Dampak keberadaan IPB terhadap ekonomi masyarakat sekitar kampus dan kontribusinya terhadap perekonomian Kabupaten Bogor

(1)

DAMPAK KEBERADAAN IPB

TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR KAMPUS

DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN

KABUPATEN BOGOR

ARYS SUHARYANTO

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : DAMPAK KEBERADAAN IPB

TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR KAMPUS DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN

KABUPATEN BOGOR

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juli 2007

Arys Suharyanto NRP. A155030251


(3)

ABSTRAK

ARYS SUHARYANTO. Dampak Keberadaan IPB terhadap Ekonomi Masyarakat Sekitar Kampus dan Kontribusinya terhadap Perekonomian Kabupaten Bogor. (Hermanto Siregar sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Sjafrida Manuwoto sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya perubahan dalam aliran-aliran yang menyangkut, arus, pendapatan dan manfaat (benefit) kepada masyarakat lokal, wilayah maupun nasional. Keberadaan kampus IPB Darmaga diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah keberadaan kampus IPB Darmaga memberikan dampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar kampus dan Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi untuk melihat kontribusi keberadaan kampus IPB terhadap masyarakat sekitar serta analisis I-O untuk melihat peran keberadaan IPB dalam menunjang perekonomian wilayah Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi keberadaan kampus IPB, khususnya kampus Darmaga, dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan Kabupaten Bogor sangat dirasakan sekali. Oleh karena itu pengembangan wilayah perlu dikelola secara terpadu dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan, terutama masyarakat sekitar IPB, institusi IPB dan Pemerintah Kabupaten Bogor.


(4)

@ Hak cipta milik Arys Suharyanto, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,


(5)

DAMPAK KEBERADAAN IPB

TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR KAMPUS

DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN

KABUPATEN BOGOR

ARYS SUHARYANTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

(7)

PRAKATA

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (S2) pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan tesis ini, terutama kepada Komisi Pembimbing, yaitu Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku Ketua Program Studi PWD, rekan-rekan mahasiswa PWD 2003 yang telah memberikan masukan dan dukungan serta dorongan semangat dan pendampingan selama pengumpulan data lapangan. Kepada Ditjen Dikti Depdiknas RI selaku sponsor/penyandang dana selama penulis melakukan studi disampaikan penghargaan dan terima kasih. Tak lupa kepada Papa M. Aszahari dan Mama S. Asiah Ainie yang memegang peranan besar melalui do’a-do’a nya.

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya kritik maupun saran sangat diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan dikemudian hari.

Akhirnya penulis berharap agar tesis ini dapat bermanfaat baik bagi diri penulis maupun pihak-pihak lain yang menggunakan.

Penulis Arys Suharyanto


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Telukbetung-Bandar Lampung pada tanggal 1 Januari 1970 dari Papa M. Aszahari dan Mama S. Asiah Ainie. Penulis merupakan anak ke 1 (satu) dari 5 (lima) bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan SD (Sekolah Dasar) Negeri 18 Tanjungkarang tahun 1983 dan SMP (Sekolah Menengah Pertama) Negeri 2 pada tahun 1986 di Bandar Lampung. Selanjutnya sekolah lanjutan tingkat atas penulis selesaikan di SMA (Sekolah Menengah Atas) Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 1989, dan pada tahun yang sama diterima di Jurusan Manajemen Program Studi Manajemen Perusahaan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Strata Satu (S1) tersebut penulis selesaikan pada tahun 1994. Selanjutnya penulis masuk Strata Dua (S2) Magister Sains pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003.

Penulis adalah Staf Pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Saburai Bandar Lampung sejak tahun 1996.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup dan Limitasi Studi ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Peran Masyarakat pada Sektor Informal ... 9

2.2 Peran Perekonomian Masyarakat Sekitar Kampus Darmaga 11 bagi Perekonomian Wilayah / Pengembangan Wilayah ... 2.3 Input-Output Model ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28

3.1 Kerangka Pemikiran ... 28

3.2 Hipotesis ... 31

3.3 Metode Penelitian ... 31

3.3.1 Lokasi Penelitian ... 31

3.3.2 Jenis dan Sumber Data ... 31

3.3.3 Analisis Data ... 32

3.3.4 Definisi Operasional ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor ... 41

4.1.1 Sejarah Singkat ... 41

4.1.2 Geografi dan Pemerintah ... 43

4.1.3 Visi dan Misi ... 46

4.1.4 Klimatologi ... 46

4.1.5 Kesejahteraan Sosial ... 49

4.1.6 Perekonomian ... 50

4.1.7 Prasarana Wilayah ... 53

4.1.8 Sosial, Seni dan Budaya ... 59


(10)

4.3 Gambaran Umum Institut Pertanian Bogor ... 64

4.3.1 Kondisi Geografis ... 64

4.3.2 Sejarah Ringkas IPB ... 64

4.4 Analisis Regresi ... 70

4.4.1 Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh ... terhadap Pendapatan ... 73

4.5 Analisis I-O ... 75

4.5.1 Struktur I-O ... 76

4.5.2 Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage) dan ... 78

Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkage) ... 4.5.3 Koefisien Penyebaran ... 82

(Coefficient of Dispersion=CD) dan Kepekaan ... Penyebaran (Sensitivity of Dispersion= SD) ... 4.5.4 Pengganda Output dan Pengganda Pendapatan ... 85

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... .. 88

5.1 Simpulan ... 88

5.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Bentuk Dasar Tabel Input-Output ... 23

2. Definisi Operasional ... ... 34

3. Struktur Tabel Input-Output Kabupaten Bogor ... 37

4. Jumlah Penduduk Berumur 10 Tahun ke-atas Menurut Status ... 50

Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2005 ... . 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005... 50

6. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Berdasarkan ... 51

Lapangan Usaha Tahun 2002-2005... ... 7. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Kelompok Sektor ... 52

Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005... 8. Perbandingan PDRB dan PAD Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005 ... 53

9. Jumlah Penduduk Berumur 10 Tahun ke-atas yang Bekerja Menurut ... .. 61

Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor ... Tahun 2005 ... 10. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Dramaga Tahun 2003... 63

11. Potensi Desa Kecamatan Dramaga ... 63

12. Jumlah Mahasiswa IPB Tahun 2003/2004 (Kumulatif) ... 68

13. Jumlah SDM IPB Tahun 2003/2004 ... 69

14. Hasil Dugaan Koefisien Regresi Berganda Faktor-Faktor yang ... ... 72

Mempengaruhi Pendapatan Usaha Sektor Informal di Sekitar Kampus ... IPB Darmaga ... 15. PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor atas Dasar ... .. 76

Harga Berlaku dan atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2002-2005 .. 16. Komponen Penyusun Tabel Input-Output Kabupaten Bogor 2003 ... 77

17. Komponen Nilai Tambah Bruto Sektor Ekonomi Kabupaten Bogor ... 78

Tahun 2003 ... 18. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Kabupaten Bogor 2003 ... 80

19. Koefisien Daya Penyebaran dan Daya Kepekaan Sektor-Sektor ... 83 Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2003 ...


(12)

20. Dampak Peningkatan Sektor Jasa IPB terhadap Output Akhir ... 85 di Kabupaten Bogor ... . 21. Dampak Peningkatan Sektor Jasa IPB terhadap Pendapatan ... 87


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Dimensi Pembangunan Berkelanjutan ... 15

2. Interaksi Aspek-Aspek Pendukung Pembangunan Berkelanjutan ... 17

3. Kerangka Berpikir Tiga Dimensi Tentang Berkelanjutan ... 18

4. Bagan Kerangka Pemikiran Dampak Keberadaan IPB terhadap ... 30

Ekonomi Masyarakat Sekitar Kampus dan Kontribusinya ... terhadap Perekonomian Kabupaten Bogor ... 5. Peta Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Bogor ... 45

6. Peta Curah Hujan di Kabupaten Bogor ... 47

7. Peta Jenis Tanah di Kabupaten Bogor ... 48

8. Peta Tata Ruang Wilayah di Kabupaten Bogor ... 56

9. Peta Daerah Resapan Air di Kabupaten Bogor ... 57

10. Peta Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Bogor ... 58


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Analisis Regresi Sektor Informal (8 Peubah) ... 97

2. Hasil Analisis Regresi Sektor Informal (6 Peubah) ... 98

3. Tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 ... 99

4. Koefisien Tehnis = Matriks A ... 103

5. Matriks Identitas (Matriks 1) ... 106

6. Matriks 1 A ... 109

7. Matriks Invers (1-A) ... 112

8. Dampak Output ... 116

9. Banyaknya Desa Menurut Klasifikasi Desa di Kabupaten Bogor 2005 .. . 117

10. Banyaknya Desa, RT dan Keluarga di Kabupaten Bogor Tahun 2005 ... 118

11. Jumlah Penduduk Keadaan 1 Januari 2005 Menurut Jenis Kelamin ... 119

di Rinci Per Kecamatan di Kabupaten Bogor ... ... 12. Banyaknya Desa Menurut Desa Kota dan Pedesaan ... 120


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya perubahan dalam aliran-aliran baru yang menyangkut arus pendapatan dan manfaat (benefit) kepada masyarakat lokal, regional bahkan sampai tingkat nasional. Program pembangunan dapat mendatangkan dampak berupa manfaat-manfaat yang positif atau juga berupa kemudharatan (kebanyakan) negatif kepada masyarakat, terutama kepada mereka yang tinggal di dekat sekitar kegiatan ekonomi sebagai penerima akibat (dampak) dari program pembangunan yang bersangkutan. Komunitas lokal harus mencari/mendapat peluang agar terjadi penyesuaian terhadap perubahan karena keadaan baru tersebut (Anwar 1995).

Pembangunan dapat dikonseptualisasikan ke dalam suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau manusiawi (Rustiadi et al. 2003). Rencana pembangunan atau pengembangan yang biasanya dihasilkan oleh tenaga ahli atau konsultan pada umumnya berasal dari budaya atau latar belakang sosial yang berbeda dalam mengatasi permasalahan penting yang mereka temukan. Seyogyanya rencana pembangunan dimulai dengan mengenali potensi dan kebutuhan masyarakat penerima manfaat dan penanggung risiko. Dengan demikian kegiatan pembangunan yang mencakup perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan dan pemantauan serta evaluasi, akan bertitik tolak dari keinginan dan kemampuan masyarakat penerima manfaat dan penanggung risiko itu sendiri. Perumusan kebijakan dan pemilihan prioritas yang tajam merupakan sarana untuk mengimplementasikan apa yang tercantum dalam perencanaan program pembangunan. Sasaran dari perencanaan pembangunan dapat dikelompokan atas 3 sasaran umum yaitu: (1) efisiensi, (2) keadilan dan akseptabilitas masyarakat, dan (3) keberlanjutan (Rustiadi et al. 2003). Pembangunan yang merupakan hasil perencanaan harus merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat lokal dapat berperan aktif dalam proses perencanaan dan langkah-langkah pengawasan.


(16)

Perencanaan pembangunan modern, diartikan sebagai bentuk kajian yang sistematis yang meliputi aspek fisik, sosial maupun ekonomi untuk mendukung dan mengarahkan pemanfaatan sumberdaya dalam memilih cara yang terbaik untuk meningkatkan produktifitas agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara berkelanjutan. Pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan implikasi yang luas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah yang lebih terdesentralisasi, serta mengisyaratkan pentingnya pendekatan pembangunan berbasis pengembangan wilayah. Pembangunan berbasis pengembangan wilayah dan lokal memandang pentingnya keterpaduan antarsektoral, antar spasial serta antar pelaku pembangunan di dalam maupun di luar daerah, sehingga setiap program pembangunan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah.

Otonomi daerah memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, sementara tugas pemerintah pusat akan lebih terbatas khususnya yang menyangkut kebijaksanaan dan penentuan norma-norma, penetapan standar, penyusunan prosedur dan pengembangan human capital dan social capital. Daerah menjadi mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan sumberdaya yang dimilikinya, baik sumberdaya alam (natural capital), sumberdaya buatan (man made capital), sumberdaya manusia (human capital) maupun sumberdaya sosial (social capital). Otonomisasi memberikan banyak kewenangan kepada pemerintah daerah, namun dalam implementasinya memerlukan penjabaran dan peninjauan kembali dasar-dasar pengembangannya untuk mampu memenuhi berbagai aspek kebutuhan dalam mewujudkan pembangunan daerah yang bertanggung jawab berdasarkan moral kemanusiaan, sesuai dengan sasaran dan tujuan akhir pembangunan.

Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah juga telah memunculkan permasalahan baru, yaitu terciptanya orientasi untuk memperoleh penerimaan daerah sebesarnya sehingga cenderung terjadi eksploitasi besar-besaran atas sumberdaya alam. Selain itu sikap berlebihan pemegang otoritas daerah dapat mengakibatkan konflik yang dapat menimbulkan gejolak sosial yang


(17)

justru merusak tatanan kehidupan bermasyarakat serta memperparah kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Melihat perkembangan tersebut diatas, suatu wilayah atau kawasan diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam menunjang pembangunan dan peningkatan pendapatan masyarakat. Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut, diperlukan langkah-langkah atau strategi pembangunan yang mengutamakan keterpaduan baik dalam lingkup lintas sektor, antarsektor maupun wilayah. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan suatu pembangunan yang mantap dan efisien dapat terwujud dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan semacam itu tidak lain adalah usaha pengentasan kemiskinan dan pengembangan wilayah dengan pemanfaatan berbagai sumberdaya yang tersedia melalui peningkatan produktivitas serta nilai tambah. Untuk itu diperlukan strategi dan sistem pengelolaan pembangunan yang lebih mendukung dan berkelanjutan (sustainable).

Perguruan Tinggi memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan. Salah satu aspek penting pembangunan nasional adalah pembangunan sumber daya manusia untuk menciptakan tenaga kerja yang produktif dalam upaya memadukan pertumbuhan ekonomi dan struktur ekonomi dengan pemerataan pembangunan. Peran ini diusung oleh Perguruan Tinggi sebagai tempat untuk mendidik sumber daya manusia yang berkemampuan dan berdaya guna. Globalisasi telah menghasilkan beberapa tantangan serius bagi Perguruan Tinggi di negara-negara berkembang (Mohamedbhai dalam Breton and Lambert 2003).

Morgan (2002) meneliti peran pendidikan tinggi dalam pembangunan ekonomi dengan menggunakan model elite dan model outreach/diffusion, di Wales. Model outreach/diffusion menitikberatkan kepada hubungan beberapa tema yaitu formasi keterampilan dan reproduksi sosial, antisipasi globalisasi, pembangunan modal sosial dan pengeluaran sosial. Sementara model elite menitikberatkan kepada perubahan teknologi dan tingkat daya saing nasional.

Roisin Thanki (1997) melihat bahwa institusi pendidikan tinggi memiliki potensi untuk berkontribusi nyata terhadap pembangunan ekonomi di wilayah dimana mereka berada. Keterlibatan pendidikan tinggi dalam ekonomi regional


(18)

dapat dipacu dengan menumbuhkan pentingnya ilmu pengetahuan dan informasi dalam ekonomi global. Pendidikan tinggi memiliki kapasitas untuk mengembangkan tidak hanya kehidupan ekonomi di wilayahnya tetapi juga kehidupan sosial, politik dan budaya. Peran pendidikan tinggi dalam pembangunan regional lebih banyak difokuskan dalam aspek pertumbuhan ekonomi melalui perubahan-perubahan yang menyesuaikan ekonomi dan kebijakan-kebijakan terakhir.

Melihat perkembangan pembangunan nasional dewasa ini, peran Perguruan Tinggi dalam memacu percepatan pembangunan secara dinamis serta terencana sangat diperlukan. Peran tersebut dapat dimulai dari masyarakat sekitar kampus, yang kemudian akan memberikan kontribusinya pada pembangunan daerah. Pertumbuhan dinamis pada tingkatan regional tentunya akan menambah gemuruh laju percepatan pembangunan pada skala nasional.

Pembangunan dalam suatu tempat tertentu membutuhkan koordinasi yang terkait dengan rencana pembangunan regional dan nasional. Hal ini meliputi unsur sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya. Pada dasarnya pembangunan regional merupakan penghubung antara lokal dan nasional. Oleh karenanya pembangunan pada masyarakat sekitar akan berdampak pada pembangunan regional yang pada giliranya akan memacu pembangunan nasional.

Sejalan dengan harapan pada Perguruan Tinggi untuk dapat memacu pertumbuhan dan percepatan pembangunan, pada Konferensi Tingkat Dunia yang diselenggarakan UNESCO pada Oktober 1988 di Paris, didiskusikan tuntutan yang lebih besar terhadap peran dan fungsi pendidikan dan penelitian yang lebih tinggi pada masyarakat modern. Konferensi membahas tantangan-tantangan utama dalam pendidikan yang lebih tinggi dengan merumuskan tindakan-tindakan yang lebih baik untuk mencapai harapan pendidikan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karenanya Perguruan Tinggi sebagai salah satu institusi Pendidikan, sangat diharapkan perannya dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai salah satu Perguruan Tinggi terkemuka di Indonesia tentunya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata baik bagi pembangunan nasional umumnya maupun masyarakat yang


(19)

berada di lingkungan sekitarnya. Dengan keberadaannya, masyarakat berharap kepada IPB untuk mampu memberikan jalan keluar bagi pemecahan permasalahan sosial dan ekonomi dilingkungan sekitarnya, daerah bahkan nasional.

Keberadaan sebuah kampus Universitas/Perguruan Tinggi dalam suatu wilayah tentunya akan sangat berpengaruh pada masyarakat sekitarnya. Keberadaan ini tentunya akan menimbulkan perubahan struktur wilayah dan berbagai kepentingan yang terkait baik secara ekonomi maupun secara sosial. Masyarakat sekitar tentunya berharap dengan keberadaan sebuah kampus Universitas/Perguruan Tinggi dapat memberikan perubahan pada kehidupannya berupa peningkatan taraf hidup dan peningkatan kesejahteraan melalui interaksi berbagai aktivitas sosial dan perekonomian serta menciptakan dan memberikan lapangan pekerjaan pada sektor formal maupun informal.

Sebagai pihak yang senantiasa berinteraksi dengan geliat kehidupan kampus IPB, keberadaan masyarakat sekitar kampus IPB akan berpengaruh secara timbal balik satu sama lain. Oleh karenanya penting untuk mengetahui dampak keberadaan IPB terhadap masyarakat sekitar kampus IPB khususnya kampus IPB Darmaga dan terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Bogor.

Kawasan di sekitar kampus IPB Darmaga, merupakan kawasan yang sangat potensial dan belum tergarap secara penuh untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang menopang pendapatan asli daerah (PAD). Kawasan di sekitar kampus IPB Darmaga ini pada umumnya berkembang begitu pesat dengan kehadiran aktivitas kampus dari pagi sampai malam hari. Kehadiran kampus IPB di kawasan ini berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat, kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesehatan serta daya beli yang meningkat.

Mempertimbangkan beberapa hal tersebut di atas, maka penelitian dengan topik: Dampak Keberadaan IPB terhadap Ekonomi Masyarakat Sekitar Kampus dan Kontribusinya terhadap Perekonomian Kabupaten Bogor perlu dilakukan.


(20)

1.2 Perumusan Masalah

Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah yang dimulai pada awal tahun 2001, maka peranan pemerintah daerah sangat penting dalam menggali potensi lokalnya sebagai penambah sumber pembiayaan keuangan dalam membantu membiayai pembangunan daerah secara mandiri. Untuk itulah Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten dalam hal peningkatan sisi penerimaan berupaya agar potensi lokal yang ada dapat meningkatkan pemasukan kas daerah atau dengan kata lain sebagai kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD). Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten dituntut untuk mampu memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada secara optimal sehingga nantinya diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan PAD serta kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, terdapat permasalahan yang muncul dengan adanya otonomi, yaitu daerah berlomba-lomba mengeksploitasi sumberdaya yang dimilikinya sehingga mengancam keberlanjutan pembangunan. Kondisi ini menyebabkan terjadinya pengelolaan ekosistem dan sumberdaya yang tidak lestari, apalagi jika otonomi daerah tidak diiringi oleh peningkatan kapasitas dan kesadaran akan pentingnya ekologi dalam manajemen sumberdaya. Selain itu munculnya rasa ‘primordialisme’ (rasa kedaerahan, suku, dll) yang berlebihan dapat menghambat aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat.

Pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan kebutuhan manusia untuk tetap berkembang menjadi lebih sejahtera dan lebih makmur karena didukung oleh lingkungan yang lebih baik. Pembangunan berkelanjutan juga memerlukan peran serta segenap komponen pendukung, baik berupa kemampuan dan fungsi alam dan lingkungan hidup yang baik dan utuh, kemampuan sosial masyarakat yang semakin maju dan pertumbuhan nilai tambah ekonomi yang semakin merata (Soegijoko dan Kusbiantoro 1997).

Pengelolaan wilayah dan kawasan di sekitar kampus IPB Darmaga hingga saat ini menyangkut kepentingan berbagai pihak termasuk didalamnya pemerintah dan swasta serta stakeholder lainnya di dalam pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang yang selama ini dilatarbelakangi perbedaan orientasi pemanfaatan antara


(21)

kepentingan pemerintah dengan pembangunan di sisi lain dengan kepentingan ekonomi masyarakat.

Berdasarkan uraian dan permasalahan di atas, maka beberapa rumusan masalah yang dibahas dan merupakan lingkup batasan kajian dalam penelitian ini adalah:

1. Apa dan bagaimana peran masyarakat dalam pengelolaan sektor informal yang ada di sekitar kampus IPB Darmaga ?

2. Apakah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan perekonomian di sekitar kampus IPB Darmaga ?

3. Seberapa besar pengaruh perekonomian di sekitar kampus IPB Darmaga terhadap peningkatan perkembangan perekonomian Kabupaten Bogor ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis peran masyarakat dalam pengelolaan sektor informal di sekitar kampus IPB Darmaga

2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perekonomian masyarakat di sekitar kampus IPB Darmaga.

3. Mengetahui dampak keberadaan kampus IPB terhadap perekonomian masyarakat sekitar dan Kabupaten Bogor.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pendapatan masyarakat dan aktivitas perekonomian di sekitar kampus IPB Darmaga. Upaya ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada:

1. Masyarakat sekitar kampus IPB Darmaga dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan pendapatan.

2. Institut Pertanian Bogor dalam upaya menyusun rencana jangka panjang bagi pengembangan kampus IPB.


(22)

3. Pemerintah Kabupaten Bogor dalam menyusun perencanaan program peningkatan perekonomian di Kabupaten Bogor.

1.5 Ruang Lingkup dan Limitasi Studi

Ruang lingkup studi ini terdiri dari survei sosial ekonomi terhadap masyarakat di sekitar kampus IPB Darmaga dan data sekunder mengenai agregat aktivitas ekonomi IPB di Kabupaten Bogor. Data agregat aktivitas ekonomi IPB digunakan karena penulis menghadapi kesulitan untuk mendisagregasikannya menjadi aktivitas kampus Darmaga dan kampus lainnya.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Masyarakat pada Sektor Informal

Pertumbuhan penduduk suatu negara yang diiringi dengan pertambahan angkatan kerja telah menimbulkan permasalahan tersendiri. Hal ini antara lain disebabkan belum berfungsinya semua sektor kehidupan masyarakat dengan baik serta belum meratanya pembangunan disegala bidang sehingga ketersediaan lapangan pekerjaan tidak seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat dan dinamis. Sektor formal tidak mampu memenuhi dan menyerap pertambahan angkatan kerja secara maksimal yang disebabkan adanya ketimpangan antara angkatan kerja yang tumbuh dengan cepat dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Karena itu sektor informal menjadi suatu bagian yang penting dalam menjawab permasalahan lapangan kerja dan angkatan kerja.

Istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Tetapi akan menyesatkan bila disebutkan perusahaan berskala kecil, karena sektor informal dianggap sebagai suatu manifestasi situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara sedang berkembang, karena itu mereka yang memasuki kegiatan berskala kecil ini di kota, terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan. Karena mereka yang terlibat dalam sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak terampil dan kebanyakan para migran, jelaslah bahwa mereka bukanlah kapitalis yang mencari investasi yang menuntungkan dan juga bukan pengusaha seperti yang dikenal pada umumnya (Manning dan Tadjuddin 1996).

Saat ini, sektor informal menjadi bagian penting dalam perumusan kebijakan ketenagakerjaan. Sektor informal merupakan salah satu alternatif kesempatan kerja yang mampu menampung tenaga kerja tanpa persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan dan keterampilan kerja. Hal ini merupakan salah satu faktor utama yang memudahkan tenaga kerja memasuki sektor ini dan semakin mengukuhkan kehadirannya sebagai penyangga terhadap kelebihan tenaga kerja. Keadaan ini dalam jangka pendek akan dapat membantu mengurangi


(24)

angka pengangguran di Indonesia (Harahap dan Sri Hastuty 1998). Pemberdayaan sektor informal merupakan bagian dari pemberdayaan perekonomian rakyat guna pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Dalam beberapa hal, sektor informal lebih dapat beradaptasi dan tidak terganggu oleh manajemen operasional yang kaku. Dalam periode krisis perekonomian nasional, sektor informal yang bersifat adaptif dan lentur, masih tetap bertahan bahkan mampu mengembangkan peluang-peluang usaha dibandingkan dengan perusahaan besar.

Pada dasarnya, apabila seseorang mempunyai kemampuan, memiliki sedikit pengetahuan praktis serta memiliki peralatan yang sederhana dan keuletan berusaha maka ia dapat melakukan usaha dalam sektor informal. Selanjutnya Tjiptoherijanto (1989), mengemukakan bahwa walaupun dikatakan secara umum kegiatan sektor informal memberikan pendapatan yang rendah, namun bagi golongan masyarakat kelas bawah sebenarnya penghasilan mereka cukup tinggi meskipun didapatkan dengan penuh kerja keras. Hal ini merupakan daya tarik tersendiri bagi orang-orang yang mencari pekerjaan yang mengakibatkan banyak orang-orang yang masuk ke dalam sektor ini.

Adanya sifat alamiah dan sifat manusia, menyebabkan timbulnya perpindahan penduduk dari daerah yang kurang menguntungkan, seperti daerah pedesaan ke daerah yang lebih menjanjikan, seperti daerah perkotaan atau pusat pertumbuhan baru sebagai tempat bermukim, bekerja, berusaha dan bermasyarakat. Migrasi ini telah menciptakan berbagai macam lapangan usaha baru, seperti keberadaan pekerja sektor informal. Keberadaan pekerja sektor informal turut memberikan sumbangan bagi perkembangan dan kegiatan usaha. Tidak bisa dipungkiri bahwa kegiatan sektor informal tersebut telah memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi ekonomi lokal dalam suatu wilayah bahkan di dalam suatu kabupaten dimana terdapatnya sektor informal tersebut.

Dilihat dari uraian diatas, bahwa dengan terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat golongan bawah maka terjadi peningkatan taraf hidup mereka. Keadaan ini diharapkan memberikan kontribusi peningkatan pendapatan daerah dan nasional. Oleh karena itu peranan sektor informal mempunyai peran penting dalam mewujudkan tujuan pemerataan pembangunan.


(25)

2.2 Peran Perekonomian Masyarakat sekitar kampus Darmaga bagi Perekonomian Wilayah/Pengembangan Wilayah

Wilayah merupakan suatu area geografis yang mempunyai ciri-ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi. Berdasarkan hal ini, wilayah didefinisikan, dibatasi dan digambarkan berdasarkan ciri atau kandungan area geografis tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa ciri dan kandungan area geografis yang digunakan untuk mendefinisikan wilayah masih tetap merupakan hal yang terus diperdebatkan dan belum tercapai konsensus. Oleh karena itu ahli ekonomi dan pengembangan wilayah sepakat bahwa ciri-ciri dan kandungan area geografis yang digunakan untuk mendefinisikan suatu wilayah haruslah mencerminkan tujuan analisis atau tujuan penyusunan kebijaksanaan pengembangan wilayah. Atas dasar konsesus di atas maka didalam pengembangan wilayah perlu dipahami pengertian perencanaan wilayah agar arah dan maksud perencanaan pembangunan di dalam suatu daerah atau wilayah dapat secara lebih baik tercapai dan tidak menimbulkan ketimpangan di dalam wilayah itu sendiri atau antar wilayah (Winoto 2000).

Glasson (1990) mendefinisikan wilayah sebagai kesatuan area geografis yang menggambarkan hubungan ekonomi, administrasi, formulasi dan implementasi dari pembuatan perencanaan dan kebijakan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Selanjutnya dinyatakan bahwa perencanaan wilayah merupakan proses memformulasikan tujuan-tujuan sosial dan pengaturan ruang untuk kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapaai tujuan ekonomi sosial tersebut. Unsur spasial merupakan dasar dan pedoman bagi seorang perencana wilayah dalam membuat suatu rencana sektoral, daerah serta program-program pembangunan wilayah. Secara konseptual (Glasson 1990) membedakan wilayah menjadi:

a. Wilayah Homogen yaitu wilayah yang dibatasi oleh kesamaan ciri-ciri baik yang bersifat geogarfis, ekonomi, sosial maupun politik, sehingga apabila terjadi perubahan dari suatu bagian wilayah akan mendorong terjadinya perubahan keseluruhan aspek wilayah.


(26)

b. Wilayah Nodal yaitu wilayah yang dilandasi oleh adanya faktor heterogenitas akan tetapi satu sama lain saling berhubungan erat secara fungsional. Struktur wilayah ini dapat digambarkan sebagai suatu sel hidup yang memiliki satu wilayah inti (pusat, metropolis) dan beberapa wilayah plasma/pinggiran (periferi, hinterland) yang merupakan bagian sekelilingnya yang bersifat komplementer terhadap intinya dan dihubungkan oleh pertukaran informasi secara intern.

c. Wilayah Administrasi yaitu wilayah yang dibatasi oleh kesatuan administrasi politis penduduk dari suatu wilayah, jadi batas wilayah ini tidak ditentukan oleh derajat interaksi ataupun homogenitas antar komponen wilayah.

d. Wilayah Perencanaan yaitu wilayah yang mempunyai keterkaitan fungsional antar bagian-bagian penyusunnya (yang membentuk suatu sistem), baik keterkaitan dalam biofisik–ekologis (ekosistem) maupun sosial ekonomi. Pada wilayah ini terdapat sifat-sifat tertentu yang alamiah, perlu perencanaan secara integral dalam pengembangan dan pembangunannya sehingga dapat memberikan solusi dari permasalahan regional yang dihadapi. Wilayah ini dapat mencakup lebih dari satu wilayah administrasi.

Dengan memahami konsep wilayah diharapkan para perencana dalam melakukan pendekatan lebih memperhatikan komponen-komponen penyusun wilayah tersebut yang saling berinteraksi dan mengkombinasikan potensi masing-masing komponen sehingga tercipta suatu strategi pengembangan dan pembangunann wilayah yang baik dan terarah.

Pembangunan wilayah bertujuan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat, menyediakan dan memperluas kesempatan kerja, memeratakan pendapatan, memperkecil disparitas kemakmuran antar daerah/regional serta mendorong transformasi perekonomian yang seimbang antara sektor pertanian dan industri melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia tapi dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya (sustainable) (Todaro 2000). Pada hakekatnya pembangunan wilayah bertujuan untuk


(27)

menciptakan berbagai alternatif yang lebih baik bagi setiap anggota masyarakatnya guna mencapai cita-citanya. Penciptaan berbagai alternatif tersebut dicirikan oleh adanya proses transformasi ekonomi dan struktural melalui peningkatan kapasitas produksi dan produkstivitas rata-rata tenaga kerja, peningkatan pendapatan, penurunan disparitas pendapatan, perubahan struktur distribusi kekuasaan antar golongan masyarakat kearah yang lebih adil, serta transformasi kultural dan tata nilai. Perubahan yang terjadi diharapkan lebih mengarah kepada perbaikan mutu hidup dan kehidupan masyarakat (Nasoetion 1999).

Pembangunan wilayah yang berkelanjutan dapat memberikan manfaat optimal bagi kepentingan masyarakat umum maupun lokal (base community). Dalam pengelolaan sumberdaya alam seyogyanya pertimbangan ekonomi dan lingkungan berada dalam keadaan seimbang agar kelestarian sumberdaya dapat terpelihara dan terjadinya misalokasi sumberdaya dapat dihindari (Anwar 2001b). Pembangunan wilayah yang berkelanjutan berlandaskan kenyataan adanya keterbatasaan kemampuan sumberdaya alam sedangkan kebutuhan manusia terus meningkat. Kondisi seperti ini membutuhkan suatu strategi pemanfaatan sumberdaya yang lebih efektif dan efisien. Pembangunan berkelanjutan menitikberatkan pada tanggung jawab moral dalam memberikan kesejahteraan bagi generasi yang akan datang. Dengan demikian permasalahan utama yang dihadapi dalam pembangunan wilayah adalah bagaimana memperlakukan alam dengan kapasitasnya yang terbatas dan telah mengalami degradasi baik karena faktor alam sendiri maupun faktor intervensi manusia, secara arif bijaksana tetapi alokasi sumberdaya secara adil sepanjang waktu dan antar generasi guna menjamin kesejahteraannya tetap berlangsung.

Konsep pembangunan menurut Todaro (2000) adalah pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu kecukupan (sustenance), jati diri (self-esteem) serta kebebasan (freedom).


(28)

Konsep pembangunan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang, pertama kali digunakan oleh Komisi Pembangunan dan Lingkungan Dunia (World Commission on Environment and Development) atau The Brundtland Commission pada tahun 1987. Palunsu dalam Hastuti (2001) mengemukakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan mengandung tiga pengertian yaitu:

1. Memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan masa yang akan datang.

2. Tidak melampaui daya dukung ekosistem.

3. Mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam serta sumberdaya manusia dengan menyelaraskan manusia dan pembangunan dengan sumberdaya alam.

Hal terpenting yang perlu mendapat perhatian bukan pada perbedaan interpretasi pembangunan yang berkelanjutan tersebut namun lebih terfokus pada hal-hal yang merupakan implikasi dari pelaksanaan pembangunan. Seragaldin (1994) mengemukakan bahwa pelaksanaan pembangunan tidak akan membawa hasil apabila dalam proses pembangunan tersebut tidak terjadi integrasi tiga poin utama yaitu ekonomi, ekologi dan sosiologi. Ketiga aspek- aspek kehidupan dan tujuan pembangunan berkelanjutan dapat digambarkan sebagai “a triangular framework” dengan tujuan masing-masing aspek yang berbeda seperti pada Gambar 1 dibawah ini:


(29)

Ekonomi:

Pertumbuhan, Pemerataan dan Efisiensi

(sustainable growth efficiency)

Sosial: Pemerataan (Equity) Ekologi/Lingkungan

Pemberdayaan Masyarakat Integrasi ekosistem (Ecosistem Integrity) (Empowerment) keanekaragaman hayati (Biodiversity) Keterpaduan sosial (Social Cohession) daya dukung lingkungan Partisipasi Masyarakat (Participation) (Carrying Capacity)

Sumber: Anwar (2001a)

Gambar 1. Dimensi Pembangunan Berkelanjutan

Dari aspek ekonomi, pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan manusia melalui pertumbuhan ekonomi dan efisiensi penggunaan kapital dalam keterbatasan dan kendala sumberdaya dan teknologi. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui upaya perencanaan pembangunan secara komprehensif dengan tetap berpijak pada tujuan-tujuan jangka panjang. Selain itu perlu adanya pengurangan eksploitasi sumberdaya secara berlebihan dan menghindari dampak yang mungkin timbul dari eksploitasi sumberdaya dengan memberikan harga kepada sumberdaya (pricing) dan biaya tambahan (charge). Dengan demikian sasaran ekonomi dalam pembangunan berkelanjutan adalah peningkatan ketersediaan dan kecukupan kebutuhan ekonomi (growth), kelestarian aset dalam arti efisiensi pemanfaatan sumberdaya yang ramah lingkungan, berkeadilan bagi masyarakat pada masa kini dan yang akan datang (Munashe 1994).


(30)

Aspek ekologis didasarkan pada pertimbangan bahwa perubahan lingkungan akan terjadi diwaktu yang akan datang dan dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Pandangan kologis didasarkan pada 3 prinsip utama:

1. Aktivitas ekonomi yang dilakukan manusia adalah tidak terbatas dan berhadapan dengan ekosistem yang terbatas. Kerusakan lingkungan dan polusi yang ditimbulkannya akan mempengaruhi life support system. 2. Aktivitas ekonomi yang lebih maju seiring dengan pertumbuhan populasi

akan meningkatkan kebutuhan akan sumberdaya alam dan tingginya produksi limbah (waste) yang dapat merusak lingkungan karena melebihi daya dukung ekosistem.

3. Pembangunan yang dilaksanakan dalam jangka panjang akan berdampak pada kerusakan lingkungan yang irreversible (Rees 1994).

Dari aspek sosiologi, sebagaimana dikemukakan oleh Cernea (1994), bahwa pembangunan berkelanjutan lebih ditekankan pada pemberdayaan organisasi sosial masyarakat yang ditujukan untuk pengelolaan sumberdaya alam yang mengarah kepada keberlanjutan. Pendekatan partisipatif masyarakat dalam pembangunan dilakukan dengan menciptakan kesadaran masyarakat pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penghargaan terhadap bentuk kelembagaan dan organisasi sosial masyarakat sebagai satu sistem kontrol terhadap jalannya pembangunan, pengembangan nilai-nilai masyarakat tradisional yang mengandung keutamaan dan kearifan serta meningkatkan kemandirian masyarakat dalam berorganisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dan kemajuan pembangunan tidak akan tercapai tanpa adanya keterpaduan ketiga aspek tersebut yaitu ekonomi mencakup pertumbuhan dan efisiensi yang dapat diukur dengan kriteria materi (monetary value); ekologi atau lingkungan mencakup keutuhan ekosistem, daya dukung lingkungan dan konservasi sumberdaya alam; dan sosial mencakup keadilan, keterpaduan kehidupan sosial, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan dan kemajuan kedua aspek terakhir tersebut (ekologi dan sosial) tidak dapat diukur dengan kriteria materi semata (nilai uang). Interaksi ketiga aspek pendukung pembangunan berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini:


(31)

Tujuan ekonomi (Economic Objective) Pertumbuhan (growth) dan Efisiensi

Distribusi pendapatan Evaluasi dampak Lingkungan

Kesempatan kerja Penilaian Sumberdaya Bantuan kepada Internalisasi dampak

sasaran subsidi lingkungan

Tujuan Sosial Tujuan Ekosistem

Pengentasan Kemiskinan Manajemen Sumberdaya

dan Pemerataan alam Partisipasi

Konsultasi Pluralisme

Sumber: Anwar (2001c)

Gambar 2. Interaksi Aspek-Aspek Pendukung Pembangunan Berkelanjutan.

Interaksi ketiga aspek pendukung pembangunan berkelanjutan tersebut (ekonomi, sosial dan lingkungan hidup/ekologi) dalam upaya pengelolaan sumberdaya yang bertujuan untuk perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat bukan hanya dipertimbangkan secara lokal untuk sekala waktu masa kini saja, tetapi juga dalam sistem hirarki yang lebih luas melalui lintas skala management (internasional, nasional dan daerah atau regional) dan temporal (tahunan, jangka menengah, dan jangka panjang). Selanjutnya dikemukakan oleh Anwar (2001c) bahwa, dalam kerangka tiga dimensi pembangunan berkelanjutan akan terjadi interaksi yang kuat dan tolak angsur (trade off) antara dimensi spasial, dimensi temporal dan dimensi kesejahteraan yang masing-masing memiliki perbedaan karakteristik sebagaimana yang diperlihatkan oleh Gambar 3 berikut:


(32)

Sumber: Anwar (2001c)

Gambar 3. Kerangka Berfikir Tiga Dimensi tentang Keberlanjutan (sustainability) Hakekat pembangunan wilayah adalah menciptakan keadaan dimana terjadinya alternatif nyata yang lebih banyak bagi setiap anggota masyarakat untuk mencapai aspirasinya yang paling humanistik. Penciptaan alternatif dicirikan oleh adanya proses transformasi karakteristik masyarakat yang ditandai oleh adanya peningkatan kapasitas produksi dan pendapatan, penurunan disparitas pendapatan, peningkatan produktivitas tenaga kerja, perubahan struktur distribusi kekuasaan antar golongan masyarakat kearah yang lebih adil, transformasi struktural dan tata nilai (virtue), yang akhirnya perubahan tersebut mengarah pada perbaikan mutu hidup dan kehidupan masyarakat.

Tingkat hidup/kesejahteraan dicerminkan oleh semakin banyak tersedianya kebutuhan fisik dibarengi dengan perbaikan mutu kehidupan yang meliputi mutu lingkungan fisik, pola konsumsi, rasa aman, tersedianya alternatif jenis pekerjaan yang dapat dimasuki. Dengan demikian upaya peningkatan

Spasial

Temporal

Kesejahteraan Ekonomi Sosial Lingkung

Internasional Nasional Regional Lokal

Pandangan jauh ke depan memerlukan terjadinya proses yang berkembang secara evolutif yang dapat

mempengaruhi keberlanjutan (sustainability)

Skala Spasial yang parallel dan berhubungan dengan hierarkhi administrasi ekologi

Aspek-aspek ini menjadi

pertimbangan utama, agar tindakan kebijaksanaan mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan


(33)

kesejahteraan masyarakat akan dapat tercapai dan semakin terbukanya kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan pengembangan diri.

Pembangunan wilayah pada hakekatnya merupakan suatu perubahan atau pelaksanaan pembangunan nasional yang dilaksanakan disuatu wilayah yang harus disesuaikan dengan kondisi dan potensi lingkungan yang terdapat didaerah tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi tersebut tidak hanya terbatas pada potensi fisik saja, melainkan juga meliputi berbagai aspek lainnya yang meliputi sosial, budaya dan politik. Dengan demikian, pembangunan wilayah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang melibatkan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi disuatu wilayah berdasarkan pertimbangan kondisi setempat dan ditujukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat.

Dalam konteks pertumbuhan regional pada umumnya dapat terjadi sebagai akibat dari penentu-penentu endogen maupun eksogen, yakni faktor-faktor diluar daerah, atau kombinasi keduanya. Penentu-penentu penting yang berasal dari dalam daerah meliputi distribusi faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja dan modal. Sedangkan salah satu penentu eksternal yang penting adalah tingkat permintaan dari daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Di sisi lain, pertumbuhan regional yang terjadi tidak dapat menyebar secara merata dan bersamaan diseluruh wilayah. Hal ini disebabkan adanya keragaman antar wilayah terutama keragaman dalam potensi sumberdaya alam, teknologi dan kelembagaan. Selain itu pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan saling berinteraksi antar wilayah, baik interaksi menguntungkan maupun yang merugikan. Dengan demikian dalam penelaahan pembangunan wilayah terutama yang menyangkut dengan pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah pendukungnya, perlu diketahui adanya hubungan antara pusat pertumbuhan dengan daerah hinterland-nya dalam ruang lingkup kegiatan sosial ekonomi yang tercermin dari adanya arus perpindahan orang, barang dan jasa. Hubungan yang terjadi tersebut dapat menguntungkan (spread effect) maupun merugikan (backwash effect) terhadap hinterland sebagai akibat pertumbuhan suatu wilayah. Salah satu penyebab dari ketimpangan sosial ekonomi antar wilayah adalah struktur tata ruang yang memusat. Dalam struktur tata ruang yang demikian, kota bertindak


(34)

sebagai inti sedangkan desa bertindak sebagai wilayah pheripheri (wilayah pinggiran yang mengelilingi inti).

Manusia mempunyai sifat dasar ingin selalu mencari manfaat dan kenyamanan yang terbaik bagi dirinya ataupun kelompoknya. Suatu kelompok masyarakat akan lebih suka bermukim di daerah yang mempunyai kesuburan baik untuk produksi atau tempat yang mempunyai akses yang mudah untuk mendapatkan pekerjaan, fasilitas sosial seperti rumah sakit, hiburan dan lain-lain. Semakin tinggi ketersediaan faktor ini semakin mudah masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan hidupnya dan semakin menarik pula daerah tersebut untuk tempat pemukiman.

Dengan adanya kampus IPB Darmaga, mendorong adanya migrasi penduduk ke sekitar kampus. Kehadiran kampus menarik banyak orang untuk mencari penghidupan yang lebih baik dan layak dari sebelumnya ditempat tinggalnya yang terdahulu.

Teori Resource Endowment dari suatu wilayah menyatakan bahwa perkembangan ekonomi wilayah dalam pembangunan bergantung pada sumber daya alam yang di miliki dan permintaan terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumber daya itu. Dalam jangka pendek sumber daya yang dimiliki suatu wilayah merupakan suatu aset untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan. Nilai dari suatu sumber daya merupakan nilai dan permintaan terhadapnya merupakan permintaan turunan. Suatu sumber daya menjadi berharga jika dapat dimanfaatkan dalam bentuk-bentuk produksi. Pertumbuhan wilayah jangka panjang bergantung pada kegiatan industri ekspornya. Kekuatan utama dalam pertumbuhan wilayah adalah pemintaan ekternal akan barang dan jasa yang dihasilkan dan dieksport oleh wilayah itu. Permintaan eksternal ini mempengaruhi penggunaan modal tenaga kerja, dan teknologi untuk menghasilkan komoditi ekspor. Suatu wilayah memiliki sektor ekspor karena sektor itu menghasilkan keuntungan dalam memproduksi barang dan jasa, mempunyai sumber daya yang unik, dan mempunyai beberapa tipe keuntungan tranportasi. Dalam perkembangannya perekonomian wilayah cenderung membentuk kegiatan pendukung yang dapat menguatkan posisi yang menguntungkan dalam sektor ekspor di wilayah itu. Penekanan teori ini ialah pentingnya keterbukaan wilayah


(35)

yang dapat meningkatkan aliran modal dan teknologi yang dibutuhkan untuk pembangunan wilayah.

Myrdal dalam Soekirno (1986) menyatakan bahwa usaha pembangunan di daerah/wilayah yang lebih maju (Growth Centre) akan memberikan dampak kepada daerah sekitarnya (hinterland). Dampak kepada daerah sekitarnya tersebut bersifat negatif, apabila terjadi penguasaan terhadap daerah sekitarnya (backwash effect) sehingga mengakibatkan adanya pertumbuhan wilayah yang terpusat (gonvergence), sebaliknya dapat pula berdapak positif, apabila dapat mendorong pertumbuhan wilayah sekitarnya (spread effect) sehingga menimbulkan pertumbuhan yang menyebar. Selanjutnya Richardson (1972), berpendapat bahwa pada proses pembangunan ekonomi dengan adanya kecenderungan pemusatan penduduk dan ketersediaan fasilitas, maka investasi diwilayah inti pada mulanya lebih efisien karena berkaitan dengan efisien usaha (economies of scale) dimana masing-masing individu akan memanfaatkan keuntungan-keuntungan eksternal. Dengan demikian akhirnya terjadi pemusatan investasi pada wilayah inti, baik investasi publik maupun investasi swasta. Kecenderungan pemusatan aktivitas ekonomi maupun pemusatan penduduk diwilayah inti, pada negara-negara bukan sosialis lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara sosialis. Di negara sosialis seperti Negara Persemakmusran Rusia, Republik Rakyat Cina dan Kuba, pertumbuhan ekonominya lebih lamban dan struktur politik perekonomiannya lebih mengutamakan pembangunan pertanian di wilayah pedesaan (pheriphery) sehingga arus migrasi dapat dikendalikan. Pemusatan aktivitas ekonomi dan penduduk diwilayah inti pada akhirnya akan mengakibatkan adanya kajian-kajian ekonomi (diseconomies of scale) karena timbulnya biaya-biaya sosial (social cost) yang semakin besar, seperti adanya kemacetan lalu lintas, pencemaran air dan udara, biaya hidup yang tinggi dan sebagainya. Keadaan tersebut secara populer di nyatakan bahwa daya dukung telah melampaui batas kemampuan ekologinya (Anwar 1987).

Philip Cooke (1999) menyatakan bahwa daerah/wilayah saat ini menjadi ruang yang proaktif, dengan memobilisasi aset-aset dan potensi yang dimiliki untuk mengamankan daya saing yang ada. Daya saing suatu daerah/wilayah berhubungan dengan tingkat kemampuan inovasi sistem yang dimiliki.


(36)

Pengintegrasian universitas atau pendidikan tinggi dengan kebutuhan industri dan pelatihan yang difokuskan kepada penduduk muda dan penduduk lebih tua yang tidak bekerja untuk mengisi kebutuhan pekerjaan baru di perusahaan-perusahaan menjadi lebih nyata. Universitas atau pendidikan tinggi cenderung menjadi konsultan regional daripada nasional.

2.3 Input-Output Model

Pelaksanaan suatu usaha atau program pembangunan ekonomi tidak hanya memberikan dampak positif terhadap keadaan ekonomi peserta/pelaksana usaha tersebut, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian wilayah/masyarakat secara keseluruhan. Adanya kegiatan usaha/program pembangunan ekonomi dalam suatu lingkup perekonomian yang semakin luas/berkembang akan menciptakan keterkaitan yang semakin kuat dan dinamis di antara berbagai sektor ekonomi. Pelaksanaan kegiatan di satu sektor ekonomi tidak mungkin dapat terjadi tanpa dukungan faktor produksi (baik tenaga kerja maupun modal) yang memadai dari pelaku ekonomi dan dari sektor-sektor ekonomi lainnya (Badan Pusat Statistik 1995 & 1996). Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan perekonomian diperlukan dukungan (kontribusi) dari berbagai pelaku dan sektor ekonomi lainnya, terutama dalam penyediaan berbagai macam input/sumberdaya, pemasaran dan pengolahan hasil.

Model Input-Output (I-O) merupakan kerangka atau alat analisis yang banyak digunakan untuk mengetahui atau menganalisis dampak usaha/proyek pembangunan terhadap berbagai keadaan ekonomi suatu negara atau wilayah. Model I-O termasuk ke dalam model keseimbangan umum (general equilibrium), dikembangkan pertama kali oleh Wassily Leontief pada saat membangun model I-O perekonomian Amerika Serikat untuk tahun 1919 dan 1929. Konsep dasar yang dikembangkan oleh Leontief yang disajikan dalam bentuk ”Tabel Input-Output” (Budiharsono 1996) adalah:

1. Struktur perekonomian tersusun dari berbagai ”sektor” (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui transaksi jual beli.

2. Output suatu sektor dijual kepada sektor-sektor lainnya dan untuk memenuhi permintaan akhir.


(37)

3. Input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, dan rumah tangga (jasa tenaga kerja), pemerintah (pembayar pajak tak langsung), penyusutan dan surplus usaha serta impor.

4. Hubungan input dengan output bersifat linier.

5. Dalam suatu kurun waktu analisis (biasanya 1 tahun) total input sama dengan total output.

6. Suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan dan output tersebut diproduksikan oleh satu teknologi.

Tabel I-O merupakan suatu tabel transaksi yang merekam data tentang hasil produksi berbagai sektor ekonomi dan penggunaannya oleh sektor ekonomi lainnya, baik sebagai input antara (intermediate inputs) maupun permintaan akhir (final demand) di suatu wilayah pada periode waktu tertentu. Tabel I-O mempunyai dua sisi, yaitu produksi dan penggunaan. Bentuk dasar tabel I-O seperti pada Tabel 1 berikut (Sutomo 1995, Budiharsono 1996):

Tabel 1. Bentuk Dasar Tabel Input – Output

Penggunaan (Alokasi) Output Struktur Input

Permintaan Antara 1 2 … j … n

Permintaan Akhir Input Antara

1 2 I II

i n

Input Primer III IV

Sumber: Sutomo 1995, Budiharsono 1996

Berbagai asumsi dasar yang perlu diperhatikan dalam penggunaan model I-O adalah (Sutomo 1995, Budiharsono 1996):

1. Homogenitas, menyatakan bahwa masing-masing sektor hanya memproduksi satu output dengan satu struktur input tertentu, dan tidak ada substitusi di antara input atau output dalam sektor.

2. Proporsionalitas, menyatakan bahwa dalam suatu proses produksi, hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier, yaitu tiap jenis input yang


(38)

digunakan oleh suatu sektor tertentu akan meningkat atau menurun sebanding dengan peningkatan atau penurunan penggunaan output sektor yang bersangkutan.

3. Additivitas, menyatakan bahwa akibat total dari pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa pengaruh-pengaruh di luar sistem I-O terhadap tingkat produksi sektor diabaikan.

Berbagai analisis ekonomi yang dapat dilakukan dengan menggunakan model/tabel I-O dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu: 1) Analisis Deskriptif, antara lain: analisis struktur input, analisis alokasi output, analisis PDRB menurut penggunaan, analisis kontribusi sektor-sektor, dan 2) Analisis Kuantitatif, meliputi: analisis keterkaitan sektor (ke depan dan ke belakang), analisis dampak pengganda (pendapatan, tenaga kerja dan output), analisis koefisien dan kepekaan penyebaran (Sutomo 1995, BPS 1995, Budiharsono 1996). Berikut ini secara garis besar berbagai analisis tersebut diuraikan:

1. Analisis Struktur Input, berguna untuk menjelaskan nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu sektor dibandingkan dengan total output sektor bersangkutan, penggunaan input (antara) untuk menghasilkan output suatu sektor. Analisis ini dilakukan dengan menganalisis koefisien input suatu tabel I-O.

2. Analisis Alokasi Output, berguna untuk menjelaskan penggunaan output suatu sektor oleh sektor-sektor lain, atau penggunaan output suatu sektor oleh permintaan antara dan permintaan akhir. Analisis ini dilakukan dengan menganalisis koefisien output suatu tabel I-O.

3. Analisis PDRB menurut Penggunaan, berguna untuk menjelaskan persentase pembentukan PDRB suatu wilayah ditinjau dari sisi penggunaan, seperti: konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), perubahan stok, dan ekspor (netto). Dari analisis ini diperoleh informasi mengenai kontribusi masing-masing komponen PDRB tersebut terhadap total PDRB.


(39)

4. Analisis Kontribusi Sektor-sektor, berguna untuk menjelaskan kontribusi sektor-sektor, misalnya terhadap total output, nilai tambah, pendapatan tenaga kerja, ekspor dan impor. Dari analisis ini diperoleh informasi mengenai kontribusi masing-masing sektor terhadap masing-masing permasalahan yang ditelaah (misalnya sektor mana yang menghasilkan nilai tambah terbesar). 5. Keterkaitan Langsung ke Depan (Direct Forward Linkage), menunjukkan

akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total.

6. Keterkaitan Langsung ke Belakang (Direct Backward Linkage), menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. 7. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan, menunjukkan akibat

suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.

8. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang, menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.

9. Pengganda Pendapatan, menjelaskan besarnya peningkatan pendapatan suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir sektor tersebut sebesar satu unit. Semakin besar nilai pengganda pendapatan suatu sektor semakin besar pula peningkatan pendapatan masyarakat dari sektor tersebut akibat permintaan akhir. Pengganda pendapatan dibedakan atas: sederhana, total, tipe I dan tipe II.

10. Pengganda Tenaga Kerja/Kesempatan Kerja, menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung setiap unit permintaan akhir suatu sektor terhadap kesempatan kerja yang diciptakan output sektor bersangkutan. Pengganda tenaga kerja dibedakan atas: tipe I dan tipe II.

11. Pengganda Output, dibedakan atas: sederhana dan total. Pengganda Output sederhana untuk melihat pengaruh peningkatan suatu unit permintaan akhir sektor tertentu dalam perekonomian terhadap output sektor lain, secara


(40)

langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, Pengganda Output total untuk menghitung pengaruh induksi disamping pengaruh langsung. Dalam perhitungannya, sektor rumah tangga dijadikan faktor endogen, sehingga matrik yang digunakan adalah matrik kebalikan Leontief tertutup.

12. Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion), menyatakan pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir untuk semua sektor dalam suatu perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matrik kebalikan Leontief.

13. Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of Dispersion), menyatakan pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir untuk semua sektor dalam suatu perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matrik kebalikan Leontief.

Kerangka analisis lainnya yang dapat digunakan untuk menganalisis ekonomi wilayah sebagai dampak dari adanya suatu usaha pembangunan adalah ”Analisis Ekonomi” yang termasuk dalam ”Analisis Investasi Proyek”.

Analisis Ekonomi (Economic Analysis) adalah analisis yang melihat manfaat dan pengorbanan dalam pelaksanaan proyek terhadap perekonomian masyarakat

(nasional atau wilayah) secara keseluruhan, berbeda dari Analisis Finansial

(Financial Analysis) yang hanya membatasi manfaat dan pengorbanan dari peserta/pelaksana proyek. Analisis ekonomi terutama penting dilakukan

untuk proyek-proyek yang berskala besar dengan jangka waktu analisis lebih dari satu tahun (multi years), yang seringkali menimbulkan perubahan dalam penambahan supply dan demand akan produk-produk tertentu, karenanya dampak yang ditimbulkan pada ekonomi nasional akan cukup berarti (Husnan dan Suwarsono 1994).

Mangkuprawira (2000) menyatakan bahwa dalam struktur ekonomi Kabupaten Bogor, industri memegang peranan penting sebagai sektor penyumbang terbesar dalam Nilai Tambah Bruto. Sektor ini juga mendominasi sektor-sektor lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan mengindikasikan bahwa


(41)

sektor industri khususnya agroindustri memainkan peranan utama dalam pembangunan ekonomi regional.

Selanjutnya Mangkuprawira (2000) berpendapat bahwa disamping pentingnya sektor manufaktur (industri), sektor pertanian masih memegang peranan penting khususnya dalam menaikkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor melalui ekspor. Sektor industri berdasarkan koefisien multiplier output, agroindustri dapat berperan sebagai leading sector. Oleh karenanya, dalam rangka memelihara atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor, prioritas pertama dalam industri riil seharusnya diarahkan kepada agroindustri.

Dalam kaitannya dengan usaha peningkatan perekonomian di Kabupaten Bogor, maka kerangka model analisis yang digunakan untuk menganalisis dampak dari keberadaan kampus IPB Darmaga terhadap peningkatan perekonomian wilayah Kabupaten Bogor adalah ”Model Input-Output (I-O). Beberapa alasan yang memperkuat penggunaan Model I-O tersebut adalah: 1. Model I-O dapat digunakan untuk menganalisis ekonomi wilayah sebagai

dampak dari keberadaan kampus IPB Darmaga, meliputi: kontribusi usaha jasa-jasa terhadap PDRB, keterkaitannya dengan sektor ekonomi lain, dan multiplier effect-nya terhadap pendapatan, output dan tenaga kerja (sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian).

2. Usaha jasa-jasa menghasilkan satu output yang diproduksi dengan satu teknologi atau satu struktur input, hal ini sesuai dengan syarat penggunaan (asumsi) Model I-O.

3. Model I-O digunakan untuk analisis aktivitas ekonomi yang berlangsung dalam periode satu tahun, ini sesuai dengan usaha jasa-jasa yang telah berlangsung satu tahun.


(42)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan yang terus menerus ke arah yang dikehendaki. Tjokroamidjojo dan Mustofadidjaja (1980) menyatakan bahwa pembangunan merupakan suatu kegiatan/orientasi usaha yang tidak berakhir. Kemudian dijelaskan bahwa proses pembangunan sebenarnya merupakan perubahan sosial budaya. Suatu proses pembangunan yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri sangat tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Todaro (1977) mengartikan pembangunan sebagai “the process of improving the quality of all human lives”. Hal ini dapat memberi batasan kepada tiga aspek pembangunan yang dikatakan sama pentingnya di mana pembangunan harus mempunyai tujuan:

(i) Mempertinggi tingkat penghidupan bangsa (ii) Memperkuat persatuan dan kesatuam bangsa

Konsep dan pemikiran kebijakan pembangunan Nasional lima tahun terakhir ini telah mengalami perubahan secara dinamik dari waktu ke waktu, dan bahkan secara konseptual pemikiran pembangunan telah mengalami perubahan paradigma yang lebih mendasar dari pola sentralistik ke pola desentralisasi dengan kebijakan otonomi daerah. Konsep otonomi daerah yang dituangkan dalam UU No.22/1999 memberikan kewenangan pemerintahan daerah dalam penyusunan kebijakan pembangunan daerah. Diberlakukannya Undang-undang otonomi daerah memberikan implikasi luas dalam sistem perencanaan pembangunan di wilayah-wilayah. Otonomi daerah mengisyaratkan pentingnya pendekatan pembangunan berbasis pengembangan wilayah di bandingkan pendekatan sektoral. Hal ini memberikan peluang sekaligus tantangan yang segera harus direalisasikan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.


(43)

Salah satu penyebab kegagalan pemerintah (government failure) di masa lalu adalah kegagalan di dalam menciptakan sinergisitas antar komponen pembangunan atau kegagalan menciptakan keterpaduan sektoral di dalam kerangka pembangunan wilayah. Lembaga-lembaga (instansi) sektoral di tingkat wilayah/daerah sering jadi hanya berupa perpanjangan dari lembaga sektoral di tingkat nasional/pusat dengan sasaran pembangunan, pendekatan dan perilaku yang tidak sinergis dengan lembaga (institusi) yang dibutuhkan di tingkat daerah. Akibatnya, lembaga pemerintah daerah gagal menangkap kompleksitas pembangunan yang ada dan tidak mempertimbangkan keterkaitan antar lembaga institusi tersebut. Keterpaduan sektoral tidak hanya menyangkut hubungan antar lembaga pemerintahan, akan tetapi juga antara pelaku-pelaku ekonomi secara luas dengan latar belakang yang berbeda. Rustiadi (2003) menyatakan bahwa suatu wilayah yang berkembang menunjukkan adanya keterkaitan (linkage) antara sektor ekonomi wilayah dalam arti transfer input dan output barang dan jasa antar sektor dapat berlangsung secara dinamis.

Keterpaduan spasial membutuhkan adanya interaksi spasial yang optimal dalam arti terjadinya struktur keterkaitan antar wilayah yang dinamis. Akibat potensi sumberdaya alam serta aktivitas-aktivitas sosial ekonomi yang tersebar secara merata dan tidak seragam, maka diperlukan adanya mekanisme interaksi intra dan inter wilayah secara optimal.

Keberadaan IPB bagi masyarakat sekitar terutama dalam hal peningkatan kesempatan kerja pada sektor formal dan informal, peningkatan pendapatan masyarakat yang secara langsung berpengaruh pada peningkatan taraf hidup sangat diharapkan. Dampak keberadaan IPB terhadap perekonomian wilayah dilihat melalui penerimaan pajak dan pengaruhnya terhadap peningkatan PAD Kabupaten Bogor yang pada gilirannya akan berpengaruh pada peningkatan taraf hidup melalui peningkatan fasilitas pelayanan umum, seperti terlihat dalam Gambar 4 berikut:


(44)

Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Dampak Keberadaan IPB terhadap Ekonomi Masyarakat Sekitar Kampus dan Kontribusinya terhadap Perekonomian Kabupaten Bogor.

Masyarakat Sekitar (Analisis Regresi)

Pemerintah Kabupaten Bogor

(Analisis I-O)

Kesempatan Kerja Sektor Formal/Informal

Penerimaan Pajak Penghasilan/Usaha

Peningkatan Pendapatan Masyarakat

Peningkatan PAD Kabupaten Bogor

Peningkatan Taraf Hidup Peningkatan Fasilitas Pelayanan Umum

Penelitian I P B Pemerintah RI

Hasil (Rekomendasi)


(45)

3.2 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan pendapatan antara pelaku sektor informal di sekitar kampus IPB Darmaga dengan pelaku sektor informal di kawasan yang comparable.

2. Diduga keberadaan kampus IPB Darmaga mempengaruhi perekonomian masyarakat sekitar dan perekonomian Kabupaten Bogor.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian

Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, penelitian ini akan dilakukan di sekitar kampus IPB Darmaga yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hal ini karena penekanan penelitiannya adalah untuk melihat manfaat ekonomi dengan keberadaan kampus IPB bagi pertumbuhan perekonomian wilayah Kabupaten Bogor.

3.3.2 Jenis dan Sumber Data

Data primer yang dikumpulkan melalui pembuatan kuisioner dan wawancara langsung adalah data ekonomi masyarakat di sekitar kampus IPB Darmaga. Jumlah responden adalah 200. Pengambilan sample dilakukan dengan teknik Purposive Random Sampling.

Responden yang diamati dalam penelitian ini adalah: Masyarakat disekitar kampus IPB Darmaga yang bekerja disektor informal berdasarkan kelompok Pedagang yang terdiri dari warung, rumah makan dan toko, Staf IPB, Dosen IPB, Mahasiswa IPB. Kelompok Jasa terdiri dari rental computer, fotocopy dan rumah kost, kelompok angkutan terdiri dari angkutan kota, ojeg dan becak. mengikuti metode pengumpulan data Suhendi (2005).


(46)

Sementara data sekunder yang dikumpulkan mencakup data ekonomi masyarakat, data kondisi lingkungan/perekonomian serta data yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat, khususnya selama 5 tahun terakhir, dari tahun 2000 hingga tahun 2004. Data sekunder bersumber dari monografi daerah, Kantor Biro Statistik setempat dan dari instansi lain.

Data yang dapat menggambarkan kondisi dan pertumbuhan aspek ekonomi masyarakat, yang selanjutnya dipergunakan untuk analisis Kuantitatif di antaranya adalah :

1). Harga kebutuhan pokok 2). Biaya kehidupan 3). Jumlah masyarakat 4). Jenis dan jumlah usaha

3.3.3 Analisis Data

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perekonomian masyarakat di sekitar kampus IPB Darmaga digunakan analisis Deskriptif dan analisis Ekonometrik.

Untuk analisis ekonometrik digunakan model regresi dalam menjawab tujuan penelitian. Model regresi yang digunakan sebagai berikut:

Yi = β0 + β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + β4 X4i + β5 X5i + β6D1i + β7D2i + β8D3i + ei

Dimana:

Y = Pendapatan usaha di sektor informal (Rp/bulan) X1 = Umur (tahun)

X2 = Pendidikan yang ditamatkan (tahun)

X3 = Pengalaman kerja (tahun)

X4 = Curahan kerja (jam/hari)

X5 = Modal operasi per tahun D1 = Jenis kegiatan sektor informal

1 = jika kegiatan tersebut berkaitan langsung dengan aktifitas IPB 0 = selainnya


(47)

D2 = Lokasi usaha

1 = jika di dalam kampus 0 = jika di luar kampus

D3 = Asal daerah

1 = asli setempat 0 = pendatang

Variabel-variabel tersebut diatas adalah variabel yang diperlukan dalam mengidentifikasi kegiatan perekonomian masyarakat sekitar dan memperkaya apa yang telah dilakukan oleh Suhendi (2005).

Untuk melihat nyata tidaknya peranan peranan keragaman peubah penjelas terhadap keragaman peubah endogen dilakukan pengujian hipotesis secara statistik. Hipotesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

H0 : β1 = β2 = ….. = βk = 0

H1 : Minimal ada satu nilai βj yang tidak sama dengan nol: j = 1,2,3 …..,k

Pengujian peranan keragaman peubah penjelas secara bersama-sama terhadap keragaman peubah endogen dilakukan pengujian dengan statistik uji-F, yaitu:

Jumlah kuadrat tengah regresi /k

F hitung =

Jumlah kuadrat tengah sisa/(n-k-1) Bila:

F hitung > Fα (k, n-k-1) ……… Tolak H0

F hitung ≤ Fα (k, n-k-1) ……… Terima H0

Dimana:

K = Jumlah peubah penjelas n = Jumlah contoh


(48)

3.3.4 Definisi Operasional (Variabel)

Definisi operasional (variabel) dalam model ini seperti disajikan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Definisi Operasional (Variabel)

Nama Variabel Simbol Satuan

Umur Responden Pendidikan Responden

Pengalaman Kerja Jam Kerja Modal Awal Usaha

Lokasi Dalam IPB Lokasi Sekitar IPB

Asal Daerah

Umur Pendidikan

Kerja Curahan

Modal IPB Lokasi

Asal

Tahun SD s.d. S3 (Tahun)

Tahun Jam/hari

Rupiah Kampus (D1) Darmaga & Ciampea (D2)

Nama Daerah (D3)

Keterangan :

1. Kesempatan kerja adalah kesempatan untuk bekerja baik dengan membuka usaha sendiri maupun bekerja pada usaha orang lain yang diukur dari jumlah dan jenis usaha yang berada di sekitar kampus IPB (Darmaga) meliputi kelompok usaha perdagangan, jasa dan angkutan

2. Sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai ciri mudah dimasuki, bekerja sendiri atau hanya dibantu pekerja keluarga, beroperasi dalam skala kecil, umumnya tidak menuntut keterampilan yang berasal jalur pendidikan formal, pola usahanya tidak teratur baik operasi maupun jam kerjanya dan tidak memiliki izin usaha.

3. Sektor formal adalah salah satu kegiatan ekonomi yang bersifat resmi dan mendapat pengakuan (legitimasi) dari pemerintah berdasarkan surat ijin serta umumnya memiliki tenaga kerja tetap yang diatur secara tertulis.

4. Umur Responden adalah rentang waktu dari lahir hingga sekarang yang dimiliki oleh pelaku usaha yang dinyatakan dalam tahun.

5. Pendidikan Responden adalah lama pendidikan formal yang diikuti, dinyatakan dalam tahun.


(49)

6. Lama Bekerja adalah jumlah waktu yang telah dilalui pelaku usaha dalam menjalankan usahanya yang dinyatakan dalam bulan.

7. Curahan adalah banyaknya jam kerja yang digunakan untuk melakukan usaha yang dinyatakan dalam jam per bulan.

8. Modal adalah uang atau nilai barang yang digunakan pelaku usaha untuk memulai usahanya, dinyatakan dalam rupiah.

9. Lokasi Dalam IPB (IPB) adalah usaha yang dilakukan di dalam Kampus IPB Darmaga.

10. Lokasi Sekitar IPB (Lokasi) adalah usaha yang dilakukan di luar Kampus IPB Darmaga.

11. Asal yaitu mengacu pada tempat dimana pelaku usaha dilahirkan atau pelaku usaha dibesarkan.

12. Pendapatan usaha sektor informal adalah pendapatan yang diterima pelaku usaha sektor informal yang merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya untuk menghasilkan barang atau jasa usaha tersebut. Pendapatan ini dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Untuk menganalisis dampak keberadaan kampus IPB Darmaga terhadap peningkatan perekonomian wilayah Kabupaten Bogor, digunakan analisis “Model Input-Output” (Sutomo 1995, Badan Pusat Statistik 1995, Budiharsono 1996). Analisis dengan model I-O tersebut dilakukan dalam lima tahap sebagai berikut:

Tahap I. Penyusunan tabel I-O Kabupaten Bogor tahun 2003 dengan menggunakan metode “non survey”, yaitu diturunkan atau di “up-date” dari tabel I-O Jawa Baratyang telah tersedia (BPS Jawa Barat).

Tahap II. Penyusunan tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 (prediksi), dimaksudkan untuk mengetahui dampak pelaksanaan usaha sektor jasa terhadap peningkatan perekonomani wilayah Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, jumlah sektor produksi pada tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 (ada 22 sektor) yang menjadi landasan penyusunan tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 harus dimodifikasi, yaitu dengan menambahkan sektor jasa IPB.


(50)

Tahap III. Penyusunan tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 tersebut pada tahap II dilakukan dengan menggunakan kombinasi metode “non survey” dan

metode “survey”. Metode “non survey” digunakan untuk menurunkan atau meng “up date” nilai semua sektor produksi/ekonomi dan komponen lainnya

pada tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 menjadi tabel I-O Kabupaten Bogor 2003. Langkah-langkah dalam melakukan “up date” tersebut adalah:

1. Melakukan proyeksi atau estimasi total permintaan (permintaan antara dan permintaan akhir) atau total input (input antara, impor dan input primer) dari setiap sektor produksi dan komponen lainnya dalam tabel I-O dengan mempertimbangkan: laju pertumbuhan output masing-masing sektor produksi dan komponen lainnya dari tahun 2000 sampai tahun 2004.

2. Hasil proyeksi atau estimasi total permintaan atau total input tersebut, selanjutnya dialokasikan ke masing-masing komponen dari permintaan/input antara, permintaan akhir, impor dan input primer pada tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 berdasarkan pada “koefisien input” masing-masing komponen dari tabel I-O 2003, yang telah ditentukan dengan metode Location Quotient (LQ).

Sementara itu, metode “survey” digunakan untuk memperoleh data/informasi tentang aktivitas sektor usaha jasa, termasuk di dalamnya kaitan dengan sektor produksi atau komponen lainnya dalam tabel I-O, yang dilaksanakan di Kabupaten Bogor Dengan demikian, data/informasi yang diperoleh melalui kedua metode tersebut (non survey dan survey) digabungkan dan dituangkan ke dalam tabel I-O Kabupaten Bogor.

Tahap IV. Pembuatan struktur tabel I-O Kabupaten Bogor sebagaimana disajikan dalam Tabel 3 berikut:


(51)

Tabel 3. Struktur Tabel Input – Output Kabupaten Bogor Sektor pembeli

(Permintaan antara)

Permintaan Akhir Total Output

1 2 3 ...

...

n C G K

1 Q11 Q12 Q13 Q1n C1 G1 K1 Q1

2 Q21 Q22 Q23 Q2n C2 G2 K2 Q2

3 Q31 Q32 Q33 Q3n C3 G3 K3 Q3

. S ekto r P eng ha sil (Input A n ta ra)

n Qn1 Qn2 Qn3 Qnn Cn Gn Kn Qn

W W1 W2 W3 Wn Wc WG Wk W

T T1 T2 T3 Tn Tc TG Tk T

Input Prim

e

S S1 S2 S3 Sn Sc SG Sk S

Total Input

Q1 Q2 Q3 Qn C G K Q

Q : sektor 1 … n, dalam nilai (kuantitas x harga)

C : permintaan akhir oleh rumahtangga (konsumsi rumah tangga) G : government expenditure

K : tabungan untuk pembentukan barang modal seperti; tabungan di bank, pembelian barang modal untuk disimpan.

W : Upah/gaji TK (konstribusi TK terhadap system produksi)

T : tax dari pelayanan pemerintah (konstribusi layanan pemerintah terhadap system produksi)

S : Surplus usaha terhadap pemilik modal (konstribusi managemen/pemilik modal terhadap system produksi)

Q11 : output sektor 1 digunakan sebagai input di sektor 1 pula, contoh : petani padi menggunakan input benih padi.

Q12 : output sektor 1 digunakan sebagai input di sektor 2 pula, contoh : padi digunakan sebagai input pada industri tape.

Tc : pelayanan publik yang dirasakan rumah tangga dan rumah tangga pun membayar pajak/retribusi (transfer dari rumah tangga ke pemerintah) Sc : transfer surplus perusahaan ke rumah tangga

Wk : pendapatan yang diperoleh di luar negeri dan tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu sektor.


(52)

Dari tabel I-O di atas, dapat ditentukan besarnya “koefisien input (aij)”,

yaitu perbandingan antara output sektor ke-i yang digunakan sebagai input oleh sektor ke-j (Xij) dengan input total sektor bersangkutan (Xj), secara matematis

rumusnya: aij = Xij/Xj. Selanjutnya masing-masing nilai aij tersebut dapat disusun

ke dalam bentuk persamaan linier sebagai berikut:

X 2 Y 2 X n a 2n ... ... X 2 a 22 X 2 a 21 X1 Y1 X n a1n ... ... X 2 a12 X1 a11 = + + + + = + + + + . . . . . . . . . . . . . . . Xn Yn Xn ann ... ... Xn an2 Xn

an1 + + + + =

atau dalam bentuk matriks:

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = + Xn X2 X1 Yn Y2 Y1 Xn Xn Xn ann ... an1 a2n ... a21 a1n ... a11

A X Y X

AX + Y = X Y = X – AX Y = (I – A)X Dari persamaan di atas diperoleh: X = (I – A)-1

Keterangan:

(I – A) = Matrik Leontief

(I – A)-1 = Matrik kebalikan Leontief, terdiri atas:

a. Leontief terbuka, yaitu tanpa sektor rumah tangga (rumah tangga sebagai sektor eksogen).

b. Leontief tertutup, yaitu dengan memasukkan sektor rumah tangga (rumah tangga sebagai sektor endogen).

Tahap V. Menganalisis dampak pelaksanaan usaha sektor jasa terhadap peningkatan perekonomian wilayah Kabupaten Bogor dengan menggunakan Model I-O tahun 2003 sebagai berikut:


(53)

1. Analisis PDRB berdasarkan nilai tambah, yaitu dengan menganalisis kontribusi masing-masing sektor komponen PDBR (sektor) terhadap total PDRB berdasarkan nilai tambah (input primer) dinyatakan dalam persen (analisis deskriptif). Dalam hal ini diketahui kontribusi sektor usaha jasa.terhadap PDRB.

2. Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage), digunakan rumus berikut:

n) 1,2,..., (i n 1 j cij IFLi n) 1,2,..., (i n 1 j aij Xi n 1 j Xij FLi = ∑ = = = ∑ = = ∑ = = Keterangan:

FLi = Keterkaitan langsung ke depan dari sektor ke-i

IFLi = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dari sektor ke-i

Xij = Banyaknya input sektor j yang berasal dari output sektor I

Xj = Total input sektor j

aij = Unsur matrik koefisien teknik (unsur matrik A)

cij = Unsur matrik kebalikan Leontief terbuka (unsur matrik (I-A)-1)

3. Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkage), digunakan rumus berikut:

n) 1,2,..., (j n 1 i cij IBLj n) 1,2,..., (j n 1 i aij X j n 1 i Xij BLj = ∑ = = = ∑ = = ∑ = = Keterangan:

BLj = Keterkaitan langsung ke belakang dari sektor ke-j


(1)

Lanjutan lampiran 7. Tabel Matriks Invers ( I-A)

Sektor Total Daya Penyebaran Daya Kepekaan

Tabaman 1,4684 0,988 0,7961 Peternakan 1,4538 0,978 0,9403 Prtn_lain 1,3246 0,891 1,1462 Listrik 1,4061 0,946 0,8514

Gas 1,2189 0,820 0,6801

Air&tmbg 1,1826 0,796 0,7825 Immt 1,1202 0,754 1,2901 Itpj 1,1761 0,791 0,8248 In_kayu 1,0139 0,682 1,3952 In_kimia 1,3068 0,879 0,9537 In_lain 2,7636 1,859 0,7744 Bangunan 2,1207 1,427 0,9313 Dagbesran 1,9449 1,308 0,8218 Hotel 1,0325 0,695 1,0891 Restoran 1,5689 1,055 0,9448 Ak_rel 1,0139 0,682 1,2402 Ak_dlm_kt 1,4756 0,993 1,0875 Ak_antr_kt 1,4397 0,969 1,0855 Js_pnjg_ak 1,2040 0,810 0,9656 Komunikasi 1,6871 1,135 1,5913 Keuangan 2,0797 1,399 1,1277 Jasa-Jasa 1,6570 1,115 0,8040 Jasa IPB 1,5277 1,028 0,8766


(2)

Lampiran 8. Tabel Dampak Output

Output Awal Peningkatan Sekor

Jasa IPB 10%

Dampak Perubahan

Dampak Pertumbuhan

Output (%)

Distribusi Pertumbuhan

Tabaman 1.165.224,13 0,00 156,68 0,0134 0,1170 Peternakan 616.511,59 0,00 303,66 0,0493 0,4285 Prtn_lain 550.664,68 0,00 140,34 0,0255 0,2217 Listrik 738.237,43 0,00 469,24 0,0636 0,5529

Gas 709.004,55 0,00 169,53 0,0239 0,2080

Air&tmbg 307.555,43 0,00 231,44 0,0753 0,6546 Immt 1.115.003,05 0,00 22,90 0,0021 0,0179 Itpj 2.976.492,02 0,00 21,72 0,0007 0,0063 In_kayu 348.552,72 0,00 2,02 0,0006 0,0050 In_kimia 1.361.765,34 0,00 282,12 0,0207 0,1802 In_lain 6.461.711,02 0,00 5.689,39 0,0880 0,7659 Bangunan 1.558.642,88 0,00 1.398,23 0,0897 0,7803 Dagbesran 1.654.322,73 0,00 1.291,17 0,0780 0,6789 Hotel 117.847,39 0,00 18,64 0,0158 0,1376 Restoran 1.582.451,98 0,00 555,39 0,0351 0,3053 Ak_rel 15.626,49 0,00 4,77 0,0305 0,2655 Ak_dlm_kt 422.390,52 0,00 272,66 0,0646 0,5615 Ak_antr_kt 382.496,22 0,00 427,11 0,1117 0,9713 Js_pnjg_ak 132.333,75 0,00 71,96 0,0544 0,4730 Komunikasi 640.679,32 0,00 316,37 0,0494 0,4295 Keuangan 771.912,86 0,00 3.122,79 0,4046 3,5191 Jasa-Jasa 875.217,05 0,00 131,92 0,0151 0,1311 Jasa IPB 243.554,10 24.355,41 24.803,68 10,1841 88,5887


(3)

Lampiran 9. Banyaknya Desa Menurut Klasifikasi Desa di Kabupaten Bogor Tahun 2005

No. Kecamatan Jumlah

Desa

Swadaya Swakarya Swasembada

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.

Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja

Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo

Parung Panjang

10 11 8 15 15 13 6 10 11 8 9 9 12 13 10 11 13 9 10 10 10 14 12 9 10 14 12 9 7 9 7 9 10 10 13 15 9 15

9 11

V V V V V

V V V V V V V

V V V

V

V V V V V V

V V

V

V V V

V V V V V V V

V V

V V V

Kabupaten Bogor 427 0 236 191


(4)

Lampiran 10. Banyaknya Desa, RT dan Keluarga di Kabupaten Bogor Tahun 2005 No. Kecamatan Jumlah

Desa

Rt Keluarga

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.

Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja

Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo

Parung Panjang

10 11 8 15 15 13 6 10 11 8 9 9 12 13 10 11 13 9 10 10 10 14 12 9 10 14 12 9 7 9 7 9 10 10 13 15 9 15

9 11

299 375 243 456 395 404 144 310 479 336 250 273 333 303 260 249 442 232 221 146 159 298 482 197 803 431 818 626 315 284 170 222 239 285 400 501 263 429 178 291

17.957 23.814 13.914 27.992 26.507 29.279 11.510 22.143 28.956 18.378 15.692 17.278 21.875 19.610 23.034 18.389 32.634 18.893 15.989 12.183 11.900 27.294 40.282 18.688 51.988 35.063 56.399 40.358 19.298 18.490 10.532 19.351 18.703 17.704 23.746 21.785 11.652 19.992 12.160 21.794

Kabupaten Bogor 427 13.541 913.206


(5)

Lampiran 11. Jumlah Penduduk Keadaan 1 Januari 2005 Menurut Jenis Kelamin di Rinci Per Kecamatan Di Kabupaten Bogor

No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah 1.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.

Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja

Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo

Parung Panjang

40.216 49.605 32.060 62.825 55.379 60.702 24.299 42.632 58.199 39.643 34.919 37.747 50.518 42.436 47.634 41.973 65.198 40.014 35.610 22.335 23.982 48.323 74.440 32.971 77.184 67.490 97.209 78.333 39.800 36.354 21.640 41.495 41.856 37.208 57.097 53.493 26.333 45.280 28.001 41.190

38.211 47.183 30.464 60.776 52.882 58.657 23.704 41.378 55.233 37.845 32.899 35.972 48.640 40.158 45.628 39.545 63.402 37.219 35.404 22.221 23.438 45.987 74.895 31.862 75.916 65.827 96.913 74.661 38.134 34.756 20.633 39.919 39.680 35.207 56.233 52.187 25.382 45.025 26.662 41.520

78.427 96.788 62.524 123.601 108.261 119.359 48.003 84.010 113.432

77.488 67.818 73.719 99.158 82.594 93.262 81.518 128.600

77.233 71.014 44.556 47.420 94.310 149.335

64.833 153.100 133.317 194.122 152.994 77.934 71.110 42.273 81.414 81.536 72.415 113.330 105.680 51.715 90.305 54.663 82.710

Kabupaten Bogor 1.853.623 1.792.258 3.645.881 Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2006


(6)

Lampiran 12. Banyaknya Desa Menurut Desa Kota dan Pedesaan di Kabupaten Bogor Tahun 2005

No. Kecamatan Jumlah

Desa

Desa Kota Pedesaan 1.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.

Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja

Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo

Parung Panjang

10 11 8 15 15 13 6 10 11 8 9 9 12 13 10 11 13 9 10 10 10 14 12 9 10 14 12 9 7 9 7 9 10 10 13 15 9 15

9 11

0 4 1 6 10 11 1 5 9 3 1 5 7 10 10 4 7 3 1 1 0 3 11

4 10 10 12 8 6 6 4 8 3 5 2 0 0 5 1 2

10 7 7 9 5 2 5 5 2 5 8 4 5 3 0 7 6 6 9 9 10 11 1 5 0 4 0 1 1 3 3 1 7 5 11 15 9 10

8 9

Kabupaten Bogor 427 199 228