contoh
sederhana kenapa harga Minyak Goreng mahal padahal Perkebunan Sawit berhektar-hektar di sekeliling kita. Lebih-lebih lagi sebagian besar Putera
Daerah hanya menjadi buruh kasar dan tanah milik mereka dipaksa dijual untuk lahan perkebunan, dengan berbagai macam cara. Tak heran ini juga
10
karena pendidikan dan daya pikir sebagian masyarakat menilai pendidikan itu hanya cukup sampai SLTA, dan orientasi mereka masih pada taraf gaji yang
tinggi, sehingga menjadi buruh kasar tak jadi masalah. Disisi lain Korporasi Asing juga menyerap banyak tenaga kerja, sehingga sebagian besar
masyarakat tidak menjadi pengangguran. Lalu apa yang menjadi masalah? Kembali kepertanyaan di atas tadi, apakah rakyat sudah disejahterakan?
Dalam diskusi singkat yang dipromotori oleh Menara News menghadirkan perwakilan dari WALHI Kalimantan Tengah dan beberapa
organisasi DPD IMM Kalteng, BEM UNPAR, DEMA STAIN, BEM UMP, GMNI Cab. Palangkaraya mencoba menggali pemanfaatan SDA sebagai
transaksi politik, yang tentunya tidak terlepas kepada calon pemangku jabatan atau mereka yang sudah dan telah memangku jabatan itu sendiri. Dikatakan
bahwa “ketidakmampuan penguasa melihat keberlangsungan”, sistem yang ada berorientasi pada keuntungan politik, kesejahteraan rakyat tak lagi
dipikirkan, sehingga pernyataan bahwa “masyarakat miskin diciptakan” adalah hal yang wajar untuk disebutkan.
Alih-alih politik untuk kemakmuran rakyat, malahan sebaliknya pengerukan terjadi di mana-mana. Sebagaimana diungkapkan oleh peneliti
senior Transaksi Politik Daniel Dhakidae bahwa di Indonesia tak ada politik yang bersih. ”Di mana pun, semua politik pasti bersifat transaksional,” mulai
tingkat pemilukada hingga pemilu. ”Nyaris semuanya membeli dan menjual kedudukan. Wani piro adalah dasar dari transaksi politik di setiap pemilu.
Direktur Pusat Kajian Politik Fisip UI Pus kapol UI Sri Budi Eko Wardani
11
juga pernah mengungkapkan dalam proses politik yang berorientasi transaksional , posisi pemilih voter dan kandidat menjadi tidak seimbang.
Transaksi politik ini sangat berbahaya, karena selain berpotensi besar melemahkan warga, juga bisa melahirkan persepsi kuat bahwa pemilu harus
dengan praktik transaksional. Inilah yang membuat kedudukan pemilih dan kandidat menjadi tidak setara.
Semua sumber daya alam baik yang potensial maupun yang riil harus dimanfaatkan seefektif dan seefisien mungkin demi kelangsungan hidup
berbangsa dan bernegara. Hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungn Hidup dan UUD 1945 Pasal 33
yang menetapkan agar sumber daya alam dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kemakmuran tersebut harus dapat dinikmati oleh
generasi sekarang dan yang akan datang. Artinya, generasi sekarang harus berhati-hati dalam mengeksploitasi dan memanfaatkan sumber daya alam,
sehingga generasi yang akan datang tetap dapat menikmatinya. Jika diamati dengan baik, alam itu rusak karena ulah manusia sendiri
yang tidak bertanggung jawab. Manusia hanya mementingkan kehidupannya sendiri dengan mengekploitasi alam semaunya. Karena manusia tidak pernah
puas dengan sesuatu. Akibatnya lam ini menjadi rusak. Seharusnya, manusia lebih bertanggung jawab terhadap apa yang telah mereka lakukan kepada
alam ini. Dengan cara memelihara dan menjaga serta merawat alam yang kita tinggali.
12
D. Apa yang harus dilakukan?