Analisa Gravity Wall Dan Cantiliver Wall Ditinjau Dari Segi Ekonomis Terhadap Tinggi Yang Variatif

(1)

ANALISA GRAVITY WALL DAN CANTILIVER WALL

DITINJAU DARI SEGI EKONOMIS TERHADAP TINGGI YANG

VARIATIF

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

MHD. FAUZI VALEFY 040404067

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang telah memberikan anugrah, berkat dan karunia-Nya hingga terselesaikannya tugas akhir ini dengan judul “Analisa Gravity Wall Dan

Cantiliver Wall Ditinjau Dari Segi Ekonomis Terhadap Tinggi Yang Variatif”.

Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa sangatlah penulis harapkan.

Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda yang tercinta dan ibunda yang tersayang senantiasa yang dalam keadaan sulit telah memperjuangkan hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Ing.Johannes Tarigan. Selaku dosen pembimbing dan juga selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini


(3)

2. Bapak Ir. Syahrizal, M.Sc. Selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. DR. Ir. Roesyanto, M.Sc. Selaku Dosen Pembanding I yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengevaluasi tugas akhir ini.

4. Bapak Ir. Torang Sitorus, MT. Selaku Dosen Pembanding II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengevaluasi tugas akhir ini. 5. Ibu Nursyamsi, ST. MT. Selaku Dosen Pembanding III yang telah banyak

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengevaluasi tugas akhir ini. 6. Bapak/Ibu staf pengajar jurusan teknik sipil Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam penyelesaian administrasi

8. Untuk sahabat-sahabat stambuk 04 , buat doa, semangat dan dukungan kalian. May our friendship will be everlasting no matter where we are tomorrow

9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi jurusan teknik sipil.

Akhir kata penulis mengharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2011

04 0404 067 MHD. FAUZI VALEFY


(4)

Penulisan tugas akhir ini, merupakan penjabaran Retaining Wall (dinding penahan) merupakan struktur bangunan yang digunakan untuk menahan tanah atau memberikan kestabilan tanah atau bahan lain yang memiliki beda ketinggian dan tidak memperbolehkan tanah memiliki kemiringan longsor lebih dari kemiringan alaminya. Oleh karena itu konstruksi ini digunakan untuk menahan atau menopang suatu peninggian tanah. Untuk jenis Gravity dan Cantiliver, Penggunaan Gravity Wall dan Cantiliver Wall mempunyai berbagai kelebihan dan kelemahan pada sisi efektifitas dan nilai ekonomis terhadap tinggi yang variatif antara 1m sampai dengan 10m. Pada dasarnya konsep yang digunakan adalah membuat Retaining Wall dengan ekonomis.

ABSTRAK

Adapun pembahasan dalam tugas akhir ini adalah menganalisa sejauh mana perbedaaan nilai ekonomis yang terjadi pada ke dua Retaining Wall terhadap ketinggian yang bervariasi sehingga kita dapat mencari ketinggian (h) berapa yang baik digunakan pada Gravity Wall dan Cantilever Wall sehingga hal ini dapat dijadikan pedoman kepada perencana untuk dapat mendesain Retaining Wall secara ekonomis.

Setelah dilakukan analisa terhadap Gravity Wall dan Cantiliver Wall, diperoleh nilai keekonomisan dinding terhadap ketinggian. Ketinggian maksimum Gravity Wall terletak pada ketinggian 3 m, jika > 3 m maka dinding tidak ekonomis. Sedangkan Cantiliver Wall lebih ekonomis pada ketinggian > 3 m. Jika ketinggian < 3 m, maka dinding tidak ekonomis.


(5)

Kata Pengantar ... i

DAFTAR ISI

Abstrak ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Notasi ... vi

Daftar Grafik ... ix

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

BAB I Pendahuluan ... 1

I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Permasalahan ... 4

I.3. Maksud Dan Tujuan ... 6

I.4. Pembatasan Masalah ... 6

I.5. Metode Penulisan ... 6

BAB II Tinjauan Pustaka ... 9

II.1. Dasar-Dasar Teori ... 9

II.1.1. Retaining Wall ... 9

II.1.2. Fungsi Retaining Wall ... 9

II.1.3. Jenis Retaining Wall ... 10

II.2. Tekanan Tanah Lateral ... 13

II.2.1. Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam ... 14

II.2.2. Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Coulomb ... 16

II.2.3. Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Renkine ... 25


(6)

II.2.5. Tekanan Tanah Akibat Beban Diatasnya ... 33

II.2.6. Tekanan Tanah Akibat Gempa ... 37

II.2.7. Pemilihan Pemakain Kondisi Renkine Atau Coulomb 41

BAB III Analisa Gravity Wall Dan Cantiliver Wall ... 43

III.1. Umum ... 43

III.2. Sifat Tanah ... 43

III.3. Stabilitas Dinding Penahan Tanah ... 44

III.3.1. Analisa Kestabilan Terhadap Guling ... 44

III.3.2. Analisa Kestabilan Terhadap Geser ... 45

III.3.3. Kapasitas Daya Dukung Tanah Pada Dasar Dinding Penahan ... 45

III.3.4. Tegangan Tarik Pada Dinding ... 49

III.4. Struktur Pada Dinding Penahan ... 49

III.4.1. Beton Dan Beton Bertulang ... 49

III.4.2. Kelas Dan Mutu Beton ... 50

III.4.3. Baja Tulangan ... 52

III.4.4. Sifat Dari Beton Bertulang ... 54

BAB IV Aplikasi Analisa Gravity Wall Dan Cantiliver Wall ... 56

IV.1. Gravity Wall ... 56

IV.2. Cantiliver Wall ... 66

BAB V Kesimpulan Dan Saran ... 90


(7)

A = Luas Penampang

DAFTAR NOTASI

As = Luas Tulangan B = Lebar Pondasi

c = Kohesi

D = Kedalaman

e = Eksentrisitas gaya terhadap sumbu Ec = Modulus Elastisitas Beton

F = Gaya Normal

FR = Gaya Geser FD = Gaya Tahanan

FS = Faktor Keamanan Terhadap Geser fc’ = Kuat Tekan Beton

G = Modulus geser H = Ketingian

h = Kedalaman

Ko = Koefisien Keadaan Diam Ka = Koefisien Aktif

Kp = Koefisien Pasif Mnet = Momen Bersih

Mn = Kuat Momen Nominal Suatu Penampang Mu = Momen Terfaktor pada penampang Mo = Momen Guling


(8)

MR = Momen Penahan N = Angka Penetrasi Baku

N’ = Angka Penetrasi baku setelah dikoreksi Nc = Angka Penetrasi Kohesi

P = Tekanan

Pa = Gaya Aktif Pp = Gaya Pasif

V = Volume

Qizin = Kekuatan Tanah Izin q = Kekuatan Tanah qc = Perlawanan Konus

W = Berat

V = Volume

z = Kedalaman

� = Sudut antara titik longsor

�1 = Faktor Reduksi

� = Berat Volume

�d = Berat Volume Kering

σ = Tegangan

σa = Tegangan Aktif

σh = Tegangan Horizontal

σv = Tegangan Vertikal

� = Faktor Reduksi kekuatan


(9)

ρb = Rasio Penulangan Pada Keadaan Seimbang Regangan

ρmin = Rasio Penulangan Minimum


(10)

Grafik. IV. 1 : Ketinggian Gravity Wall Terhadap Volume ... 65

DAFTAR GRAFIK

Grafik. IV. 2 : Ketinggian Cantiliver Wall Terhadap Volume ... 82 Grafik. IV. 3 : Perbandingan Gravity Wall Dan Cantiliver Wall Terhadap

Volume ... 88 Grafik. IV. 4 : Perbandingan Gravity Wall Dan Cantiliver Wall Terhadap


(11)

Tabel.I.1 : Perbandingan Gravity Wall dan Cantiliver Wall Secara

Umum ... 3

DAFTAR TABEL

Tabel.II.1 : Menentukan Teori Berdasarkan Tekanan Tanah ... 14

Tabel.II.2 : Nilai Ka Berdasarkan Persamaan Coulomb ... 20

Tabel.II.3 : Nilai Kp Berdasarkan Persamaan Coulomb... 24

Tabel.II.4 : Nilai Ka Berdasarkan Persamaan Renkine ... 29

Tabel.II.5 : Nilai Kp Berdasarkan Persamaan Renkine ... 32

Tabel.III.1 : Nilai Faktor Daya Dukung ... 48

Tabel.III.2 : Nilai Karekteristik Beton ... 52

Tabel.III.3 : Nilai Tegangan Baja ... 53

Tabel.III.4 : Nilai Mutu Beton Terhadap Elastisitas Beton ... 55

Tabel.IV.1 : Nilai Momen Guling Pada Gravity Wall ... 60

Tabel.IV.2 : Nilai Momen Resultan Pada Gravity Wall ... 60

Tabel.IV.3 : Dimensi Gravity Wall Terhadap Ketinggian ... 65

Tabel.IV.4 : Nilai Momen Guling Pada Cantiliver Wall ... 69

Tabel.IV.5 : Nilai Momen Resultan Pada Cantiliver Wall ... 70

Tabel.IV.6 : Dimensi Cantiliver Wall Terhadap Ketinggian ... 82

Tabel.IV.7 : Biaya Gravity Wall Terhadap Ketinggian ... 84

Tabel.IV.8 : Biaya Cantiliver Wall Terhadap Ketinggian ... 87

Tabel.IV.9 : Selisih Biaya Gravity Wall Terhadap Cantiliver Wall ... 87

Tabel.V.I : Perbandingan Volume Gravity Wall Dan Cantiliver Wall Terhadap Biaya ... 90


(12)

Gambar.I.1 : Gravity Wall ... 2

DAFTAR GAMBAR

Gambar.I.2 : Cantiliver Wall ... 3

Gambar.I.3 : Gravity Wall ... 5

Gambar.I.4 : Cantiliver Wall ... 5

Gambar.II.1 : Sket Potongan Melintang Gravity Wall ... 10

Gambar.II.2 : Sket Potongan Melintang Semi Cantiliver Wall... 11

Gambar.II.3 : Sket Potongan Melintang Counterfort Wall ... 12

Gambar.II.4 : Sket Potongan Melintang Buttress Wall ... 12

Gambar.II.5 : Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam ... 15

Gambar.II.6 : Distribusi Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam ... 16

Gambar.II.7a : Tekanan Tanah Aktif Menurut Coulomb ... 17

Gambar.II.7b : Polygon Gaya ... 18

Gambar.II.8a : Tekanan Tanah Pasif Menurut Coulomb ... 23

Gambar.II.8b : Polygon Gaya ... 23

Gambar.II.9 : Tegangan Awal Tanah ... 26

Gambar.II.10 : Bidang Keruntuhan Pada Tanah Menurut Renkine ... 27

Gambar.II.11 : Bidang Geser ... 29

Gambar.II.12 : Distribusi Tekanan Tanah ... 29

Gambar.II.13 : Tegangan Awal Tanah ... 30

Gambar.II.14 : Bidang Keruntuhan Pada Tanah Menurut Renkine ... 31

Gambar.II.15 : Bidang Geser ... 32

Gambar.II.16 : Distribusi Tekanan Tanah ... 32


(13)

Gambar.II.18 : Beban Garis ... 35

Gambar.II.19 : Beban Strip ... 36

Gambar.II.20 : Peta Zona Gempa Indonesia ... 38

Gambar.II.21 : Zona Wilayah Gempa Berdasarkan Koefisien Gempa Dasar Dan Waktu Getar ... 40

Gambar.II.22 : Cantiliver Wall ... 41

Gambar.II.23 : Gravity Wall ... 42

Gambar.III.1 : Tulangan Baja ... 53

Gambar.IV.1 : Pemodelan Gravity Wall Dengan Parameter Tanah Timbunan ... 57

Gambar.IV.2 : Dimensi Gravity Wall ... 64

Gambar.IV.3 : Pemodelan Cantiliver Dengan Parameter Tanah Timbunan . 66 Gambar.IV.4 : Dimensi Cantiliver Wall ... 81


(14)

Penulisan tugas akhir ini, merupakan penjabaran Retaining Wall (dinding penahan) merupakan struktur bangunan yang digunakan untuk menahan tanah atau memberikan kestabilan tanah atau bahan lain yang memiliki beda ketinggian dan tidak memperbolehkan tanah memiliki kemiringan longsor lebih dari kemiringan alaminya. Oleh karena itu konstruksi ini digunakan untuk menahan atau menopang suatu peninggian tanah. Untuk jenis Gravity dan Cantiliver, Penggunaan Gravity Wall dan Cantiliver Wall mempunyai berbagai kelebihan dan kelemahan pada sisi efektifitas dan nilai ekonomis terhadap tinggi yang variatif antara 1m sampai dengan 10m. Pada dasarnya konsep yang digunakan adalah membuat Retaining Wall dengan ekonomis.

ABSTRAK

Adapun pembahasan dalam tugas akhir ini adalah menganalisa sejauh mana perbedaaan nilai ekonomis yang terjadi pada ke dua Retaining Wall terhadap ketinggian yang bervariasi sehingga kita dapat mencari ketinggian (h) berapa yang baik digunakan pada Gravity Wall dan Cantilever Wall sehingga hal ini dapat dijadikan pedoman kepada perencana untuk dapat mendesain Retaining Wall secara ekonomis.

Setelah dilakukan analisa terhadap Gravity Wall dan Cantiliver Wall, diperoleh nilai keekonomisan dinding terhadap ketinggian. Ketinggian maksimum Gravity Wall terletak pada ketinggian 3 m, jika > 3 m maka dinding tidak ekonomis. Sedangkan Cantiliver Wall lebih ekonomis pada ketinggian > 3 m. Jika ketinggian < 3 m, maka dinding tidak ekonomis.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Infrastruktur sebagai sarana transportasi merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, khususnya yang menggunakan angkutan darat. Kalau kita perhatikan ada ribuan angkutan darat yang melintas setiap harinya. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari peran infrastruktur jalan sebagai salah satu syarat bagi angkutan darat tersebut untuk melakukan aktifitas. Keberadaan jalan yang representatif adalah hal yang tidak dapat ditawar – tawar lagi demi kelancaran arus transportasi. Sebahagian besar badan jalan khususnya yang berada di daerah perbukitan sangat rawan terhadap longsor, bahkan badan jalan terancam putus jika terjadi longsor dan menyebabkan terganggunya para pengguna jalan. Diperparah lagi jika jalan tersebut termasuk jalur padat dan merupakan akses satu – satunya.

Agar badan jalan tidak tertimbun longsor maka dibangun dinding penahannya. Dinding Penahan ( Retaining Wall ) merupakan istilah di bidang teknik sipil. Dinding Penahan merupakan struktur bangunan yang digunakan untuk menahan tanah atau memberikan kestabilan tanah atau bahan lain yang memiliki beda ketinggian dan tidak memperbolehkan tanah memiliki kemiringan longsor lebih dari kemiringan alaminya. Oleh karena itu, konstruksi ini sering digunakan untuk menahan atau menopang suatu peninggian tanah.

Pembangunan dinding penahan tanah haruslah benar – benar berdasarkan perhitungan kestabilan dan faktor keselamatan karena kesalahan yang terjadi


(16)

dalam pembangunan dinding penahan tanah dapat berakibat fatal yaitu kerugian harta dan hilangnya korban jiwa.

Secara umum, dinding penahan memiliki beberapa jenis tipe, antara lain: Gravity Retaining Wall, Semi Gravity Retaining Wall, Cantilever Retaining Wall, Counterfort Retaining Wall. Dan dalam penulisan ini hanya membahas Gravity Retaining Wall dan Cantilever Retaining Wall. Secara umum Gravity Retaining Wall ini sangat tidak ekonomis untuk dinding yang tinggi. Hal ini disebabkan karena dimensinya sangat besar. Sebaliknya, Cantilever Retaining Wall bernilai ekonomis untuk dinding yang tinggi. Hal ini disebabkan karena dimensinya lebih ramping.

Gbr. I. 1. Gravity Wall


(17)

Gbr. I. 2. Cantilever Wall ( Ronymedia. Wordpress. Com )

Tabel 1.1

Perbandingan Gravity Wall Dengan Cantiliver Wall Secara Umum

Gravity Wall Cantiliver Wall

-Bangunan Gravity ini Tanpa Tulangan -Bentuknya Besar & Berat

-Berdasarkan Literatur, Ketinggian Maksimum 3 m, Jika > 3 m Maka tidak ekonomis

-Menggunakan Tulangan -Bentuknya Langsing & Ringan

-Berdasarkan Literatur, Ketinggian > 3 m


(18)

Hal inilah yang mendasari penulisan tugas akhir ini, yaitu untuk menganalisis seberapa besar stabilitas dinding penahan yang terjadi pada Gravity Wall dan Cantilever Wall, dan juga membandingkan nilai keekonomisan Gravity Wall dan Cantilever Wall terhadap ketinggian yang bervariasi. Sehingga kita dapat mengetahui perbedaan yang konkrit antara Gravity Retaining Wall dengan Cantilever Retaining Wall, sehingga hal ini dapat dijadikan pedoman untuk mendesain Retaining Wall.

I.2. Permasalahan

Permasalahan yang terjadi pada dinding penahan sangat luas dan rumit. Kasus – kasus seperti Momen Tahanan, Momen Guling, Ketahanan Terhadap Gempa dan lain sebagainya.

Dalam tugas akhir ini, permasalahan yang utama yang dihadapi adalah mengenai stabilitas dan nilai ekonomis yang terjadi pada Gravity Retaining Wall dan Cantiliver Retaining Wall terhadap ketinggian yang bervariasi. Dalam kasus ini, Gravity Retaining Wall memiliki dimensi yang terlalu besar sehingga tidak ekonomis untuk dinding yang tinggi. Sedangkan Cantilever Retaining Wall memiliki dimensi yang ramping sehingga ekonomis untuk dinding yang tinggi. Inilah perbedaan yang khas dari kedua jenis Retaining Wall ini dan inilah yang mendasari penulisan tugas akhir ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan stabilitas dari kedua Retaining wall ini dari segi perhitungan mekanika teknik, dan untuk mengetahui nilai keeokonomisan dari kedua retaining wall ini.


(19)

α

α γ

φ

C

γ φ C

Gbr. I. 3. Cantilever Wall


(20)

I.3. Maksud Dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui sejauh mana perbedaaan nilai ekonomis yang terjadi pada ke dua Retaining Wall terhadap ketinggian yang bervariasi sehingga kita dapat mencari ketinggian (h) berapa yang baik digunakan pada Gravity Wall dan Cantilever Wall sehingga hal ini dapat dijadikan pedoman untuk dapat mendesain Retaining Wall secara ekonomis.

I.4. Pembatasan Masalah

Karena luasnya permasalahan yang terjadi dalam pembahasan mengenai Retaining Wall dan akibat dari keterbatasan literatur serta waktu yang kurang mencukupi, sehingga dalam penulisan tugas akhir ini hanya akan membahas mengenai perhitungan mekanika teknik dari Retaining Wall dan menghitung nilai keekonomisan dari kedua dinding tersebut, serta membandingkannya. Dengan kata lain, hal-hal diluar perhitungan mekanika teknik tidak akan dibahas dalam tugas akhir ini.

I.5. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku-buku yang relevan dan berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan-masukan dari dosen pembimbing. Tulisan ini bersifat komparatif yaitu untuk mengetahui perbandingan Gravity Wall dengan Cantilever Wall yang ditinjau dari segi ekonomis terhadap tinggi yang variatif. Pada kasus Retaining Wall, beban yang


(21)

terjadi diproyeksikan tegak lurus terhadap bidang permukaan Retaining Wall. Dengan asumsi, parameter - parameter tanah homogen dengan Φ > 0, dan tekanan air pori dianggap sama dengan nol. Dengan ketinggian yang dimulai dari 1m sampai dengan 10m. Didalam Retaining Wall, terjadi gaya – gaya dalam seperti Momen Guling ( Mo ), Gaya Geser ( FR ), Daya Dukung Ijin Tanah ( qu ). Untuk perhitungan tabel-tabel dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2007.

Berikut ini adalah metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini :

II. Pendahuluan

II.1. Latar Belakang Masalah II.2. Permasalahan

II.3. Maksud Dan Tujuan II.4. Pembatasan Masalah II.5. Metode Penulisan III. Tinjauan Pustaka

III.1. Dasar-Dasar Teori

III.1.1. Pengertian Retaining Wall III.1.2. Fungsi Retaining Wall III.1.3. Jenis Retaining Wall III.2. Tekanan Tanah Lateral

III.2.1. Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam

III.2.2. Tekanan Tanah Aktif Dan Pasip Menurut Coulomb III.2.3. Tekanan Tanah Aktif Dan Pasip Menurut Rankine


(22)

III.2.4. Pengaruh Muka Air Tanah

III.2.5. Tekanan Tanah Akibat Beban di Atasnya III.2.6. Tekanan Tanah Akibat Beban Gempa

III.2.7. Pemilihan Pemakaian Kondisi Rankine Atau Coulomb

IV. Analisa Gravity Wall Dan Cantiliver Wall IV.1.Umum

IV.2.Sifat – sifat Tanah

IV.3.Stabilitas Dinding Penahan Tanah

IV.3.1.Analisa Kestabilan Terhadap Guling IV.3.2.Analisa Ketahanan Terhadap Geser IV.3.3.Kapasitas Daya Dukung Ijin Tanah IV.3.4.Analisa Tegangan Pada Dinding Penahan IV.4.Struktur Pada Dinding Penahan

II.4.1 Beton Dan Beton Bertulang II.4.2 Kelas Dan Mutu Beton II.4.3 Baja Tulangan

II.4.4 Sifat Dari Beton Bertulang

V. Aplikasi Analisa Gravity Wall Dan Cantiliver Wall IV. 1. Analisa Gravity Wall

VI. 2. Analisa Cantiliver Wall VII. Kesimpulan Dan Saran


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Dasar-Dasar Teori

II. 1.1.

Retaining Wall merupakan istilah di bidang teknik sipil yang artinya dinding penahan. Dinding penahan merupakan struktur bangunan yang digunakan untuk menahan tanah atau memberikan kestabilan terhadap tanah. Berdasarkan buku Sudarmanto, Ir., Msc., 1996, Konstruksi Beton 2 dinyatakan bahwa, Dinding penahan tanah adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menahan tanah lepas atau alami dan mencegah keruntuhan tanah yang miring atau lereng yang kemampatannya tidak dapat dijamin oleh lereng tanah itu sendiri.

Retaining Wall

II. 1.2.

Fungsi utama dari konstruksi penahan tanah ( Retaining Wall ) adalah menahan tanah yang berada dibelakangnya dari bahaya longsor akibat :

Fungsi Retaining Wall

a. Benda – benda yang ada diatas tanah ( perkerasan & konstruksi jalan, jembatan, kendaraan, dll )

b. Berat tanah c. Berat air ( tanah )

Sedangkan fungsi khusus dari konstruksi penahan tanah ( Retaining Wall ) adalah sebagai berikut :

a. Pemanfaatan ruang dari suatu pembangunan jenis sarana dan prasarana lain.

b. Pemeliharaan, penunjang umur dan bagian dari jenis sarana dan prasarana lain, misalnya :


(24)

2. Prasarana tepi jalan kondisi khusus

3. Dan lain-lain

c. Perlindungan tebing.

II. 1. 2. Jenis - Jenis Retaining Wall

Berdasarkan cara untuk mencapai stabilitasnya, maka dinding penahan tanah dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yaitu :

Dinding Gravitasi ( Gravity Wall )

Dinding ini biasanya di buat dari beton murni ( tanpa tulangan ) atau dari pasangan batu kali. Stabilitas konstruksinya diperoleh hanya dengan mengandalkan berat sendiri konstruksi. Biasanya tinggi dinding tidak lebih dari 4 meter.

Ditahan Material Yang

Gambar II. 1. Gravity Wall ( Braja M Das, 1991 )


(25)

Dinding penahan kantiliver di buat dari beton bertulang yang tersusun dari suatu dinding vertical dan tapak lantai. Masing – masing berperan sebagai balok atau pelat kantiliver. Stabilitas konstruksinya diperoleh dari berat sendiri dinding penahan dan berat tanah diatas tumit tapak ( hell ). Terdapat 3 bagian struktur yang berfungsi sebagai kantiliver, yaitu bagian dinding vertical ( steem ), tumit tapak dan ujung kaki tapak ( toe ). Biasanya ketinggian dinding ini tidak lebih dari 6 – 7 meter.

Gambar II. 2. Cantiliver Wall ( Braja M Das, 1991 )

Dinding Kontrafrot ( Countrafort Wall )

Apabila tekanan tanah aktif pada dinding vertical cukup besar, maka bagian dinding vertical dan tumit perlu disatukan ( kontrafort ) Kontrafort berfungsi sebagai pengikat tarik dinding vertical dan ditempatkan pada bagian timbunan dengan interfal jarak tertentu. Dinding kontrafort akan lebih ekonomis digunakan bila ketinggian dinding lebih dari 7 meter.


(26)

Counterfort Material Yang Ditahan Stem

Gambar II. 3. Counterfort Wall ( Braja M Das, 1991 )

Dinding Buttress ( Buttress Wall )

Dinding Buttress hampir sama dengan dinding kontrafort, hanya bedanya bagian kontrafort diletakkan di depan dinding. Dalam hal ini, struktur kontrafort berfungsi memikul tegangan tekan. Pada dinding ini, bagian tumit lebih pendek dari pada bagian kaki. Stabilitas konstruksinya diperoleh dari berat sendiri dinding penahan dan berat tanah diatas tumit tapak. Dinding ini lebih ekonomis untuk ketinggian lebih dari 7 meter.

Stem

Material Yang Ditahan


(27)

Gambar II. 4. Buttress Wall ( Braja M Das, 1991 )

II. 2. Tekanan Tanah Lateral

Tekanan tanah lateral adalah sebuah parameter perencanaan yang penting di dalam sejumlah persoalan teknik pondasi, dinding penahan dan konstruksi – konstruksi lain yang ada di bawah tanah. Semuanya ini memerlukan perkiraan tekanan lateral secara kuantitatif pada pekerjaan konstruksi, baik untuk analisa perencanaan maupun untuk analisa stabilitas.

Tekanan aktual yang terjadi di belakang dinding penahan cukup sulit diperhitungkan karena begitu banyak variabelnya. Ini termasuk jenis bahan penimbunan, kepadatan dan kadar airnya, jenis bahan di bawah dasar pondasi, ada tidaknya beban permukaan, dan lainnya. Akibatnya, perkiraan detail dari gaya lateral yang bekerja pada berbagai dinding penahan hanyalah masalah teoritis dalam mekanika tanah.

Jika suatu dinding penahan dibangun untuk menahan batuan solid, maka tidak ada tekanan pada dinding yang ditimbulkan oleh batuan tersebut. Tetapi jika dinding dibangun untuk menahan air, tekanan hidrotatis akan bekerja pada dinding. Pembahasan berikut ini dibatasi untuk dinding penahan tanah, perilaku tanah pada umumnya berada diantara batuan dan air, dimana tekanan yang disebabkan oleh tanah jauh lebih tinggi dibandingkan oleh air. Tekanan pada dinding akan meningkat sesuai dengan kedalamannya.

Pada prinsipnya kondisi tanah dalam kedudukannya ada 3 kemungkinan, yaitu :


(28)

- Dalam Keadaan Aktif ( Ka ) - Dalam Keadaan Pasip ( Kp )

Tekanan tanah aktif dan pasip dapat dihitung secara analitis maupun grafis, dalam hal ini perlu kita perhatikan Tabel II - 1 berikut :

Tabel II - 1

Dihitung Secara Kondisi Tanah

ANALITIS GRAFIS

- Tanah Homogen - Tanah Berlapis - lapis - Permukaan Tanah Rata - Beban Merata atau Terpusat

GRAFIS

- Tanah Homogen

- Permukaan Tanah Tidak Rata - Beban Sembarang

Dalam hal ini, Tekanan tanah lateral dilakukan atas dasar teori Analitis ( Teori Coloumb dan Renkine ). Masing – masing cara atau kondisi diuraikan dengan segala anggapan – anggapan dasar dan dirinci untuk mendapatkan tekanan dalam keadaan diam, aktif dan pasif.

II. 2. 1.

Bila kita tinjau massa tanah seperti yang ditunjukkan dalam Gambar II. 5. Massa tanah dibatasi oleh dinding dengan permukaan licin AB yang dipasang sampai kedalaman tak terhingga. Suatu elemen tanah yang terletak


(29)

pada kedalaman h akan terkena tekanan arah vertical dan tekanan arah horizontal

o

h

= h

σ K σv

Berat volume tanah

B A

σv

Gambar II. 5. Tekanan tanah dalam keadaan diam ( Braja M Das, 1991 )

Bila dinding AB dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke salah satu arah baik kekanan maupun kekiri dari posisi awal, maka massa tanah akan berada dalam keadaan keseimbangan elastic ( elastic equilibrium ). Rasio tekanan arah horizontal dan tekanan arah vertical dinamakan “ koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam “ Ko, atau :

��= �ℎ ( II –

1 ) Karena � = �ℎ , maka

�ℎ = ��(�ℎ) ( II –


(30)

Sehingga koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam dapat diwakili oleh hubungan empiris yang diperkenalkan oleh Jaky ( 1994 ).

��= 1− sin � ( II –

3 )

K o Hγ

γ

= Tanah Volume Berat

2

γH o K 1/2 = o P

H/3 H

A

B

Gambar II. 6. Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam ( Braja M Das, 1991 )

Gambar II. 6 menunjukkan distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam yang bekerja pada dinding setinggi H. Gaya total per satuan lebar dinding, Po, adalah sama dengan luas dari diagram tekanan tanah yang bersangkutan. Jadi :

�� = 12 ����2 ( II –

4 )

II. 2. 2. Tekanan Tanah Aktif Dan Pasip Menurut Coloumb

Coloumb memperkenalkan suatu teori mengenai tekanan tanah aktif dan pasif yang bekerja pada tembok penahan. Dalam teorinya, coloumb menganggap bahwa :


(31)

1. Tanah adalah isotropik, homogen, dan tidak berkohesi.

2. Permukaan bidang longsor adalah datar, dimana bidang longsor melewati ujung tumit dari dinding.

3. Permukaan tekanan adalah datar.

4. Terdapat gaya geser tembok pada permukaan tekanan. 5. Segitiga longsor adalah rigid body.

 Kondisi Aktif

Pada ( Gambar II. 7a ), anggaplah bahwa AB adalah muka sebelah belakang dari sebuah tembok penahan yang dipergunakan untuk menahan urugan tanah tak berkohesi, yang permukaannya mempunyai kemiringan tetap dengan horizontal yaitu sebesar α. BC adalah sebuah bidang keruntuhan yang dicoba. Dalam memperhitungkan kestabilan dari kemungkinan keruntuhan blok tanah ( failure wedge ) ABC.

δ

W

φ

F A

θ

90 + θ − β β 90 − θ + α

β − φ

C

B

D

α

H

Gambar II. 7a. Tekanan aktif menurut Coulomb ( Braja M Das, 1991 )


(32)

Gaya – gaya yang diperhitungkan ( per satuan lebar tembok ) adalah : 1. W, berat dari blok tanah.

2. F, resultante dari gaya geser dan gaya normal pada permukaan bidang 3. longsor BC. Gaya resultan tersebut membuat kemiringan sebesar

φ dengan normal dari bidang BC.

4. Pa, gaya aktif per satuan lebar tembok. Arah Pa ini akan membuat sudut sebesar δ dengan normal dari permukaan tembok yang menahan tanah. δ adalah sudut geser antara tanah dengan tembok.

Segitiga gaya untuk blok tanah adalah seperti yang ditunjukan dalam Gambar II. 7a. Dari rumus sinus kita mendapatkan :

��� ( 90+�+� – �+� )

=

Pa

��� ( �−� )

( II – 5 )

Atau :

Pa

=

��� ( �−� )

��� ( 90+�+�−�+� )

( II – 6 )

90 + θ + δ − β + φ

β − α

Pa

W

F

90 − θ − δ

Gambar II. 7b. Polygon gaya ( Braja M Das, 1991 ) Dari Gambar II. 7b, berat balok tanah adalah :


(33)

W =1

2 ( �� )( �� ) �

( II – 7 )

Dimana :

�� =����� ( 90 + � – � )

= �

���� ��� ( 90 + � − � ) =� cos( �−� )

cos � ( II –

8 ) Dari rumus sinus :

��

sin ( �−� ) =

�� sin ( 90−�+� ) �� =cos ( �−� )

sin ( �−� ) ��

�� = cos( �−� )

cos �.sin( �−� ) �

( II – 9 )

Dengan memasukkan persamaan ( II – 8 ) dan ( II – 9 ) ke dalam persamaan ( II – 7 ), maka didapat :

� =12 ��² cos��� ( �−� ) cos ( �−� )

² � sin ( �−� )

( II – 10 )

Selanjutnya, harga W kita masukkan ke dalam persamaan ( II – 6 )

Pa=1 2 ��²

cos ( �−� )cos ( �−� )

���² � sin ( �−� )sin ( 90+�+�−�+� ) ( II – 11 ) Parameter – parameter yang ada dalam persamaan ( II – 11 ) adalah tetap sedangkan � adalah salah satunya yang variabel. Dalam menentukan harga


(34)

kritis dari � untuk mendapatkan Pa yang maksimum didapat dengan mendefrisiasi persamaan ( II – 11 ) terhadap � = 0.

���

�� = 0, maka persamaan ( II – 11 ) akan menjadi : Pa =1

2 Kaγ H² ( II –

12 ) Dimana :

Ka

=

cos² ( �−� )

cos² θ cos( δ+θ ) [ 1+�sin(�+� )sin( �−� )² �cos(�+� )cos( �−� ) ]

( II –

13 )

Perlu diketahui bahwa bila � = 0o , � = 90o , � = 0o , maka koefisien tekanan tanah aktif menurut Coulomb menjadi :

Ka = ( 1−sin � )

( 1+sin � ) ( II – 14 ) Untuk mengetahui harga – harga Ka dari sudut – sudut tertentu, dapat dilihat pada Tabel II – 2.

Tabel II – 2 Koefisien – koefisien Ka berdasarkan persamaan Coulumb

� = 90 � = -10 �

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 0.354 0.328 0.304 0.281 0.259 0.239 0.220 0.201 0.184 16 0.311 0.290 0.270 0.252 0.234 0.216 0.200 0.184 0.170 17 0.309 0.289 0.269 0.251 0.233 0.216 0.200 0.184 0.169 20 0.306 0.286 0.267 0.249 0.231 0.214 0.198 0.183 0.169 22 0.304 0.285 0.266 0.248 0.230 0.214 0.198 0.183 0.168

� = 90 � = -5 �

(derajat)

� ( derajat )


(35)

0 0.371 0.343 0.318 0.293 0.270 0.249 0.228 0.209 0.191 16 0.328 0.306 0.284 0.264 0.245 0.226 0.209 0.192 0.176 17 0.327 0.305 0.283 0.263 0.244 0.226 0.208 0.192 0.176 20 0.324 0.302 0.281 0.261 0.242 0.224 0.207 0.191 0.175 22 0.322 0.301 0.280 0.260 0.242 0.224 0.207 0.191 0.175

� = 90 � = 0 �

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 0.390 0.361 0.333 0.307 0.283 0.260 0.238 0.217 0.198 16 0.349 0.324 0.300 0.278 0.257 0.237 0.218 0.201 0.184 17 0.348 0.323 0.299 0.277 0.256 0.237 0.218 0.200 0.183 20 0.345 0.320 0.297 0.276 0.255 0.235 0.217 0.199 0.183 22 0.343 0.319 0.296 0.275 0.254 0.235 0.217 0.199 0.183

� = 90 � = 5 �

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 0.414 0.382 0.352 0.323 0.297 0.272 0.249 0.227 0.206 16 0.373 0.345 0.319 0.295 0.272 0.250 0.249 0.210 0.192 17 0.372 0.344 0.318 0.294 0.271 0.249 0.229 0.210 0.192 20 0.370 0.342 0.316 0.292 0.270 0.248 0.228 0.209 0.191 22 0.369 0.341 0.316 0.292 0.269 0.248 0.228 0.209 0.191

� = 90 � = 10 �

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 0.443 0.407 0.374 0.343 0.314 0.286 0.261 0.238 0.216 16 0.404 0.372 0.342 0.315 0.289 0.265 0.242 0.221 0.201 17 0.404 0.371 0.342 0.314 0.288 0.264 0.242 0.221 0.201 20 0.402 0.370 0.340 0.313 0.287 0.263 0.241 0.220 0.201 22 0.401 0.369 0.340 0.312 0.287 0.263 0.241 0.220 0.201

� = 90 � = 15 �

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 0.482 0.440 0.402 0.367 0.334 0.304 0.276 0.251 0.227 16 0.447 0.408 0.372 0.340 0.310 0.283 0.258 0.234 0.213


(36)

17 0.447 0.407 0.372 0.339 0.310 0.282 0.257 0.234 0.212 20 0.446 0.406 0.371 0.338 0.309 0.282 0.257 0.234 0.212 22 0.446 0.406 0.371 0.338 0.309 0.282 0.257 0.234 0.212

 Kondisi Pasif

Gambar ( II. 8a ) menunjukkan suatu tembok penahan dengan urugan tanah non – kohesi yang kemiringannya serupa dengan yang diberikan dalam Gambar ( II. 7a ). Keseimbangan polygon gaya dari blok tanah ( wedge ) ABC untuk kondisi pasif ditunjukkan dalam Gambar ( II. 8b ). Pp adalah notasi untuk gaya pasif. Notasi lain yang digunakan untuk kondisi pasif adalah sama seperti yang digunakan dalam kondisi aktif. Urutan perhitungan yang akan dilakukan adalah sama seperti yang dilakukan pada kondisi aktif yaitu :

Pp= 1

2 ����² ( II –

15 )

Dengan :

Kp = koefisien tekanan tanah aktif menurut Coulomb

Kp

=

cos² ( �+� )

cos² θ cos( δ−θ ) [ 1−�sin(�−� )sin( �+� )² �cos(�−� )cos( �−� ) ]

( II –


(37)

H

α

D

B

C

β − φ 90 − θ + α

β 90 + θ − β θ

A

F

φ

W

δ

Gambar II. 8a. Tekanan pasif menurut Coulomb ( Braja M Das, 1991 )

90 − θ + δ β − φ 180 − ( 90 − θ + δ ) − ( β + φ )

F W

Pa

Gambar II. 8b. Polygon gaya ( Braja M Das, 1991 )

Untuk tembok dengan permukaan licin dan muka sebelah belakang tegak, serta permukaan tanah urugan yang datar ( yaitu � = 0o , � = 90o , � = 0o ) persamaan ( II – 16 ) menjadi :

Kp = ( 1+sin � )

( 1−sin � ) ( II – 17 )


(38)

Pada Tabel II – 3 memberikan harga Kp untuk sudut – sudut khusus �,

�, �, dan �.

Tabel II – 3 Koefisien – koefisien Kp berdasarkan persamaan Coulumb

� = 90 � = -10 �

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 1.914 2.053 2.204 2.369 2.547 2.743 2.957 3.193 3.452 16 2.693 2.956 3.247 3.571 3.934 4.344 4.807 5.335 5.940 17 2.760 3.034 3.339 3.679 4.062 4.493 4.983 5.543 6.187 20 2.980 3.294 3.645 4.041 4.488 4.997 5.581 6.255 7.039 22 3.145 3.490 3.878 4.317 4.816 5.389 6.050 6.819 7.720

� = 90 � = -5 �

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 2.223 2.392 2.577 2.781 3.004 3.250 3.523 3.826 4.163 16 3.367 3.709 4.094 4.529 5.024 5.591 6.243 7.000 7.883 17 3.469 3.828 4.234 4.694 5.218 5.820 6.516 7.326 8.277 20 3.806 4.226 4.704 5.250 5.879 6.609 7.462 8.468 9.665 22 4.064 4.532 5.067 5.684 6.399 7.236 8.222 9.397 10.809

� = 90 � = 0 �

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 2.561 2.770 3.000 3.255 3.537 3.852 4.204 4.599 5.045 16 4.195 4.652 5.174 5.775 6.469 7.279 8.229 9.356 10.704 17 4.346 4.830 5.385 6.025 6.767 7.636 8.661 9.882 11.351 20 4.857 5.436 6.105 6.886 7.804 8.892 10.194 11.771 13.705 22 5.253 5.910 6.675 7.574 8.641 9.919 11.466 13.364 15.726

� = 90 � = 5 �

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 2.943 3.203 3.492 3.815 4.177 4.585 5.046 5.572 6.173 16 5.250 5.878 6.609 7.464 8.474 9.678 11.128 12.894 15.076 17 5.475 6.146 6.929 7.850 8.942 10.251 11.836 13.781 16.201


(39)

20 6.249 7.074 8.049 9.212 10.613 12.321 14.433 17.083 20.468 22 6.864 7.820 8.960 10.334 12.011 14.083 16.685 20.011 24.352

� = 90 � = 10 �

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 3.385 3.712 4.080 4.496 4.968 5.507 6.125 6.840 7.673 16 6.652 7.545 8.605 9.876 11.417 13.309 15.665 18.647 22.497 17 6.992 7.956 9.105 10.492 12.183 14.274 16.899 20.254 24.633 20 8.186 9.414 10.903 12.733 15.014 17.903 21.636 26.569 33.270 22 9.164 10.625 12.421 14.659 17.497 21.164 26.012 32.601 41.863

� = 90 � = 15 �

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 3.913 4.331 4.807 5.352 5.980 6.710 7.563 8.570 9.768 16 8.611 9.936 11.555 13.557 16.073 19.291 23.494 29.123 36.894 17 9.139 10.590 12.373 14.595 17.413 21.054 25.867 32.409 41.603 20 11.049 12.986 15.422 18.541 22.617 28.080 35.629 46.458 62.759 22 12.676 15.067 18.130 22.136 27.506 34.930 45.584 61.626 87.354

II. 2. 3.

Keseimbangan Plastis yaitu suatu kondisi dimana untuk setiap titik didalam masa tanah tepat pada batas runtuhnya. Rankine melakukan suatu penyelidikan kondisi tegangan tanah pada keadaan keseimbangan plastis.

Tekanan Tanah Aktif Dan Pasip Menurut Rankine

Tegangan – tegangan utama horizontal dan vertical pada kedalaman z

diberikan oleh σh dan σv. Apabila dinding AB ( Gambar 2 – 9 ) dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke salah satu arah baik ke kanan


(40)

v

h σ

σ A

B L

A

B

Berat volume tanah

Gambar II. 9. Tegangan awal tanah ( Braja M Das, 1991 )

Keadaan tegangan pada elemen tanah dapat dipresentasikan dengan lingkaran Mohr yang terdapat pada Gambar II. 9. Apabila dinding AB diperkenankan bergerak menjauhi massa tanah perlahan – lahan, maka tegangan utama horizontal perlahan – lahan juga berkurang, sehingga tercapai keadaan ultimate. Kondisi tegangan ultimate pada elemen tanah direpresentasikan oleh lingkaran Mohr. Keadaan tersebut dinamakan keadaan keseimbangan plastis dan tanah mengalami keruntuhan.

 Kondisi Aktif

Mencari besar tekanan aktif berdasarkan penurunan dari σa sebagai

fungsi γ, z , c, dan �. Dari gambar II. 10.

��� ϕ= �� �� =

��

��+��

Dengan : CD = jari – jari lingkaran keruntuhan CD = ��−��


(41)

AO = c cot �

σf = c +σtanφ

T

ega

n

ga

n ge

ser

Tegangan normal

b

v

σa v

φ

φ

C

σ

D

D'

O

A

Gambar II. 10. Bidang keruntuhan pada tanah menurut Renkine ( Braja M Das, 1991 )

Sehingga :

���� =

��−��

2

� cot �+��+2��

Atau :

�cos� ��+��

2 sin � = ��−��

2

Atau :

��= �� 1−sin � 1+sin �− 2�

cos �

1+sin � ( II –

18 ) Seperti diketahui :


(42)

1−sin �

1+����= ���2 �45− �

2� ( II –

18.a )

cos �

1+����=tan�45− �

2� ( II –

18.b )

��= γ z ( II –

18.c )

Masukkan persamaan ( II – 18.a ); ( II – 18.b ); ( II – 18.c ) kedalam persamaan ( II – 18 ), maka didapat :

�� = �����2�45− �2� −2� tan�45− �2� ( II –

19 )

Anggapan mula pada cara Renkine adalah untuk tanah yang tidak berkohesi ( Cohesionless soil ), c = 0 maka :

�� = �����2�45− �2� ( II –

20 )

Sehingga besar koefisien tekanan aktif Renkine Ka didapat dari :

��= �� = ���2 �45− �2� ( II –

21 )

Dari gambar ( II. 10 ) terlihat bahwa bidang runtuh di dalam tanah membentuk sudut ± �450+ �


(43)

bidang horisontal. Bidang runtuh ini dinamakan bidang gelincir atau bidang geser ( slip plane ) gambar II. 11. Sedangkan gambar II. 12 menunjukkan

variasi tegangan aktif σa dengan kedalaman ( z ).

2c

γ tan φ

2 45 +

Z Ka

γ - 2c Ka - 2c Ka

Gambar II. 11. Bidang geser Gambar II. 12. Distribusi tekanan tanah

( Braja M Das, 1991 ) ( Braja M Das, 1991 )

Untuk mengetahui harga – harga Ka dari sudut – sudut tertentu, dapat dilihat pada Tabel II – 4.

Tabel II – 4 Koefisien – koefisien Ka berdasarkan persamaan Rankine

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 0.3905 0.3610 0.3333 0.3073 0.2827 0.2596 0.2379 0.2174 0.1982

5 0.3959 0.3656 0.3372 0.3105 0.2855 0.2620 0.2399 0.2192 0.1997

10 0.4134 0.3802 0.3495 0.3210 0.2944 0.2696 0.2464 0.2247 0.2044

15 0.4480 0.4086 0.3729 0.3405 0.3108 0.2834 0.2581 0.2346 0.2129

20 0.5152 0.4605 0.4142 0.3739 0.3381 0.3060 0.2769 0.2504 0.2262

25 0.6999 0.5727 0.4936 0.4336 0.3847 0.3431 0.3070 0.2750 0.2465

30 0.8660 0.5741 0.4776 0.4105 0.3582 0.3151 0.2784

35 0.5971 0.4677 0.3906 0.3340


(44)

 Kondisi Pasif

Kondisi Pasif menurut Rankine dapat dijelaskan dengan Gambar II. 13. AB adalah tembok licin tak terhingga

σv

σh

Berat volume tanah

B B A A

L

Gambar II. 13. Tegangan awal tanah ( Braja M Das, 1991 )

Keadaan tegangan awal pada suatu elemen tanah diwakili oleh lingkaran Mohr dalam Gambar 2 – 13. Apabila tembok didorong secara perlahan – lahan ke arah masuk ke dalam massa tanah, maka tegangan utama

σh akan bertambah secara terus-menerus. Akhirnya kita akan mendapatkan suatu keadaan yang menyebabkan kondisi tegangan elemen tanah dapat diwakili oleh lingkaran Mohr. Pada keadaan ini, keruntuhan tanah akan terjadi


(45)

yang saat ini kita kenal sebagai kondisi pasif. Dari Gambar 2 – 14 dapat disimpulkan bahwa :

��=�����2�45 + �2�+ 2� tan �45 +�2� ( II – 22 )

= �����2�45 + �

2�+ 2� tan�45 + � 2�

Penurunan rumus ini sama dengan penurunan pada kondiai aktif menurut Renkine. Gambar 2 – 14 menunjukan variasi tekanan aktif dengan kedalaman. Untuk tanah tidak berkohesi ( c = 0 ).

O φ tan σ + c = f τ T ega nga n G es er Tegangan Normal v σ Ko b a φ φ v σ C D' D

A σp

Gambar II. 14. Bidang keruntuhan pada tanah menurut Renkine ( Braja M Das, 1991 )

��= �����2 �45 + �2

Atau

��

�� = �� = ���

2 45 +

2� ( II – 23 )

Titik – titik D dan D1 pada lingkaran keruntuhan ( Gambar 2 – 14 ) bersesuaian dengan bidang geser di dalam tanah. Untuk kondisi pasif bidang geser membuat sudut ± tanah�450− �2� dengan arah dari bidang utama kecil


(46)

( minor principle plane ), yaitu arah horizontal Gambar 2 – 15 menunjukkan distribusi bidang – bidang geser di dalam massa tanah.

φ

45 -2

2

-45 φ

Z

γZ Kp Kp 2c

Gambar II. 15. Bidang geser Gambar II. 16. Distribusi tekanan tanah

( Braja M Das, 1991 ) ( Braja M Das, 1991 )

Untuk mengetahui harga – harga Kp dari sudut – sudut tertentu, dapat dilihat pada Tabel II – 5.

Tabel II – 5 Koefisien – koefisien Kp berdasarkan persamaan Rankine

(derajat)

� ( derajat )

26 28 30 32 34 36 38 40 42

0 2.5611 2.7698 3.0000 3.2546 3.5371 3.8518 4.2037 4.5989 5.0447

5 2.5070 2.7145 2.9431 3.1957 3.4757 3.7875 4.1360 4.5272 4.9684

10 2.3463 2.5507 2.7748 3.0216 3.2946 3.5980 3.9365 4.3161 4.7437

15 2.0826 2.2836 2.5017 2.7401 3.0024 3.2926 3.6154 3.9766 4.3827

20 1.7141 1.9176 2.1318 2.3618 2.6116 2.8857 3.1888 3.5262 3.9044

25 1.1736 1.4343 1.6641 1.8942 2.1352 2.3938 2.6758 2.9867 3.3328

30 0.8660 1.3064 1.5705 1.8269 2.0937 2.3802 2.6940

35 1.1239 1.4347 1.7177 2.0088


(47)

II. 2. 4.

Dengan adanya air tanah, maka berat isi tanah dimana air tanah tadi

terdapat, harus menggunakan berat isi tanah terendam ( γ submerged = γ

buoyancy ) yang biasanya diberi notasi : Pengaruh Muka Air Tanah

�′ = ��= ���� ( II –

23 )

�′ = � −

� ( II –

24 )

Dimana : γ = γt = berat isi tanah

�′ = γb = jsub = berat isi tanah terendam �� = berat isi air

II. 2. 5.

Beban yang besarnya diatas tanah yang paling sering dijumpai pada permasalahan rekayasa pondasi adalah akibat beban merata dan beban – beban lainnya. Mobilisasi tegangan yang terjadi berupa tekanan aktif dapat dilihat pada keterangan berikut ini. Beban – beban yang bekerja pada tanah isian selain beban merata terdapat :

Tekanan Tanah Akibat Beban Diatasnya

• Beban Titik ( Point Load )

• Beban Garis ( Line Load )


(48)

Akibat pembebanan ini dapat dibuat diagram tegangannya dengan menggunakan teori elastic. Persamaan diagram tegangan ini biasanya diturunkan dari persamaan Boussineq, Spangler, Miche, Terzaghi dsb. Sedangkan besar tekanan lateral yang dihitung dengan gambar grafik biasanya menggunakan Influence Chart dari New Mark “. Disini yang akan dituliskan adalah bagaimana membuat diagram tegangan berdasarkan teori elastisitas untuk beban titik, beban garis, dan beban strip.

• Beban Titik ( Point Load )

x = m H

Q

H n = z

H σ

σ

x z

Gambar II. 17. Beban titik ( Braja M Das, 1991 )

�px = σx = Q 2π = �

3x2z

L5 � ( II –

25 ) Dengan


(49)

Dengan memasukkan harga x = mH, dan z = nH ke dalam persamaan ( II – 25 ), kita hasilkan :

σx = 2πH3Q2

m2n

(m2+n2)5/2 ( II –

26 )

Tegangan horizontal yang dinyatakan oleh persamaan ( II – 26 ) tidak mencakup pengaruh perlawanan tembok. Hal ini diselidiki oleh Gerber ( 1929 ) dan Spangler ( 1938 ) yaitu dengan cara melakukan pengetesan dengan skala besar. Beranjak dari temuan dari ( hasil eksperimen ) mereka, Persamaan (II – 26) ini dimodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Untuk m > 0,4, kita dapatkan :

σx = 1,H77Q2 m2n2

(m2+n2)3 ( II – 27 )

Dan untuk m ≤ 0,4

σx = 0,H28Q2 n2

( 0,16+n2)3 ( II – 28 )

• Beban Garis ( Line Load )

Gambar II. 18 menunjukka n distribusi tekanan arah horizontal yang bekerja pada tembok ( muka tembok sebelah belakang adalah tegak ), yang disebabkan oleh beban garis yang diletakkan sejajar dengan puncak ( bagian atas ) tembok penahan. Bentuk modifikasi dari persamaan [ serupa dengan


(50)

persamaan ( II – 27 ) dan ( II – 28 ) untuk beban titik ] untuk beban garis adalah sebagai berikut :

H

z = n H

Q

H m = x

x σ

Gambar II. 18. Beban Garis

( Braja M Das, 1991 ) Untuk m > 0,4

σx = πH4q m

2n

(m2+n2)2 ( II – 29 )

Untuk m ≤ 0,4

σx = 0,H28Q2 n2

( 0,16+n2)3 ( II – 30 )

• Beban Strip ( Strip Load )

Beban Strip / Lajur dapat dilihat pada gambar II. 19 dengan beban sebesar q / stuan luas terletak pada jarak m1 dan tembok yang mempunyai keting g ian H. Menu rut teori elastisitas, teg ang an arah ho rizontal σx pada kedalaman z, yang bekerja pada tembok, dapat dituliskan sebagai berikut :


(51)

�� = � (� − sin �cos 2�) ( II –

31 )

Sudut � dan � juga dapat dilihat pada gambar 2 – 17. Untuk prilaku tanah yang sesungguhnya, persamaan diatas dapat dimodifikasi menjadi :

�� = 2� (� − sin �cos 2�) ( II

– 32 )

P

q /satuan luas

m2 1

m

β α

σx

z H

Gambar II. 19. Beban Strip ( Braja M Das, 1991 )

Prilaku distribusi tegangan σx dengan kedalaman dalam gambar II. 19. Gaya P per satuan lebar tembok yang disebabkan oleh beban lajur dapat

dihitung dengan cara mengintegrasikan σx dengan batas-batas dari z sama dengan nol sampai dengan H. Jarquio ( 1981 ) telah menuliskan besarnya P dalam bentuk sebagai berikut :

�= �

90 [� (�2− �1)] (

II – 33 ) Dimana :


(52)

�1 (�������) = tan−1��1 � ( II –

34 )

�2 (�������) = tan−1��1+�2� ( II –

35 )

II. 2. 6.

Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah dihitung dengan menggunakan pendekatan yang diusulkan oleh Mononobe – Okabe pada tanah non kohesif. Pendekatan ini merupakan metode yang paling umum digunakan. Besarnya tekanan tanah akibat pengaruh gempa ditentukan berdasarkan koefisien gempa horizontal ( Ch ) dan factor keutamaan ( I ).

Tekanan Tanah Akibat Beban Gempa

Nilai koefisien gempa dasar “ C “ diperoleh dari kurva respon spektra pada Gambar II. 19, sesuai dengan daerah gempa, tipe tanah dibawah permukaan, dan waktu getar alami dari struktur tersebut. Daerah gempa di Indonesia disesuaikan dengan daerah gempa pada pasal 1.2.20. dibagi menjadi 6 wilayah gempa / zona. Kondisi tanah dibawah permukaan untuk setiap wilayah dibagi menjadi 3 jenis yaitu tanah keras, tanah sedang, tanah lunak. Masing – masing wilayah gempa mempunyai kurva respon spectra gempa untuk setiap kondisi tanah yang diperlihatkan pada Gambar II. 20.


(53)

Gambar II. 20. Peta zona gempa Indonesia ( SNI 1726 – 2002 )

Pengaruh gempa diasumsikan sebagai gaya horizontal statis yang sama dengan koefisien gempa rencana dikalikan dengan berat irisan. Koefisien Tekanan Tanah Aktif pada saat gempa dihitung dengan rumus :

�′

=

���

2(�−�)

���2�′���(�+�′)�1+� ���(�+�)�����−�′� �����+�′������′−�′��

1/2

2

( II –

36 )

�= tan−1� ( II – 37 )

�ℎ =�.�

�ℎ = (1− ��)tan � ( II –


(54)

�= tan−1�1−�ℎ

�� ( II –

39)

Dimana : Kh = Koefisien gempa untuk tekanan tanah dinamis

Koefisien Geser Dasar

Daerah Gempa

“ C “

Tanah Keras Tanah Sedang Tanah Lunak

1 0.20 0.23 0.23

2 0.17 0.21 0.21

3 0.14 0.18 0.18

4 0.10 0.15 0.15

5 0.07 0.12 0.12

6 0.06 0.06 0.07

Untuk menentukan titik tangkap Pae, maka tekanan aktif gempa total dibagi dalam 2 komponen yaitu :

a. Pa dari pembebanan statis

b. Komponen dinamis tambahan Pae = Pae - Pa

Gaya Pa bekerja pada 1/3 H dari dasar dinding sedangkan Pae bekerja 1/2 H dari dasar dinding. Sehingga Persamaan untuk Pae adalah :

��� = 12 ��2 (1− ��).�′�.� ���

2

cos ����2� ( II –


(55)

Gambar II. 21. Respon spectrum gempa rencana ( SNI 1726 – 2002 )


(56)

II. 2. 7.

Kriteria pemilihan pemakaian kondisi Rankine atau Coulomb ditentukan oleh anggapan – anggapan dimana teori diturunkan. Seperti diketahui :

Pemilihan Pemakaian Kondisi Rankine Atau Coulomb

 Dinding Kantiliver

H

α

α

Gambar II. 22. Cantiliver wall ( Braja M Das, 1991 )

Sama seperti pada dinding gravitasi, pada dinding kantiliver ini, berat total tekanan aktif yang bekerja pada struktur berupa penjumlahan vector dari :

�� = ��+ � dimana W = berat tanah segi empat ABCD.

Pada Gambar II. 23, dinding gravity memiliki bidang longsor terbentuk sepanjang dinding AB. Karena bidang longsor terbentuk sepanjang dinding AB


(57)

maka total tekanan aktif yang bekerja pada struktur adalah langsung tekanan total yang dicari.

δ

W

φ

F A

θ

90 + θ − β β 90 − θ + α

β − φ

C

B

D

α

H

Gambar II. 23. Gravity wall ( Braja M Das, 1999 )

Pada dinding kantiliver tidak dapat dikenakan kondisi Coulomb karena tidak terbentuk bidang longsor sepanjang dinding tekanan. Yang mungkin adalah longsor pada bidang tekanan AB dimana kasus ini hanya terjadi pada kondisi Rankine.


(58)

BAB III

ANALISA GRAVITY WALL DAN CANTILIVER WALL

III.1. UMUM

Tekanan aktual yang terjadi di belakang dinding penahan cukup sulit untuk diperhitungkan karena begitu banyak variabelnya. Ini termasuk jenis bahan penimbun, kepadatan dan kadar airnya, jenis bahan didasar pondasi, ada tidaknya beban permukaan, dan lainnya. Akibatnya perkiraan detail dari gaya lateral yang bekerja pada berbagai dinding penahan hanyalah masalah teoritis dalam mekanika tanah. Jika dinding penahan dibangun untuk menahan batuan solid, maka tidak ada tekanan pada dinding yang ditimbulkan pada dinding. Jika dinding dibangun untuk menahan air, tekanan hidrostatis akan bekerja pada dinding. Tetapi jika dinding dibangun untuk menahan tanah, dimana perilaku tanah pada umumnya berada diantara batuan dan air, sehingga tekanan tanah pada dinding akan meningkat sesuai dengan kedalaman. Sehingga dinding harus stabil.

III.2. SIFAT TANAH

Untuk analisa dinding penahan tanah kita akan memerlukan parameter

urugan balik γ dan � untuk menghitung tekanan tanah. Mutlak bahwa paling tidak pada daerah yang terbatas dibelakang dinding akan dipakai urugan balik.

Pada urugan balik, nilai γ dan � adalah : γ = 16,5 hingga 17,5 KN/m3

� = 30o sampai 36o

III.3. Stabilitas Dinding Penahan Tanah

Pada perencanaan dinding penahan tanah, ada beberapa analisa yang harus dilakukan, seperti :


(59)

2. Analisa ketahanan terhadap geser

3. Kapasitas daya dukung tanah pada dasar dinding penahan 4. Analisa tegangan dalam dinding penahan

III. 3. 1.

Kestabilan struktur terhadap kemungkinan terguling dihitung dengan persamaan berikut :

Analisa Kestabilan Terhadap Guling

��������= ∑ ��∑ �� ( III –

1 )

Dimana :

∑ �� = Jumlah dari momen – momen yang menyebabkan struktur terguling

dengan titik pusat putaran di titik C. ∑ � disebabkan oleh tekanan tanah aktif yang bekerja pada elevasi H / 3.

∑ �� = Jumlah dari momen – momen yang mencegah struktur terguling

dengan titik pusat putaran di titik C. ∑ � merupakan momen – momen yang disebabkan oleh gaya vertical dari struktur dan berat tanah diatas struktur.

Nilai keamanan minimum terhadap guling dalam perencanaan adalah ≥ 2.0

III. 3. 2.

Ketahanan struktur terhadap kemungkinan geser dihitung berdasarkan persamaan berikut :


(60)

�������= ∑ ��∑ � ( III –

2 ) Dimana :

∑ �� = Jumlah dari gaya – gaya horizontal yang menyebabkan struktur

bergeser. ∑ � disebabkan oleh tekanan tanah aktif yang bekerja pada struktur.

∑ �� = Jumlah gaya – gaya horizontal yang mencegah struktur bergeser. ∑ ��

merupakan gaya – gaya penahan yang disebabkan oleh tahanan gesek dari struktur dengan tanah serta tahanan yang disebabkan oleh kohesi tanah.

Nilai minimum terhadap kestabilan geser dalam perencanaan adalah > 1.5

III. 3. 3.

Tekanan yang disebabkan oleh gaya – gaya yang terjadi pada dinding penahan ke tanah harus dipastikan lebih kecil dari daya duku ng ijin tanah. Penentuaan daya dukung ijin pada dasar dinding penahan dilakukan seperti dalam perencanaan pondasi dangkal. Eksentrisitas dari gaya – gaya ke pondasi yang dihitung dengan rumus berikut :

Kapasitas Daya Dukung Tanah Pada Dasar Dinding Penahan

���= � 2− �

����

∑� � ( III –

3 ) Dimana :


(61)

����= ∑ ��− ∑ �� ( III –

4 )

Tekanan ke tanah dihitung dengan rumus :

�= ∑ �

� �1 ± 6∗ ���

� � ( III – 5 )

Jika nilai eks > B / 6 maka nilai q akan lebih kecil dari 0. Hal tersebut adalah sesuatu yang tidak diharapkan. Jika hal ini terjadi maka lebar dinding penahan B perlu diperbesar.

Angka keamanan terhadap tekanan maksimum ke tanah dasar dihitung dengan rumus :

������������= ������������ ( III –

6 )

��������� =�2�����������+���������+12�2��������� ( III – 7 )

Nilai minimum dari angka keamanan terhadap daya dukung yang biasa digunakan dalam perencanaan adalah 3.

Dimana :

� = �2

�� =� −2

Faktor Bentuk :

��� = 1 + ��� ��� = 1 + � tan �


(62)

��� = 1−0.4 �

Faktor Kedalaman : Untuk Df / B < 1

��� = 1 + 0.4 �

��� = 1 + 2tan�2′ (1− sin �2′)2 � ��� = 1

Untuk Df / B > 1

��� = 1 + 0.4���−1 ��

��� = 1 + 2tan� (1− sin �)2 � ��� = 1

Faktor Inklanasi :

��� = ��� = �1− �

0 900�

2

��� = �1− � 0 �0�

2

�0 = tan−1��cos � ∑ � �


(63)

Tabel III – 1 Faktor Daya Dukung

� Nc Nq N�

0 5.14 1 0

1 5.38 1.09 0.07

2 5.63 1.2 0.15

3 5.9 1.31 0.24

4 6.19 1.43 0.34

5 6.49 1.57 0.45

6 6.81 1.72 0.57

7 7.16 1.88 0.71

8 7.53 2.06 0.86

9 7.92 2.25 1.03

10 8.35 2.47 1.22

11 8.8 2.71 1.44

12 9.28 2.97 1.69

13 9.81 3.26 1.97

14 10.37 3.59 2.29

15 10.98 3.94 2.65

16 11.63 4.34 3.06

17 12.34 4.77 3.53

18 13.1 5.26 4.07

19 13.93 5.8 4.68

20 14.83 6.4 5.39

21 15.82 7.07 6.2

22 16.88 7.82 7.13

23 18.05 8.66 8.2

24 19.32 9.6 9.44

25 20.72 10.66 10.88

26 22.25 11.85 12.54

27 23.94 13.2 14.47

28 25.8 14.72 16.72

29 27.86 16.44 19.34

30 30.14 18.4 22.4

31 32.67 20.63 25.99

32 35.49 23.18 30.22


(64)

34 42.16 29.44 41.06

35 46.12 33.3 48.03

36 50.59 37.75 56.31

37 55.63 42.92 66.19

38 61.35 48.93 78.03

39 67.87 55.96 92.25

40 75.31 64.2 109.41

41 83.86 73.9 130.22

42 93.71 85.38 155.55

43 105.11 99.02 186.54

44 118.37 115.31 224.64

45 133.88 134.88 271.76

46 152.1 158.51 330.35

47 173.64 187.21 403.67

48 199.26 222.31 496.01

49 229.93 265.51 613.16

50 266.89 319.07 762.89

III. 3. 4.

Prinsip yang digunakan untuk menentukan besarnya tegangan pada dinding pasangan batu sama seperti menentukan tegangan pada tanah dasar dimana tegangan pada bidang horizontal ( Pers II – 44 ). Dinding pasangan batu dianggap aman jika tegangan minimum pada suatu bidang horizontal lebih besar atau sama dengan nol.

Tegangan Tarik Pada Dinding

III.4. Struktur Pada Dinding Penahan

III. 4. 1.

Berdasarkan buku Teknologi Bahan, beton adalah campuran yang terjadi dari agregat alam, seperti kerikil, pasir atau batu pecah dengan bahan pengikat semen Portland. Semen dengan air membentuk pasta pengikat butiran – butiran agregat menjadi massa yang padat dan tidak larut dalam air. Terkadang, satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan


(65)

karekteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan ( workability ), durabilitas, dan waktu pengerasan.

Beton biasa mempunyai kekuatan tarik yang sangat rendah dibandingkan dengan kekuatan tekannya sehingga untuk pelaksanaan structural perlu dipasang tulangan baja untuk menahan gaya tarik, beton demikian itu disebut beton bertulang. Dengan mengkom binasikan beton dan baja sebagai bahan struktur maka tegangan tekan dipikulkan kepada beton sementara tegangan tarik dipikulkan kepada baja.

Kerja sama antara beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan didasarkan pada keadaan – keadaan seperti :

a. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran di antara keduanya.

b. Beton yang menyelimuti batang tulangan baja bersifat kedap air sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat pada baja. c. Angka muai kedua bahan hamper sama, angka muai beton 10-6 s/d 1.3

10-5 sedangkan baja 1.2 10-5, sehingga dapat nilai keduanya dapat diabaikan.

III. 4. 2.

Kekuatan tekan beton dapat didefenisikan sebagai kekuatan tekan karekteristik beton yang diperoleh dari hasil perhitungan atau hasil pengujian laboratorium. Kekuatan karekteristik beton yang disimbolkan dengan notasi K


(66)

yaitu diikuti dengan angka yang menunjukkan kelas mutu beton. Penggunaan beton untuk konstruksi beton bertulang dibagi dalam mutu kelas seperti :

a. Beton Kelas I

Beton Kelas I adalah beton untuk pekerjaan – pekerjaan non structural. Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu – mutu bahan, sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak diisyaratkan pemeriksaan. Mutu beton Kelas I dinyatakan dengan B0.

b. Beton Kelas II

Beton Kelas II adalah beton untuk pekerjaan structural secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan dibawah pimpinan tenaga ahli. Beton Kelas II dibagi dalam mutu – mutu standar : B1, K 125, K 175, K 225. Pada mutu B1, pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan sedang terhadap mutu dan bahan – bahan, pengawasan mutu terdiri dari pengawasan yang ketat terhadap mutu bahan dengan keharusan untuk memeriksa kekuatan tekan secara kontinu.

c. Beton Kelas III

Beton Kelas III adalah beton untuk pekerjaan – pekerjaan structural dimana dipakai mutu beton dengan kekuatan tekan karekteristik yang lebih tinggi dari 225 kg/cm2. Pelaksanaannya


(67)

memerlukan keahlian khusus dan harus dilakukan dibawah pimpinan tenaga – tenaga ahli. Disyaratkan adanya laboratorium beton dengan peralatan lengkap dan dilayani oleh tenaga – tenaga ahli yang dapat melakukan pengawasan mutu beton secara kontinu.

Penggunaan beton untuk konstruksi beton bertulang dibagi dalam mutu kelas seperti tercantum dalam tabel III – 2.

Tabel III – 2

Kelas Mutu ��� ( kg / cm2 )

��� ���.� = 46

( kg / cm2 )

Tujuan Pengawasan Terhadap

Mutu Agregat

Kekuatan Tekan

I B0 _ _ non stuktural ringan tanpa

II B1 K 125 K 175 K 225 _ 125 175 225 _ 200 250 300 structural structural struktural struktural sedang ketat ketat ketat tanpa kontinu kontinu kontinu III K>225 >225 >300 struktural ketat kontinu

II. 4. 3.

Berdasarkan buku Dipohusodo, Istimawan, 1999, Struktur Beton Bertulang dijelaskan bahwa, Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami keretakan. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu system struktur, perlu dibantu dengan memberinya


(68)

perkuatan penulangan yang berfungsi menahan gaya yang bakal timbul dalam struktur.

Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain batang polos berpenampang bulat juga digunakan batang deformasian, yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi sirip teratur dengan pola tertentu, atau batang tulangan yang dipilin pada proses produksinya. Baja tulangan yang biasa digunakan pada pembangunan dinding penahan tanah adalah baja tulangan deformasian.

Gambar III. 1. Besi tulangan

Kekuatan maupun tegangan yang dapat dikerahkan oleh baja, tergantung dari pada mutu baja. Tegangan leleh dan tegangan dasar dari berbagai macam baja dapat dilihat pada tabel III - 3 berikut :

Tabel III - 3

Macam Baja Tegangan Leleh Tegangan Dasar

Sebutan Lama

Sebutan Baru

�ℓ σ


(69)

St. 33 St. 37 St. 44 St. 52

Bj.33 ( Fe.310 ) Bj.37 ( Fe.360 ) Bj.44 ( Fe.430 ) Bj.52 ( Fe.510 )

2000 2400 2800 3600 200 240 280 360 1333 1600 1867 2400 133.3 160 186.7 240 III. 4. 4.

Pengetahuan yang mendalam tentang sifat – sifat beton bertulang sangat penting sebelum mendesain struktur beton bertulang. Adapun sifat – sifat dari beton bertulang adalah sebagai berikut :

Sifat Dari Beton Bertulang

 Modulus Elastisitas

Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, karekteristik, dan perbandingan semen dan agregat. Dalam satuan SI :

�� = ��1.5 (0.043) ���′ ( III–

8 )

Dimana Wc berkisar dari 1500 – 2500 kg / m3 dan �′ dalam N / mm2 atau Mpa ( megapascal ). Jika yang digunakan adalah beton dari batu pecah biasa atau kerikil ( dengan massa kira – kira 2320 kg / m3 ). Sehingga persamaan ( II – 47 ) akan emnjadi :

�� = ��1.5 (0.043) ���′ �� = 23201.5 (0.043) ���′

�� = 4700 ���′ ( III –

9 ) Dimana :


(70)

- Ec adalah modulus elastisitas ( MPa )

- Wc adalah berat beton / kerapatan massa ( kg / m3 )

Untuk mencari nilai – nilai modulus dari berbagai kekuatan beton dapat dilihat pada tabel III – 4.

Tabel III – 4

��′ ( MPa ) �� ( MPa )

17 21 24 28 35 42

17 450 21 500 23 000 24 900 27 800 30 450


(71)

BAB IV

APLIKASI ANALISA GRAVITY WALL DAN CANTILIVER

WALL

IV.1. Gravity Wall

Dinding penahan gravitasi ( Gravity Wall ) digunakan sebagai dinding penahan dengan tinggi sekitar 3 m. Dinding jenis ini biasanya dibuat dari beton polos dan sepenuhnya mengandalkan pada beratnya untuk stabilitas terhadap geser dan guling. Biasanya dinding ini sangat masif dan tanpa tulangan. Ukuran dinding diasumsikan, faktor keamanan terhadap longsor dan guling dihitung, titik resultan gaya pada dasar dinding ditentukan, dan tekanan tanah dihitung. Biasanya faktor keamanan terhadap geser tidak kurang dari 1,5 untuk timbunan tidak kohesif dan 2,0 untuk timbunan kohesif. Faktor keamanan 2,0 untuk guling biasanya dipakai. Dimensi dapat diasumsikan mendekati nilai yang diberikan dan faktor keamanan terhadap guling dan geser dihitung. Jika nilai faktor keamanan tidak sesuai, dimensi diperbaiki dan faktor keamanan dihitung kembali. Pada perhitungan dinding penahan ini akan dimulai pada ketinggian 1 m.

Kasus 1

Dinding penahan gravitasi terbuat dari beton polos diperlihatkan pada Gambar 3.1. Tanah penopang dinding diasumsikan adalah tanah timbunan yang mempunyai berat volume 16,5 KN/m3, Kohesi tanah 0o dan sudut geser tanah 30o. Tentukan faktor keamanan terhadap guling dan geser. Untuk Parameter


(72)

tanah alasnya diasumsikan sama dengan tanah yang akan ditopang dengan kohesi 10o. Berat beton polos 23,2 KN/m3. Ketinggian dinding 1 m.

2 2 2

γ= 16,5 KN/m3

= 30

φ o o

c = 10

c = 0o

o

φ= 30

3 m KN/ = 16,5 γ A B

H = 1m

C

W1 W2

D = 0,25m

Gambar IV. 1.

Pemodelan gravity wall dengan parameter tanah timbunan

Langkah 1

Untuk menentukan koefisien tekanan tanah aktif telah dibahas pada Bab II , pada persamaan ( II – 14 ) :

Ka = ( 1− sin � ) ( 1 +sin � ) Ka = ( 1− sin � )

( 1 +sin � ) =

( 1− sin30 ) ( 1 +sin30 ) =

1−0,5 1 + 0,5=

0,5 1,5=

1 3

Menghitung koefisien tekanan tanah

Hasil Ka juga dapat dilihat pada tabel II – 2, ka = 0.333.

Sedangkan untuk koefisien tekanan tanah pasif, gunakan persamaan ( II – 17 ) :

Kp = ( 1 +sin � ) ( 1− sin � ) Kp = ( 1 +sin � )

( 1− sin � ) =

( 1 +sin30 ) ( 1− sin30 )=

1 + 0,5 1−0,5=

1,5


(73)

Hasil Kp juga dapat dilihat pada tabel II – 3, Kp = 3

Langkah 2

Gaya aktif pada tanah dapat dicari dengan menggunakan persamaan ( II – 12 )

Pa =1

2 Kaγ H² Pa =1

2 .� 1

3�. 16,5 . 1²

Menghitung Gaya yang bekerja pada tanah

Pa = 2.750 KN/m

Gaya aktif pada tanah akibat gempa

Pengaruh gempa diasumsikan sebagai gaya horizontal statis yang sama dengan koefisien gempa rencana dikalikan dengan berat irisan.

Dimana : � = 0o , � = 0o

nilai Kh dapat dihitung dengan Persamaan ( II – 38) menggunakan rumus :

�ℎ = (1− ��)tan� �ℎ = (1− 0)tan30� �ℎ = 0.577

nilai � dapat dihitung dengan Persamaan ( II – 39) menggunakan rumus

� = tan−1� �ℎ 1− �� � = tan−1�0.557


(74)

�′= 30�

�’ = � + �’ = 0o + 30o = 30o

�’ = � + �’ = 0o + 30o = 30o

Maka nilai Ka dapat dihitung dengan Persamaan ( II – 36 ) menggunakan rumus :

′��

=

���

2(−��′)

���2cos ����(�+�′+�′)�1+����(�+�)�����−�′−�′� �����+�′������′−�′� �

1 2 �

2

�′

�� = ���

2(30−30−30)

���230��� 30���(+0+30+30)�1+����(30�)���(30�−30�−30�)

���(30�)���(30�−30�) �

1 2

2

�′

�� = 2.309401077

Gaya Pa bekerja pada 1/3 H dari dasar dinding sedangkan Pae bekerja 1/2 H dari dasar dinding. nilai ��� dapat dihitung dengan Persamaan ( II – 40 ) menggunakan rumus :

��� = 1

2 ��

2 (1− �

�).�′��

��� = 12 16.5 12 (1−0) 2.309401077 ��� = 8,25 KN/m


(75)

Diasumsikan tanah di depan dinding penahan sama dengan tanah yang berada di belakang dinding, sehingga berat volume tanah sama yaitu 16.5 KN/m3. untuk mencari gaya pasif pada tanah dapat digunakan persamaan ( II – 15 ) :

Pp=1

2 Kpγ H² Pp=1

2. 3. 16.5 (0.125²) Pp= 0,386719 KN/m

Langkah 3

Momen Guling dengan titik tangkap di titik C, dapat dilihat pada tabel IV.1 Menghitung Momen Guling

Tabel IV.1

Gaya Lengan Momen Momen

Pa =1 2 .�

1

3�. 16,5 . 1² = 2,750 KN/m x 0.33 =

0,9167

��� = 12 16.5 12 (1−0)2.309401077 = 8,25 KN/m x 0.50 = 4,125

= 11 KN/m Mo = 5,041 KN/m

Direncanakan : A = 0,5 m B = 1,25 m


(76)

Wc= 23,2 KN/m3

Momen Resultan dengan titik tangkap di titik C, dapat dilihat pada tabel IV.2 Tabel IV.2

Gaya Lengan Momen Momen

W1 = (0.5)(1)(23,2) = 11.6 KN/m x 1,0 = 11,60 W2 = (0.5)(0.75)(1)(23,2) = 8,7 KN/m x 0,25 = 2,175 Rv = 20,3 KN/m MR = 13,775 KN/m

Faktor Keamanan Terhadap Guling, digunakan persamaan ( II – 40 ) :

�������� = ∑ �∑ �� �

�������� = 135,,775041 = 2,73 > 2.0 Faktor Keamanan Terhadap Guling OK

Langkah 4

Ketahanan struktur terhadap kemungkinan geser dihitung berdasarkan persamaan ( II – 41 )

�������= ∑ �∑ �� �

Menghitung Gaya Geser

�������= ��+���� = 20,3+110,3867= 1,88 > 1,5 Faktor Keamanan Terhadap Geser

OK

Periksa lokasi dari resultan atas dasar keberadaan pada sepertiga bagian tengah momen guling bersih :


(77)

����= ∑ ��− ∑ �� ����= 13,775 - 5,041 ���� = 8,733 KN/m

Sehingga eksentrisitas dari gaya – gaya ke pondasi dihitung dengan menggunakan rumus pada persamaan ( III-3 ) :

���= �2− ����� ∑ � � ���= 1,25

2 − �

8,733

20,3�

���= 0,1947 m Cek kontrol :

� 6

� = 0,20833 > 0,1947 Sehingga resultan berada pada sepertiga bagian tengah.

Langkah 5

Parameter yang digunakan sama dengan parameter yang digunakan pada tanah timbunan. Untuk � = 30o maka didapat nilai Nc, Nq, N�, pada tabel ( III.1 ) Menghitung Daya Dukung Tanah

C = 10o Nc = 30,14 Nq = 18,40 N� = 22,40

� = �2�= 16,5 (0,25) = 4,125


(1)

Dinding besi yang Beton yang

H dibutuhkan dibutuhkan

(m) (m3) ( m3) ( m3 ) ( Rp )

1 0.76 0.001225582 0.758774418 2,539,847

2 2.735 0.00835244 2.72664756 10,102,026

3 4.46 0.02 4.44 18,030,249

4 5.445 0.03582206 5.40917794 24,795,323

5 10.85 0.11291277 10.73708723 31,657,188

6 18.2 0.16293806 18.03706194 53,180,404

7 26.6 0.19956712 26.40043288 127,125,746

8 38.6 0.3389692 38.2610308 196,523,432

9 51.5 0.4938452 51.0061548 272,350,624

10 70.8 0.55546 70.24454 344,289,912

Perbandingan Gravity dan Cantiliver Wall berdasarkan biayanya dapat dilihat pada tabel IV. 9

Tabel IV.9

Perbandingan Gravity dan Cantiliver

Tinggi

Biaya Biaya Selisih

Dinding

H Biaya

(m) (Rp) (Rp)

1 2,223,531 2,539,847 316,316 2 8,370,941 10,102,026 1,731,085 3 17,265,065 18,030,249 765,183 4 36,622,866 24,795,323 11,827,543 5 65,397,975 31,657,188 33,740,787 6 96,135,023 53,180,404 42,954,620 7 160,225,039 127,125,746 33,099,292 8 230,200,872 196,523,432 33,677,440 9 306,062,523 272,350,624 33,711,899 10 379,308,255 344,289,912 35,018,343

Perbandingan Gravity dan Cantiliver Wall berdasarkan Volume dapat dilihat pada grafik IV. 3


(2)

Perbandingan Gravity dan Cantiliver Wall berdasarkan biayanya dapat dilihat pada grafik IV. 4

0.85 3.20 6.60

14.00 25.00

36.75 61.25

88.00 117.00

145.00

0.76 2.74 4.46 5.45 10.85

18.20 26.60

38.60 51.50

70.80

0 20 40 60 80 100 120 140 160

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

V

o

lu

m

e

(

m

3

)

Ketinggian ( m ) Gravity Cantiliver


(3)

2,223,531 8,370,941 17,265,065

36,622,866 65,397,975

96,135,023 160,225,039

230,200,872 306,062,523

379,308,255

2,539,847.1510,102,025.70

18,030,248.8024,795,322.57 31,657,188.42

53,180,403.61 127,125,746.47

196,523,431.52 272,350,623.52

344,289,912.39

0 50000000 100000000 150000000 200000000 250000000 300000000 350000000 400000000

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

V

o

lu

m

e

(

m

3

)

Ketinggian ( m ) Gravity Cantiliver


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini, ada beberapa kesimpulan yang

V.1. KESIMPULAN

berdasarkan tingkat keekonomisan antara Gravity Wall dan Cantiliver Wall terlihat pada tabel V.1

Perbandingan Gravity dan Cantiliver terhadap biaya

Tinggi

Gravity Wall Cantiliver Wall Selisih

Dinding

H Biaya

(m) (Rp) (Rp)

1 2,223,531 2,539,847 316,316 2 8,370,941 10,102,026 1,731,085 3 17,265,065 18,030,249 765,183 4 36,622,866 24,795,323 11,827,543 5 65,397,975 31,657,188 33,740,787 6 96,135,023 53,180,404 42,954,620 7 160,225,039 127,125,746 33,099,292 8 230,200,872 196,523,432 33,677,440 9 306,062,523 272,350,624 33,711,899 10 379,308,255 344,289,912 35,018,343

Dari tabel V.2 dapat disumpulkan bahwa :

1. Gravity Wall memiliki tingkat keekonomisan pada ketinggian ≤ 3 m, jika ketinggian dinding > 3 m maka dinding tidak ekonomis.

2. Sedangkan Cantiliver Wall memiliki tingkat keekonomisan pada ketinggian > 3 m,


(5)

V.2. SARAN

1. Disarankan kepada perencana untuk memilih Gravity Wall untuk

ketinggian maksimum 3 m, karena lebih ekonomis dibandingkan dengan Cantiliver Wall.

2. Sedangkan untuk ketinggian > 3m, maka disarankan memilih Cantiliver Wall , karena lebih ekonomis dibandingkan dengan Gravity Wall.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bowles E. Joseph, 2000. ANALISIS DAN DESAIN PONDASI, Jilid 1, Edisi ke empat. Jakarta : Erlangga.

Bowles E. Joseph, 2000. ANALISIS DAN DESAIN PONDASI, Jilid 2, Edisi ke empat. Jakarta : Erlangga.

Das M. Braja, 1991. MEKANIKA TANAH ( PRINSIP – PRINSIP REKAYASA GEOTEKNIS), Jilid 1, Jakarta : Erlangga.

Das M. Braja, 1991. MEKANIKA TANAH ( PRINSIP – PRINSIP REKAYASA GEOTEKNIS), Jilid 2, Jakarta : Erlangga.

Dipohusodo Istimawan, 1996. STRUKTUR BETON BERTULANG, Jakarta : Gramedia Pustaka.

Vis Ir. W. C & Kusuma Ir. Gideon M.eng, 1997. DASAR – DASAR PERENCANAAN BETON BERTULANG, Jakarta : Erlangga

Vis Ir. W. C & Kusuma Ir. Gideon M.eng, 1994. GRAFIK & TABEL PERHITUNGAN BETON BERTULANG, Jakarta : Erlangga

Sembiring Gurki J. Thambah, 2002. BETON BERTULANG, Edisi Revisi, Bandung: Rekayasa Sains.