Kutipan Hikayat Sri Rama
Kutipan Hikayat Sri Rama
Ketika Sri Rama dan saudaranya yang lebih muda Laksamana tiada ada di rumah, Sita Dewi, istri Sri Rama, dilarikan oleh Rawana, raja raksasa di Langkaputri, melalui udara.
Sebermula maka Sri Rama dan Laksamana pun pergilah mencahari Sita Dewi. Maka ia pun berjalanlah di dalam hutan rimba belantara. Beberapa lamanya berjalan itu, mereka itu tiada bertemu tempat bertanyakan warta Sita Dewi. Maka dilihatnya
Jaw ablah sesuai dengan ku-
ada seekor burung lanjan di atas pohon kayu dengan empat ekor
tipan Hikayat Sri Rama!
burung betina. Maka Sri Rama pun bertanya, “Hai burung, adakah 1. Apakah isi hikayat sesuai dengan
engkau lihat istriku dilarikan orang?”
ciri khas hikayat? Ciri-ciri apa saja Sahut burung jantan itu, “Engkaukah yang bernama Sri Rama? yang sesuai? Sebutkan bagian- Aku dengar masyhur namamu laki-laki dan gagah berani tiada bagian t ersebut dan kut iplah terlawan di tengah medan peparangan. Akan binimu tiadalah ter- kalimat pendukungnya! pelihara, perempuan seorang; lihatlah olehmu aku ini, empat ekor
2. Analisislah unsur-unsur intrinsik biniku lagi dapat aku peliharakan, konon engkau manusia dua ( t okoh dan penokohan, lat ar,
orang pula dengan saudaramu tiadalah dapat memeliharakan alur, amanat, dan gaya bahasa)
binimu seorang itu.”
hikayat! 3. Nilai-nilai apa yang Anda t e-
Maka kata Sri Rama, “Hai burung jantan, tiadalah kasihanmu mukan dalam hikayat tersebut?
akan daku melihat serupa ini, maka engkau berkata garang ini. Kutiplah kalimat/ peristiwa pen-
Aku pinta kepada Dewata Mulia Raya, semoga-moga binimu lenyap dukungnya!
daripada mata engkau, tiadalah engkau lihat dia hampir dengan engkau.”
4. Cerit akan kembali isi hikayat menggunakan bahasa I ndone-
Maka dengan takdir Dewata Mulia Raya, pada tatkala itu juga sia yang baik dan benar!
burung jantan itu pun butalah dari bininya yang empat ekor itu pun duduk di sisinya, tiadalah dilihatnya lagi.
Maka Sri Rama dan Laksamana pun berja-lanlah siang dan malam tiada berhenti lagi, Sri Rama pun bertemulah dengan seekor
Bab 12 Berkomunikasi
bangau lagi minum air. Sri Rama pun bertanya seperti ular, lalu dijeratnya dan dibawanya ke pasar kepada bangau itu, katanya, “Hai bangau, adakah
hendak dijualnya, Maka Sri Rama dan Laksamana engkau melihat biniku dilarikan orang?”
bertemu akan kanak-kanak itu membawa burung Maka kata bangau itu, “Ya Tuanku Sri Rama
bangau kata Sri Rama, “I ni kanak-kanak memba- hamba mencahari makanan hamba dalam benua
wa seekor burung bangau.” ini, maka hamba lihat bayang-bayang pada danau
Maka kata Laksamana, “Tiadakah tuan hamba ini. Nyatalah Maharaja Rawana membawa pe-
kenai akan bangau ini? Inilah bangau yang bertemu rempuan seorang. Adapun kainnya itu kain kesum-
dengan kita dahulu. Maka oleh Sri Rama lalu dite-
ba warna keemas-emasan. Tetapi perempuan busnya dengan sebentuk cincin daripada kanak- mana itu hamba tiada tahu. Kenyataan kain perca
kanak itu. Kata Sri Rama kepada bangau itu, “Eng- itu digugurkannya ke bumi.”
kau pinta kepadaku dahulu itu hendakkan lehermu Maka kata Sri Rama, “Baharulah padamu aku
panjang, ini perolehanmu. Pada hatiku baiklah mendengar khabar berita Sita Dewi yang nyata.
engkau duduk bernaung pada suatu tempat di se- Sekarang apa kehendakmu, hai bangau, supaya
buah benua, empat ekor burung betina sediakala aku pohonkan kepada Dewata Mulia Raja.”
mengantarkan makanan akan dikau. I tulah kehen- dakku.”
Maka kata bangau, “Ya Tuanku, yang hamba pohonkan kepada tuan hamba supaya leher hamba
Kata bangau, “Ya Tuanku, hamba junjunglah panjang, dapat berdiri mencari makanan di bawah
perintah tuanku itu.”
danau.” Sesudah Sri Rama mintakan doa akan bangau Kata Sri Rama, “ Baiklah, engkau peroleh
itu, maka ia beserta Laksamana berjalanlah ke da- seperti kehendak hatimu itu. Apa tiadakah sukar
lam hutan rimba. Sri Rama pun hauslah hendak lehermu panjang itu, kalau-kalau dijerat orang?
minum air, ia pun berkata kapada Laksamana, “Hai Tetapi barang pintamu itu kita pohonkan kepada
Laksamana, caharikan aku air!” Dewata Mulia Raya.”
Kata Laksamana, “Ya Tuanku, ke mana hamba Sesudah ia meminta doa akan bangau itu, ma-
pergi mencahari air itu?”
ka ia pun berjalanlah dengan Laksamana. Sepe- Kata Sri Rama, “Aku panahkan anak panahku ninggal Sri Rama dan Laksamana itu datanglah
ini, ikutlah olehmu. Di mana jatuhnya anak panah seorang kanak-kanak ke danau itu hendak mengail.
ini, adalah air di sana.”
Maka dilihatnya leher bangau itu terlalu panjang Maka dipanahkan oleh Sr i Ram a akan Gandewati, diikuti oleh Laksamana. Anak panah itu jatuh pada suatu lupak mata air. Maka diper- buatnya oleh Laksamana sehelai daun kayu akan timba air, lalu diisinya dan anak panah itu pun diban- tunnyalah, lalu dibawanya kembali kepada Sri Rama. Maka baharulah diminum oleh Sri Rama dirasainya air itu terlalu busuk. Kata Sri Rama, kepa-
da Laksamana, “Di mana adinda ambil air ini?” Kata Laksamana, “Di tempat jatuhnya anak panah itu juga, di sanalah hamba ambil air itu.”
Maka kata Sri Rama, “Hai adinda, marilah tun- jukkan aku akan tempat air itu: “
Maka Sri Rama pun berjalanlah bersama- sama dengan Laksamana. setelah sampailah kepa-
da tempat air itu, dilihatnya air itu berlinang-linang. Kata Sri Rama, “Apa sebabnya maka air ini berli-
Mata Sri Rama kepada bangau itu, “Engkau nang-linang, ada juga binatang besar mati di hulu pinta kepadaku dahulu itu hendakkan lehermu panjang, ini perolehanmu.
sungai.
Bahasa dan Sastra I ndonesia Kelas XI SMA/ MA
Maka keduanya pun pergilah mengikut jalan Dasampani itu hendak mencahari makanan ke bukit ke hulu Sungai itu. Syahdan maka Sri Rama pun
Kaf. Hamba terbang ke udara, maka hamba ber- bertemulah dengan seekor burung, terlalu besar
temu dengan Matahari. Sayap saudara hamba itu seperti sebuah gunung tertambat sayapnya yang
pun hanguslah. Tatkala itu hamba ada berlindung sebelah rebah. Maka dikenalnya, oleh Sri Rama
di bawah sayap saudara hamba itu. Setelah dilihat akan burung itu. Kata Sri Rama, “Hai Jentayu
oleh Matahari akan hal saudara hamba, kata mengapakah halmu ini demikian?”
Matahari, “Hai Dasampani, aku tiada sekali-kali Kata Jentayu, “Ya Tuanku Sri Rama, hamba
tahu akan engkau. Sekarang pergilah engkau ke ini berlawan dengan Maharaja Rawana.”
bukit Gedara Wanam,” Tatkala Maha Bisnu turun menjelma kepada Sri Rama, maka ia menyuruhkan
Maka segala perihal-ihwalnya berperang de- anaknya seekor kera yang bernama Hanuman dan
ngan Maharaja Rawana itu pun dikatakannyalah saudara hamba pergi ke sana duduk bertapa di kepada Sri Rama, seraya katanya, “Hamba telah
dalam bukit itu. Akan sekarang ini hambamu akan minta doa kepada Dewata Mulia Raya, menengadah
mati, ia tiada tahu; itulah sebabnya hamba berpe- ke langit, “Ya Tuhanku, janganlah sekiranya hamba
san pada tuanku jangan tuanku, tiada singgah pada dimatikan dahulu, sebelum bertemu dengan tuanku
gunung itu.
Sri Rama, supaya hamba memberi tahu kepadanya akan hal istrinya dilarikan oleh Maharaja Rawana.
Kata Sri Rama, “Hai Jentayu, baiklah, yang ma- Sekarang baiklah hamba mati daripada merasai
na pesan tuan-hamba itu tiadalah hamba lalui.” hal demikian, supaya tuan hamba membakar ham-
Setelah sudah berpesan itu, Jentayu pun ma- ba.”
tilah. Maka Sri Rama menyuruhkan Laksamana Setelah sudah ia berkata-kata itu, maka cincin
mencahari tempat yang tiada ada sampai manusia. dilontarkan oleh Sita Dewi itu pun dikeluarkannya
Diberinya suatu tongkat dan katanya, “Hai Laksa- dari mulutnya, seraya katanya, “Tatkala hamba ber-
mana, apabila tongkat menghujamkan dirinya, perang dan hamba gugur ke bumi maka istri Tuan-
itulah tempat yang tiada sampai manusia.” ku melontarkan cincin ini. Inilah, Tuanku, cincin istri
Maka Laksamana pun berjalanlah membawa tuanku.”
tongkat itu berkeliling mencahari tempat, tiada juga Maka segeralah cincin itu diambil oleh Sri
bertemu yang tiada sampai manusia itu. Rama. Setelah dilihatnya sungguhlah cincin istrinya,
Setelah demikian Laksamana kembalilah ke- maka ia pun terlalu sukacita. Kata Sri Rama, “Hai
pada Sri Rama, katanya, “Ya, Tuanku, berkeliling Jent ayu, inilah kebakt ianmu kepadaku, t elah
patik, pergi mencahari tempat tiada juga dapat sempurnalah kasihmu akan daku.”
yang seperti kehendak tuanku itu.” Maka Jentayu pun berpesan kepada Sri Rama
Kata Sri, Rama, “Hai Laksamana angkatlah dan memberi tahu akan saudaranya terlalu sakti,
segala kayu-kayu itu semuanya, bubuhkan di atas seraya katanya, “Jikalau tuanku bakar mayat hamba
tanganku ini.”
ini, jangan di bumi yang ada tempat manusia. Dan Maka Laksamana pun menghimpunkan segala jikalau tuan hamba pergi ke negeri Langka Puri,
kayu api itu ke atas tangan Sri Rama. Setelah su- jangan tiada,singgah di tepi laut akan menyeberang
dah maka bangkai Jentayu itu pun dibakar oleh di Langka Puri itu, karena di situ ada suatu gunung
Laksamana pada tangan Sri Rama. Berapa lamanya bernama Gendara Wanam. Di dalam bukit itu ada
api itu pun padamlah; dilihat oleh Laksamana ta- saudara hamba bernama Dasampani bertapa. Ada-
ngan Sri Rama tiada mara bahayanya. Laksamana . pun hamba ini setengah bulan sekali pergi meng-
pun heran melihat sakti Sri Rama itu. Setelah demi- antarkan makanan akan dia.”
kian baginda dua bersaudara pun berjalanlah dari- Kata Sri Rama, “Hai Jentayu, apa sebabnya
pada tempat itu.
maka saudaramu itu bertapa di dalam bukit?” Kata Jentayu, “Ya Tuanku, sekali peristiwa
ham ba dan saudar a ham ba yang ber nam a
Bab 12 Berkomunikasi
12.1.2 12.1.2 12.1.2 12.1.2 12.1.2 ve l ve l ve l ve l ve l In d n e s ia In d n e s ia In d n e s ia In d n e s ia In d n e s ia
I stilah novel berasal dari bahasa I talia novella yang berarti kabar atau berita. Adapun ciri khas sebuah novel di antaranya:
di dalam sebuah novel terdapat konflik yang mengakibatkan perubahan nasib pada pelakunya
Novel adalah karangan prosa yang panj ang m engandung rangkaian
menceritakan satu segi kehidupan pelaku cerita kehidupan seseorang dengan
jalan ceritanya singkat; hanya mengenai hal-hal yang pokok/ orang di sekelilingnya dengan me- garis besarnya
nonj olkan w at ak dan sifat set iap Hikayat dan novel keduanya merupakan bentuk karya sastra yang
pelaku.
berupa prosa. Bedanya, hikayat merupakan bagian dari prosa lama KBBI , 2001 sedangkan novel bagian dari prosa baru.
Dalam perkembangannya, kini kita lebih mengenal bentuk novel daripada hikayat. Hikayat merupakan peninggalan sastra Melayu sementara novel bagian dari perkembangan hasil karya sastra I ndo- nesia. Kini kita banyak mengenal hasil karya novel populer maupun novel yang tergolong karya sastra. Bahkan novel terjemahan dari berbagai negara pun banyak diterbitkan di I ndonesia
Kutipan Novel
endela P endela P endela P endela P e n d e l a Pe rt a m a e rt a m a e rt a m a e rt a m a e rt a m a
dan menaburkan kata-kata cinta, seperti memberi “ Selamat pagi Singapura!” teriakku sambil
bensin pada motor tubuhku. Tanpa itu, mungkin merentangkan kedua lengan dan menjulurkan
rasa jadi seorang istri agak kurang. kepala keluar jendela. Fiuh, segar juga udara pagi
“Aku tidak mau meninggalkan kamu sendiri, ta- ini. Kucoba menjulurkan kepala lebih keluar, tetapi
pi ya bagaimana. Take care, Sayang,” begitu kira- seram. I ni tingkat dua belas, kalau terjatuh aku
kira ucapan Jigme setiap kalinya. mungkin sudah jadi bubur.
Set elah ucapan “ sayang,” at au “Aku cint a Ah, sebenarnya pagi ini sama seperti pagi ke-
kamu,” Jigme berangkat sekitar pukul delapan marin, kemarinnya lagi, dan kemarin dulu. Pagi
pagi. Begitu sosok tegapnya menghilang, ritual ini nenek di gedung seberang kembali tertawa
harianku pun dimulai. Aku mulai mencuci pakaian lebar memamerkan gigi ompongnya. Rupanya
kami secara manual, itu lho dengan tangan. De- setiap hari jadwal menengok jendela nenek itu
ngan payah, tangan berkerut-kerut dan badan sama denganku.
sedikit menggigil, biasanya aku berhasil juga Ritualku setiap pagi? Sudah sebulan aku tinggal
harus menggantungkan pakaian ke tiang bambu di “ rumah susun” ini dan dari hari ke hari tidak
sedemikian rupa supaya terjajar rapi. Kemudian, ada yang berubah. Pukul enam pagi, biasanya
sekuat tenaga aku mengangkat dan mendorong- aku bangun, itu juga ketika Jigme, suamiku se-
nya untuk dimasukkan ke dalam lubang di dinding lesai salat subuh. Sebagai seorang istri yang baik
luar jendela. I nilah menjemur pakaian ala Singa- aku pun terbangun. Terkadang salat subuh ter-
pura, maklum tidak ada pekarangan. Melelahkan? kadang tidak, tapi yang selalu adalah menyiap-
Ya, tapi tidak, tidak akan pernah aku mau lagi kan sarapan lagi dan memastikan pakaian sang
menumpuk cucian dua hari seperti nasihat Mama, suami tidak kusut.
soalnya jauh lebih melelahkan. Aku juga tidak mau menumpuk pakaian dan menunggu bantuan
“ Sayang,
I love you sooo very much,” kata Jigme di akhir pekan. I ni tugas baruku, sebagai
Jigme setiap pagi. seorang rumah tangga. Tentunya tanpa pem-
Bangun pagi melihat Jigme yang selalu tertawa
bantu.
Bahasa dan Sastra I ndonesia Kelas XI SMA/ MA
Setelah ritual yang melelahkan inilah biasanya aku “ bertengger” di jendela. Walaupun peman-
dangan di hadapanku hanya gedung yang ber- hiaskan pakaian berkibar-kibar, paling tidak aku bisa melihat ke angkasa, ke birunya langit, atau bergumpalnya awan, juga melihat gaya genit bu- rung berkicau. Bisa pula aku melihat ke bawah, ke lapangan parkir dan memperhatikan orang- orang yang mondar-mandir. Pokoknya melihat apa saja selain dua ruangan tempat kami tinggal, maksudku, selain ruang tamu merangkap tempat tidur dan ruang dapur merangkap ruang serba guna tempatku berdiri sekarang ini. Oh ya, masih ada kamar mandi sempit tempatku melakukan ritual mencuci pakaian di samping ruang ini. Jadi, total dua setengah ruangan jika mau dihitung- hitung. Tapi tempat ini, apalagi ruangan depan, tampak lebih besar dari ukuran sebenarnya kare- na kami tidak memiliki mebel dan tempat tidur, hanya kasur tipis yang bisa digulung.
“Nyonya Jigme Tshering, hari ini ternyata sama seperti kemarin,” ujarku pada dini sendiri. Aku senang memanggil nama baruku yang bertitelkan “nyonya”. Kedengarannya aneh? Tidak juga, de- ngan begitu aku sadar kewajibanku sebagai se- orang ibu rumah tangga. Aku memang menikah sebulan yang lalu, 5 September 1997, dan lang- sung pindah ke Singapura. Titel nyonya atau ibu sudah pantas untukku, paling tidak menurutku. Mungkin nama Jigme Tshering yang kedengaran- nya aneh? Biasa saja, jika mengingat suamiku memang orang Tibet. Ya ... ya ... ya ... biasanya dahi orang akan bertekuk, tanda bertanya-tanya begitu mereka mendengar nama baruku. Kemu- dian setelah kuberi tahu bahwa suamiku orang Tibet, mereka lalu meluncurkan sederetan perta- nyaan: Pantas saja namanya aneh, Jigme ... apa artinya ya? Ketemu di mana? Kok bisa-bisanya sih menikah dengan orang Tibet? Bagaimana de- ngan keluarga kalian? Sampai pertanyaan konyol seperti: Suamimu tinggal di gunung Everest? Sudah nonton film “ Seven Years in Tibet” atau film Kungfu? Suamimu kenal Dalai Lama nggak?
Terkadang dengan semangat aku bercerita bahwa nama Jigme dalam bahasa Tibet berarti tidak memiliki rasa takut atau pemberani. Terka- dang jika mereka teman dekatku, aku bercanda bahwa jika ada yang memanggil Jigme di Lhasa, Tibet, pasti lebih dari sepuluh orang akan mene- ngok karena populernya nama tersebut.
Perjumpaan dengan Jigme juga sebuah cerita tersendiri. Aku kenal Jigme saat sekolah di Ame-
rika Serikat. Aku sendiri waktu itu tinggal di Pittsburg, sebuah kota di Kansas yang tidak ter- cantum di peta saking kecilnya. Aku pindah ke sana di awal tahun 1990. Mengapa Pittsburg? Mengapa ke kota yang kata banyak orang, “ Ja- ngan berkedip jika kamu lewat Pittsburg, karena kamu tidak sempat melihat kota itu.”
Aku bosan tinggal di kota metropolitan seperti Jakarta. Menurutku, New York, Los Angeles, Chicago, dan kota terkenal lainnya tidak jauh berbeda dengan Jakart a. Di t engah-t engah Kansas, di negara bagian tempat Dorothy dari cerita film Wizard of Oz tinggal.
Pilihanku unt uk kuliah di Pit t sburg St at e University (PSU) tidaklah salah. Tempatku belajar dan kota Pittsburg ibarat telur goreng, di mana universitas adalah kuningnya dan kota adalah putihnya. Konon, kota ini sempat populer pada tahun 1920-an, karena ada tempat penggalian batu bara. Banyak orang Eropa, terutama dari daerah Balkan, yang datang. Dulu penduduk Pittsburg mencapai 60 ribu orang. Karena itu, orang-orang menyebutnya Pittsburg, karena situasinya yang mirip kota besar Pittsburg (pakai huruf h) di Pennsylvania. Sayangnya, tambang habis digali, disusul dengan terbakarnya pusat rekreasi dengan jet coaster-nya, perlahan-lahan disusul hilangnya penduduk kota ini. Untung ada Pittsburg State University yang membuat kota ini tetap hidup, jadi walaupun penduduk berkurang, paling tidak sekitar 20 hingga 24 ribu orang masih tinggal.
Setiap tahun untuk mengenang kejayaan kota ini, mulai tahun 1984 diadakan Little Balkans Days setiap Labor Day atau hari buruh, sekitar awal September. Ada parade pakaian tradisional ala Balkan, ada juga pameran mobil kuno, lomba masak, pasar malam dan lainnya. Disinilah seru- nya, karena penduduk dan pihak universitas se- perti melebur jadi satu.
Selain itu, di PSU atau Pittstate ini, begitu kami sebut, semua dosen penuh perhatian, dan yang terpenting, jumlah mahasiswa asingnya tidak
terlalu banyak. Jadi aku bisa berbicara bahasa
I nggris dan berteman dengan mahasiswa bangsa lain. Tidak seperti di Los Angeles atau San Fran- sisco yang mahasiswa I ndonesianya membludak,
Bab 12 Berkomunikasi
dan mereka membentuk grup sendiri. Ah, kalau kembali ke Piitsburg dan hidupku berjalan biasa cerita soal Pittsburg, tidak akan ada putus-pu-
dengan kekasihku saat itu, Aji Saka. Putus dari tusnya.
Aji, aku pindah dan transfer sekolah ke Wichita. Sekarang kembali kepada aku dan Jigme. Dua
Ah, siapa sangka Jigme terkaget-kaget melihatku tahun di Pittsburg, suatu liburan musim panas
di kafetaria kampus Wichita State University. aku berlibur ke tempat temanku, Lisa, di Wichita.
“June Larasati Subagio,” teriaknya saat itu. Kota ini lumayan sedikit lebih besar dibandingkan
Aku yang siap menuju kelas kontan terperanjat. Pittsburg, hanya tiga jam perjalanan dan masih
Siapa pria ini? Mengapa ia tahu namaku? di daerah Kansas. Aku sering mengunjungi Lisa,
“ I ngat, saya Jigme Tshering,” katanya sambil habis apalagi yang akan aku lakukan di kota sekecil
menjulurkan tangan.
Pittsburg? Tadinya aku berpikiran akan mengun- Dengan bingung-bingung, aku membalas ja- jungi Mas Bowo, kakakku satu-satunya di Chicago.
batan tangannya. “Maaf, siapa...” Tapi Lisa punya tawaran menarik. Ia mengajakku
“ Remember? Saya bertemu kamu di pesta datang ke pesta kampusnya. I ngin juga aku tahu,
tahun lalu, don’t you remember?” katanya. seperti apa sih pesta mahasiswa Wichita State
Tangannya mengguncang-guncang tanganku. University?
Aku kemudian melepaskan diri dari jabatan erat- Apalagi setelah dengar cerita Lisa bahwa uni-
nya. Aku masih terdiam, berusaha meletakkan versitas ini tidak memiliki tim olahraga American
wajahnya di puzzle memoriku. Football. Yang benar saja, tanpa football apa
“Waktu itu Lisa mengenalkanmu padaku. Kamu artinya sebuah universitas di Amerika? Kata Lisa,
benar June yang mengenakan gaun hitam dan “Dulu memang ada, tapi semenjak seluruh ang-
rambut diangkat ke atas kan?” katanya dengan gota tim terbunuh karena kecelakaan pesawat
mata berbinar-binar.
terbang, universitas kemudian meniadakannya.” Samar-samar bayangannya menj adi j elas. Dia Pittstate sendiri, kami memiliki tim the
“ Kamu ... ya, saya ingat. Kamu yang dari Tibet Gorillas, dengan maskot gorila dan sering jadi
itu bukan?” kataku ragu-ragu. juara di lomba antaruniversitas di midwest atau
“Hahahaha... orang sering menyebut saya ‘ that daerah tengah Amerika. Tapi Lisa bangga, mere-
Tibetan’ atau ‘that Tibet guy’.” ka punya tim baseball andal, the Shocker, yang
“ Maaf,” kataku serba salah. maskotnya boneka jerami. Ya, sudah, toh aku
I a menggeleng. “Tidak apa-apa kok. Saya se- tetap penasaran.
nang kamu ingat saya,” katanya sambil terus me- Pesta berjalan biasa. Banyak yang minum bir
natapku.
dari tong, atau makan agar-agar yang dicampur “ Ya, saya ingat sekarang. Kamu yang bilang bir atau disko dan ingar-bingar khas orang Ame-
kalau minum cuma untuk sosialisasi kan?” rika. Aku senang pesta, tapi tidak minum. Masa-
“ Memang kok, saya minum di pesta cuma lahnya dulu aku pernah menenggak satu sloki
basa-basi. Dan kamu bilang, payah masa gara- dan jadi sakit seminggu. Jangankan itu, merokok
gara gengsi terpaksa minum. Hahahaha...benar, pun aku t idak. Aku pernah mencoba rokok
gengsi....”
Marlboro-nya Aji, tapi juga membuatku batuk Aku tersenyum. Kemudian, sinar matanya yang berkepanjangan. Lagi pula, minum bisa bikin
sipit seperti menembus mataku. Aku masih tidak orang terlalu berani. Pernah di suatu pesta, te-
habis pikir, bagaimana ia ingat nama lengkapku manku Cindi, mendadak mulai melepas bajunya
bahkan baju apa yang kupakai malam itu, sedang- di depan para pria. Joe pernah bilang, sebenarnya
kan aku sendiri lupa?
banyak cowok yang pura-pura mabuk, biar ce- Sesudah itu yang lain tinggal sejarah. I a meng- wek ikutan mabuk dan mulai menari telanjang.
ajakku makan siang, tapi aku sudah makan siang. Di tengah kebosanan inilah aku bertemu Jigme.
Lalu, sebagai gantinya aku berjanji bertemu ke- Tidak pernah terlintas sedikit pun dari benakku
esokan harinya, jam yang sama untuk makan kalau lelaki yang diperkenalkan Lisa kepadaku
siang. Setelah berbulan-bulan menjadi teman malam itu akan menjadi suamiku kini. Betapa ti-
Jigme dan makan siang bersama yang t ak dak! Setelah pesta itu aku terlupa padanya. Aku
terhitung banyaknya, akhirnya aku bersedia
Bahasa dan Sastra I ndonesia Kelas XI SMA/ MA
menjadi pacarnya.
Ah mungkin ini yang mereka sebut jodoh. Karena itu setiap ada yang bertanya perihal perjumpaan kamu, aku selalu tertawa. Tidak jarang aku menggoda Jigme bahwa ia mencintaiku sejak
Jaw ablah sesuai dengan ku-
pandangan pertama. Jigme tidak mungkir, tapi ia selalu bersikeras
tipan novel Jendela-jendela!
bahwa ia yakin aku juga senang padanya saat pertama melihat- 1. Apakah isi kutipan novel sesuai
nya. Kalau sudah begitu aku terdiam dan tersenyum. Kenya- dengan ciri khas novel? Ciri-ciri
taannya atau tidak, yang penting toh dua setengah tahun setelah apa saja yang sesuai? Sebutkan
itu kami menikah, bukan begitu?
ciri-ciri tersebut dan kutiplah kali- Terkadang pula kepada orang yang bertanya, aku bercerita mat pendukungnya!
mendetail bahwa Jigme memiliki adik perempuan satu-satunya, 2. Analisislah unsur-unsur intrinsik
Nyima, yang tinggal bersama kedua orang tua mereka di Lhasa, ( t okoh dan penokohan, lat ar,
Tibet. Alasan Jigme untuk bekerja di Singapura adalah karena alur, amanat, dan gaya bahasa)
dulu sebelum ke Amerika, ia dan keluarganya pernah menetap kutipan novel tersebut!
di sini selama sepuluh tahun lebih. Namun, Jigme tidak sempat 3. Nilai-nilai apa yang Anda temu-
berkumpul lagi dengan mereka setelah pulang karena mereka kan dalam kutipan novel terse-
berkeputusan pindah kembali ke Tibet setahun yang lalu. Tentu- but! Kutiplah kalimat/ peristiwa
nya jigme juga tahu bahwa Singapura dekat dengan I ndonesia, pendukungnya!
jadi kami berdua bisa mengunjungi orang tuaku di Jakarta. 4. Cerit akan kembali isi kut ipan
Bla...bla...bla... aku pun bercerita a sampai z tentang hubungan novel menggunakan bahasa I n-
kami yang setengah tahun sebelum akhirnya menikah. I tu pun donesia yang baik dan benar!
ditambah cerita bahwa kami sempat berhubungan jarak jauh, karena ia waktu itu masih di Amerika dan aku sudah pulang ke Jakarta. Begitulah. Namun, tak jarang aku hanya menjawab pertanyaan dengan, “Ya sudah jodoh mungkin. Biarpun ia orang Tibet, aku orang I ndonesia, kalau sudah jodoh mau apa, ya kan?”
Sumber: novel Jendela-jendela, karya Fira Basuki