Motivasi dari teman selanjutnya dalam novel Sepatu Dahlan terdapat pada kutipan di bawah ini:
Sore ini dia ditantang oleh Bejo, pembalap kerbau ternama dari Desa Waduk, tetangga desa kami. Rambutnya seperti landak, kasar dan selalu berdiri. Di
kalangan gembala, seandainya ada kejuaran dunia balap kerbau, banyak yang yakin juara sudah pasti menjadi milik si Bejo. Tapi bukan Nanang namanya
kalau menampik tantangan. Baginya, ajakan balapan itu seperti sebuah pertaruhan kehormatan dan nama baik Kebon Dalem dan jika dia menang
berarti reputasi kami—para gembala dari Kebon Dalem—tetap terjaga.
Kami mengelilingi Nanang, memberinya semangat. “Aku sampe gak iso turu. Pertarungan ini bukan cuma mempertaruhkan nama
baikku atau Bejo, tapi ini pertarungan antara kampung Kebon Dalem dan Manding,” kata Nanang dengan berapi-api dan penuh pengahayatan, hingga
kami merasa dicekam ketegangan, ketakutan, dan kecemasan. Pabichara, 2012: 236-237
Dari kutipan di atas tergambar motivasi yang diberikan Dahlan dan teman-
temannya kepada Nanang. Saat itu, Nanang menerima tantangan balap kerbau dari Bejo—anak kampung sebelah— yang terkenal jago.
Walaupun semangat yang diberikan hanya berupa dukungan moril tetapi hal itu terbukti memberikan dampak positif bagi Nanang. Ia akhirnya bisa
mengimbangi kelihaian Bejo menunggangi kerbau.
4.3.3 Motivasi dari Keluarga dalam Novel Sepatu Dahlan
Keluarga merupakan lingkaran inti dari sebuah kehidupan. Keluarga merupakan orang-orang terdekat yang tentu sangat berpengaruh dalam
kepribadiaan seseorang. Maka tidak jarang motivasi justru hadir dari keluarga. Misalnya, seorang anak ingin belajar giat agar mendapat nilai ulangan yang
tinggi. Sebelumnya si anak telah dimotivasi terlebih dahulu oleh orang tuanya,
Universitas Sumatera Utara
apabila si anak mendapat nilai yang memuaskan saat ulangan maka ia akan diberikan hadiah.
Kondisi di atas merupakan contoh motivasi sederhana yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam novel Sepatu Dahlan pun terdapat motivasi-
motivasi yang diberikan oleh keluarga. Saat Dahlan begitu menginginkan sepatu dan sepeda, orang tua Dahlan memang tidak serta merta memberikannya karena
keterbatasan ekonomi. Akan tetapi, nasehat yang diberikan oleh orang tua Dahlan justru menjadi motivasi bagi Dahlan agar berusaha meraih apa yang
diinginkannya. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut ini: Setengah sadar aku bergumam, “Coba aku punya sepatu...”
Ibu tertegun, meletakkan canting, dan menatapku dengan sedih. “Kita boleh saja bermimpi sesuka hati, Le.”
Aku terdiam.
“Tak ada salahnya bermimpi punya sepatu, tapi jangan karena mimpi itu belum tercapai lantas kamu putus asa.”
“Inggih, Bu...” “Hidup ini keras, kamu harus berjuang sendiri” Pabichara, 2012: 40
Dari kutipan di atas ditemukan motivasi yang mempengaruhi karakter tokoh
Dahlan untuk mewujudkan impiannya. Dahlan tumbuh menjadi sosok pekerja keras. Hal ini terlihat dalam cerita ketika Dahlan akhirnya berhasil membeli
sepasang sepatu dan sepeda dari hasil jerih payahnya sendiri. Dahlan bekerja sebagai pelatih tim bola voli anak-anak pemilik pabrik gula Gorang-Gareng.
Seperti yang tergambar pada kutipan di bawah ini: Dan, tanpa terasa sudah tiga bulan penuh aku melatih. Upah sebesar Rp.
30.000 sudah di tangan. Langsung kubayarkan Rp. 12000 pada Arif untuk membeli sepedanya, karena kemarin ternyata aku tidak bisa mencicil.
“Pak, besok Dahlan mau ke Pasar Madiun...” “Beli Sepatu?”
Universitas Sumatera Utara
Aku mengangguk. Bapak sudah tahu dari dulu bahwa aku sangat ingin membeli sepatu. Pabichara, 2012: 332
Contoh lain yang juga membicarakan tentang motivasi untuk bekerja atau
berusaha tergambar pada kutipan di bawah ini: “Kita harus berusaha sendiri,” tutur Bapak lagi. “Kita harus mencari, bukan
berhela-hela menunggu belas kasihan orang lain. Kalian punya domba atau kerbau, piara sebaik mungkin, tawakkal dan bersyukur, rezeki akan datang dengan
cara yang bisa jadi tak pernah kalian duga. Jadi, bergembiralah. Tak perlu berkecil hati karena hidup kita yang miskin seperti sekarang.” Pabichara, 2012: 146
Perkataan ibu dan bapak begitu kuat tertanam di benak Dahlan. Sehingga ia berusaha untuk mendapatkan sesuatu dengan perjuangan dengan memanfaatkan
semua keahliannya. Motivasi lain yang juga berasal dari keluarga yang terdapat dalam novel
Sepatu Dahlan tergambar dalam kutipan paragraf di bawah ini: “Jabatan itu amanat, Le,” ujar Bapak sambil mengelus kepalaku sewaktu aku
mencium punggung tangannya. “Tirulah sifat kakakmu, Sofwati, jujur dan disiplin.” Pabichara, 2012: 163
Nasehat bapak menjadi motivasi bagi Dahlan. Ia menanamkan dalam pikirannya bahwa jabatan adalah amanat, seseorang yang diberi amanat berarti
dipercayai, maka harus dijalankan sebaik-baiknya. Dahlan pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan, ia ingin
membuat orang tua dan juga orang-orang yang sudah menaruh kepercayaan padanya bangga. Sebagai pengurus Ikatan santri dan ketua tim bola volli, Dahlan
selalu disiplin dalam berlatih hingga akhirnya bisa memberikan gelar juara se- kabupaten Magetan.
Universitas Sumatera Utara
Seperti memenangi olimpiade saja gaya kami saat Bupati Magetan menyerahkan piala setinggi setengah meter kepadaku. Piala itu kucium
sepenuh hati, berpindah dari satu tangan ke tangan lain. Penonton bergemuruh. Pabichara, 2012: 279
4.4 Proses Penyampaian Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan