PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA DI MAN YOGYAKARTA III

(1)

PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA DI MAN YOGYAKARTA III

SKRIPSI

Oleh: Esti Rahayu NPM: 20120720010

FAKULTAS AGAMA ISLAM PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA DI MAN YOGYAKARTA III

SKRIPSI

Oleh: Esti Rahayu NPM: 20120720010

FAKULTAS AGAMA ISLAM PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA DI MAN YOGYAKARTA III

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S. Pd. I) strata Satu

pada Prodi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh: Esti Rahayu NPM: 20120720010

FAKULTAS AGAMA ISLAM PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(4)

iii

NOTA DINAS

Lamp. : 4 eks. Skripsi Yogyakarta, 1 Agustus 2016 Hal : Persetujuan

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Assalam’alaikum Wr.Wb.

Setelah menerima dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka saya berpendapat bahwa skripsi saudara:

Nama : Esti Rahayu NPM : 20120720010

Judul : PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA DI MAN YOGYAKARTA III Telah memenuhi syarat untuk diajukan pada ujian akhir Sarjana pada Fakultas Agama Islam Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammdiyah Yogyakarta.

Bersama ini saya sampaikan naskah skripsi tersebut, dengan harapan dapat diterima dan segera dimunaqasyahkan.

Atas perhatiannya diucapkan terimaksih. Wassalamu’alaikum Wr, Wb.

Pembimbing

Ghoffar Ismail, MA NIK. 113034


(5)

iv

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul

PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA DI MAN YOGYAKARTA III

Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Nama : Esti Rahayu

NPM : 20120720010

Telah dimunaqasyahkan di depan Sidang Munaqasyah Prodi Pendidikan Agama Islam pada tanggal 31 Agustus 2016 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

Sidang Dewan Munaqasyah

Ketua Sidang : Naufal Ahmad RA, S.Pd.,Ma (………...)

Pembimbing : Ghoffar Ismail, MA (………...……....)

Penguji : Dr. Akif Khilmiyah, M.Ag. (………....……...)

Yogyakarta, 2016 Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dekan,

Dr. Mahli Zainuddin Tago, M.Si. NIK 19660717199203113014


(6)

v

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Esti Rahayu Nomor Mahasiswa : 20120720010

Program Study : Pendidikan Agama Islam

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 1 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan

Esti Rahayu NIM 20120720010


(7)

vi MOTO

Nabi Muhammad bersabda “sungguh orang-orang yang beriman dengan akhlak baik mereka bisa mencapai (menyamai) derajat mereka yang menghabiskan seluruh malamnya dalam sholat dan seluruh siangnya dengan puasa. (Musnad Imam Ahmad)


(8)

vii

PERSEMBAHAN

Karya penulis ini dipersembahkan kepada:

1. Untuk orang tua tercinta dan tersayang (Purwowiratno dan Sadilah) yang selalu memberikan doa dan motivasi dalam setiap langkah menuju kesuksesan.

2. Untuk bapak ibu mertua (Sukamto dan Harwati) yang selalu senantiasa mendukung agar cepat lulus kuliah

3. Untuk Suamiku tercinta (Widiantoro) untuk segenap doa dan dukungan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Untuk kakakku (Riyanto) yang selalu memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr, Wb

Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha penyayang yang senantiasa memberikan segala karunia, rahmat, serta hidayah-Nya yang telah diberikan kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul PERAN GURU AGAMA DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA DI MAN YOGYAKARTA III Dan semoga shalawat serta salam tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi akhir zaman pembawa pelita bagi kita.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I) di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).Selain itu juga dimaksudkan sebagai bahan kajian dan pertimbangan bagi masalah yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H, Bambang Cipto selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(10)

ix

2. .Bapak Dr. Mahli Zainuddin Tago, M.Si. selaku Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

3. .Bapak Dr. H. Abd. Madjid, M. Ag. Selaku Kaprodi menyetui dan mengesahkan judul skripsi ini.

4. Bapak Ghoffar Ismail, MA selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan serta ketulusan hati telah memberikan waktu dan sumbangan pemikirannya untuk mengarahkan dan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

5. Seluruh bapak dan ibu dosen beserta karyawan Fakultas Agama IslamUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis

Yogyakarta, 1 Agustus 2016

Esti Rahayu NIM 20120720010


(11)

x DAFTAR ISI

JUDUL ... ii

NOTA DINAS ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK ... xii

TRANSLITERASI ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Sistematika Pembahasan ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEOR A. Tinjauan Pustaka ... 10


(12)

xi BAB III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ... 37

B. Seting Penelitian ... 37

C. Subyek dan informan penelitian... 38

D.Teknik pengumpulan data ... 38

E. Analisis data ... 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sekolah ... 44

B. Kenakalan remaja di MAN Yogyakarta III ... 47

C. Peran guru dalam mengatasi kenakalan remaja di MAN Yogyakarta III ... 52

D. Faktor yang mendukung dan menghambat peran guru agama dalam mengatasi kenakalan remaja di MAN Yogyakarta III ... 59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(13)

xii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Kenakalan Remaja di MAN Yogyakarta III, 2) Peran Guru Agama dalam Mengatasi Kenakalan Remaja, dan 3)Faktor Pendukung dan Penghambat Peran Guru Agama dalam Mengatasi Kenakalan Remaja di MAN Yogyakarta III. Program studi S1, jurusan Fakultas Pendidikan Agama Islam , UMY Yogyakarta 2016. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan model Analisis Interaktif Miles dan Huberman: 1) Reduksi Data, 2) Penyajian data, dan 3) Penarikan Kesimpulan. Dengan subjek penelitian adalah Kepala Sekolah, guru agama, dan siswa MAN Yogyakarta III. teknik Pengumpulan data digunakan dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Hasil penelitian didapatkan: (1) Kenakalan Remaja yang seringkali dilakukan siswa di dalam lingkungan sekolah adalah membolos, memakai seragam yang tidak lengkap, serta mencontek ketika ulangan. Adapun kenakalan yang dilakukan siswa di luar jam pelajaran di luar lingkungan sekolah diantaranya adalah merokok, mencuri, kebut-kebutan menggunakan sepeda motor; (2) Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi kenakalan remaja adalah sebagai pembimbing, yaitu dengan menanamkan nilai-nilai agama Islam, sebagai upaya preventif untuk mengatasi kenakalan remaja. Selain itu, guru PAI menjadi konselor kedua setelah guru BK, apabila diminta untuk membantu pelaksanaan konseling, dengan tetap mempertimbangkan waktu luang guru PAI. (3) Faktor yang mendukung peran guru PAI dalam mengatasi kenakalan remaja adalah (a) muatan pendidikan agama islam yang padat dan dibagi dalam beberapa mata pelajaran; (b) adanya kerjasama guru PAI dengan guru lain,wali kelas dan BK; (c) adanya ektrakurikuler Korps Dai Mayoga yang diharapkan dapat mejadi konselor sebaya. Adapun faktor yang menghambat adalah (a) kurangnya kesadaran siswa untuk mematuhi peraturan sekolah; (b) belum adanya kerja sama dengan orang tua dalam mengatasi kenakalan remaja; dan (c) kedekatan sekolah dengan pusat perbelanjaan dan hiburan. Adapun hasil penelitian diatas dapat dikatakan bahwa Kenakalan Remaja di MAN Yogyakarta III sangat tinggi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya.


(14)

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul

PERAN GURU

AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI

KENAKALAi\I REMAJA DI MAN YOGYAKARTA

III

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

Nama : Esti Rahayu

NPM

:20120720010

Telah dimunaqasyahkan

di

depan Sidang Munaqasyah Prodi Pendidikan Agama Islam pada tanggal 31 Agustus 2016 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

Ketua Sidang

Pembimbing

Penguji

Sidaug Dewan Munaqasyah

:

Naufal Ahmad RA, S.Pd,.MA : Ghoffar Ismail, MA

:

Dr. Akif Khilmiyah, M.Ag

Yogyakarfa, 05 Septemb er 2016 Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammdiyah Yogyakarta Dekan,

Dr. Mahli Zainuddin Taeo. M.Si.

NrK 196607 t7 1992031 I 3014

IV


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Kenakalan Remaja di

MAN Yogyakarta

III,2)

Peran Guru Agama dalam Mengatasi Kenakalan Remaja, dan 3)Faktor Pendukung dan Penghambat Peran Guru Agama dalam Mengatasi Kenakalan Remaja

di

MAN Yogyakarta

IIL

Program studi Sl, jurusan Fakultas Pendidikan Agama Islam

,

UMY Yogyakarta

2016.

Dalam penelitian

ini

menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan model Analisis Interaktif Miles dan Huberman: 1) Reduksi Data,2) Penyajian data, dan

3)

Penarikan Kesimpulan. Dengan subjek penelitian adalah Kepala Sekolah, guru agama, dan siswa MAN Yogyakarta III. teknik Pengumpulan data digunakan dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Hasil penelitian didapatkan: (1) Kenakalan Remaja yang seringkali dilakukan siswa di dalam lingkungan sekolah adalah membolos, memakai seragam yang tidak lengkap, serta mencontek ketika ulangan. Adapun kenakalan yang dilakukan siswa di luar jam pelajaran

di luar

lingkungan sekolah diantaranya adalah merokok, mencud, kebut-kebutan menggunakan sepeda motor; (2) Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi kenakalan remaja adalah sebagai pembimbing, yaitu dengan menanamkan nilai-nilai agama Islam, sebagai upaya preventif untuk mengatasi kenakalan remaja. Selain itu, guru PAI menjadi konselor kedua setelah guru BK, apabila diminta untuk membantu pelaksanaan konseling, dengan tetap memperlimbangkan vraktu luang guru

PAI.

(3) Faktor yang mendukung peran guru PAI dalam mengatasi kenakalan remaja adalah (a) muatan pendidikan agama islam yang padat dan dibagi dalam beberapa mata pelajaran; (b) adanya kerjasama guru PAI dengan guru lain,waii kelas dan

BK; (c) adanya ektrakurikuler Korps Dai Mayoga yang diharapkan dapat

mejadi konselor sebaya. Adapun faktor yang menghambat adalah (a) kurangnya kesadaran siswa untuk mematuhi peraturan sekolah; (b) belum adanya kerja sama dengan orang tua dalam mengatasi kenakalan remaja; Can (c) kedekatan sekolah dengan pusat perbelanjaan dan hiburan. Adapun hasil penelitian diatas dapat dikatakan bahwa Kenakalan Remaja di MAN

Yogyakarla

III

sangat tinggi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

mempengaruhinya.

.::

..

Kata Kunci: Peran Guru Pendidikan Agama, Kenakalan Remaja


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja erat kaitannya dan sering sekali dihubung-hubungkan dengan yang namanya kenakalan remaja. Masa remaja secara umum merupakan peralihan transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Sebenarnya kenakalan remaja itu timbul akibat dari ketidak mampuan anak dalam menghadapi tugas perkembangan remaja yang harus dipenuhi (Eliasa, 2012: 1). Mays (dalam Kartono, 2008:24) berkenaan dengan kenakalan remaja menyatakan:

Pada saat masyarakat dunia menjadi semakin maju dan meningkat kesejahteraan materiilnya, kejahatan anak-anak dan remaja juga ikut meningkat. Maka ironisnya, ketika negara-negara dan bangsa-bangsa menjadi lebih kaya dan makmur kemudian kesempatan untuk maju bagi setiap individu menjadi semakin banyak, kejahatan remaja justru menjadi semakin berkembang dengan pesat, dan ada pertambahan yang banyak sekali dari kasus-kasus anak-anak yang immoral. Misalnya di Inggris kejahatan remaja dari 1938 sampai 1962 bertambah dengan 200%; kejahatan seks bertambah dengan 300%, kekerasan dan kejahatan bertambah dengan 2200%.

Sarwirini (2011:245) menyatakan bahwa saat ini kenakalan anak telah banyak yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan sehingga jumlah anak yang berhadapan dengan hukum selalu meningkat. Murtiyani (2011:3) menyatakan bahwa data di Jakarta tahun 1999 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 2000 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 2001 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 2002 ada 230 kasus yang menewaskan


(17)

15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat.

Sugiarto (2012:1) menyatakan bahwa berdasarkan data dari Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta tahun 2012, kasus kenakalan remaja seperti tawuran antar sekolahan, tawuran remaja antar kampung, mabuk-mabukan, narkoba, ugal-ugalan, bahkan sampai anak sekolah hamil diluar nikah dan sebagainya sudah mulai marak. BPS Provinsi DIY (2015:13) menyatakan bahwa pelaku tindak kejahatan pada tahun 2014 sebanyak 1. 915 orang. Tercatat 4,23 persen pelaku kejahatan dilakukan oleh anak-anak, 5 pelaku anak (0,26 %) di antaranya berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 74,07 persen pelaku tindak kejahatan oleh anak-anak pada tahun 2014 berasal dari Kabupaten Sleman, sementara dari Kota Yogyakarta nihil.

Gambaran tindakan kejahatan yang dilakukan anak di Kabupaten/Kota di DIY dapat dideskripsikan dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 1

Persentase Pelaku Tindak Kejahatan Oleh Anak-Anak dari Kabupaten/kota D.I. Yogyakarta Tahun 2014


(18)

Adapun peningkatan tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak, dapat dideskripsikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1

Tindak Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak di Kabupaten Sleman Tahun 2011-2014

Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah

2011 86 - 86

2012 29 10 39

2013 21 4 25

2014 55 5 60

Sumber : BPS Provinsi DIY (2012); (2013); (2014); (2015)

Tabel di atas menunjukkan bahwa tindak kejahatan yang dilakukan anak di Kabupaten Sleman pada tahun 2011 – 2013 menunjukkan penurunan, tetapi meningkat tajam pada tahun 2014. Data yang dideskripsikan di atas merupakan data yang diambil BPS dari dokumentasi Polres/Polresta/Polda D.I.Yogyakarta. Angka tersebut tentu saja merupakan catatan kriminal yang telah diproses oleh instansi kepolisian di DIY tersebut. Adapun kenakalan remaja yang lain seperti aksi vandalisme, tawuran pelajar, dan lain sebagainya yang tidak sempat diproses oleh polisi, masih banyak terjadi.

Peningkatan kenakalan remaja juga dialami oleh siswa MAN Yogyakarta III. Hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling di MAN Yogyakarta III, didapatkan bahwa selama tahun 2015, jumlah kasus kenakalan yang dilakukan siswa meningkat dibanding tahun sebelumnya. Kasus siswa yang membolos sekolah, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selain itu, kasus-kasus berkelahi sesama teman juga meningkat sepanjang tahun 2015. Hasil observasi pada minggu kedua bulan Februari


(19)

2016, didapatkan banyak siswa yang mengenakan pakaian sekolah yang tidak lengkap badge-nya, dan banyak juga yang bajunya tidak dimasukkan. Selain itu, pengamatan terhadap siswa sepulang sekolah, didapatkan beberapa siswa MAN Yogyakarta III yang berkumpul di warung di dekat sekolah untuk sekedar makan dan minum. Beberapa di antara mereka didapatkan sedang merokok. Selain itu, hasil pengamatan juga didapatkan bahwa ketika pulang sekolah, banyak siswa yang mengebut ketika berkendara, dan ada juga yang berbonceng tiga.

Selain itu, belum lama ini terjadi kasus kriminal yang dilakukan oleh siswa kelas XII, yaitu kasus pencurian helem di sebuah mall yang berada dekat dengan sekolah. Tindakan tersebut diketahui pemilik helem yang melaporkannya ke sekolah. Sekolah kemudian menindaklanjuti dengan melakukan bimbingan terhadap siswa tersebut dan kemudian diputuskan untuk dikembalikan kepada orang tuanya.

Hasil wawancara dengan guru bimbingan konseling, didapatkan bahwa berdasarkan informasi dari orang tua yang dipanggil ke sekolah karena anaknya melakukan perilaku kenakalan, didapatkan bahwa siswa banyak bergaul dengan orang yang lebih dewasa, sehingga terpengaruh dengan perilaku teman-temannya yang lebih dewasa. Anak juga kurang menurut dengan oran tua. Setiap kali dinasehati, siswa sering membantah. Anak juga seringkali meminta sesuatu kepada orang tua disertai ancaman apabila tidak dipenuhi, tidak mau sekolah. Orang tua terpaksa menuruti keinginan anak


(20)

karena tidak ingin anaknya keluar dari sekolah. Orang tua mengharapkan guru di sekolah membimbing dan mengarahkan anaknya.

Meningkatnya angka kenakalan remaja, harus menjadi perhatian berbagai pihak, baik keluarga, sekolah, masyarakat, bahkan negara. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya komprehensif untuk mengatasinya. Salah satu lingkungan remaja yang cukup berpengaruh bagi remaja adalah lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar waktu remaja di habiskan di sekolah. Sekolah merupakan salah satu yang bertanggung jawab untuk mengatasi perilaku kenakalan remaja.

Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengatasi kenakalan remaja dilakukan melalui pelajaran Pendidikan Agama Islam. Millatina, Hardjajani, dan Priyatama (2012:3), "agama dapat berperan sebagai mekanisme kontrol pada diri remaja". Remaja yang memiliki pendalaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai Agama Islam, akan lebih berhati-hati dalam perikir, berucap, dan bertindak. Remaja akan membandingkan tindakan dan perilakunya dengan nilai-nilai moral agama, sehingga tidak mudah terjerumus dalam perilaku kenakalan remaja. Peran guru agama sangat penting dalam sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai moral Agama menjadi pedoman bagi siswa dalam bertingkah laku. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti mengambil judul “Peran Guru Agama dalam


(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana kenakalan remaja di MAN Yogyakarta III ?

2. Bagaimana peran guru agama dalam mengatasi kenakalan remaja di MAN Yogyakarta III ?

3. Faktor apa sajakah yang mendukung dan menghambat peran guru agama dalam mengatasi kenakalan remaja di MAN Yogyakarta III ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Kenakalan remaja di MAN Yogyakarta III.

2. Peran guru agama dalam mengatasi kenakalan remaja di MAN Yogyakarta III.

3. Faktor pendukung dan penghambat peran guru agama dalam mengatasi kenakalan remaja di MAN Yogyakarta III.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini, baik kegunaan teoritis maupun praktis adalah sebagai berikut:


(22)

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan mengenai kenakalan remaja, dan peran guru agama dalam mengatasinya. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi MAN Yogyakarta III

Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai kenakalan remaja di sekolah, sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam penetapan kebijakan untuk mengatasi kenakalan remaja.

b. Bagi Guru Agama Islam MAN Yogyakarta III

Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengatasi kenakalan remaja, melalui perannya sebagai pendidik dan pengajar dalam pendidikan Agama Islam.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan memahami dalam membaca skripsi ini, maka sistematika pembahasan yang digunakan dalam skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian pokok dan bagian akhir:

Bagian awal skripsi terdiri atas: halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, halaman pernyataan keaslian, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar bagan dan abstrak.


(23)

Untuk bagian pokok, peneliti menguraikan pembahasan skripsi ini ke dalam beberapa bab, diantaranya sebagai berikut:

1. BAB I

Bab ini berisi pendahuluan yang di dalamnya mencakup latar belakang masalah dan rumusan masalah. Peneliti menguraikan secara rinci latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, sistematika pembahasaan.

2. BAB II

Bab ini berisi muatan uraian tentang tinjauan pustaka dan kerangka teori relevan dan terkait dengan tema skrpsi.

3. BAB III

Bab ini berisi metode penelitian yang digunakan peneliti: jenis penelitian, lokasi, metode pengumpulan data serta analisis data yang digunakan.

Bab ini berisi hasil dan pembahasan dari penelitian. Pertama peneliti akan memaparkan terlebih dahulu hasil dari penelitian dan selanjutnya akan dipaparkan hasil analisis dari penelitian ini.

4. BAB V

Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan diambil dari hasil dan pembahasan penelitian yang akan diinterpretasikan secara rinci. Sedangkan saran-saran dirumuskan dari hasil penelitian ini.


(24)

Pada bagian akhir memuat tentang daftar pustaka sebagai kejelasan referensi yang digunakan beserta lampiran yang diperlukan. Lampiran ini berupa semua dokumen yang menunjang dan yang dianggap penting.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran peneliti terkait penelitian tentang peran guru agama dalam mengatasi kenakalan remaja, ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

1. Janah (2009)

Penelitiannya berjudul: Upaya Guru Agama Islam dalam Mengatasi Kenakalan Remaja Siswa Kelas VIII SMPN 3 Kecamatan Kedungreja Kabupaten Cilacap. Penelitian merupakan penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara/interview, dan dokumentasi. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan pola pikir induktif. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan menggunakan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan siswa meliputi: minum minuman keras, merokok, sering tidak masuk sekolah tanpa alasan, mencontek ketika ulangan atau ujian semester, rama di kelas ketika pelajaran berlangsung dan memakai seragam tidak sesuai aturan, (2) Faktor-faktor penyebab munculnya kenakalan meliputi faktor lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial atau masyarakat, (3) Usaha yang dilakukan oleh guru Agama Islam bekerja sama dengan guru BP dan Kepala Sekolah dalam mengatasi kenakalan remaja dengan melakukan tindakan preventif, tindakan represif


(26)

dan tidakan kuratif. Selain itu untuk memperbaiki mental siswa dan membentuk kepribadian, guru PAI mengadakan bimbingan dan arahan untuk mengurangi tingkat kenakalan remaja melalui kegiatan-kegiatan keagamaan seperti: sholat secara bergilir setiap kelas, memperingati hari besar Agama Islam, mengadakan infak rutin setiap hari jum'at, kegiatan pesantren kilat setiap bulan Ramadhan dan peringatan Idul Adha.

Secara konsep, penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian Janah (2009). Pada penelitian analisis diarahkan pada peran guru Agama Islam dalam mengatasi kenakalan remaja dan bukan pada upaya yang telah dilakukan, walaupun upaya menjadi acuan dalam mengidentifikasi peran. Upaya yang dilakukan guru, diidentifikasi dan kemudian dianalis untuk diketahui peran yang dilakukan guru.

2. Hamid (2009)

Penelitiannya berjudul: Usaha guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengatasi Kenakalan Siswa di SMP Diponegoro Depok Sleman. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil latar belakang SMP Diponegoro Depok Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung (observasi), wawancara mendalam, dokumentasi, dan angket. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling (sampel bertujuan), yang di dasarkan pada pertimbangan tertentu yaitu tujuan penelitian dengan pertimbangan hanya siswa yang melakukan bentuk kenakalan yang menjadi sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan:


(27)

(1) Terdapat adanya bentuk kenakalan yang bervariasi oleh beberapa siswa diantaranya merokok, berkelahi, membuat kegaduhah di dalam kelas dan sebagainya yang diakibatkan oleh beberapa faktor internal atau eksternal, (2) Ada beberapa bentuk usaha yang dilakukan oleh guru PAI dalam mengatasi kenakalan siswa, yaitu dengan tiga fase, pertama tindakan preventif, kedua represif dan ketiga kuratif. (3) Ada beberapa faktor yang mendukung usayha guru PAI tersebut diantaranya ialah adanya kerja sama yang baik yang terjalin antara orang tua siswa dengan para guru (pihak sekolah). Peran orang tua sangat besar bagi tercapainya usaha yang dilakukan guru PAI. Sedangkan faktif yang menghambat bagi kelancaran usaha guru PAI dalam mengatasi kenakalan siswa diantaranya kurangnya kesadaran siswa untuk mematuhi peraturan sekolah dan kurangnya pengawasan dari orang tua terhadap pergaulan siswa.

Penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian Hamid (2009). Secara metodologi, maka dalam penelitian ini tidak digunakan kuesioner. Secara konsep penelitian ini lebih menekankan pada peran guru dalam mengatasi kenakalan remaja, sehingga sumber informasi yang utama berasal dari guru melalui wawancara, didukung dengan wawancara dengan siswa, serta observasi dan dokumentasi. Secara konsep juga sedikit berbeda karena analisis diarahkan pada peran guru Agama Islam dalam mengatasi kenakalan remaja dan bukan pada usaha yang telah dilakukan, walaupun usaha menjadi acuan dalam mengidentifikasi peran.


(28)

B. Kerangka Teori

1. Peran Guru Agama a. Konsep Peran

1) Pengertian Peran

Soekanto (2007 : 212), menyatakan bahwa peranan (role) merupakan "aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan". Narwoko dan Suyanto (2006 : 159) menyatakan bahwa suatu peran paling sedikit mencakup 3 hal, yaitu:

a) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

b) Peran adalah suatu konsep ikhwal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat.

c) Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran adalah aspek dinamis kedudukan (status) dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

2) Fungsi Peran

Narwoko dan Suyanto (2006 : 160) menyatakan bahwa peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi peran sendiri adalah sebagai berikut:

1) Memberi arah pada proses sosialisasi.

2) Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan.


(29)

3) Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat; dan Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.

Apabila melihat pendapat di atas peran merupakan hal yang penting dalam pergaulan di masyarakat sebagai alat dalam proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai dan norma-norma masyarakat yang akan melestarikan kelangsungan kehidupan bermasyarakat.

b. Guru

1) Pengertian Guru

Thoifuri (2008 : 1) mendefinisikan guru sebagai "pendidik atau orang yang mempunyai banyak ilmu, mau mengamalkan dengan sungguh-sungguh, toleran dan menjadikan peserta didiknya lebih baik dalam segala hal". Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyebutkan bahwa:

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Adapun Umiarso dan Gojali (2010 : 203) mendefinisikan guru sebagai berikut:

Guru adalah tenaga profesional yang pekerjaan utamanya mengajar dan mendidik sebagai bentuk pengabdian kepada komunitas belajar (learning community) atau dalam lingkup lebih luas kepada masyarakat, bangsa, dan negara.


(30)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa guru adalah pendidik profesional yang mempunyai banyak ilmu, dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, agar peserta didiknya lebih baik dalam segala hal, sebagai bentuk pengabdian kepada komunitas belajar (learning community) atau dalam lingkup lebih luas kepada masyarakat, bangsa, dan negara. 2) Persyaratan Guru

Menjadi seorang guru tidaklah mudah, tetapi memerlukan persyaratan-persyaratan khusus. Pada seorang guru terletak tanggung jawab untuk mempersiapkan generasi mendatang yang berkualitas tidak hanya dalam penguasaan pengetahuan dan teknologi, tetapi juga mempunyai moral dan karakter yang baik. Djamarah (2002: 32 – 34), persyaratan untuk menjadi guru adalah sebagai berikut:

a) Takwa kepada Allah SWT

Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik siswa agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya, sebab ia adalah teladan bagi siswanya sebagaimana Rasulullah SAW, menjadi teladan bagi umatnya. Sejauh mana seorang guru mampu memberi teladan yang baik kepada semua siswanya, sejauh itu pulalah di diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia.

b) Berilmu

Ijazah bukan semara-matra secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Guru pun harus


(31)

mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah siswa sangat meningkat, sedang jumlah guru jauh dari mencukupi, maka terpaksa menyimpang untuk sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. c) Sehat Jasmani

Kesehatan jasmani seringkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular, umpamanya, sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Di samping itu, guru yang berpenyakit tidak akan bergairah dalam mengajar.

d) Berkelakuan baik

Budi pekerti guru sangat penting dalam pendidikan watak siswa. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi siswa dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia.

Apabila melihat pendapat di atas, terlihat bahwa guru dipersiapkan selain sebagai agen untuk transfer pengetahuan, sekaligus sebagai model dan teladan tingkah laku bagi anak. Sebagai agen dalam transfer pengetahuan, maka syarat seorang guru adalah mempunyai ilmu pengetahuan yang memadai untuk diajarkan kepada anak didiknya. Sebagai model dan teladan tingkah laku, maka seorang guru haruslah takwa kepada Allah SWT dan berperilaku yang baik. Selain itu, demi keberlangsungan proses pembelajaran secara baik, maka seorang guru juga harus sehat secara jasmani.

3) Peran Guru

Sardiman (2005:125), berkaitan dengan peran guru. menyatakan bahwa:


(32)

Pada setiap guru terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak

semata-mata sebagai ”pengajar” yang melakukan transfer of

knowledge, tetapi juga sebagai ”pendidik” yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai ”pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar.

Pendapat di atas, secara jelas tersirat bahwa peran guru adalah membekali anak didik dengan berbagai pengetahuan yang dibutuhkan, serta membimbing dan menanamkan nilai-nilai moral, sebagai landasan dalam tingkah lakunya di masyarakat. Djamarah (2002 : 43 – 44), menjelaskan peran guru sebagai pengajar dan pendidik secara lebih rinci, yang dapat dirangkumkan sebagai berikut:

a) Korektor

Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. Kedua nilai ini mungkin telah siswa miliki dan mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum siswa masuk sekolah. Semua nilai yang baik harus guru pertahankan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak siswa. Bila guru membiarkannya, berarti guru telah mengabaikan peranannya sebagai korektor, yang menilai dan mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan siswa. Koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat siswa


(33)

tidak hanya di sekolah, tetapi di luar sekolah pun harus dilakukan. Tidak jarang di luar sekolah siswa justru lebih banyak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma susila, moral, sosial, dan agama yang hidup di masyarakat.

b) Inspirator

Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar siswa. Persoalan belajar adalah masalah utama siswa. Guru harus dapat memberikan petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari sejumlah teori-teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik.

c) Informator

Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi siswa. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah sebagai kuncinya, ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan kepada siswa. Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan siswa dan mengabdi untuk siswa.


(34)

d) Organisator

Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya. Semuanya diorganisasikan, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri siswa.

e) Motivator

Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong siswa agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi siswa malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada diantara siswa yang malas belajar dan sebagainya. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan siswa. Penganekaragaman cara belajar memberikan penguatan dan sebagainya, juga dapat memberikan motivasi pada siswa untuk lebih bergairah dalam belajar. Peranan guru sebagai motivator sangat penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam personalisasi dan sosialisasi diri.


(35)

f) Inisiator

Dalam peranannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan. Kompetensi guru harus diperbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan pengajaran harus diperbaharui sesuai kemajuan media komunikasi dan informasi.

g) Fasilitator

Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar siswa. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan siswa malas belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan siswa.

h) Pembimbing

Peranan guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas, adalah sebagai pembimbing. Peranan ini harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing siswa


(36)

menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan, siswa akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. Bimbingan dari guru sangat diperlukan pada saat siswa belum mampu berdiri sendiri (mandiri).

i) Demonstrator

Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat siswa pahami, apalagi siswa yang memiliki intelegensi yang sedang. Bahan pelajaran yang sukar dipahami siswa, guru harus berusaha membantunya, dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pehamanan siswa, tidak terjadi kesalahan pengertian antara guru dan siswa.

j) Pengelola kelas

Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua siswa dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif.

k) Mediator

Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media non materiil maupun materiil. Media berfungsi sebagai alat


(37)

komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi edukatif. Keterampilan menggunakan semua media itu diharapkan disesuaikan dengan pencapaian tujuan belajar. Sebagai mediator, guru dapat diartikan juga sebagai penengah dalam proses belajar siswa. Guru, dalam diskusi dapat berperan sebagai penengah, sebagai pengatur lalu lintas jalannya diskusi. l) Supervisor

Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus guru kuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar menjadi lebih baik. Kelebihan yang dimiliki supervisor tidak hanya karena posisi dan kedudukan yang ditempatinya, akan tetapi juga karena pengalamannya, pendidikannya, kecakapannya, atau keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, atau karena memiliki sifat-sifat kepribadian yang menonjol dari orang-orang yang disupervisinya.

m) Evaluator

Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evalutor yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian siswa, yakni aspek nilai (values). Berdasarkan hal


(38)

ini, guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas. Penilaian terhadap kepribadian siswa tentu lebih diutamakan daripada penilaian terhadap jawaban siswa ketika diberikan tes. Sebagai evaluator, guru tidak hanya menilai produk (hasil pengajaran), tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran).

Apabila melihat teori di atas, maka peranan guru tidak hanya ditujukan kepada siswa, tetapi juga terhadap sekolah. Peran yang ditujukan kepada siswa, diwujudkan dalam peran sebagai korektor, inspirator, informator, motivator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator. Adapun peran yang ditujukan untuk sekolah adalah dalam hal peran sebagai organisator dan inisiator.

Peran guru dalam mengatasi kenakalan remaja yang penting adalah sebagai evaluator, korektor dan pembimbing. Guru sebagai evaluator, harus dapat mengevaluasi aspek kepribadian siswa, yakni aspek nilai (values). Penilaian terhadap aspek kepribadian siswa ini menjadi dasar bagi guru untuk mensosialisasikan nilai-nilai lain yang belum dimiliki oleh siswa. Adapun pada peran korektor, guru harus dapat membentuk watak dan jiwa siswa dengan mempertahankan nilai-nilai yang baik dan menghilangkan nilai-nilai yang buruk. Adapun sebagai pembimbing guru berperan untuk membimbing siswa menjadi manusia dewasa susila yang cakap.


(39)

2. Kenakalan Remaja a. Konsep Remaja

1) Pengertian Remaja

Desmita (2010 : 190), mendefinisikan remaja sebagai "suatu tahap perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial". Adapun menurut Calon (dalam Monks, Knoers, dan Haditono, 2003 : 182), 'masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak'.

Sarwono (2006 : 9) memberikan definisi remaja yang lebih bersikap konseptual, yaitu suatu masa ketika:

a) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual.

b) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa transisi atau peralihan yang menunjukkan tahap perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, serta peralihan dari ketergantungan


(40)

sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu: 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir (Desmita, 2010 : 190).

2) Tahap Perkembangan Remaja

Menurut Sarwono (2006 : 24) dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja yaitu:

a) Remaja awal (early adolescence) merupakan tahap remaja yang masih terheran-heran dengan perubahan bentuk tubuh dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu, mereka memiliki kepekaan yang berlebihan ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan mereka sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

b) Remaja madya (middle adolescence) merupakan tahap remaja yang sangat membutuhkan teman, ia senang apabila banyak teman yang menyukainya.

c) Remaja akhir (late adolescence) merupakan masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal yaitu, minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek, mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru, terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, keseimbangan antara diri sendiri dengan orang lain serta tumbuh batas yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public).

Apabila melihat pendapat di atas, maka pada setiap tahap perkembangan remaja, menunjukkan sifat dan karakteristik yang dimiliki oleh remaja. Pada usia anak SMP, maka merupakan tahap


(41)

perkembangan remaja awal, di mana memiliki kepekaan yang berlebihan ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan mereka sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa. Karakteristik tersebut menjadi sebuah tantangan bagi orang tua dan guru dalam melakukan bimbingan agar dapat berperilaku positif sesuai dengan norma masyarakat.

3) Tugas dan Tujuan Perkembangan Remaja

Eliasa (2012:2) menggambarkan masa remaja sebagai berikut:

Masa remaja adalah masa “mencari jati diri” atau masa ”topan dan badai”, mereka belum mampu mengusai dan

memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar, hal itu mendorong remaja untuk berpetualang, menjelajah sesuatu, mencoba sesuatu yang belum dialaminya.

Yusuf (2008:72) menyatakan bahwa tugas perkembangan utama remaja adalah memperoleh kematangan sistem moral untuk membimbing perilakunya. Tugas perkembangan remaja adalah sebagai berikut:

a) Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

c) Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.

d) Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.


(42)

f) Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup (Weltanschauung).

g) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan.

Yusuf (2008:73-74) mendeskripsikan tujuan perkembangan remaja yang dirangkumkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2

Tujuan Perkembangan Remaja

DARI ARAH KE ARAH

KEMATANGAN EMOSIONAL DAN SOSIAL 1. Tidak toleran dan bersikap

superior.

2. Kaku dalam bergaul.

3. Peniruan buta terhadap teman sebaya

4. Kontrol orang tua.

5. Perasaan yang tidak jelas tentang dirinya/orang lain. 6. Kurang dapat

mengendalikan diri dari rasa marah dan sikap permusuhannya.

1. Bersikap toleran dan merasa nyaman.

2. Luwes dalam bergaul. 3. lnterdependensi dan

mempunyai self-esteem. 4. Kontrol diri sendiri. 5. Perasaan mau menerima

dirinya dan orang lain. 6. Mampu menyatakan

emosinya secara konstruktif dan kreatif . PERKEMBANGAN HETEROSEKSUAL

1. Beium memiliki kesadaran tentang perubahan seksualnya.

2. Mengidentifikasi orang lain yang sama jenis kelaminnya. 3. Bergaul dengan banyak

teman

1. Menerima identitas seksualnya sebagai pria atau wanita

2. Mempunyai perhatian terhadap jenis kelamin yang berbeda dan bergaul dengannya.

3. Memilih teman-teman tertentu.

KEMATANGAN KOGNITIF 1. Menyenangi prinsip-prinsip

umum dan jawaban yang final

2. Menerima kebenaran dari sumber otoritas.

3. Memiliki banyak minat atau perhatian.

4. Bersikap subjektif dalam

1. Membutuhkan penjelasan tentang fakta dan teori. 2. Memerlukan bukti

sebelum menerima. 3. Memiliki sedikit

minat/perhatian terhadap jenis kelamin yang berbeda dan bergaul


(43)

DARI ARAH KE ARAH menafsirkan sesuatu. dengannya.

4. Bersikap objektif dalam menafsirkan sesuatu. FILSAFAT HIDUP

1. Tingkah laku dimotivasi oleh kesenangan belaka. 2. Acuh tak acuh terhadap

prinsip-prinsip ideologi dan etika

3. Tingkah lakunya tergantung pada reinforcement (dorongan dari luar).

1. Tingkah laku dimotivasi oleh aspirasi.

2. Melibatkan diri atau mempunyai perhatian terhadap ideologi dan etika.

3. Tingkah lakunya dibimbing oleh tanggung jawab moral.

Sumber: Yusuf (2008 : 73-74)

Apabila melihat pendapat di atas, maka tugas perkembangan remaja adalah meningkatkan perkembangan moral dan perilaku remaja. Tujuan perkembangan secara emosional adalah untuk menerima keadaan dirinya dan orang lain, mempunyai kemandirian emosional dan mampu mengekspresikan emosinya, serta mampu menyesuaikan diri dalam lingkungan pergaulan. Pada perkembangan heteroseksual, maka remaja mampu menerima identitas seksualnya agar dapat mempunyai perhatian dan bergaul dengan lawan jenis, serta memilih teman tertentu. Perkembangan kognitif bertujuan agar remaja memiliki dasar yang dapat menjelaskan fakta dan teori, sehingga dapat lebih objektif dalam menganalisis dan menafsirkan sesuatu. Perkembangan falsafah hidup bertujuan agar remaja memiliki falsafah hidup, self control (kemampuan mengendalikan diri), yang positif sebagai dasar untuk bertingkah laku.


(44)

Sudarsono (2008:11) menyatakan bahwa kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah "perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila dan menyalahi norma-norma agama". Soetjiningsih (2007 : 241-242) menyatakan bahwa kenakalan remaja adalah "tindakan kriminal (sesuai dengan batasan hukum setempat) yang dilakukan oleh remaja berumur kurang dari 17 tahun atau 18 tahun". Adapun Sarwono (2006 : 205) menyatakan bahwa:

Kenakalan remaja adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum, ia bisa dikenai hukuman.

Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah tindakan oleh remaja berumur kurang dari 17 tahun atau 18 tahun yang sengaja dan bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila dan menyalahi norma-norma agama.

c. Jenis dan Wujud Kenakalan Remaja

Sarwono (2006:209), membagi kenakalan remaja menjadi 4 jenis, yaitu:

1) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.

2) Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dll.

3) Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks sebelum menikah.

4) Kenakalan yang melawan status, misalnya: mengingkari status anak sekolah dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka, dan sebagainya.


(45)

Sudarsono (2008:4) menyatakan bahwa perbuatan-perbuatan yang termasuk kenakalan remaja meliputi pelanggaran dan kejahatan sebagai berikut:

1) Keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan. 2) Ketertiban umum.

3) Terhadap penguasa umum.

4) Terhadap orang yang memerlukan pertolongan. 5) Kesusilaan dan penyalahgunaan narkotika.

Adapun Kartono (2008 : 21-23) menyebutkan wujud perilaku kenakalan remaja secara lebih rinci sebagai berikut:

1) Kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu-lintas, dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.

2) Perilaku ugal-ugalan, brandalan, urakan yang mengacaukan ketenteraman masyarakat sekitar. Tingkah ini bersumber pada kelebihan energi dan dorongan primitif yang tidak terkendali serta kesukaan menteror lingkungan.

3) Perkelahian antar gang, antar kelompok, antar sekolah, antar suku (tawuran), sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa.

4) Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan tindak asusila.

5) Kriminalitas anak, remaja dan adolesens antara lain berupa perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, maling, men-curi, mencopet, merampas, menjambret, menyerang, merampok, menggarong; melakukan pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya; mencekik, meracun, tindak kekerasan, dan pelanggaran lainnya.

6) Berpesta-pora, sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas, atau orgi (mabuk-mabukan hebat dan menimbulkan keadaan yang kacau-balau) yang mengganggu lingkungan.

7) Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual, atau didorong oleh reaksi-reaksi kompensatoris dari perasaan inferior, menuntut pengakuan diri, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam,


(46)

kekecewaan ditolak cintanya oleh seorang wanita dan lain-lain.

8) Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika (obat bius; drugs) yang erat bergandengan dengan tindak kejahatan. 9) Tindak-tindak immoral seksual secara terang-terangan,

tanpa tendeng aling-aling, tanpa rasa malu dengan cara yang kasar. Ada seks dan cinta bebas tanpa kendali (promiscuity) yang didorong oleh hiperseksualitas, geltungsrieb (dorongan menuntut hak) dan usaha-usaha kompensasi lainnya yang kriminal sifatnya.

10)Homoseksualitas, erotisme anal dan oral, dan gangguan seksual lain pada anak remaja disertai tindakan sadistis. 11)Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan

taruhan, sehingga mengakibatkan ekses kriminalitas.

12)Komersialisasi seks, pengguguran janin oleh gadis-gadis delinkuen, dan pembunuhan bayi oleh ibu-ibu yang tidak kawin.

13)Tindakan radikal dan ekstrim; dengan cara kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak remaja.

14)Perbuatan a-sosial dan anti-sosial lain disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-anak dan remaja psikopatik, psikotik, neurotik dan menderita gangguan-gangguan jiwa lainnya.

15)Tindak kejahatan disebabkan oleh penyakit tidur (encephalitis lethargical), dan ledakan meningitis serta post-encephalitics; juga luka di kepala dengan kerusakan pada otak ada kalanya membuahkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan tidak mampu melakukan kontrol diri.

16)Penyimpangan tingkah-laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompensasi, disebabkan adanya organ-organ yang inferior

Apabila melihat pendapat-pendapat di atas, maka wujud kenakalan remaja dapat berupa pelanggaran terhadap norma-norma sosial, tetapi juga pelanggaran terhadap norma-norma hukum. Kenakalan remaja dapat dilakukan secara individu, maupun secara kolektif bersama teman-teman sebayanya.


(47)

d. Faktor Penyebab Kenakalan Remaja

Eliasa (2012:3-4) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab kenakalan remaja adalah identitas remaja. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Remaja dengan permasalahannya, seperti:

1) Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.

2) Ketidakstabilan emosi.

3) Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.

4) Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.

5) Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua. 6) Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja

tidak sanggup memenuhi semuanya. 7) Senang bereksperimentasi.

8) Senang bereksplorasi.

9) Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.

10)Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

Kartono (2008 : 9) menyatakan bahwa motif yang mendorong remaja melakukan tindak kenakalan antara lain ialah:

1) Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan. 2) Meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual.

3) Salah- asuh dan salah-didik orang tua, sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya.

4) Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru-niru.

5) Kecenderungan pembawaan yang patologis atau abnormal. 6) Konfik batin sendiri, dan kemudian menggunakan

mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri yang irrasional.

Bogenschneider (1994 : 1), berkenaan dengan faktor penyebab kenakalan remaja menyatakan sebagai berikut:


(48)

Delinquency appears to be influenced primarily by factors such

as knowledge of their peer’s delinquent acts; susceptibility to antisocial peer pressure; poor supervision by parents; and few opportunities, other than delinquency, for youth to demonstrate their maturity.

Kenakalan tampaknya dipengaruhi terutama oleh faktor-faktor seperti pengetahuan tentang batas kenakalan teman sebaya; kerentanan terhadap tekanan antisosial teman sebaya; pengawasan yang rendah oleh orang tua; dan peluang yang rendah, melakukan tindakan selain kenakalan, untuk remaja menunjukkan kematangan mereka. Adapun Omboto (2013 : 19) menyatakan bahwa 'some youth get into crime due to peer pressure and rebellion against parental authority'. Beberapa pemuda terlibat kejahatan karena tekanan teman sebaya dan pemberontakan terhadap otoritas orang tua.

Apabila melihat pendapat ahli di atas, maka faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja meliputi faktor pribadi dan faktor lingkungan. Faktor pribadi dalam hal ini adalah identitas remaja, yang sesuai perkembangannya dalam berproses mencari identitas diri, seringkali mengalami permasalahan. Permasalahan yang dialami remaja tersebut apabila tidak tertangani secara baik, meningkatkan risiko remaja terjerumus dalam perilaku kenakalan remaja. Adapun faktor lingkungan dapat berasal dari keluarga, sekolah maupun teman sebaya. Lingkungan sosial remaja yang kurang positif mendukung dapat meningkatkan risiko remaja melakukan kenakalan.


(49)

3. Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengatasi Kenakalan Remaja

Perilaku seseorang termasuk remaja didasari oleh norma-norma sosial yang dihayati dan dianutnya. Apabila remaja mampu menghayati norma-norma sosial secara baik, maka perilakunya juga akan baik sesuai dengan norma yang dianutnya. Sebaliknya, apabila remaja tidak menghargai dan menghayati norma-norma sosial, maka perilakunya kurang terkontrol dan mudah terjebak dalam perilaku kenakalan remaja.

Guru agama merupakan salah satu yang mampu mensosialisasi norma-norma agama ke dalam diri siswa, dan membuat norma-norma tersebut menjadi landasan siswa dalam berperilaku. Peran guru dalam mensosialisasi dan menanamkan norma-norma agama terhadap siswa, akan berpengaruh terhadap menurunnya berbagai bentuk kenakalan remaja di sekolah yang tidak sesuai dengan norma-norma agama.

Sudarsono (2008;165) berkenaan dengan peran guru sebagai pendidik terhadap perilaku kenakalan remaja, menyatakan sebagai berikut:

Peranan seorang pendidik di tcngah-tengah anak delinkuen sebagai motivator dan dinamisator bagi pcrkembangan mental. Perikehidupan lingkungan anak delinkuen memiliki peranan penting di dalam upaya resosialisasi, sebab secara individual anak delinkuen dihadapkan kepada ide-ide dan nilai-nilai baru yang terencana secara edukatif. Dinamika kelompok yang harus dipatuhi di "lingkungan pendidikan" haruslah merupakan suatu modifikasi kehidupan sosial dengan pretensi pembinaan anak delinkuen scbagai persiapan untuk menjadi anggota keluarga yang baik, lebih-lebih untuk menjadi siswa atau anggota masyarakat dalam arti yang lebih luas. Keteladanan yang serba baik perlu diciptakan sedemikian rupa dengan maksud agar anak-anak delinkuen


(50)

memiliki kepribadian yang mantap untuk hidup bermasyarakat, misalnya suka gotong-royong, selalu cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Kondisi-kondisi modifikasi tersebut seluruhnya akan menunjang pembaikan kembali mental anak yang berada dalam usia remaja.

Mulyono (2008) dalam penelitiannya mengenai peran aktif guru Pendidikan Agama Islam dalam menanggulangi kenakalan remaja, yang dilakukan di SMA 8 Semarang, menemukan bahwa guru mempunyai peran penting dalam menanggulangi kenakalan siswa. Peran tersebut adalah dengan melalui peran secara preventif dan peran secara represif. Secara prreventif, peran guru PAI dilakukan dengan menghilangkan atau menjauhkan dari segala pengaruh kenakalan. Adapun cara Preventif guru PAI dalam menanggulangi kenakalan siswa adalah sebagai berikut:

a. Guru PAI memanggil siswa yang sering melakukan kenakalan pada jam-jam khusus yaitu pada istirahat atau di luar jam pelajaran, dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dan keyakinan bahwa guru PAI dalam memberikan pengarahan tidak hanya menggunakan metode lisan saja akan tetapi metode praktik dan perhatian menjadikan siswa akan memahami bagaimana seorang guru menjadi peran dalam menanggulangi kenakalan.

b. Guru PAI mengadakan penyuluhan khusus dengan terapi keagamaan agar siswa benar-benar memahami dan menyesali bahwa perilaku yang dilakukan tidak termasuk ajaran agama.

Penanggulangan dengan cara represif atau tindakan perbaikan dengan memberikan pemahaman kembali tentang ajaran agama. Melalui


(51)

tindakan tersebut upaya guru PAI dalam menanggulagi kenakalan akan dapat terwujud. Cara-cara tersebut meliputi:

a. Guru PAI Memberikan pemahaman dan pengertian tentang pendidikan agama yaitu dengan melalui pelajaran di dalam kelas.

b. Mengadakan kegiatan-kegiatan keberagamaan baik hari besar agama ataupun kegiatan keberagamaan siswa setiap harinya, seperti sholat

dhuhur berjamaah dan sholat jum’at bersama di masjid sekolah.

c. Bekerja sama dengan guru lain khususnya guru bimbingan konseling, wali kelas dan guru mata pelajaran. Dengan metode ini tidak hanya guru PAI yang berperan dalam menaggulangi kenakalan siswa akan tetapi guru yang lain juga mempunyai tugas dalam menanggulangi kenakalan siswa.

d. Berupaya menjunjung nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sekolah yaitu mendukung adanya program ekstrakurikuler Islami seperti baca tulis al-Qur’an, rebana, pesantren kilat dan lain-lain.

Apabila melihat teori dan hasil penelitian di atas, bisa disimpulkan bahwa pada dasarnya, peran guru agama dalam mengatasi kenakalan remaja adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai Agama Islam, serta membimbing dan mengarahkan siswa untuk mengimplementasikan nilai-nilai Islam tersebut dalam perilakunya sehari-hari, serta membudayakan kegiatan kegiatan yang bernuansa Islam, baik melalui kegiatan keagamaan maupun kegiatan ekstrakurikuler yang bernuansa keagamaan.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Tylor (dalam Zuriah, 2009 : 92), penelitian kualitatif adalah 'prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati'. Adapun Saebani (2008 : 123) menyatakan sebagai berikut:

Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu, penelitian kualitatif tidak menekankan generalisasi, tetapi lebih menekankan makna. Generalisasi dalam penelitian kualitatif dinamakan transferability, artinya hasil penelitian tersebut dapat digunakan di tempat lain, manakala tempat tersebut memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda.

B. Setting Penelitian

Penelitian dilakukan di MAN Yogyakarta 3, yang terletak di Jl. Magelang Km 4 Sinduadi - Sleman, Yogyakarta. Lingkungan sekolah merupakan daerah yang berkembang sangat pesat di Yogyakarta. Wilayah di sekitar sekolah terdapat banyak fasilitas belanja modern dan fasilitas-fasilitas hiburan. Banyak pendatang yang berdomisili di lingkungan sekitar sekolah termasuk mahasiswa yang kuliah di Yogyakarta.


(53)

C. Subjek dan Informan Penelitian a. Subjek Penelitian

Jacobs (dalam Satori dan Komariah, 2009: 49) mengatakan bahwa subjek penelitian adalah 'individu-individu yang diambil dari kelompok yang lebih besar yang diseleksi untuk berpartisipasi dalam penelitian atau studi'. Berdasarkan pendapat tersebut, subjek dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, guru agama, dan siswa MAN Yogyakarta III. Subyek diambil dari lama tahunnya guru PAI bekerja di MAN Yogyakarta III dan siswa yang sering melakukkan kenakalan di Sekolah.

b. Informan Penelitian

Menurut Moleong (2007 : 90), informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan penelitian diambil di antara subjek penelitian yang dipandang banyak memiliki informasi mengenai peran guru PAI dalam mengatasi kenakalan remaja di MAN Yogyakarta 3. Informan penelitian ini adalah Kepala Sekolah, guru PAI, dan tiga orang siswa yang berdasarkan dokumentasi sekolah sering melakukan kenakalan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:


(54)

Menurut Saebani (2008 : 100), wawancara merupakan "pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu data tertentu". Menurut Satori dan Komariah (2009 : 130), wawancara adalah "suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab".

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali melalui pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu data tertentu pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu data tertentu

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk menggali data peran guru agama dalam mengatasi kenakalan remaja. Wawancara dilakukan secara terstruktur dengan berpedoman pada panduan wawancara.

b. Observasi

Idrus (2009 : 101) menyatakan bahwa "observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis". Adapun menurut Satori dan Komariah (2009 : 105), observasi adalah adalah:

Pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus


(55)

dikumpulkan dalam penelitian. Secara langsung adalah terjun ke lapangan terlibat seluruh panca indera. Secara tidak langsung adalah pengamatan yang dibantu melalui media visual/audiovisual, misalnya teleskop, handycam, dan lain-lain.

Berdasarkan pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena atau suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan secara sistematis, untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian.

Observasi dilakukan di MAN Yogyakarta 3dengan mengamati kegiatan guru agama dalam mengatasi kenakalan remaja, faktor-faktor yang mendukung dan menghambatnya, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan hal tersebut.

a. Dokumentasi

Zuriah (2009 : 191) menyatakan bahwa dokumentasi adalah "cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip, termasuk juga buku tentang teori, pendapat, dalil atau hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian". Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen sekolah dan guru agama, untuk menggali data yang berkaitan dengan peran guru agama dalam mengantisipasi kenakalan remaja di MAN Yogyakarta 3.

E. Analisis Data

Moleong (2007 : 103) menyatakan bahwa analisis data adalah "proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan situasi


(56)

uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis hanya yang disarankan oleh data". Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan model analisis interaktif Miles dan Huberman. Idrus (2009 : 147) menyatakan bahwa "model interaktif ini terdiri dari tiga hal utama, yaitu: (1) reduksi data; (2) penyajian data; dan (3) penarukan kesimpulan/verifikasi". Gambaran model analisis interaktif Miles dan Huberman adalah sebagai berikut:

Pengumpulan Data

Penyajian Data

Reduksi Data

Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi

Gambar 2

Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman Sumber: Idrus (2009 : 148)

Idrus (2009 : 147-148) memberikan penjelasan mengenai model interaktif tersebut sebagai berikut:

1. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian atau penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang


(57)

yang tidak perlu, mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan meringkas hasil wawancara dan hasil observasi, kemudian mengelompokkan data-data tersebut sesuai dengan tema yang akan dibahas. Data hasil observasi dan wawancara yang kurang relevan dengan tema penelitian dan tidak sesuai masuk ke semua kelompok data, dihilangkan dan tidak digunakan untuk analisis data.

2. Penyajian data

Penyajian data merupakan upaya penyusunan sekumpulan informasi ke dalam suatu matrik atau konfigurasi yang mudah dipahami. Konfigurasi yang demikian ini akan memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Kecenderungan kognitif manusia adalah menyederhanakan informasi yang kompleks, ke dalam satuan bentuk yang dapat dipahami adalah cara utama untuk menganalisis data kualitatif yang valid. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan secara tekstual dan menggunakan grafik.

3. Penarikan Kesimpulan

Dari permulaan pengumpulan data, peneliti mulai mencari makna dari data-data yang telah terkumpul. Selanjutnya peneliti mencari arti dan penjelasannya kemudian menyusun pola-pola hubungan tertentu ke dalam satu kesatuan informasi yang mudah dipahami dan ditafsirkan. Data yang terkumpul disusun ke dalam satuan-satuan, kemudian dikategorikan sesuai dengan perincian masalahnya. Data tersebut dihubungkan dan


(58)

dibandingkan antara satu dengan yang lainnya sehingga mudah ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari setiap permasalahan yang ada. Kegiatan analisis data merupakan proses siklus yang interaktif. Peneliti akan melakukan reduksi data, penyajian dan kesimpulan secara bersamaan dan akan berlanjut dan berulang terus-menerus.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum MAN Yogyakarta III 1. Sejarah Singkat MAN Yogyakarta III

Setelah Indonesia merdeka, sampai tahun 1950 M, Pemerintah

Republik Indonesia, berhasil membuat: “Dasar-dasar Pendidikan dan

Pengajaran Agama, di sekolah-sekolah Negeri”. Hal itu, tertuang dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia. Selanjutnya, untuk dapat mengisi Pengajaran Agama tersebut, maka diperlukan Guru-guru Agama, baik pria maupun wanita. Maka Pada tahun 1950, dibukalah Sekolah Guru Agama Islam (SGAI). Dengan Surat Edaran Menteri Agama No. 277/c/c-9. 4287 Tanggal 5 Agustus 1950.

Pada tahun 1951, SGAI dirubah menjadi Pendidikan Guru Agama

(PGA) dengan Surat Penetapan” Menteri Agama No. 7 Tanggal 5 Pebruari

1951. Dalam perkembangan selanjutnya mengalami perubahan, yaitu: menjadi PGAN V tahun. Selanjutnya menjadi PGAN 6 Tahun, dan ada PGAN IV tahun. Lantas menjadi PGA Pertama Negeri, dan PGAA N. Berubah lagi menjadi PGA Lengkap 6 Tahun Negeri. Kemudian terakhirnya menjadi MAN III Yogyakarta.

Pada awalnya, SGAI, PGA, PGA V tahun, tempat belajarnya, di Jalan Malioboro menyewa pada SR Netral, sekarang menjadi Toko


(60)

Samijaya. Selanjutnya, pindah ke Jalan Kapas, masih menyewa lagi

pindah ke Gedung Mu’allimin Muhammadiyah, dan terakhir pindah ke

Sinduadi dengan sudah memiliki tanah dan gedung sendiri. 2. Visi dan Misi MAN Yogyakarta III

MAN Yogyakarta III mempunyai branding: Madrasah Para Juara. Selanjutnya, untuk mewujudkannya, ditetapkan visi dan misi sebagai berikut:

a. Visi

Terwujudnya Civitas Madrasah yang Unggul dalam Imtak dan Iptek, TeRAmpil mengamalkan ilmu dan hidup bermasyarakat, berkePRIbadian MAtang (ULTRAPRIMA) dan berwawasan lingkungan.

b. Visi

1) Menyelenggarakan dan menghidupkan pendidikan ber-Ruh Islami, memperteguh keimanan, menggiatkan ibadah, dan berakhlakul karimah.

2) Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas, berbudaya keunggulan, kreatif, inovatif dan menyenangkan

3) Membekali siswa dengan life skill, baik general life skill maupun specific life skill.

4) Memadukan penyelenggaraan program pendidikan umum , pendidikan agama dan pendidikan pesantren


(61)

5) Melaksanakan tata kelola madrasah yang profesional, efektif, efisien, transparan dan akuntabel

6) Menyelenggarakan pendidikan lingkungan hidup secara integratif sebagai upaya pelestarian lingkungan, pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

3. Kegiatan Ekstrakurikuler di MAN Yogyakarta III

Di MAN Yogyakarta III terdapat bermacam-macan kegiatan ekstrakurikuler yang bisa dipilih untuk mengembangkan potensi, bakat dan minat siswa. Kegatan ekstrakurikuler yang ada di MAN Yogyakarta III adalah sebagai berikut:

a. Mayoga English Club

b. Korps Da’I Mayoga

c. Tonti-PMR

d. KIR – Olimpiade Mapel e. Jurnalistik

f. Pecinta Alam g. Teater

h. Paduan Suara i. Musik Islami j. Dekorasi k. Sepak Bola l. Pencak Silat m. Tae Kwon Do


(62)

n. Tenis Meja o. Basket p. Bulu Tangkis

4. Prestasi Siswa MAN Yogyakarta III

Banyak prestasi yang berhasil diraih siswa-siswi MAN Yogyakarta III, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Juara 2 Olimpiade Matematika Madrasah Tingkat Nasional Tahun 2013

b. Juara 2 Kompetisi Sains Madrasah Mapel Fisika Tingkat Nasional Tahun 2013

c. Juara 2 Kompetisi Sains Madrasah Mapel Ekonomi Tingkat Nasional Tahun 2o13

d. Juara 2 Band Religi Madrasah Tingkat Nasional Tahun 2013

e. Juara 1 KSM Mapel Fisika Tingkat Nasional Tahun 2014 di Makasar f. Juara 2 KSM Mapel Ekonomi Tingkat Nasional Tahun 2014 di

Makasar

g. Juara 1 KSM Mapel Geografi Tingkat Nasional Tahun 2015 di Palembang

h. Juara 3 AKSIOMA Cabang Tenis Meja Tingkat Nasional Tahun 2015 di Palembang

B. Kenakalan Remaja di MAN Yogyakarta III

Berbagai bentuk kenakalan remaja dilakukan oleh siswa di MAN Yogyakarta III. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PAI dan kepala


(63)

sekolah mendapatkan bahwa pada dasarnya kenakalan siswa dilakukan di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Kenakalan siswa yang dilakukan di dalam lingkungan sekolah, jelas merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari sekolah. Adapun kenakalan siswa di luar lingkungan sekolah, walaupun sudah menjadi tanggungan orang tua, tetapi sekolah merasa ikut bertanggung jawab dalam pembinaannya, terutama kalau hal tersebut dilakukan masih menggunakan seragam sekolah, misalnya dilakukan sepulang sekolah.

Lingkungan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kenakalan remaja. MAN Yogyakarta III berada dekat dengan pusat-pusat perbelanjaan modern, sehingga menjadi daya tarik siswa untuk mengunjunginya. Hal ini menjadi salah satu penyebab siswa membolos ketika jam pelajaran dimulai. Selain itu, MAN Yogyakarta III juga berdekatan dengan lingkungan kampus, yaitu Institut Pertanian (INTAN), Akademi Maritim, dan juga tidak terlalu jauh dari UGM. Hal ini menyebabkan interaksi dengan mahasiswa dan terjadi kondisi saling mempengaruhi.

Tingkat perkembangan dan usia yang lebih muda menyebabkan siswa lebih banyak terpengaruh mahasiswa pendatang. Siswa lebih banyak mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa pendatang. Jam belajar yang berbeda menyebabkan siswa terdorong untuk membolos, apabila akan mengikuti kegiatan para mahasiswa pendatang yang dilakukan pada saat jam sekolah. Selain itu, mahasiswa pendatang lebih bebas termasuk dalam hal perilaku merokok sehingga siswa juga tedorong untuk mencoba melakukannya. Demikian juga dengan kenakalan remaja yang lainnya.


(64)

Kenakalan yang seringkali dilakukan siswa di dalam lingkungan sekolah pada saat jam sekolah adalah membolos jam pelajaran, memakai seragam yang tidak lengkap, serta mencontek ketika ulangan. Adapun kenakalan yang dilakukan siswa di luar jam pelajaran di luar lingkungan sekolah diantaranya adalah merokok, kebut-kebutan menggunakan sepeda motor. Selain itu, beberapa waktu yang lalu terdapat kasus yang termasuk kriminal dilakukan oleh siswa kelas XII, yaitu kasus pencurian helem di sebuah mall yang berada dekat dengan sekolah. Hal ini seperti terungkap dari hasil wawancara dengan guru sebagai berikut:

"Kasus kenakalan yang banyak dilakukan siswa, sebenarnya hanya kasus-kasus ringan, seperti membolos ketika pelajaran. Hal ini dilakukan baik oleh siswa laki-laki maupun siswa perempuan. Kasus lain adalah menyontek ketika ulangan. Kasus ini dilaporkan terjadi dua kali sepanjang tahun 2016, dan terhadap siswa sudah diberikan peringatan. Kasus yang juga relatif banyak adalah penggunaan seragam yang tidak sesuai ketentuan, seperti tidak lengkapnya badge sekolah, adanya siswa laki-laki yang merokok. Adapun kasus di luar sekolah yang cukup berat adalah kasus pencurian helm di sebuah mall yang tidak terlalu jauh dari sekolah yang dilakukan siswa kelas XII. Korban langsung melaporkan ke pihak sekolah dan segera ditindaklanjuti.

(Wawancara dengan IK, 20 Juli 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, didapatkan bahwa siswa melakukan berbagai kenakalan seperti membolos, merokok dan kebut-kebutan dengan sepeda motor. Siswa membolos karena ikut-ikutan teman, atau karena tidak suka dengan pelajaran dan atau gurunya. Siswa merokok dan kebut-kebutan juga karena ikut-ikutan teman-teman lainnya, dan ada perasaan puas


(1)

1. Apakah anda pernah dipanggil guru karena melakukan kenakalan ? Jawab: Ya, pernah.

2. Kenakalan apakah yang anda lakukan, sehingga dipanggil guru ?

Jawab: Karena merokok di lingkungan sekolah dan kebut-kebutan di jalan. Ada yang lapor.

3. Apa yang menyebabkan anda melakukan kenakalan ? Jawab: Iseng saja.

4. Selain guru BK, apakah guru PAI juga menasehati anda untuk tidak mengulangi kenakalan yang dilakukan ?

Jawab: Tidak.

5. Apakah guru PAI ketika menasehati, memberikan informasi mengenai nilai-nilai agama yang harus dilaksanakan ?

Jawab: Guru PAI menanamkan nilai-nilai agama hanya di kelas saja.

6. Melalui kegiatan apa saja, penanaman nilai-nilai agama dilakukan oleh guru PAI ?

Jawab: Melalui pembelajaran.

7. Apakah orang tua anda dipanggil sekolah berkenaan dengan permasalahan kenakalan yang anda lakukan ?

Jawab: Ya.

8. Siapa sajakah yang menemui ketika orang tua datang ke sekolah ? Jawab: Guru BK dan wali kelas.


(2)

Hari/tanggal : Senin, 25 Juli 2015 Waktu : 10.15 – 10.30 Tempat : Ruang Guru

Kejadian : Melihat Dokumen Bimbingan dan Konseling

Guru bimbingan dan konseling menunjukkan dokumentasi bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan dalam mengatasi kenakalan remaja, Dokumen disusun berdasarkan kasus-kasus yang terjadi dan ditangani oleh guru BK. Pada dokumen tersebut diantaranya tercantum pelaksanaan konseling individual dimana terdapat tanggal konseling, permasalahan, analisis permasalahan, pemecahan, dan tindak lanjut.

Refleksi: Sekolah melakukan upaya persuasif dengan melakukan bimbingan dan konseling terhadap siswa yang melakukan kenakalan remaja.


(3)

Hari/tanggal : Kamis, 28 Juli 2016 Waktu : 11.00

Tempat : Jogja City Mall

Kejadian : Melihat siswi membolos

Setelah selesai melakukan observasi di MAN Yogyakarta III, karena ada barang yang hendak dibeli, peneliti menuju Jogja City Mall yang kebetulan tidak terlalu jauh letaknya dari sekolah. Di Supermarket di mall tersebut, pada saat peneliti sedang mencari sebuah produk, peneliti bertemu dengan beberapa siswi MAN Yogyakarta III yang terlihat sedang mencari sesuatu. Siswi-siswi tersebut sudah ganti pakaian dengan memakai kaos, walaupun masih menggunakan rok seragam sekolah. Peneliti hafal dengan beberapa siswi tersebut sehingga yakin bahwa itu rombongan siswa MAN Yogyakarta III. Salah satu siswi sempat kaget bertemu dengan peneliti dan kemudian mengajak teman-temannya untuk menjauh dan kemudian keluar dari supermarket tersebut.

Refleksi: Banyak siswi MAN Yogyakarta III yang membolos pada saat jam pelajaran.


(4)

Hari/tanggal : Senin, 8 Agustus 2016 Waktu : 11.20 WIB

Tempat : Ruang Guru

Kejadian : Mengamati diskusi guru BK dengan guru PAI

Pada saat itu, para siswa sedang istirahat. Para guru juga sedang istirahat di ruang guru sambil makan snack dan minum teh yang disediakan. Mereka saling berbincang-bincang dan bercanda. Pada saat tersebut terlihat guru bimbingan dan konseling sedang mengeluh kepada salah satu guru PAI karena banyak siswa yang tidak menggunakan seragam secara lengkap, dan banyak juga yang memasang badge sekolah dengan dilem tidak dijahit. Guru bimbingan konseling meminta tolong guru untuk menasehati siswa pada mata pelajaran agama, dengan mengajarkan pentingnya mematuhi peraturan disesuaikan dengan norma-norma Islam, sehingga diharapkan dapat memperkuat upaya persuasif guru bimbingan konseling kepada siswa.

Refleksi: Ada kerja sama antara guru BK dan guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada siswa.


(5)

Hari/tanggal : Selama Penelitian Waktu : Sepulang Sekolah

Tempat : Warung Makan Sebelah Timur Sekolah Kejadian : Melihat Siswa Merokok di Warung

Beberapa siswa putra, sepulang sekolah nongkrong di warung makan agak jauh di sebelah timur sekolah. Mereka makan dan minum sambil bercanda dengan teman-temannya. Ada yang duduk di dalam warung, dan ada juga yang berada di depan warung. Beberapa siswa tampak asyik merokok sambil memegang gelas yang berisi minum.


(6)

Hari/tanggal : Selama Penelitian

Waktu : Pada saat jam pelajaran agama Tempat : Ruang Kelas

Kejadian : Mengamati pembelajaran agama dari luar kelas

Selama penelitian, peneliti mengamati cara guru untuk memberikan pembelajaran agama. Kebanyakan guru memberikan pembelajaran dengan metode ceramah. Di sela-sela pembelajaran, guru menanamkan nilai-nilai agama yang harus dihayati dan diamalkan oleh siswa. Guru memberikan contoh-contoh perilaku yang sering dilakukan oleh para remaja, diantaranya seperti yang terlihat dalam sinetron-sinetron remaja di televisi. Guru menasehati siswa agar tidak melakukan perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Guru juga menasehati agar siswa tidak bergaul dengan remaja yang mempunyai perilaku kurang baik.

Refleksi: Guru menanamkan nilai-nilai agama dengan memberikan contoh perilaku yang terjadi di masyarakat


Dokumen yang terkait

PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KENAKALAN SISWA DI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA

0 4 132

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa Di SMK Muhammadiyah Kartasura.

0 1 15

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa Di SMK Muhammadiyah Kartasura.

0 2 16

PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA DALAM PENGELOLAAN KENAKALAN REMAJA Peran Guru Bimbingan Konseling Dan Guru Pendidikan Agama Dalam Pengelolaan Kenakalan Remaja Di SMA Negeri 1 Ngadirojo Pacitan.

0 1 11

PERAN GURU AGAMA DALAM MENGATASI KENAKALAN SISWA (STUDI MULTI KASUS DI SMP NURUL ISLAM DAN SMP Peran guru agama dalam mengatasi kenakalan siswa (studi multi kasus di smp nurul islam dan smp muhammadiyah 9 ngemplak) tahun 2013/2014.

0 2 22

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja Di Desa Kedunglengkong, Simo, Boyolali.

0 1 15

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja Di Desa Kedunglengkong, Simo, Boyolali.

0 2 12

STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA : Studi Kasus di SMK PGRI 2 Cimahi.

2 10 39

View of PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA

0 1 14

PERAN TOKOH AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA DI DESA TAWAINALU KABUPATEN KOLAKA TIMUR - Repository IAIN Kendari

0 0 9