12
KURIKULUM TINGKAT DAERAH MULOK MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA
BERBASIS KURIKULUM 2013 REVISI 2017 JENJANG SDMI
mengajar. Adanya penerapan Pendekatan 5M Mengingat, Memahami, Menerapkan, Menganalisis, dan Mencipta. Pendekatan Saintiik 5M
bukanlah satu-satunya yang dapat diacu menjadi metode saat mengajar.
Apabila digunakan, maka susunan 5Mitu tidak harus berurutan.Pemilihan pendekatan tematik danatau tematik terpadu danatau saintiik danatau
inkuiri inquiry dan penyingkapan discovery danatau pembelajaran
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah project based learning disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang
pendidikan. 4. Penyederhanaan aspek penilaian siswa oleh guru. Pada Kurikulum
2013 versi lawas, seluruh guru wajib menilai aspek sosial dan spiritual keagamaan siswa. Sistem ini yang lantas dikeluhkan banyak guru.
Dalam skema yang baru, penilaian sosial dan keagamaan siswa cukup dilakukan oleh guru PPKn dan guru Pendidikan Agama-Budi Pekerti.
Sementara guru isika dan mata pelajaran lainnya hanya menilai aspek akademik sesuai bidang yang diajarkan saja.Guru mata pelajaran lain
boleh menilai aspek sosial sewajarnya. seperti terkait kenakalan atau misalnya saat siswa ketahuan mencontek.
a. Penilaian sikap KI-1 dan KI-2 sudah ditiadakan di setiap mata pelajaran hanya Matapelajaran Agama dan PPKn, namun KI tetap
dicantumkankan dalam penulisan RPP. b. Jika ada 2 nilai praktik dalam satu KD, maka yang diambil adalah
nilai yang tertinggi. Penghitungan nilai keterampilan dalam satu KD ditotal praktek, produk, portofolio dan diambil nilai rata-rata untuk
pengetahuan, bobot penilaian harian, dan penilaian akhir semester itu sama.
c. Perubahan terminologi ulangan harian menjadi penilaian harian, UAS menjadi Penilaian Akhir Semester untuk Semester 1 dan Penilaian
Akhir Tahun untuk Semester 2. Oleh karena itu, sudah tidak ada lagi UTS, langsung ke Penilaian Akhir Semester.
d. Skala penilaian menjadi 1-100. Sementara itu, penilaian sikap diberikan dalam bentuk Predikat dan Deskripsi.
e. Remedial diberikan untuk nilai siswa yang kurang, namun sebelumnya siswa diberikan pembelajaran ulang. Nilai Remedial adalah nilai yang
dicantumkan dalam hasil.
13
BAB i: STRUKTUR KURIKULUM TINGKAT DAERAH
f. Hasil evaluasi akhir diperoleh dari gabungan evaluasi proses dan evaluasi hasil pembelajaran.
5. Perencanaan pembelajaran mencakup silabus dan Recana Pelaksanaan Pembelajaran RPP.
a. Silabus Kurikulum 2013 edisi revisi lebih ramping, hanya tiga kolom, yakni KD, Materi Pembelajaran, dan Kegiatan Pembilajaran.
b. Di dalam RPP tidak perlu disebutkan nama metode pembelajaran yang digunakan dan materi dibuat dalam bentuk lampiran berikut
dengan rubrik penilaian jika ada.
D. KEKHASAN KURIKULUM TINGKAT DAERAH
Kompetensi Dasar KD mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda di dalamnya memuat materi yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan
peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial peserta didik. Pembelajarannya diatur secara mandiri
serta menopang peningkatan kemampuan penguasaan kurikulum nasional. Program
pembelajaran bahasa
dan sastra
Sunda yang
dikembangkanmemperhatikan rambu-rambu pengembangan muatan lokal yang tertuang dalam lampiran Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014 tentang
Muatan Lokal Kurikulum 2013, Pasal 9 dan Pasal 10, bahwa Pemerintah Provinsi dan KabupatenKota dapat mengembangkan muatan lokal.
Permendikbud ini merupakan revisi dari Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, di antaranya kedekatan secara isik
dan secara psikis.Dekat secara isik berarti bahwa terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis
berarti bahwa bahan kajian tersebut mudah dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencerna informasi sesuai dengan usia peserta didik.
Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuannya, yaitu bahasa, sastra, budaya Sunda
sebagai kearifan lokal. Setiap sekolah wajib melaksanakannya agar peserta didik memperoleh pengalaman berbahasa, bersastra, dan berbudaya
Sunda. Pendidik yang mengampu mata pelajaran ini diharapkan mampu membangkitkan minat belajar, rasa keingintahuannya, menumbuhkembangkan
kesadaran, serta kemampuan apresiasi peserta didik terhadap budayanya masyarakatnya. Hal ini merupakan wujud pembentukan karakter yang
14
KURIKULUM TINGKAT DAERAH MULOK MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA
BERBASIS KURIKULUM 2013 REVISI 2017 JENJANG SDMI
memungkinkan seseorang hidup secara beradab dan toleran dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.
Mata pelajaran bahasa dan sastra Sunda dikemas sedemikian rupa agar menarik bagi perserta didik. Kemasan yang menarik dan perencanaan yang
tepat akan mampu mengembangkan beragam kompetensi peserta didik baik secara konsepsi pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi,
dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur etika, estetika, logika, dan kinestetika.
E. KERAGAMAN LOKALITAS DAN BAHASA PENGANTAR PEMBELAJARAN
Untuk mewadahi keragaman lokalitas perlu dipertimbangkan bahasa dan budaya yang berkembang di lingkungan belajar peserta didik. Kenyataan
menunjukkan bahwa selain bahasa Sunda, di Jawa Barat terdapat pula bahasa- bahasa daerah lain yang wilayah pemakaiannya tidak berdasarkan daerah
administrasi pemerintah. Misalnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pemeliharaan
Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah bahwa yang dimaksud dengan bahasa daerah di Jawa Barat adalah bahasa Sunda, bahasa Cirebon, dan bahasa
Melayu-Betawi. Dalam hubungan itu, bagi daerah-daerah yang peserta didiknya berbahasa ibu bukan bahasa Sunda, kompetensi dasar itu perlu
disesuaikan dengan keadaan kebahasaan dan budaya daerah setempat. Pembelajaran tidak berlangsung untuk semua kompetensi dasar, tetapi dipilih
mana yang mungkin bisa dilaksanakan. Berkaitan dengan kategorisasi lokal, di Jawa Barat ada masyarakat yang
berbahasa ibu bahasa Sunda lulugu ada pula yang menggunakan bahasa Sunda wewengkon. Bahkan di pesisir utara dan sebagian besar wilayah
Cirebon mempunyai bahasa ibu yang bukan bahasa Sunda. Masyarakat penuturnya menyebutnya sebagai bahasa Cirebon, yang awalnya merupakan
perpaduan antara bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Sehubungan dengan kenyataan seperti itu, bahan pembelajaran
bahasa Sunda tentu tidak akan seragam. Penentuan bahan pembelajaran diserahkan sepenuhnya kepada pendidik di tempatnya masing-masing
dengan mengadakan perembukan terpumpun dalam wadah Pusat Kegiatan
15
BAB i: STRUKTUR KURIKULUM TINGKAT DAERAH
Guru PKG. Lebih jauh lagi, penentuan yang lebih spesiik lagi diserahkan kepada guru di sekolah yang bersangkutan.
Kategorisasi lokal dalam penentuan bahan pembelajaran dapat dibedakan atas tiga kategori A, B, dan C. Ketiga kategori lokal tersebut
masing-masing memiliki ciri tersendiri. 1. Kategori A berlaku ditempat-tempat yang masyarakatnya menggunaan
bahasa Sunda lulugu, yakni bahasa yang kini dianggap baku dan resmi menurut ukuran umum di Jawa Barat. Sebagi contoh yang termasuk
kategori ini adalah daerah Bandung dan sekitarnya dengan mengabaikan beberapa kosakata wewengkon yang memang hanya sedikit.
2. Kategori B berlaku di tempat-tempat yang masyarakatnya menggunakan bahasa Sunda wewengkon, yakni bahasa yang sampai saat ini dianggap
sebagai ragam bahasa yang mempunyai perbedaan dengan bahasa lulugu, akan tetapi tetap dianggap sebagai bahasa Sunda. Perbedaan
tersebut berada pada tataran fonetik dan semantik, di samping perbedaan onomasiologis konsep yang sama dalam kosakata yang berbeda dan
perbedaan semasiologis konsep yang berbeda dengan kosakata yang sama. Sebagai conto yang termasuk kategori B adalah bahasa Sunda di
Kuningan dan Karawang. 3. Kategori C berlaku di tempat-tempat yang masyarakatnya kental
menggunakan bahasa wewengkon atau bahasa daerah khusus seperti bahasa Cirebon bahasa Sunda Dialek Cirebon atau bahasa
Jawa Dialek Cirebon dan bahasa Melayu Dialek Betawi. Misalnya, di sebagian wilayah Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Kota
Cirebon, selain diajarkan bahasa Sunda sebagai muatan lokal wajib, juga diperkenankan untuk mengajarkan bahasa Cirebon sebagai muatan
lokal pilihan. Khusus di daerah ini, untuk Kelas I-III SD, alokasi waktu untuk pelajaran bahasa Sunda dapat digunakan untuk pelajaran bahasa
daerah setempat. Keadaan yang sama dapat pula berlaku bagi sebagian Kota dan Kabupaten Bekasi serta Kota Depok yang masyarakatnya
menggunakan Bahasa Melayu Dialek Betawi, meskipun sampai saat ini belum dapat diajarkan di sekolah-sekolah.
Kategorisasi lokal tersebut dapat mengikuti perimbangan komponen kompetensi bahasa pemahaman dan penggunaan, ragam bahasa lulugu
dan wewengkon, dan bahasa pengantar.