Penerapan Rakut Si Telu di dalam Jemaat GBKP Runggun Yogyakarta.

3.6. Penerapan Rakut Si Telu di dalam Jemaat GBKP Runggun Yogyakarta.

Pada umumnya masyarakat Karo yang tergabung di dalam Jemaat GBKP Yogyakarta masih menerapkan sangkep nggeluhnya di dalam kehidupannya sehari-hari. Sangkep nggeluh itu terlihat dari penerapan rakut si telu di dalam aktivitas jemaat GBKP Yogyakarta. Penerapan itu terlihat dari setiap peradatan perkawinan, kematian, runggu (musyawarah), arisan komunitas Karo dan perpulungen jabu-jabu (ibadah keluarga). Unsur-unsur di atas membuat rakut si telu tetap menjadi hidup dan berkembang, sehingga persaudaraan dan kesatuan jemaat GBKP

61 Wawancara dengan Bp Ramli Ginting & Ibu Setia Ukur Br Pinem Di lakukan di Aula Gereja GBKP Runggun Yogyakarta Pada Tanggal 21 Agustus 2017. Pukul, 19.05-19.25. WIB.

Yogyakarta tetap masih terlihat. Penerapan rakut si telu tersebut tidak hanya berlaku pada di jemaat GBKP Yogyakarta saja melainkan masyarakat Karo yang beragama Islam dan Katolik.

Penerapan pertama terlihat dari adat perkawinan dan kematian yang dilakukan di Yogyakarta menurut penuturan Tuan Soni Surbakti (beliau merupakan salah satu jemaat di GBKP Yogyakarta), beliau menuturkan bahwa adat perkawinan dan kematian suku Karo di Yogyakarta terkhususnya bagi jemaat GBKP masih dijalankan. Ada yang memilih peradatan dilakukan di Yogyakarta dan ada yang memilih untuk dilaksanakan di kampung halamannya

masing-masing. 62 Kemudian beliau menambahkan tentang bagaimana keadaan umum tentang peradatan perkawinan dan kematian yang terjadi di Yogyakarta.

Beliau menuturkan bahwa peradatan perkawinan dan kematian suku Karo pada biasanya dilakukan di jambur (balai desa), tetapi kalau di Yogyakarta dilaksanakan di Aula pertemuan ataupun ruang tertutup yang cukup besar. Beliau menjelaskan bahwa di dalam peradatan suku Karo, ketika sudah berada di Aula atau ruang pertemuan posisi pihak perempuan berada di sebelah kanan pintu masuk, makna dari sebelah kanan ialah orang yang dihormati (pihak perempuan) dan kemudian yang disebelah kiri pintu masuk ialah pihak laki-laki yang artinya pihak laki-laki yang menghormati pihak perempuan. Sehingga keadaan peradatan tersebut terbagi menjadi dua bagian.

Di dalam dua bagian tersebut, tempat duduk masyarakat Karo pun diatur, posisi pihak perempuan urutannya ialah pojok kanan dimulai dari teman meriah (tetangga rumah/jiran, teman kantor, teman organsisasi atau yang berkaitan dengan teman dekat yang diluar dari rakut si telu).

Kemudian disusul kalimbubu (paman), senina/sembuyak (satu merga yang satu

62 Wawancara dengan Bp. Soni Surbakti dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 19 Agustus 2017, pukul 15.00-15.45 Wib.

darah/kandung/garis keturunan dan yang satu merga meski tak sedarah) dan yang paling terakhir adalah anak beru (saudara perempuan yang satu merga dengan ayah). Anak beru mendapat posisi paling terakhir atau dekat dapur dikarenakan mereka yang akan melayani atau menghidangi acara makan bersama. Oleh sebab itu mereka memiliki posisi di paling belakang.

Begitu juga sebaliknya dengan pihak laki-laki, urutanya juga sama dengan pihak perempuan. 63 Hal ini menandakan bahwa di dalam kehidupan masyarakat Karo diusahakan dalam hal

apapun diatur dengan tujuan supaya ada keteraturan dan terlihat rapi. Dan hal ini menunjukkan bahwa setiap peradatan suku Karo yang dilakukan sangat mahal harganya sehingga dibutuhkan sesuatu yang sempurna. Kemudian Tuan Bedul Tarigan menambahkan bahwa fungsi kalimbubu, senina/sembuyak dan anak beru terihat ketika acara peradatan perkawinan dan kematian dimulai. Mereka akan melakukan dialog terbuka yang dipimpin oleh anak beru tua (juru bicara ini berasal dari anak beru tua pemilik pesta adat tersebut).

Jika yang melakukan peradatan ialah penulis berarti yang menjadi juru bicara/pemimpin peradatan yang ialah yang berasal dari keluarga penulis. Kemudian Juru bicara/pemimpin peradatan akan mengarahkan sangkep nggeluh dari pihak laki-laki dan perempuan untuk berdialog, biasanya dialog yang diceritakan ialah mahar (uang yang akan diterima oleh pihak perempuan) dari pihak laki-laki ini dalam konteks perkawinan jika dalam konteks kematian ini dinamakan utang adat (uang yang akan diterima oleh kalimbubu, senina/sembuyak dan anak beru ) dari keluarga yang sedang mengalami dukacita. Biasanya uang yang dibicarakan dalam

konteks kematian, nominalnya akan lebih rendah dibandingkan dari mahar di perkawinan. 64

63 Wawancara dengan Bp. Soni Surbakti dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 19 Agustus 2017, pukul 15.00-15.45 Wib.

64 Wawancara dengan Bp. Bedul Tarigan, dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 20 Agustus 2017. Pada pukul 11.10-11.40 Wib.

Selain itu sebelum dialog dilakukan, biasanya diberikan kampil (keranjang kecil yang berisikan sirih, tembakau, buah pinang, rokok, dan korek api. Kampil ini diberikan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan yang diterima oleh kalimbubu dari pihak perempuan. Makna diberikan kampil ini ialah untuk perempuan diberikan sirih, tembakau dan buah pinang karena perempuan Karo pada umumnya suka makan sirih dan rokok untuk pihak laki-laki. Ini menjadi simbol penghormatan bahwa kebutuhan sangkep nggeluh yang hadir merupakan suatu hal yang harus dipenuhi. Tidak hanya kalimbubu aja yang mendapatkannya senina/sembuyak dan anak

beru 65 mendapatkan bagian yang sama.

Selain mahar/utang adat yang ditentukan, dialog itu juga membahas tentang urutan tentang kelompok yang terlebih dahulu yang akan menyampaikan kata-kata sukacita/dukacita kepada pihak yang melaksanakan pesta, kemudian membahas pada pukul berapa untuk makan siang dan pada pukul berapa peradatan akan selesai dilaksanakan. Hal semacam ini masih dilakukan di Yogyakarta meski tak seakurat yang ada di kampung halaman dikarenakan keterbatasan saudara dekat/kandung. Tetapi biasanya ketiga rumpun kalimbubu, senina/sembuyak dan anak beru pasti ada untuk mewakili sangkep nggeluh yang melaksanakan pesta adat.

Selain itu, penerapan rakut si telu juga dilaksanakan jemaat GBKP Yogyakarta di dalam pelaksanaan runggu (musyawarah). Runggu adalah suatu musyawarah yang dilaksanakan oleh masyarakat Karo. musyawarah ini melibatkan rakut si telu dan pihak yang akan melaksanakan pesta peradatan. Di dalam runggu biasanya yang berbicara adalah saudara yang satu merga (anak beru) dari pihak keluarga yang mau melaksanakan adat Karo. Runggu dikatakan sah atau

65 Wawancara dengan Drs. Bp. Wahyuni Ginting Manik dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal

21 Agustus 2017, pada pukul 20.10-20.40 Wib.

bisa dilakukan ketika sangkep nggeluh atau rakut si telu dari yang ingin menyelenggarkan hadir. Jika ada yang belum hadir runggu tidak bisa dilaksanakn. Kemudian biasanya runggu membahas tentang persiapan-persiapan yang harus dilaksanakan selama pelaksanaan pesta peradatan seperti tanggal pelaksanaan, lokasi, sarana dan prasarana peradatan, undangan, mahar/utang adat .

Dan kemudian hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan dan dilakukan untuk peradatan. Segala sesuatunya dibicarakan dalam runggu tersebut 66 . Tujuan dari runggu ini ialah untuk

menyatukan persepsi, menentukan suatu keputusan dan apa yang menjadi keputusan dalam runggu tidak bisa dilanggar sebab jika dilanggar akan mendapatkan penilaian buruk dari keluarga yang telah sepakat dalam runggu. Oleh sebab itu runggu merupakan dapat dikatakan pembentuk identitas karena berbagai lapisan masyarakat Karo berkumpul dan bersama-sam mempersiapkan peradatan yang ingin melaksanakan adat meski bukan saudara kandung mereka. Sehingga ini membangun suatu model komunikasi yang sangat interaktif dan terbuka dengan

pendapat orang lain. 67 .

Kemudian rakut si telu juga berperan di dalam Arisan (perkumpulan masyarakat Karo) orang Karo yang ada di Yogyakarta dan diikuti oleh jemaat GBKP Runggun Yogyakarta. Arisan ini terdiri dari arisan merga, arisan berdasarkan kampung halaman, arisan merga silima sinuan buluh . Arisan ini dibentuk bertujuan untuk agar masyarakat Karo di Yogyakarta terkhusus jemaat GBKP Yogyakarta tetap bisa berinteraksi dengan masyarakat Karo diluar Gereja. Misalnya masyarakat Karo Islam, Katolik dan arisan ini juga untuk menjaga kerukunan

66 Wawancara dengan Drs. Bp. Wahyuni Ginting Manik dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal

21 Agustus 2017, pada pukul 20.10-20.40 Wib. 67 Wawancara dengan Bp. Aloyna Sembiring dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 19 Agustus

2017, pukul 12.40-13.15 Wib.

masyarakat Karo agar tetap bersatu. Arisan ini tidak hanya bertemu dan berkumpul saja. Melainkan ada pembahasan yang dibicarakan. Misalnya tentang perkembangan arisan yang sudah dibentuk dan dilaksanakan. Kemudian mendiskusikan tentang orang Karo yang dinilai mengalami kemunduran dalam partisipasi untuk kegiatan atau arisan yang dilakukan.

Kemudian pengurus arisan mengusulkan untuk membicarakannya dengan sangkep nggeluh yang bersangkutan untuk melakukan pendekatan. Alasan-alasan apa yang menyebabkan kemunduran partisipasi dalam perkumpulan orang Karo. Disinilah rakut si telu menunjukkan kualitas struktur budaya yang ada. Mereka berhak menegur dan mencari tau apa yang sedang

terjadi dalam suatu keluarga yang tidak aktif. 68 Contoh Arisan di dalam kehidupan penulis. Penulis pada dasarnya akan mengikuti arisan merga karo-karo karena barus masuk ke dalam

rumpun merga karo-karo dan penulis juga akan mengikuti arisan merga ginting karena kalimbubu penulis ialah merga ginting.

Ketika di rumah penulis dilaksanakan arisan, maka dengan sendirinya anak beru penulis yang perempuan satu merga dengan penulis akan langsung menyiapkan makanan atau minuman untuk hidangan arisan. Dan langsung melayani tamu yang hadir. Ini kasus penerapan kerja anak beru di arisan. Kemudian jika di kemudian hari penulis tidak aktif dalam arisan maka kalimbubu penulis yang merga ginting berhak untuk menegur serta mencari tahu apa yang penyebab terjadinya permasalahannya di damping dengan senina dan anak beru penulis. Untuk membicarakan ketidaktifan penulis. Keadaan umum arisan karo semacam ini menandakan bahwa rakut si telu bekerja di dalam segala hal kehidupan masyarakat Karo. Masyarakat Karo tidak bisa

68 Wawancara dengan Bp Ramli Ginting & Ibu Setia Ukur Br Pinem Di lakukan di Aula Gereja GBKP Runggun Yogyakarta Pada Tanggal 21 Agustus 2017. Pukul, 19.05-19.25. WIB.

hidup tanpa sangkep nggeluhnya (saudara terdekatnya yang tergabung dalam rakut si telu) dan berarti masyarakat Karo membutuhkan orang lain dalam menjalankan kehidupannya.

Kemudian di jemaat GBKP Yogyakarta penerapan sangkep nggeluh juga dilaksanakan dalam perpulungen jabu-jabu (ibadah keluarga). Ketika tempat ibadah keluarga bermerga ginting , maka setiap perempuan yang bermerga ginting (anak beru) dengan kesadarannya untuk mempersiapkan segala makanan dan minuman yang akan dihidangkan oleh tuan rumah. Pada umumnya tidak perlu diberitahu kepada mereka, anak beru akan sudah tahu apa yang menjadi perkerjaanya. Tidak hanya itu ketika ibadah keluarga sedang dimulai dan akan masuk ke dalam sesi diskusi firman Tuhan, biasanya yang akan memulai diskusi itu tuan rumah atau yang orang dituakan.

Bisa saja kalimbubu tuan rumah. Misalnya tuan rumah bere-bere tarigan jadi yang akan mulai percakapan yang bermerga tarigan meski pola semacam ini tidak dipaksakan. Tetapi ada

saja dinamika yang terjadi seperti itu 69 . Hal ini menandakan bahwa di dalam persekutuan gereja, budaya Karo tentang menghormati dan menjalankan sangkep nggeluh merupakan suatu

kebutuhan sehingga di segi kehidupan manapun sangkep nggeluh harus dihidupi sebagai upaya mempertahankan kekeluargaan dan persaudaraan di kalangan jemaat GBKP Yogyakarta tetap terjaga dan dapat selalu dilestarikan.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Noborejo 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2010/2011

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Noborejo 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2010/2011

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Noborejo 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2010/2011

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 50

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan: Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani

0 0 41

Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan (Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani) TESIS Diajukan kepada Program Studi: Magister Sosiologi Agama, Fakultas: Teologi

0 0 14

2. IDENTITAS SOSIAL BAGI MASYARAKAT KARO DIASPORA 2.1. Pendahuluan. - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 0 22