1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Bisnis jasa transportasi di Pulau Jawa yang menjadi wilayah dari pusat pemerintahaan memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan
ekonomi di Indonesia. Perusahaan yang menyediakan jasa transportasi dituntut untuk dapat mengakomodir kebutuhan pasar. Namun yang perlu diingat ialah
kemampuan suatu perusahaan penyedia jasa transportasi dalam mengakomodir kebutuhan pasar sangat terbatas.
Memiliki jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa serta daratan yang terpecah menjadi belasan ribu pulau serta sebagian besar wilayah Indonesia
merupakan perairan menuntut negeri ini untuk memiliki sarana transportasi yang sangat lengkap. Transportasi bagi Indonesia lebih dari sekedar jasa memindahkan
suatu objek dari satu tempat ke tempat yang lainnya namun juga sebagai penyangga ekonomi negara.
Berdasarkan hal tersebut, saat ini Indonesia telah memiliki beragam jenis bisnis transportasi mulai dari transportasi darat, laut dan udara. Ketersediaan
transportasi di Indonesia dilayani oleh pemerintah dan pihak swasta. Dalam perjalanannya hingga saat ini, persaingan dalam bisnis jasa transportasi semakin
ketat. Perusahaan penyedia jasa transportasi berkembang pesat dengan berbagai
layanan yang ditawarkan kepada pasar. Hal tersebut menuntut perusahaan untuk
mempromosikan produk dan hal lainnya terkait jasa yang ditawarkan melalui sebuah brand.
Mengingat pusat pemerintahan Indonesia berada di Pulau Jawa, penyedia transportasi pun mengikuti hal tersebut dengan memusatkan kegiatan bisnisnya
di Pulau Jawa namun sebagian perusahaan penyedia jasa transportasi melakukan beberapa ekspansi atau pengembangan bisnis ke daerah lainnya dengan berbagai
produk yang ditawarkan bagi masyarakat. Bisnis transportasi di Pulau Jawa sangat menggeliat terutama di kota-kota
besar seperti Bandung dan Jakarta yang tidak dapat dipisahkan. Bisnis transportasi antar kota seperti Bandung-Jakarta ataupun sebaliknya dilayani oleh
pemerintah dan pihak swasta dalam beberapa jenis angkutan. Jenis angkutan yang dimaksud misalnya kereta api, bus antar kota antar provinsi, angkutan
pribadi publik yang digunakan sebagai media bisnis kendaraan rental, maupun konsep bisnis layanan Shuttle Point to Point yang sejatinya merupakan
kombinasi antara kereta api, bus AKAP serta kendaraan rental. Bisnis shuttle point to point di wilayah Bandung dan Jakarta semakin hari
semakin ketat. Penyedia jasa transportasi bisnis tersebut sebagian besar dimiliki pihak swasta namun berbeda antara satu dengan yang lainnya. Adapun beberapa
brand yang digunakan oleh penyedia jasa transportasi berkonsep shuttle point to point serta cukup dikenal masyarakat ialah sebagai berikut :
1. Cipaganti Travel M-GO Shuttle 2. City Trans
3. Day Trans 4. X – Trans
5. Sinar Shuttle 6. Pasteur Trans
7. Priangan 8. Buah Batu Transport, dan lain-lain
Brand digunakan perusahaan sebagai identitas dari suatu produk yang dapat mewakili perusahaan dalam suatu industri atau bisnis. Masyarakat atau pasar
lebih mudah mengingat dan menyebutkan suatu brand apabila dibandingkan dengan nama perusahaan yang memproduksi atau menciptakan brand tersebut.
Pada umumnya sebuah perusahaan akan mempertahankan brand yang telah tercipta dan dikenal pasar atau masyarakat. Dalam perkembangannya, tidak
sedikit perusahaan atau produsen melakukan perubahan terhadap sebuah brand. Berbagai alasan dan penilaian pasar ataupun hal lainnya menjadi penyebab
dilakukannya proses yang lebih dikenal dengan istilah rebranding tersebut. PT Cipaganti Citra Graha, Tbk. merupakan perusahaan terbuka penyedia
jasa transportasi berskala nasional milik swasta yang secara historis berawal dari usaha kecil jual beli mobil bekas tahun 1985 yang berada di Kota Bandung. PT
Cipaganti Citra Graha, Tbk. dikenal masyarakat dan pasar dengan brand Cipaganti Travel dan telah memiliki citra tersendiri juga tidak luput dari proses
rebranding.
Bermula dari perkembangan bisnis yang dialami oleh PT Cipaganti Citra Graha, Tbk. mulai melakukan ekspansi atau perluasan bisnis yang dikenal
sebagai perusahaan penyedia jasa transportasi publik lalu merambah ke bisnis lainnya seperti bisnis properti yang terdiri dari perumahan dan hotel serta
pertambangan yang meliputi timah, bijih besi dan yang paling terakhir dilakukan yaitu pertambangan batu bara yang berada di Pulau Kalimantan.
Pertimbangan melakukan bisnis dalam bidang tambang batu bara mulai dilakukan oleh PT Cipaganti Citra Graha, Tbk. saat mengetahui harga hasil
tambang tersebut pada saat waktu itu sedang mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Untuk melakukan ekspansi bisnis di bidang tambang batu bara
diperlukan dana yang sangat besar dan harus melalui pengamatan serta analisa yang cermat.
Pengambilan keputusan telah dilakukan oleh jajaran manajemen perusahaan dalam waktu singkat untuk menjalankan bisnis tambang batu bara
berdasarkan informasi serta data faktual yang terjadi di lapangan. Melalui Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, PT Cipaganti Citra
Graha, Tbk. dapat menyerap dana dari masyarakat dengan memberikan imbalan dengan pembagian tertentu sesuai dengan dana yang telah disimpan atau
diinvestasikan. Dana yang terhimpun dari masyarakat akan digunakan sebagian besar untuk mendukung terlaksananya bisnis tambang batu bara.
Dalam pelaksanaannya serta berjalannya waktu tidak lama setelah bisnis tambang batu bara mulai berjalan dan mendapatkan hasil, keadaan justru
membuat harga hasil tambang batu bara mengalami penurunan yang sangat tajam
yang membuat banyak pelaku bisnis tersebut mengalami kesulitan keuangan termasuk PT Cipaganti Citra Graha, Tbk.
Kesulitan keuangan yang dialami perusahaan merupakan dampak negatif dari ketidaktepatan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh jajaran
manajemen. Tidak selesai dalam hal itu saja, perusahaan juga harus melakukan pembayaran secara berkesinambungan kepada investor atas imbal jasa yang telah
dijanjikan sebelumnya. Permasalahan muncul beberapa waktu setelah kegagalan bisnis dalam
bidang tambang batu bara tersebut dengan tidak dapat terbayarnya imbal hasil yang dijanjikan. Hampir seluruh investor menuntut dana yang telah disimpan
untuk dikembalikan kepada individu masing-masing yang secara logika tidak dapat dilakukakan oleh PT Cipaganti Citra Graha, Tbk.
Tuntutan dari investor agar perusahaan segera mengembalikan dana membuat situasi dan kondisi perusahaan semakin memburuk. Keadaan tersebut
semakin diperparah dengan adanya pemberitaan media yang gencar mengenai dana investasi dalam beberapa bulan berikutnya. Keadaaan tersebut berakhir
dengan dipidanakannya 4 orang jajaran manajemen perusahaan yang dikenal sebagai pendiri dan pemilik saham mayoritas PT Cipaganti Citra Graha, Tbk.
Kasus hukum tersebut berdampak sangat besar dan menimbulkan kerugian materil dan non materil terhadap perusahaan. Dimulai dengan terkoreksinya nilai
saham di Bursa Efek Indonesia dengan kode emiten CPGT ke nilai yang sangat rendah, kekosongan di beberapa bagian pimpinan perusahaan yang menyebabkan
tidak dapat dilakukannya pengambilan keputusan dan melakukan kebijakan strategis lainnya.
Kepercayaan dari pihak eksternal pun terus berkurang tidak terkecuali supplier dan kreditur yang terdiri dari beberapa bank dan leasing dan ditandai
dengan beberapa hal. Supplier
meminta perusahaan untuk melakukan pembayaran secara tunai atas barang dan atau jasa yang akan digunakan
sementara di bagian lainnya kreditur yang terdiri dari bank dan leasing membatasi fasilitas kredit yang diberikan serta beberapa kreditur berpikir untuk
menarik jaminannya. Permasalahan
hukum tersebut
berdampak buruk
juga terhadap
kelangsungan bisnis dari perusahaan karena investor mulai bergerak mengganggu jalannya operasional dari bisnis yang ada dengan mendatangi
outlet-outlet yang tersebar yang secara tidak langsung membuat konsumen tidak nyaman dengan tindakan yang dilakukan. Ketidaknyamanan konsumen berimbas
terhadap terus menurunnya penjualan tiket layanan shuttle maupun travel dibawah naungan brand Cipaganti Travel. Berikut data penurunan penjualan
melibatkan brand Cipaganti Travel sebelum kasus hukum dan selama kasus hukum terjadi.
Tabel 1.1 Data Penjualan Cipaganti Travel dan M-GO Shuttle
Bulan Tahun 2013
2014
Januari 18.878.000.000
16.903.000.000 Februari
17.676.000.000 15.226.000.000
Bulan Tahun 2013
2014
Maret 18.544.000.000
14.780.000.000 April
18.122.000.000 14.233.000.000
Mei 18.154.000.000
13.781.000.000 Juni
18.246.000.000 13.009.000.000
Juli 18.991.000.000
12.710.000.000 Agustus
18.176.000.000 12.436.000.000
September 18.002.000.000
12.119.000.000 Oktober
18.231.000.000 11.864.000.000
November 18.095.000.000
11.506.000.000 Desember
18.292.000.000 11.491.000.000
Sumber : Data Penjualan Cipaganti Travel dan M-GO Shuttle
Mengingat kondisi perusahaan yang semakin memburuk, penawaran terhadap kepemilikan saham mayoritas pun mulai dilakukan berdasarkan hasil
keputusan RUPSLB PT Cipaganti Citra Graha, Tbk. Tidak diperlukan waktu yang lama untuk mendapatkan pemegang saham mayoritas karena seperti yang
sudah diisukan sebelumnya bahwa Terra Investment Holding Co. sangat berminat membeli saham tersebut. Pembelian saham mayoritas kemudian diikuti dengan
perubahan-perubahan terhadap PT Cipaganti Citra Graha, Tbk. Perubahan secara umum dilakukan terhadap perusahaan karena pergantian
kepemilikan perusahaan yang awalnya dimiliki oleh PT Cipaganti Citra Graha, Tbk. sebagai pemegang saham mayoritas menjadi milik Terra Investment Holding
Co. sebuah konsorsium yang berbasis di Filipina dan Hongkong.
Perubahan terjadi terhadap nama perusahan menjadi PT Citra Maharlika Nusantara Corpora, Tbk., perubahaan susunan direksi, perubahan nama, logo,
slogan dan warna dasar produk secara keseluruhan. Atas berbagai pertimbangan, brand Cipaganti Travel pun mengalami rebranding menjadi M-GO Shuttle
untuk memulihkan citra negatif. Perusahaan harus mengkomunikasikan rebranding produk terhadap pasar
dan masyarakat dengan sebaik-baiknya agar tidak kehilangan konsumen yang telah menjadi pelanggan tetap serta melakukan perubahan ke arah yang lebih
baik terhadap fasilitas dan layanan bagi konsumen. Selain itu, M-GO Shuttle dituntut harus dapat bertahan dari gempuran para pesaing dengan menggunakan
brand yang sangat asing bagi masyarakat dan pasar. Disisi lain, rebranding yang dilakukan M-GO Shuttle juga dapat
menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan. Dampak negatif akan timbul apabila teknis pelaksanaan rebranding serta tujuan akhir penyampaian informasi
tersebut tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan tidak sampai kepada konsumen serta membengkaknya biaya promosi perusahaan. Adapun data biaya
promosi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.2 Data Biaya Promosi
Tahun Biaya Promosi
2013 585.560.000
2014 1.035.350.000
2015 1.445.890.000
Sumber : Data Biaya Promosi Cipaganti Travel dan M-GO Shuttle
Perlu disadari bahwa saat ini brand merupakan salah satu hal yang memiliki dampak terhadap loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Berdasarkan uraian
diatas, maka dalam penelitian ini penulis memilih judul ”Analisis Rebranding dan Dampaknya Terhadap Loyalitas Pelanggan M-GO Shuttle Outlet BTC
Bandung”.
1.2 Identifikasi Masalah