Dinamika Pasar Ikan Patin Domestik

3.3.2.2 Dinamika Pasar Ikan Patin Domestik

  Hasil alam dari perairan yang memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar ekspor, antara lain, ikan patin, tuna, udang dan rumput laut. Khusus ikan patin, potensi alam ini pada kenyataannya belum dieksplorasi semaksimal mungkin, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumen domestik maupun permintaan pasar ekspor. Potensi ikan patin Indonesia yang menjanjikan justru sukses dikembangkan di negara lain. Ini tentunya menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk dapat lebih jeli dalam melihat potensi alam yang ada, dan kemudian dikelola menjadi sumber ekonomi bangsa.

  Patin menjadi satu komoditas andalan untuk menggenjot perekonomian dari perikanan budidaya. Pembudidayaan ikan patin ini cukup mudah, karena lahan yang tersedia banyak dan pasar yang siap menampung produk patin dan olahannya juga

  Produksi ikan patin di Indonesia terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Karena itu, pemerintah menargetkan angka produksi ikan patin yang meningkat secara signifikan di tahun 2013 ini. Dengan kapasitas produksi yang tinggi, diharapkan visi untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor ikan patin di dunia dapat tercapai. Berbagai program kerja disusun dan berbagai upaya dilakukan untuk mencapai visi tersebut, salah satunya adalah pengembangan budidaya akuakultur ikan patin di berbagai daerah di Indonesia.

  Kebutuhan dalam negeri mendominasi serapan patin dan olahannya. Pada 2013 produksi patin mencapai 300.300 ton (angka sementara), 95 diantaranya diserap pasar domestik. Namun, meski ditargetkan untuk bisa diekspor, nyatanya kebutuhan pasar dalam negeri masih mendominasi. Pada 2011 serapan produksi patin mencapai 299 ribu ton. Sementara itu, terkait dengan masih rendahnya serapan pasar dunia akan patin dan produk olahan Indonesia, produksi patin tahun-tahun lalu masih menemui kendala pegolahan dan pemasaran. Kurang bervariasinya produk olahan patin inilah yang menyebabkan serapan luar negeri lesu. Sementara banyak komoditas unggulan lain yang lebih cocok dengan selera pasar.

  Dengan dukungan alam yang besar dan kemampuan berbisnis yang memadai, sektor perikanan Indonesia akandapat terus berkembang. Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan, berperan dalam memfasilitasi para pelaku usaha melalui mekanisme kerjasama dengan negara lain yang menyediakan peluang besar bagi produk makanan Indonesia, misalnya Korea. Singkat kata, perlu kerjasama yang sinergis antara pemerintah dan pelaku usaha dalam upaya peningkatan kinerja ekspor Indonesia.

  Untuk menggenjot produktivitas patin, pemerintah akan membangun percontohan komoditas ini dalam konsep demonstration farming (demfarm) sama seperti udang. Selain patin, komoditas lain juga kan mencontoh model budidaya udang dengan kluster dan kemitraan.

  Untuk data perkembagan konsumsi ikan keseluruhan tidak di peroleh data secara keseluruhan maka di ambil sampel daerah bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah Jawa Barat yang masyarakatnya cukup aktif dan turun temurun melakukan usaha di bidang perikanan air tawar. Ada beberapa jenis ikan yang dibudidayakan di Kota Bogor, yaitu ikan lele, mas, gurame,bawal, dan patin. Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, ada komoditi yang mengalami penurunan produksi dan ada juga yang mengalami peningkatan cukup signifikan. Adapun perkembangan produksi ikan konsumsi kabupaten Bogor disajikan pada Tabel 17.

  Tabel 17. Perkembangan Produksi Ikan Konsumsi di Kabupaten Bogor Tahun

  2007-2010

  Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011)

  Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa ikan Lele, Gurame dan Bawal mengalami perkembangan yang signifikan dibandingkan dengan dengan komoditi yang lainnya, sedangkan untuk komoditi ikan nilem mengalami penurunan setiap tahunnya, hingga pada tahun 2010 produksi ikan Nilem sudah tidak dibudidayakan lagi. Untuk komoditi yang mengalami fluktuatif setiap tahunnya adalah ikan patin. Pada tahun 2007 sampai 2008, patin mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 1.020 ton menjadi 571,76 ton pertahunnya, tetapi pada tahun 2008 sampai 2010, produksi ikan

Kebutuhan ikan patin nasional

  Laporan Pusat Data, Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2009 menunjukkan bahwa kebutuhan benih ikan patin siam secara nasional pada tahun 2005 mencapai 55 juta benih. Jumlah tersebut dibutuhkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan ikan patin siam konsumsi sebesar 16.500 ton. Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa kebutuhan dan produksi ikan patin pada tahun 2006-2009 semakin meningkat sebesar lebih dari 55. Pada tahun 2012, produksi ikan patin ditargetkan mencapai 110.400 ton, sedangkan untuk kebutuhan larva ditargetkan mencapai 410.000.000 ekor pada tahun 2012. Namun, produksi benih ikan patin nasional pada tahun 2011 hanya mencapai 90.756.040 ekor yang masih sangat jauh untuk pencapaian target (Direktorat Perbenihan 2011). Permintaan benih patin dari luar Jawa yang baru bisa terpenuhi sekitar 30 dan di Sukabumi sebanyak 50 (Ade 2011).

Persentasi ikan patin terhadap nilai konsumsi perkapita

  Pengembangan promosi dan kerjasama pemasaran hasil perikanan dalam negeri di 33 Provinsi melalui kegiatan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) di seluruh Indonesia. Kegiatan Gemarikan dilaksanakan melalui safari Gemarikan, keikutsertaan pada pameran produk perikanan, penyelenggaraan festival pindang ikan nusantara, penyebarluasan bahan materi promosi Gemarikan, apresiasi penghargaan Gemarikan, lomba masak serba ikan, promosi melalui media dan elektronik, dan branding produk perikanan. Disamping itu, penguatan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (Forikan) di pusat dan daerah dan pengembangan kerjasama promosi dengan instansi terkait dapat juga mendukung terwujudnya peningkatan konsumsi ikan. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan ini semakin terlihat dari diadopsinya kegiatan promosi dan kerjasama pemasaran oleh Provinsi dan KabupatenKota

  Menurut data Ditjen P2HP, konsumsi ikan per kapita per tahun pada 2010 mencapai 30,47 kg, 2011 sebesar 31.64 kg, 2012 sebesar 33,14, pada 2012 ditargetkan 35, 14 kg, dan pada 2014 ditargetkan 38,00 kg. Sementara karena pasar Indonesia sangat. Oleh karena itu, beberapa cara. Pertama, pengendalian impor. Dengan demikian ada permintaan tinggi terhadap produksi dalam ngeri. Kedua, jenis- jenis ikan dalam negeri disesuaikan dengan permintaan. Misalnya kakap merah yang biasanya diekspor, bakal pasok ke dalam negeri. Kalau dulu kakap merah ditahan, maka sekarang akan dilepas ke pasar dalam negeri.

  Gambar 15. Peta Rata-Rata Konsumsi Ikan per Kapita per Provinsi Tahun 2012

  Gambar diatas merupakan peta konsumsi ikan perkapital seluruh provinsi yang ada di indonesia. Sedangkan untuk mengetahui penyediaan ikan secara umum untuk di konsumsi dapat di lihat pada tabel 18.

  Tabel 18. Penyediaan ikan untuk konsumsi 2005-2009

  Tabel 19. Konsumsi ikan tahun 2005-2009 perkapita secara keseluruhan

  Pelaksanaan kegiatan promosi dan kerjasama sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Hal ini sejalan dengan fakta bahwa wilayah tersebut, utamanya Jawa bagian tengah, merupakan daerah dengan rata-rata konsumsi ikan per kapita yang tergolong rendah (di bawah 20 kgkapitatahun). Kondisi ini menyiratkan bahwa kegiatan Gemarikan dan kegiatan lainnya yang mendukung peningkatan konsumsi ikan perlu terus digiatkan, khususnya diarahkan pada lokasi-lokasi yang rata-rata konsumsi ikan per kapitanya relatif masih rendah. Meskipun demikian, Provinsi di luar Pulau Jawa yang rata-rata memiliki konsumsi ikan per kapita tinggi juga tetap aktif melakukan promosi dan kerjasama pemasaran di dalam negeri.

3.3.2.2.1 Trend Permintaan Ikan Patin Domestik

1. Permintaan benih ikan patin

  Untuk mendapatkan ikan patin konsumsi berkualitas baik, dibutuhkan input produksi yang baik pula dalam proses produksinya. Salah satu input produksi tersebut adalah benih yang unggul. Kualitas dan kuantitas benih sangat menentukan output ikan patin yang akan dihasilkan. Oleh karena itu kualitas dan kuantitas benih menjadi sangat penting dalam usaha pembesaran ikan patin. Jika benih yang digunakan berkualitas baik, maka kemungkinan besar ikan patin yang akan dihasilkan berkualitas baik pula. Sebaliknya, jika kualitas benih yang digunakan buruk maka kemungkinan besar ikan patin konsumsi yang dihasilkan akan buruk seperti mudah terserang penyakit atau laju pertumbuhannya lambat. Sentra

  Peningkatan konsumsi ikan patin akan meningkatkan permintaan benih patin. Lonjakan produksi ikan patin tertinggi terjadi antara tahun 2007 ke 2008, yaitu dari 36.755 ton menjadi 102.021 ton menyebabkan permintaan benih patin sebagai input untuk kegiatan pembesaran terus meningkat. Usaha pembenihan ikan patin sangat potensial dan diperkirakan akan terus berkembang karena peningkatan jumlah konsumsi akan berkorelasi positif dengan meningkatnya permintaan akan benih ikan patin. Harga jual yang cukup tinggi menjadikan daya tarik pelaku usaha untuk memasuki usaha pembenihan ikan patin dengan harapan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (Armayuni, 2011).

  Pemenuhan permintaan atas benih patin saat ini masih di supply dari daerah jawa. Sehingga menjadi penghambat bagi daerah-daerah untuk pengembangan ikan patin di daerah, dapat menghambat peningkatan produksi ikan patin di di daerah- daerah. hal ini dikarenakan harga benih patin yang dibayar pembesar ikan patin relatif lebih mahal, dan kualitas benih yang kurang baik akibat transportasi yang jauh.Pengintegrasian antara lokasi pembenihan dan pembesaran merupakan salah satu usaha agar produksi ikan patin menjadi efisien.

  Selain sebagai ikan konsumsi rumah tangga dan industri pengolahan dalam negeri dan ekspor, ikan patin yang berukuran kecil (benih) juga berpeluang untuk dikembangkan sebagai ikan hias. Benih ikan patin juga digunakan sebagai input produksi pembesaran. Wilayah Kalimantan dan Sumatera yang difokuskan pada usaha pembesaran tidak jarang memperoleh benih ikan patin yang dibesarkan berasal dari Jawa Barat (Armayuni, 2011). Hal ini menyebabkan peluang pasar untuk benih ikan patin terbuka lebar. Bagi para pemula, sebaiknya memilih usaha penjualan ikan patin untuk kebutuhan benih. Sebab, resiko kegagalan lebih kecil, dan biaya produksi bisa lebih ditekan. Selain itu perputaran labanya juga lebih cepat jika dibandingkan dengan budidaya ikan patin konsumsi maupun indukan.

  Permintaan pasar terhadap benih ikan patin diperkirakan akan semakin meningkat dengan drastis di masa yang akan datang. Hal ini berkaitan dengan

  Menurut Laporan Pusat Data, Informasi dan Statistik, Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2009, kebutuhan benih ikan patin siam secara nasional pada tahun 2005 mencapai 55 juta benih. Jumlah tersebut diperlukan untuk mencapai target produksi ikan patin sebesar 16.500 ton. Dari jumlah tersebut hampir seluruhnya yaitu 15.675 ton adalah untuk mensuplay kebutuhan ikan patin dalam negeri. Selanjutnya berdasarkan data 5 tahun terakhir, terlihat kebutuhan benih ikan patin cenderung semakin meningkat (Gambar 2). Hal ini seiring dengan peningkatan kebutuhan benih ikan patin siam untuk usaha pembesaran . Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan benih ikan patin untuk usaha budidaya cukup besar sehingga peluang bisnis usaha pembenihan masih merupakan usaha yang cukup menjanjikan.

  Gambar 16. Kebutuhan dan produksi benih ikan patin siam di Indonesia tahun 2005 -2009

  Selain kendala dalam kegiatan pembesaran, kendala lain yang dihadapi hatchery skala rumah tangga dalam usaha peningkatan jumlah produksi benih ikan patin siam adalah pada tahap pemeliharaan larva (Widiyati et aI. , 1992).

  Secara umum, pemeliharaan larva sampai dengan umur 30 hari atau benih berukuran ± 1 inchi hanya menghasilkan sintasan sekitar 10-30 (Hardjamulia et aI. , 1987). Rendahnya angka sintasan ini diduga karena kebutuhan hidup larva meliputi pakan dan lingkungan yang optimal belum terpenuhi. 8eberapa kegiatan penelitian mengenai pakan benih ikan Patin telah dilakukan antara lain oleh Umar et a. (2002) dan Utami et al. (2003).

  Kebutuhan benih ikan patin yang masih belum terpenuhi disebabkan oleh produksi benih yang tidak berkesinambungan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pembenihan yang cukup rumit serta ketersedian lahan potensial yang kurang memadai. Menurut Bukit (2007) pembenihan ikan patin lebih banyak berkembang di Jawa Barat dibanding daerah lain, hal ini dikarenakan oleh kondisi cuaca, iklim, dan pH air yang menunjang, serta pakan yang berupa cacing sutera banyak ditemukan di Jawa Barat. Hal ini berbeda dengan wilayah Kalimantan dan Sumatera yang lebih fokus pada usaha pembesaran.

2. Permintaan ikan patin

  Secara nasional tidak diperoleh data mengenai besarnya permintaan konsumsi ikan patin. Namun, dari pengembangan budidaya ikan patin yang semakin meluas diduga bahwa permintaan ikan patin cenderung meningkat meskipun masih bersifat lokal dan belum merata di seluruh Indonesia. Permintaan ikan patin meningkat khususnya pada bulan-bulan tertentu yaitu pada hari raya keagamaan (Idul Fitri, Natal, dll). Hal lain yang menyebabkan permintaan ikan patin meningkat adalah karena ikan patin tergolong menu khusus atau istimewa menurut adat dan atau budaya lokal.

  Besarnya permintaan pasar, ditandai dengan penjualan ikan patin oleh pedagang pengumpulagen di kabupaten OKI ke kabupaten lain seperti Lahat, Prabumulih, Pagar Alam, Muara Enim, Palembang dan ke provinsi lain seperti Lampung, Bengkulu dan Jambi. Penjualan ikan patin ke luar kabupaten OKI rata-rata 40 ton per bulan. Di kabupaten OKI ada 5 pedagang pengumpulagen, sehingga perdagangan

3.3.2.2.2 Trend Harga Ikan Patin Domestik Mekanisme penentu harga ikan patin di indonesia

  Mekanisme pasar adalah kecenderungan dalam pasar bebas untuk terjadinya perubahan harga sampai pasar menjadi seimbang (jumlah yang ditawarkan sama dengan jumlah yang diminta). Teori ekonomi standar mengatakan bahwa meskipun pengaruh kelembagaan selain free market bisa saja menghasilkan alokasi yang efisien dan optimal. Dengan kata lain, jika pasar tidak eksis, alokasi sumber dayaa tidak kan terjadi secara efisien dan optimal. Dalam beberapa hal, mekanisme pasar tidak bisa bekerja secara optimal pada beberapa sumber daya alam.

  Harga ikan merupakan harga murni dari ikan tersebut tanpa adanya tambahan ongkos kirim. Oleh karena itu, keuntungannya adalah daftar harga ikan akan tetap meskipun customers berasal dari berbagai daerah di Nusantara. Penentuan harga ikan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

  1. Musim. Ikan patin baik berproduksi pada saat musim hujan

  2. Pakan. Cacing sutra sulit diperoleh saat musim hujan (banjir)

  3. Jumlah order. Harga eceran < 50.000 ekor masuk ke harga maksimal masing-

  masing ukuran, sedangkan grosir > 50.000 ekor harga sesuai dengan negoisasi

  4. Customers mengambil langsung ke lokasi workshop

  Pengaruh tingkat harga terhadap inflasi

  Perkembangan harga ikan patin boleh dikatakan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun karena pengaruh inflasi. Harga ikan patin berfluktuasi karena pengaruh inflasi dan adanya panen ikan di musim kemarau serta meningkatnya permintaan pada hari raya keagamaan. Pada musim kemarau (Juli – September) harga ikan patin di tingkat pembudidaya (produsen) turun sampai Rp.7.000 per kg dan pada hari raya keagamaan meningkat sampai Rp.9.000 per kg atau rata-rata adalah Rp.8.500 per kg. Sedangkan harga jual pedagang pengumpul rata-rata Rp

  8.200 s.d. Rp 9.200 per kilo (harga yang berlaku pada April 2003). Untuk di provinsi jambi harga patin yang berkisar Rp 11.000 hingga Rp 12.000 per kilogram. Sebelumnya, harga patin hanya mencapai 9.000 atau lebih rendah dari nilai balik modal. Untuk jawa harga ikan patin di tingkat produsen Rp. 18.000kg, harga ikan eceran Rp. 16.000kg. Untuk provinsi kalimantan Rp. 18.000,-Dan lampung Rp. 17.000kg.

  Perkembangan harga benih juga tidak bisa dihiraukan begitu saja. Pada tahun 2008 dimana permintaan akan benih tinggi dan banyak pengusaha berinvestasi di pembesaran patin harga benih melonjak tinggi hingga Rp 120. Setahun setelahnya, yaitu pada 2009, harga benih ikan patin jatuh hingga Rp 60 per ekor. Saat ini harga benih ikan patin di petani, untuk ukuran benih 1 inchi harganya mencapai Rp 90,00 per ekor. Untuk bibit atau benih ikan patin di setiap provinsi yaitu di jawa 1 inc (Rp. 120) 1,5 inc (170) Perkembangan teknologi informasi pada saat ini membantu pembudidaya dalam menentukan harga jual ikan. Pembudidaya memiliki posisi tawar atau bargaining position dalam menentukan harga jual ikan karena sebelumnya mereka telah mengumpulkan informasi harga dari pasar-pasar lokal atau sesama pembudidaya. Baik pembudidaya maupun pedagang menyatakan bahwa harga ikan di tingkat produsen ditetapkan secara tawar menawar. Faktor-faktor pembentukan harga ikan sungai budidaya dan potensi risikonya yaitu:

  1. Produksi

  Pakan yang digunakan dibagi menjadi dua jenis yaitu pakan pabrik dan pakan buatan. Harga pakan pabrik kandungan relatif lebih mahal dibandingkan pakan buatan. Namun dari segi kualitas dan gizi dalam rangka pembesaran ikan (ikan budidaya) menjamin kecepatan waktu panen dan kepastian jumlah ikan yang akan dipanen. Pakan pabrik didatangkan dari Kalimantan Selatan dan luar Kalimantan yang cukup rentan dipengaruhi oleh jalur transportasi namun pada tingkat yang relatif rendah. Disamping itu, mekanisme kenaikan harga pakan cenderung sepihak oleh pabrik dan distributornya serta kemungkinan penurunan harga jarang terjadi. Hal ini disebabkan

  2. Distribusi

  Distribusi ikan sungai budidaya sebagian besar menggunakan klotok dengan harga yang relatif stabil dan tetap selama beberapa tahun. Yang menjadi kendala adalah level air sungai yang seringkali mengalami surut pada musim-musim kemarau. Hal ini yang menyebabkan peralihan penggunaan klotok ke mobil pick-up dengan harga yang lebih mahal. Sebagai perbandingan ongkos angkut dengan klotok sebesar Rp1.000kg sementara mobil pick-up Rp5.000kg. Bagi sebagian pedagang yang memiliki modal yang cukup kuat (terutama pedagang besar) kenaikan biaya ini tidak akan dibebankan pada harga ikan sungai. Hal ini sesuai dengan karakteristik pasar oligopoli dalam penetapan harga yang masih memperhitungkan reaksi konsumen. Namun pada saat kondisi margin keuntungan yang terus tergerus akan berpotensi menaikkan harga ikan sungai. Sesuai dengan hasil survei diperoleh fenomena yang menarik, meningkatnya tingkat kejahatan (perampokan) di beberapa jalur sungai juga mendorong peralihan penggunaan klotok ke mobil pick-up. Hal ini berpotensi berdampak negatif terhadap harga ikan sungai karena kenaikan biaya transportasi.

  3. Seasonal Effect (musim dan hari raya keagamaan)

  Faktor musim juga mempengaruhi produksi ikan sungai terutama produsen ikan sungai keramba. Debit air yang rendah akan mengurangi pasokan ikan sungai. Sementara itu, pasokan ikan tangkap juga dipengaruhi oleh faktor musiman, pada musim kemarau rata-rata pasokan ikan sungai tangkapan akan relatif banyak.

  Sebaliknya pada musim penghujan pasokan ikan sungai tangkap akan relatif sedikit. Disamping itu, pasokan ikan dari Banjarmasin juga cukup besar dan relatif stabil. Pengaruh kenaikan harga akibat perayaan hari besar keagamaan juga ditengarai mempengaruhi harga ikan sungai. Fenomena ini biasanya terjadi pada akhir tahun. Pola konsumsi masyarakat terhadap ikan sungai mempengaruhi harga ikan sungai.

3.3.2.2.3 Kondisi Ekspor Dan Impor Ikan Patin Di Indonesia

  Vietnam adalah negara pengekspor ikan patin terbesar di dunia karena luas lahan budi dayanya sudah mencapai lebih dari satu juta hektare. Di lain sisi, AS merupakan salah satu negara pengimpor ikan patin terbesar di dunia. Peluang ekspor ikan patin bagi Indonesia semakin terbuka lebar setelah Negeri Paman Sam itu membatasi impor ikan patin yang selama ini didominasi oleh Vietnam, terutama dalam bentuk fillet. Impor ikan patin dari Vietnam ditutup karena disinyalir mengandung bahan berbahaya bagi tubuh manusia, berdasarkan standar kesehatan di AS. Kondisi ini merupakan peluang emas bagi pengusaha ikan patin dari Indonesia untuk mengisi kebutuhan pasar AS terhadap ikan patin yang mencapai 1,1 juta ton per tahun.

  Potensi ekspor juga semakin terbuka setelah Amerika Serikat menemukan fakta bahwa ikan patin yang diimpor dari Vietnam sebenarnya berasal dari Indonesia, khususnya Sumatera Selatan. Pemerintah Daerah Sumatera Selatan pun berinisiatif untuk memotong jalur ekspor ikan patin yang sebelumnya melalui Vietnam, menjadi langsung diekspor ke AS tanpa melalui perantara atau pihak kedua. Budidaya ikan patin di daerah tersebut pun berkembang di berbagai kabupaten atau kota seperti Muaraenim, Ogan Ilir, Banyuasin hingga Palembang.

  Selain AS, pasar Eropa juga menyediakan peluang ekspor bagi produk ikan patin. Sama halnya dengan AS, penyuplai produk ikan patin terbesar untuk pasar Eropa adalah Vietnam yang menguasai pasar setempat hingga 25. Potensi ekspor ikan patin di pasar Eropa semakin terbuka dengan dikeluarkannya kebijakan oleh Pemerintah Uni Eropa yang membatasi perburuan ikan cod. Sebagai gantinya,

  Selain pasar AS dan Eropa sebagai pasar tradisional, dalam jangka panjang ekspor ikan patin juga akan merambah ke negara-negara non-tradisional seperti Timur Tengah. Salah satu pasar yang mengajukan permintaan cukup tinggi terhadap produk ikan patin dari Indonesia adalah Persatuan Arab Emirat, khususnya Dubai. Konsumen di pasar ini menginginkan ikan patin yang memiliki ratarata berat 500 gram dengan harga jual Rp 15.000 per ekor. Ekspor perikanan negara di dunia dapat dilihat pada tabel 20.

  Tabel 20. Nilai Ekspor perikanan dunia (juta US)

  Nilai ekspor perikanan dunia terus meningkat sejak 2003 dan pada tahun 2010 mencapai lebih dari US 103 milyar. Urutan pertama adalah Cina dengan nilai US 13,5 milyar dengan market share 13,5. Posisi berikutnya adalah Norway, Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, dan Kanada, masing-masing US 8,66 milyar, US 7,01 milyar, US 4,54 milyar, US 4,26, dan US 3,80 Indonesia menempati urutan 12 dengan nilai sekitar US 2,6 milyar dengan market share 2,5.

  Salah satu komoditas yang menjadi sasaran revitalisasi tersebut yaitu ikan patin. Komoditas tersebut menjadi salah satu unggulan dalam revitalisasi perikanan budidaya karena merupakan jenis ikan yang teknologi budidayanya sudah dikuasai dan sudah berkembang di masyarakat. Selain itu, komoditas patin memiliki peluang

  Tabel 21. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas 2002-2005 (Ton)

  Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi perikanan didominasi oleh rumput laut, bandeng, dan udang. Hasil produksi ikan patin masih jauh lebih rendah dari rumput laut, bandeng, udang maupun dari beberapa ikan lainnya. Oleh karena itu, pemerintah bermaksud meningkatkan hasil produksi patin mulai dari tahun 2006 hingga 2009. Rencana pemerintah dalam peningkatan produksi patin ditunjukkan pada Tabel 22.

  Tabel 22. Rencana Pengembangan Patin 2006-2009

  Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa pemerintah menginginkan agar produksi ikan patin terus meningkat dari tahun ke tahun baik untuk konsumsi masyarakat (lokal) maupun ekspor. Caranya tentu saja melalui peran akuakultur dalam meningkatkan jumlah produksi ikan. Peran akuakultur di sini termasuk usaha budidaya pembenihan. Hal itu dapat dilihat dari target kebutuhan benih dari tahun 2006 sampai 2009 yang semakin meningkat sejalan dengan target peningkatan produksi ikan patin.

  Program revitalisasi pemerintah dalam bidang perikanan yang menunjukkan peningkatan ternyata tidak menjamin ekspor patin meningkat. Indonesia memang mengembangkan ekspor ke negara-negara lain seperti Timur Tengah, tapi untuk ekspor ke Amerika dan Eropa lebih rendah dibandingkan Vietnam. Kebutuhan di dalam negeri juga belum dapat dipenuhi oleh sistem budidaya yang ada.

  Penyebab Indonesia kalah saing dengan Vietnam yaitu karena harga ikan patin di dalam negeri cukup tinggi misalnya tahun 2008 sekitar Rp 11.000kg sedangkan dari Vietnam hanya Rp 9.000kg. Mahalnya harga patin di Indonesia karena tingginya biaya produksi yang salah satunya disebabkan karena harga pakan yang tinggi. Hal itu karena tepung ikan sebagai bahan baku pembuat pakan ikan (pelet) masih diimpor dari negara lain. Volume impor tepung ikan di Indonesia ditunjukkan oleh Tabel 6.

  Tabel 23. Volume impor tepung ikan di Indonesia

  Tabel 6 menunjukkan bahwa volume impor terbesar terjadi pada tahun 2005 dan 2006. Mulai tahun 2007, Indonesia sudah mulai menurunkan impor tepung ikan. Hal ini karena sepanjang 2007, sebanyak 70 dari kebutuhan tepung ikan sudah bisa dipenuhi oleh tepung ikan lokal. Para pengolah tepung ikan lokal telah mampu meningkatkan produksi dan kualitas tepung ikan yang dihasilkannya. Indonesia juga kalah saing dengan Vietnam dalam hal kuantitas produksi patin. Tahun 2008 Vietnam mampu menghasilkan 1,2 juta ton ikan patin dan mengekspor 633.000 ton ke 107

  Melihat dari kenyataan tersebut, pemerintah memiliki target untuk mewujudkan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar tahun 2015. Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan perikanan budidaya sebagai ujung tombak penghasil produk perikanan untuk mewujudkan target tersebut. Salah satu produk ikan yang diandalkan yaitu ikan patin. Direktur Pemasaran Luar Negeri, Ditjen P2HP DKP Saut Parulian Hutagalung mengatakan, ikan patin merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan, selain permintaannya tinggi di dalam negeri, patin juga merupakan salah satu komoditas budidaya air tawar yang mempunyai pasar yang sangat bagus di Uni Eropa, Amerika Serikat, Eropa Timur, dan Timur Tengah. Salah satu cara untuk mencapai target tersebut yaitu dengan menekan ongkos produksi akibat mahalnya harga pakan. Pemerintah berencana membangun pabrik baru untuk memproduksi pakan ikan. Pakan itu berbahan baku maggot kelapa sawit, bukan tepung ikan yang saat ini digunakan. Pemerintah mengharapkan dengan melakukan substitusi bahan baku itu, harga pakan ikan dapat ditekan hingga 10-20 dari harga saat ini. Selain itu pemerintah akan meningkatkan inovasi teknologi sektor perikanan, khususnya teknologi pengadaan bibit atau benih unggul dan teknik budidaya, guna mengejar target pertumbuhan produksi perikanan.

  Berkaitan dengan pengadaan benih, salah satu sentra produksi benih ikan patin yang potensial di Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pengusaha pembesaran ikan patin atau pengusaha ikan patin konsumsi yang berasal dari luar daerah yang membeli benih ikan patin dari Kabupaten Bogor karena kualitas benih yang relatif baik dibandingkan daerah lain seperti Sumatera. Tingkat mortalitas benih patin dari Bogor juga relatif rendah, kurang dari 0,02.

  Nilai Impor Ikan Dunia Dan Posisi Indonesia

   Nilai impor ikan dunia pada tahun 2010 lebih dari US 98,11 milyar. Negara

  pengimpor terbesar adalah Amerika Serikat, Jepang, dan Spanyol dengan nilai

   milyar dengan share 6,41.  Cina mengimpor ikan dengan nilai sekitar US 4,45 milyar dengan share 4,53

  dan menduduki urutan ke 6. Dibanding dengan nilai ekspornya nilai impor ikan Cina sekitar 32,86.

   Thailand mengimpor ikan senilai US 2,11 milyar dengan share 2,15 dan

  apabila dibandingkan dengan nilai ekspornya, nilai impor Thailand sekitar 30 dan menduduki urutan ke 14.

   Indonesia mengimpor ikan senilai US 228 juta dengan share 0,23, yaitu pada