Analisa Core Wall Dua Cell Akibat Beban Torsi Pada Bangunan Tinggi
ANALISA CORE WALL DUA CELL AKIBAT BEBAN TORSI PADA
BANGUNAN TINGGI
TESIS
Oleh :
SYAHRIR ARBYN SIREGAR
067016008/T. SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ANALISA CORE WALL DUA CELL AKIBAT BEBAN TORSI PADA
BANGUNAN TINGGI
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Sipil
pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
SYAHRIR ARBYN SIREGAR
067016008/T. SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Judul Tesis : ANALISA CORE WALL DUA CELL AKIBAT BEBAN TORSI PADA BANGUNAN TINGGI
Nama Mahasiswa : Syahrir Arbyn Siregar Nomor Pokok : 067016008
Program Studi : Teknik Sipil
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan) (Ir. Sanci Barus, MT.)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Dr. Ir. Roesyanto, MSCE) (Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng)
(4)
Telah diuji pada Tanggal 18 Juni 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan ANGGOTA : Dr. Ing. Hotma Panggabean
Prof. Dr. Bachrian Lubis, MSc. Ir. Sanci Barus, MT.
(5)
A B S T R A K
Sebagai pengaku pada bangunan tinggi yang pada dasarnya juga berperilaku sebagai inti bangunan yang fungsinya adalah untuk mengeliminasi gaya-gaya lateral seperti gaya gempa, gaya angin maupun gaya torsi dipakai Core Wall Dua Cell.
Core Wall Dua Cell ini dikondisikan seperti balok tipis dengan sistem struktur jepit bebas dan dianalisis dengan sistem torsi St. Venant ataupun gaya shell St. Venant.
Tegangan torsi yang diperoleh pada permukaan lebar adalah τ = 2.7 N/mm2, divalidasi dengan hasil FEM untuk elemen segitiga τ = 1.8 N/mm2 dan untuk elemen segi empat τ = 1.3 N/mm2. Terdapat perbedaaan dengan elemen segitiga sebesar 33.33%, dan dengan elemen segi empat sebesar 51.85%, sedang antara FEM sendiri berbeda 27.78%.
Tegangan Torsi pada permukaan sempit hasilnya adalah τ = 2.7 N/mm2, divalidasi dengan hasil FEM untuk elemen segitiga τ = 3.5 N/mm2 dan dengan elemen segi empat τ = 4 N/mm2 Terdapat perbedaan dengan elemen segitiga sebesar 22.86% dan dengan elemen segi empat sebesar 32.5%; sedang antara FEM sendiri berbeda 12.5%.
Kata Kunci : Core Wall Dua Cell; Dinding Tipis, Torsi St. Venant, FEM, Elemen Segitiga dan Elemen Segi Empat
(6)
A B S T R ACT
As a stiffener on a tall building which is basically also behaves as a core building. functions is to eliminate lateral forces such as earthquake forces, wind forces and torque forces used Core Two Cell Wall.
Two Cell Wall Core is conditioned as a thin beam with free-flops structural system and analyzed with St. Venant Torque system or shell St. Venant force.
Torsional stress obtained at the surface width is τ =7.20 N/mm2 , validated with FEM results for the triangular elements τ=1.82 N/mm2 and for quadrilateral elements τ =1.30 N/mm2 . There are differences with triangular elements for 33,33 % and with the rectagular elements of 51,85 %, was between different FEM own 27,78 %.
Torque tension at the surface of the narrow result is τ =2.70 N/mm2 , validated with FEM for triangular τ =3.50 N/mm2 and quadrilateral elemens, τ =4.00 N/mm2 . There is a difference with triangular elements for 22,86 % and 32,50% for quadrilateral elements, are different between the FEM alone 12,50%.
Keywords: Two Cell Wall Core, thin wall, Torque St. Venant, Elements of Triangular and Quadrilateral Elements.
(7)
KATA PENGANTAR
Berkat Ridho dan Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisa Core Wall Dua Cell Akibat Beban Torsi Pada Bangunan Tinggi” sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Magister Bidang Rekayasa Struktur Bangunan Fakultas Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Dengan Selesainya tesis ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan pemahaman yang sangat diperlukan dalam penulisan tesis ini.
2. Bapak Ir. Sanci Barus, MT. sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan yang berharga dalam penulisan tesis ini.
3. Bapak Dr. Ir. Roesyanto, MSCE. selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT. selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh Dosen dan Staff Pegajar Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
6. Istriku tercinta Hj. Erika Sukma, Ibundaku yang sangat kuhormati Hj. Lamsari Harahap. Kakaku Hj. Diana Sahuri sekeluarga di Kuala Lumpur, anak-anakku
(8)
yang sangat kusayangi Zuliksya Handri, B.Sc., Gemal Zulfi, ST., Affhan Ghazali, M. Fitrah Syahri, Fadil Ikhram dan M. Akbar Saladin yang telah memberi dukungan moral sepenuhnya hingga tesis ini dapat selesai dengan baik 7. Rekan-rekan ku: Ir. Besman Surbakti, MT., Ir. Teruna Jaya, M.Sc., Ir. Jeluddin
Daud, M.Eng., Ir. Ali Umar, Dr. Salmin Umar, S.Pa., yang telah begitu banyak membantu saya untuk menyelesaikan tesis ini pada waktunya. Hanya Allah SWT yang dapat membalas segala bentuk bantuan yang telah diberikan dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.. Amin.. Ya Robbal Alamin
8. Seluruh Mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Magister Teknik Sipil Unversitas Sumatera Utara dan Staff administrasi khususnya rekan angkatan 2006.
Sebagai manusia yang bersifat lemah, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, saran dan masukan demi perbaikan sangat diharapkan sekali, mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Juni 2010
Syahrir Arbyn Siregar 067016008
(9)
RIWAYAT HIDUP A. DATA PRIBADI
Nama : Syahrir Arbyn Siregar
Tempat Tangga Lahir : Pargarutan, Tapsel, 28 September 1949 Alamat : Jln. Abdul Hakim No. 5 Medan
Agama : Islam
Anak ke- : I (satu) Jenis Kelamin : Laki-laki B. RIWAYAT PENDIDIKAN
- SR : 1957 - 1962
- SLTP : 1963 - 1965
- SMU : 1966 - 1968
- Fakultas Teknik Jurusan Sipil USU : 1970 - 1981 - Magister Teknk Sipil Program Pascasarjana USU : 2006 - 2010
-C. RIWAYAT PEKERJAAN
- Perencana Gedung Kantor PDAM Tirtanadi Medan
- Perencanaan Gedung Serba Guna Tarukim Propinsi Sumatera Utara - Perencana Gedung Rumah Sakit Kumpulan Pane Tebing Tinggi - Pengawasan / MK : Komplek Pergudangan di Tanjung Mulia - Pengawasan / MK : Gedung BPK Medan
(10)
DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR NOTASI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Pembuatan Tesis ... 5
1.4 Pembatasan Masalah ... 6
1.5 Metodologi Pembuatan Tesis ... 6
1.6 Sistematika Pembuatan Tesis ... 7
BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL ... 9
2.1 Karakteristik bentuk dan letak Core Wall ... 9
2.2 Karakteristik Beban Core Wall ... 10
2.3 Beban Torsi Terbagi Rata, Teori Dasar ... 16
(11)
BAB III IDEALISASI STUKTUR CORE WALL 2 CELL ... 22
3.1 Box Girder dengan Dua Lubang ... 22
3.2 Gaya – Gaya dan Tegangan Shell dalam Terminologi Gaya Batang ... 38
BAB IV ANALISA PEMBAHASAN STRUKTUR CORE WALL DUA CELL ... 43
4.1 Masalah Torsi ... 43
4.2 Torsi dan Lentur pada Batang dengan Penampang Dinding Tipis Terbuka ... 46
4.3 Torsi Pada Batang Dengan Penampang Dinding Tipis Bertulang ... 52
4.4 Lentur dan Torsi pada Penampang Persegi ... 57
BAB V METODE ELEMEN HINGGGA ... 63
5.1 Constant Strain Triangle Elemen (CST Elemen) dan Elemen Segi Empat 63
5.2 Element Quadrilateral Empat Noche Isoparametrik ... 69
BAB VI APLIKASI ... 79
8.1 Data – Data ... 79
8.2 BebanTorsi... 79
8.3 Distribusi Tegangan ... 83
8.4 Distribusi Tegangan Pada Sekat Tengah ... 84
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
7.1. Kesimpulan ……… 86
7.2. Saran ... 87
(12)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 1.1 Sistem Dasar Core Wall – Sistem Statik ... 5
Gambar 2.1. Penyaluran Beban Angin ... 14
Gambar 2.2. Penyaluran Beban pada Struktur Core Wall ... 15
Gambar 2.3. Torsi pada Tampang Shaft ... 20
Gambar 2.4. Geometri Tampang Shaft ... 21
Gambar 2.5. Tegangan Geser pada Thin Tube ... 21
Gambar 3.1. Penampang Box Girde Dua Lobang ... 22
Gambar 3.2. Kontur Girder Dua Lobang ... 24
Gambar 3.3 Fungsi Warping Kontur ... 26
Gambar 3.4 Diskontinuitas Ketebalan Warping pada Kontur ... 27
Gambar 3.5 Fungsi Distribusi Geser Lentur ... 28
Gambar 3.6 Geser dan Lentur Sekitar Sumbu X ... 29
Gambar 3.7 Fungsi Distribusi Geser Lentur ... 31
Gambar 3.8 Geser dan Lentur Sekitar Sumbu Y ... 33
Gambar 3.9 Fungsi Distribusi Geser Warping ... 34
Gambar 3.10 Geser dan Warping ... 35
Gambar 3.11 Geser dan Torsi St. Venant ... 36
Gambar 4.1. Hubungan Geometris ... 47
Gambar 4.2. Displasmen Batang dan Shell... 50
(13)
Gambar 4.4. Torsi pada Elemen Kecil ... 56
Gambar 4.5. Penampang Segi Empat... 57
Gambar 4.6. Fungsi Warping Ω dan Displasemen W... 58
Gambar 4.7. Kesamaan Momen Warping dan Torsi ... 59
Gambar 4.6.a Distribusi Mzss dan σszs ………... 61
Gambar 4.6.b Torsi Plat Akibat Gaya Pada Sudut ... 62
Gambar 5.1. CST Element dangan 6 DOF ... 64
Gambar 5.2. Element Quadrilateral ………... 69
Gambar 5.3. Koordinat Natural untuk Element Quadrilateral ... 59
Gambar 6.1. Bidang Torsi ... 79
Gambar 6.2. Grafik hubungan antara Tegangan Geser Torsi dan ketinggian. 83
Gambar 6.3. Distribusi Tegangan Geser Torsi Metode Elemen Hingga ... 84
Gambar 6.4. Distribusi Tegangan Geser Torsi Teoritis ... 84
(14)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 3.1 Fungsi Koordinat ... 24
Tabel 4.1. Kondisi Bentuk Struktur Tipikal... 44
Tabel 5.1. Matrik Kekakuan CST... 67
Tabel 5.2. Matrik Kekakuan Segiempat... 68
Tabel 6.1. Tegangan Torsi... 82
(15)
DAFTAR NOTASI F1 = Arus Geser P = Titik Berat O = Kutub Utama
Tw = Tebal badan Tf = Tebal Sayap b = Lebar Core Wall
α = Koefisien beban torsi
Ω = Total warping
Nzsb = Gaya Geser yang bersesuaian Mzs = Momen Puntir
Mz = Momen Lentur MΩ = Momen Warping Ts = Torsi St. Venant Nz = Gaya Membran
Qz = Gaya geser Transversal IΩΩ = Konstanta Warping TΩ = Torsi Warping
(16)
W = Displacement axial Ø = Puntiran
W = Fungsi Warping W = Ketebalan Warping
Ω = Fungsi Warping V = Gaya Geser
(17)
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN I : Sign Convention
LAMPIRAN II: Out Put SAP 2000 Elemen Segitiga LAMPIRAN III: Out Put SAP 2000 Elemen Segiempat
LAMPIRAN IV: Torsi di Core Sebelah Kanan (vektor arah ke atas) Gambar : Model 3 D
Gambar : Model 2 D
Gambar :S12 Shell Tegak Bidang Pendek Gambar : S12 Shell Kiri Bidang Pendek Gambar : S12 Shell Kanan Bidang Pendek Gambar : S12 Shell Depan Bidang Panjang Gambar : S12 Shell Belakang Bidang Panjang
LAMPIRAN V: Torsi di Core Sebelah Kiri (vektor arah ke Bawah) Gambar: Model 3 D
Gambar :Model 2 D
Gambar :S12 Shell Tegak Bidang Pendek Gambar : S12 Shell Kiri Bidang Pendek Gambar : S12 Shell Kanan Bidang Pendek
(18)
Gambar : S12 Shell Depan Bidang Panjang Gambar : S12 Shell Belakang Bidang Panjang
LAMPIRAN VI: Torsi di kedua Core (vektor berlawanan arah ) Gambar : Model 3 D
Gambar : Model 2 D
Gambar : S12 Shell Tegak Bidang Pendek Gambar : S12 Shell Kiri Bidang Pendek Gambar : S12 Shell Kanan Bidang Pendek Gambar : S12 Shell Depan Bidang Panjang Gambar : S12 Shell Belakang Bidang Panjang
LAMPIRAN VII: Torsi di kedua Core (vektor searah ke bawah ) Gambar : Model 3 D
Gambar : Model 2 D
Gambar : S12 Shell Tegak Bidang Pendek Gambar : S12 Shell Kiri Bidang Pendek Gambar : S12 Shell Kanan Bidang Pendek Gambar : S12 Shell Depan Bidang Panjang Gambar : S12 Shell Belakang Bidang Panjang
(19)
A B S T R A K
Sebagai pengaku pada bangunan tinggi yang pada dasarnya juga berperilaku sebagai inti bangunan yang fungsinya adalah untuk mengeliminasi gaya-gaya lateral seperti gaya gempa, gaya angin maupun gaya torsi dipakai Core Wall Dua Cell.
Core Wall Dua Cell ini dikondisikan seperti balok tipis dengan sistem struktur jepit bebas dan dianalisis dengan sistem torsi St. Venant ataupun gaya shell St. Venant.
Tegangan torsi yang diperoleh pada permukaan lebar adalah τ = 2.7 N/mm2, divalidasi dengan hasil FEM untuk elemen segitiga τ = 1.8 N/mm2 dan untuk elemen segi empat τ = 1.3 N/mm2. Terdapat perbedaaan dengan elemen segitiga sebesar 33.33%, dan dengan elemen segi empat sebesar 51.85%, sedang antara FEM sendiri berbeda 27.78%.
Tegangan Torsi pada permukaan sempit hasilnya adalah τ = 2.7 N/mm2, divalidasi dengan hasil FEM untuk elemen segitiga τ = 3.5 N/mm2 dan dengan elemen segi empat τ = 4 N/mm2 Terdapat perbedaan dengan elemen segitiga sebesar 22.86% dan dengan elemen segi empat sebesar 32.5%; sedang antara FEM sendiri berbeda 12.5%.
Kata Kunci : Core Wall Dua Cell; Dinding Tipis, Torsi St. Venant, FEM, Elemen Segitiga dan Elemen Segi Empat
(20)
A B S T R ACT
As a stiffener on a tall building which is basically also behaves as a core building. functions is to eliminate lateral forces such as earthquake forces, wind forces and torque forces used Core Two Cell Wall.
Two Cell Wall Core is conditioned as a thin beam with free-flops structural system and analyzed with St. Venant Torque system or shell St. Venant force.
Torsional stress obtained at the surface width is τ =7.20 N/mm2 , validated with FEM results for the triangular elements τ=1.82 N/mm2 and for quadrilateral elements τ =1.30 N/mm2 . There are differences with triangular elements for 33,33 % and with the rectagular elements of 51,85 %, was between different FEM own 27,78 %.
Torque tension at the surface of the narrow result is τ =2.70 N/mm2 , validated with FEM for triangular τ =3.50 N/mm2 and quadrilateral elemens, τ =4.00 N/mm2 . There is a difference with triangular elements for 22,86 % and 32,50% for quadrilateral elements, are different between the FEM alone 12,50%.
Keywords: Two Cell Wall Core, thin wall, Torque St. Venant, Elements of Triangular and Quadrilateral Elements.
(21)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rancangan sebuah bangunan tinggi untuk penggunaan tunggal seperti apartemen, perkantoran, sekolahan dan rumah sakit, ataupun untuk penggunaan ganda berskala lebih besar, sudah tentu memerlukan pendekatan berbagai disiplin ilmu perencanaan, fabrikasi bahan, dan konstruksi bangunan.
Para ahli secara keseluruhan dalam tim tersebut harus menggunakan pendekatan perencanaan bangunan sebagai suatu sistem yang menyeluruh dimana struktur penunjang fisik sebagai bagian organik tumbuh bersama rancangan bangunan tersebut. Struktur tidak boleh dipandang sebagai suatu tambahan yang tidak berhubungan dalam ruang fungsional oleh perancangnya, karena skala bangunan tinggi pasti memerlukan sistem penunjang struktur yang rumit dimana gaya-gaya fisik dan lingkungan merupakan penentu rancangan yang penting. Dalam hal ini bangunan harus mampu menahan gaya-gaya vertikal gravitasi dan gaya horizontal angin serta gaya gempa di bawah tanah.
Dapat dikatakan bahwa struktur bangunan tinggi yang dikembangkan hingga sekarang ini banyak menggunakan gabungan dari struktur shear wall dan struktur core wall. Dimana struktur shear wall adalah unsur pengaku vertikal yang dirancang untuk menahan gaya lateral atau gaya gempa yang bekerja pada bangunan. Dalam aplikasi
(22)
konstruksi di lapangan, shear wall ini sering ditempatkan di bagian ujung dalam fungsi ruang suatu bangunan, ataupun ditempatkan memanjang di tengah searah tinggi bangunan, yang mana akan berfungsi untuk menahan beban angin ataupun beban gempa yang ditransfer melalui struktur portal atau struktur lantai.
Sedangkan core wall adalah merupakan sistem dinding pendukung linear yang cukup sesuai untuk bangunan tinggi yang kebutuhan fungsi dan utilitasnya tetap yang juga berfungsi untuk memenuhi kekakuan lateral yang diperlukan oleh struktur bangunan. Dan dalam aplikasi konstsruksi di lapangan kita dapat mengenal struktur core wall ini sebagai struktur ruang lift, shaft atau service duct. Struktur core wall ini juga biasanya ditempatkan memanjang searah tinggi bangunan.
Sebagai gambarannya, core wall dapat dibayangkan sebagai penahan lateral yang mirip dengan balok besar yang terkantiliver dari tanah. Oleh sebab itu tegangan geser dan lentur yang bekerja pada dinding inti menyerupai balok berpenampang persegi, dengan anggapan bahwa struktur itu akan sanggup menahan gaya-gaya yang bekerja padanya dan tidak akan runtuh. Karena inti ini juga memikul beban gravitasi, keuntungannya adalah timbul pratekan oleh gaya-gaya induksi sehingga inti tersebut tidak perlu dirancang untuk menahan tegangan tarik oleh lentur yang diakibatkan oleh beban lateral (hal ini nyata sangat berlaku pada struktur inti beton yang besar).
Dalam aplikasi desain konstruksi dewasa ini, penggunaan core wall dipertimbangkan sebagai suatu bagian dari sistem konstruksi bangunan tinggi yang bisa memikul gaya puntir (torsi), yang dapat terjadi akibat adanya eksentrisitas beban atau
(23)
eksentrisitas struktur. Selain itu, struktur ini juga dapat dibuat secara asimetris dan ditempatkan di dalam ataupun di luar bangunan.
1.2. Perumusan Masalah
Semakin tinggi suatu bangunan, pentingnya aksi gaya lateral menjadi semakin berarti. Pada ketinggian tertentu, ayunan lateral bangunan menjadi demikian besar sehingga pertimbangan kekakuan, kekuatan bahan struktur, akan sangat menentukan keberhasilan rancangan. Tingkat kekakuan terutama bergantung pada jenis sistem struktur yang dipilih. Selain itu, efisiensi suatu sistem struktur tertentu berhubungan (berbanding lurus) dengan kuantitas material yang dipergunakan. Sehingga optimasi suatu struktur untuk kebutuhan ruang tertentu haruslah menghasilkan kekakuan maksimum, tetapi dengan berat seminimal mungkin. Dengan demikian akan menciptakan suatu sistem struktur yang inovatif dan dapat diterapkan hingga ambang ketinggian tertentu.
Kestabilan dan kekakuan suatu jenis struktur bangunan tinggi untuk menahan beban sangat tergantung pada sistem struktur itu sendiri. Dalam proses perencanaan suatu bangunan tinggi (apakah bangunan itu terbuat dari beton ataupun baja), kita mempunyai tujuan yang hendak dicapai adalah bahwa bangunan itu nantinya akan mampu menahan beban-beban vertikal, horizontal maupun beban gempa yang terjadi padanya.
Untuk aplikasi struktur bangunan tinggi konstruksi beton, ada dua sistem struktur yang dapat diterapkan yang dipertimbangkan mampu menahan gaya-gaya luar
(24)
seperti yang disebutkan di atas (gaya-gaya horizontal, vertikal, maupun gempa), yakni kita dapat mengaplikasikan sistem struktur shear wall (dinding geser) atau menggunakan sistem struktur core wall (dinding inti).
Sesuai penjelasan sebelumnya pada bagian pendahuluan, sistem shear wall ini direncanakan dengan menempatkan struktur dinding geser tersebut sesuai dengan tujuan perencanaan yang kita kehendaki, sehingga mampu mengeliminasi gaya-gaya luar yang akan timbul pada struktur tersebut.
Sedangkan sistem core wall kita aplikasikan pada struktur shaft perpipaan, shaft lift, dimana kita kadangkala merencanakan suatu sistem tabung beton yang konstruksinya adalah berupa pelat beton tipis, yang dibuat dari bawah hingga ke atas bangunan.
Pemahaman analisis suatu struktur inti terhadap beban lateral bergantung pada bentuk, tingkat homogenitas, kekakuan dan arah datangnya beban. Di setiap lantai terdapat bukaan struktur inti yang berkesinambungan yang dikombinasikan dengan balok pengikat yang akan menimbulkan karakteristik perilaku struktur inti tersebut. Struktur inti tersebut dapat berlaku sebagai penampang terbuka dan terpengaruh gaya yang bekerja padanya (menekuk) pada bagian atasnya, terutama jika menerima gaya asimetris yang menimbulkan puntir. Dengan demikian, tegangan torsi tambahan pada bagian atas inti akan terjadi bersamaan dengan lentur lateral tambahan serta geser pada bagian dasar bangunan.
(25)
Gambar 1.1. Denah tampang core wall 2 cell
Dalam tesis ini pembahasannya akan difokuskan pada struktur core wall dua cell, yaitu core wall yang diberi pelat pengaku di bagian tengahnya. Dengan adanya beban torsi pada pelat dinding, maka akan terjadi pelengkungan (warping). Oleh sebab itu, dalam tesis ini, analisis dari permasalahannya akan membahas core wall dua cell dengan konsep dinding tipis (thin wall).
1.3. Tujuan Pembuatan Tesis
Adapun tujuan pembahasan yang diharapkan dari penulisan tesis ini intinya adalah sebagai berikut :
Dengan adanya beban Torsi yang terjadi pada Core Wall 2 Cell dari analisa pembebanan akibat beban angin, akan ditinjau bagaimana tegangan-tegangan yang terjadi pada pelat tipis Core Wall 2 Cell tersebut.
Core Wall berperilaku bagai dinding penahan yang mampu mengeliminasi gaya-gaya Torsi dimana Core Wall 2 Cell bisa diumpamakan seperti balok besar berpenampang
(26)
segi empat ataupun kolom besar yang juga berpenampang segi empat dengan kondisi jepit bebas menjulang dari bawah sampai ke atas.
1.4. Pembatasan Masalah
Sebagai pembatas permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :
a. Beban luar yang ditinjau hanya beban angin yang dimodifikasi menimbulkan beban torsi pada pelat core wall 2 cell.
b. Analisa perhitungan struktur akan dibantu dnegan menggunakan methode elemen hingga
c. Material pelat core wall 2 cell yang dianalisa diasumsikan terbuat dari beton. d. Bahan yang ditinjau diasumsikan bersifat homogen, isotropis dan berlaku Hukum
Hooke
e. Menggunakan teori lendutan kecil sehingga diasumsikan penampang masih utuh serta belum sampaim pada stadium retak..
e. Tampang core wall 2 cell yang ditinjau adalah pelat tipis bertampang segi empat. 1.5. Metodologi Pembuatan Tesis
Metodologi yang dipakai dalam penyusunan tesis ini adalah kajian studi literatur secara analitis yang menyangkut pembahasan core wall 2 ceel, dimana hasil
(27)
analisis perhitungannya akan dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan menggunakan Metode Finite Elemen..
1.6. Sistematika Penulisan Tesis
Sebagai salah satu produk tulisan ilmiah, maka penulisan tesis ini akan mengacu
kepada format penulisan tulisan ilmiah yang baku, yang sesuai dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Pembuatan Tesis 1.4. Pembatasan Masalah
1.5. Metodologi Pembuatan Tesis 1.6. Sistematika Penulisan Tesis
BAB II : LANDASAN TEORI CORE WALL 2.1. Karakterisitik Bentuk dan Letak Core Wall 2.2. Karakterisitik Beban Core Wall
2.3. Torsi pada batang penampang dinding tipis terbuka 2.4. Torsi pada batang penampang dinding tipis tertutup
(28)
BAB III : IDEALISASI STRUKTUR CORE WALL 2 CELL 3.1. Box Girder Dengan Dua Lubang
3.2. Gaya-Gaya dan Tegangan Shell dalam Terminologi Gaya Batang
BAB IV : ANALISA PEMBAHASAN STRUKTUR CORE WALL DUA CELL 4.1. Masalah Torsi
4.2. Torsi dan Lentur pada Batang dengan Penampang Dinding Tipis Terbuka 4.3. Torsi pada Batang dengan Penampang Dinding Tipis Tertutup
4.4. Lentur dan Torsi pada Penampang Persegi BAB V : METODE ELEMEN HINGGA
5.1.Constant Strain Triangle Elemen (CST Elemen) dan Elemen Segi Empat 5.2. Element Quadrilateral Empat Noche Isoparametrik
BAB VI APLIKASI 6.1.Data – Data 6.2.BebanTorsi
6.3.Distribusi Tegangan
6.4.Distribusi Tegangan Pada Sekat Tengah BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan
(29)
BAB II
LANDASAN TEORI CORE WALL
2.1. Karakterisitik Bentuk dan Letak Core Wall
Struktur core wall yang bisa dijumpai dalam aplikasi konstruksi bangunan tinggi dewasa ini ada bermacam-macam. Antara lain adalah bentuk , Δ, O, atau core wall dua cell dengan pengaku di tengahnya berbentuk ⊟. Dari masing-masing bentuk core wall ini, mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dalam memberikan fleksibilitas dan efektivitas pada struktur bangunan. Bangunan tinggi yang mempunyai struktur core wall, dibuat dengan salah satu pertimbangan adalah fleksibilitas untuk pengaturan posisi (tata letak) yang akan memberikan penghematan dan efisiensi maksimum pada bangunan secara keseluruhan.
Dari segi konstruksi pembuatannya, core wall tersebut dapat dibuat berupa struktur konstruksi baja, konstruksi beton bertulang ataupun juga komposit. Dari konstruksi bahan tersebut, struktur core wall dapat bersifat massif. Namun terjadinya pelemahan struktur core wall itu juga terkadang tak dapat dihindari dalam pelaksanaan konstruksi bangunan, seperti pelubangan struktur core wall untuk ruang pintu, kisi udara, dan lain-lain.
Tetapi dalam proses perencanaan dan perancangan suatu bangunan, adanya pelemahan struktur core wall tersebut sudah diperhitungkan tidak akan menimbulkan masalah, dengan memberikan solusi teknik yang tepat dan sesuai. Penggunaan material
(30)
beton bertulang dalam pembuatan core wall akan memberikan keuntungan berupa kekakuan lateral yang diperoleh cukup tinggi, oleh karena konstruksi beton bertulang mempunyai karakteristik kuat tekan yang tinggi. Oleh sebab itu core wall dengan konstruksi beton bertulang ini akan sesuai untuk diaplikasikan pada struktur-struktur gantung.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, penempatan struktur core wall ini dalam aplikasi konstruksi bangunan, dapat ditempatkan pada posisi tengah bangunan, dapat juga di posisi pinggir bangunan, atau bahkan di luar bangunan yang direncanakan sebagai bagian struktur bangunan yang berguna untuk mendukung fungsi utilitas bangunan (ruang lift, ruang shaft).
2.2. Karakterisitik Beban Core Wall
Dalam fungsinya sebagai sistem struktur, bagian vertikal dan horizontal dari struktur core wall tersebut secara statis saling tergantung satu sama lainnya dalam mendukung beban. Bisa saja bagian-bagian tersebut secara bersamaan sebagai sistem struktur bekerja menahan beban vertikal dan horizontal. Oleh sebab itu, dalam proses perancangannya ketergantungan masing-masing bagian tersebut harus dipertimbangkan secara teliti untuk menghindari kegagalan sistem struktur core wall yang dibuat.
Secara umum, ada beberapa sistem dasar core wall yang dapat dijelaskan untuk aplikasi struktur bangunan tinggi, yaitu (gambar 2.1):
(31)
b. Core wall dengan struktur lantai kantilever, yang dapat disebut sebagai struktur bebas pada lantai, dan pelat lantai dihubungkan pada struktur core wall sebagai kesatuan struktur yang menyatu.
c. Core wall dengan kolom-kolom yang didukung di atas satu struktur grid sebagai alasnya, dimana di atas struktur pondasi hanya ada struktur vertikal saja.
d. Sistem struktur core wall yang digabungkan dengan struktur pelat lantai yang digantung pada suatu struktur grid di atasnya.
e. Sistem core wall kombinasi yang dihubungkan dengan struktur kolom pada grid atasnya, yang bertujuan untuk membuat suatu sistem struktur yang statis.
Dari uraian berbagai sistem core wall tersebut di atas, masing-masing sistem mempunyai kelebihan dan keterbatasannya sendiri untuk diaplikasikan dalam suatu sistem struktur bangunan tinggi. Dan dalam bagian pembatasan masalah telah ditentukan bahwa dalam pembahasan tesis ini kita akan fokus pada permasalahan analisa bentuk core wall 2 cell persegi yang dipengaruhi oleh gaya angin sebagai gaya lateral yang dimodifikasi menimbulkan torsi pada pelat core wall 2 cell tersebut.
Struktur core wall pada dasarnya adalah sistem struktur yang dibuat untuk mampu menahan gaya-gaya lateral yang timbul akibat gaya angin atau gempa yang merupakan beban dinamis. Untuk proses analisis mekanikanya, pengaruh gaya-gaya akibat beban angin dan gempa tersebut (yang merupakan beban dinamis) diperlakukan sebagai beban statis dan mengabaikan sifat dinamisnya.
(32)
Untuk menganalisa tekanan angin yang menimbulkan torsi yang bekerja pada struktur core wall, perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Perhitungkan umur rencana sistem struktur core wall yang direncanakan terhadap periode ulang tekanan angin maksimum yang pernah terjadi di lokasi perencanaan. b. Perhitungkan lamanya waktu dan besarnya tekanan angin maksimum.
c. Perhitungkan jenis-jenis kecepatan hembusan dan sudut arah datangnya angin terhadap rencana ketinggian struktur.
Formula yang dapat dipakai untuk perhitungan statis tekanan angin adalah sebagai berikut :
α
ρ
2 2
2
1
⎥⎦
⎤
⎢⎣
⎡
=
h
H
Vh
Cg
Ca
Cs
p
……… (2.1)dimana :
p = tekanan angin yang diperhitungkan
Cs = koefisien, yang tergantung pada bentuk struktur Ca = koefisien yang tergantung pada letak topografis objek
Cg = koefisien hembusan angin maksimum yang tegantung pada magnitudo dari kecepatan hembusan angin maksimum dan ukuran struktur.
ρ = kerapatan udara
Vh = kecepatan dasar rencana angin pada ketinggian h
(33)
h = ketinggian dimana kecepatan dasar ditentukan
α = suatu eksponen untuk memperbesar kecepatan dengan ketinggian yang ditentukan oleh kekasaran di permukaan bumi di sekitar lokasi perencanaan.
Dalam beberapa hal, formula ini belum sempurna jika dipakai untuk perencanaan bangunan yang sangat tinggi, terutama yang terkait kepada masalah tingkat kenyamanan bangunan dan pergeseran horizontal maksimum yang diijinkan yang bisa mengakibatkan retak-retak pada bagian dinding partisi dan kaca. Oleh sebab itu penggunaan formula ini harus betul-betul memperhatikan faktor frekuensi dan amplitudo dari getaran yang diperhitungkan, yang tergantung pada fluktuasi alami hembusan angin yang terjadi di sekitar lingkungan perencanaan.
Dimana kita ketahui bahwa tekanan angin pada dinding bagian luar bangunan bisa menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks. Karena bagian inilah yang menerima tekanan angin dari luar dan meneruskannya ke struktur core wall melalui struktur pelat lantai yang majemuk. Kesatuan struktur dengan pelat lantai yang menghasilkan kekakuan yang baik menjadikan tekanan angian yang selalu berubah dapat diasumsikan sebagai suatu beban terbagi rata yang bekerja pada sistem struktur core wall sebagai gaya lateral.
(34)
Gambar 2.1. Penyaluran beban angin
Untuk keperluan analisis dalam proses perencanaan sistem stuktur core wall sering dibuat asumsi-asumsi yang diperlukan yaitu struktur core wall dianggap sebagai balok kantiliver dan pelat yang mana hubungan antara struktur tersebut sering direncanakan sebagai tumpuan sederhana, sedangkan bagian alas struktur core wall didesaian sebagai perletakan kaku.
Oleh karena arah hembusan angin selalu berubah-ubah, maka analisis beban angin pada struktur core wall dibagi dalam dua arah, yaitu gaya angin pada arah x dan pada y, yang diperhitungkan sebagai gaya geser yang didistribusikan menyebar dan
Tekanan angin tidak seragam KOLOM
(35)
seragam. Dengan demikian sistem struktur core wall harus kaku di semua bagian strukturnya, demikian juga pada bagian pondasi bawahnya.
Gambar 2.3.
a. Gaya geser terdistribusi seragam b. Gaya torsi terdistribusi seragam Gambar 2.2. Penyaluran beban pada struktur core wall
Dan yang paling penting adalah bahwa sistem struktur core wall ini didesain untuk dapat manahan gaya torsi yang timbul akibat tekanan angin yang eksentrisitas dan seragam pada pusat geser struktur core wall. Kondisi eksentrisitas tekanan angin tersebut secara teknis dapat terjadi antara lain adalah karena :
a. Posisi struktur core wall yang ditempatkan di dalam bangunan. Penempatan struktur core wall yang dekat kepada pusat bangunan akan memberikan
x y
z
x y
Wx
Wy
z
Gaya Torsi
(36)
eksentrisitas tekanan angin yang berkurang, yang juga akan memperkecil pengaruh gaya torsi yang terjadi. Namun secara praktis untuk membuat pengaruh gaya torsi tidak ada (nol) sama sekali dalam konstruksi bangunan di lapangan adalah mustahil, dikarenakan gaya angin yang terjadi tidak pernah seragam dan simetris. b. Sudut datang gaya angin itu sendiri merupakan faktor penentu sebagai komponen
yang mempunyai nilai berbeda untuk setiap sudut datang yang berbeda, yang sudah tentu akan menghasilkan torsi yang berbeda pula.
c. Selain itu, yang pasti bentuk bangunan dan lubang-lubang pada struktur core wall juga dapat mempengaruhi nilai torsi yang timbul.
Dalam proses rekayasa enjinering, walaupun torsi dipertimbangkan dengan cukup kompleks, gaya tersebut dianggap sebagai beban terbagi rata yang bekerja searah tinggi struktur core wall (Gambar 2.3).
2.3 Beban Torsi Terbagi Rata Teori Dasar • Metode Semi-Inverse St. Venant
Untuk menyelesaikan problem torsi untuk tampang tidak bundar dapat dilakukan dengan metode Semi-Inverse St. Venant. Dalam metode Semi-Inverse ini menggambarkan perpindahan dari u, v dan w sebagai pemisalan pertama. Berikut ada dua asumsi dibuat untuk menjelaskan komponen perpindahan untuk tampang tidak bundar :
1. Bentuk potongan tampang tidak berubah setelah punter
(37)
Didasarkan pada anggapan pertama dan Gambar 2.3 u = θ z r ( sin α ) = - θ z r ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ r y
= - θ z y... ……… (2.3.1)
v = θ z r ( cos α ) = + θ z r ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ r x
= - θ z x… …………..…………. (2.3.2) Dari anggapan kedua:
( )
x yw=θψ , ………... (2.3.3) Dimana w=θψ
( )
x,y adalah fungsi warping.Dari teori elastisitas εx =εy =εz =γxy =0 maka: ⎟⎟⎠
⎞ ⎜⎜⎝
⎛ +
= x
y
yz δ
δψ θ
γ
……… (2.3.4)⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ −
= y
x
yz δ
δψ θ
γ
……… (2.3.5)Dari hubungan tegangan dan regangan
σ
x=σ
y=σ
z=τ
xy =0, maka ⎟⎟⎠⎞ ⎜⎜⎝
⎛ +
= x
y G
yz δ
δψ θ
τ
……….... (2.3.6)⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ −
= y
x G
zx δ
δψ θ
τ
………... (2.3.7)Sehingga
0
= +
y x
yz xz
δ δτ δ
δτ ………. (2.3.8)
(38)
y
xz δ
δ
τ
= Φx
yz δ
δ
τ
=− Φ...…….………... (2.3.9) ⎟⎟⎠⎞ ⎜⎜⎝
⎛ +
− =
Φ x
y G
x δ
δψ θ δ
δ ………... (2.3.10)
⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ −
=
Φ x
x G
y δ
δψ θ δ
δ ……….. (2.3.11)
Sehingga
θ δ
δ
δ
δ
Gy
x
2 2 2
2 2
− = Φ + Φ
………. (2.3.12)
Persamaan 4.36 disebut Persamaan Laplace.
Dari buku Torsion Of Reinforced Concrete karangan Thomas T.C. Hsu ( dengan gambar 2.4 ) persamaan 2.3.12 dapat diturunkan hubungan momen torsi dengan fungsi tegangan adalah:
∫∫
Φ = zT dxdy……… (2.3.13)
2.4. Teori Dinding Tipis, Thin Tube Bredt Teori
Untuk tampang thin-tube telah diturunkan oleh Bredt dengan persamaan yang simple di tahun 1896. Persamaan ini sangat berguna pada torsi untuk beton bertulang. Ditinjau elemen kecil dari thin-tube dengan variable ketebalan ditunjukkan pada gambar 2.5. Tube mempunyai sumbu z longitudinal yang dibebani momen torsi T pada sumbu z. Suatu elemen ABCD diisolasi dengan tegangan geser seperti ditunjukkan ( sepanjang dz ). Tegangan geser pada muka AD adalah
τ
1 dan pada muka BC adalah
τ
2. Tebal dari muka AD dan BC adalaht
(39)
t
t
1 2 21
τ
τ
= ………... (2.4.1)Bila
t
=t
=t 21 , maka shear flow q=τ t dimana gaya geser per unit panjang. Maka q harus sama pada titik A dan B.
Pada Gambar 4.10, gaya geser sepanjang ds adalah qds, maka dapat ditulis momen torsi
∫
=q r
T ds……… (2.4.2)
r adalah jarak pusat torsi dari sumbu punter ke gaya geser qds.
Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa rds sama dengan dua kali luasan segi tiga yang dibentuk oleh r dan ds, maka luasan sekeliling dapat dimisalkan
∫
rds = 2A………. (2.4.3) Dimana A adalah luasan total yang dibatasi oleh garis sumbu dinding. Substitusi persamaan 4.40 kedalam persamaan 4.39 memberikanτ = q t =
A T
2 atau
At T 2 =
τ ……… (2.4.4)
Menggunakan teori dasar tersebut untuk tampang segi empat lebar b, panjang a dinding tipis tebal ta dan tb dengan ketinggian z maka momen torsi T = Tiz sehingga tegangan geser pada permukaan lebar dapat ditulis sebagai berikut:
a a
abt TiZ 2 =
τ
……… (2.4.5)(40)
b b
abt TiZ 2 =
τ
……… (2.4.6)Dan juga, besaran puntir pada potongan z manapun adalah, =
∫
t d G b a
TiZ d
d s
z
2 2
4 θ
Dimana
∫
menandakan bahwa pengintegrasian diambil dengan sepenuhnya disekitar potongan. Sehingga besaran puntir pada potongan z manapun memberikan,⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝
⎛ + =
a b
z t
a t
b G b a
TiZ d
d 2 2
4 2 2
θ ………... (2.4.7)
Bagaimanapun, persamaan-persamaan yang menggunakan teori dasar digunakan untuk memeriksa persamaan-persamaan yang dihasilkan oleh efek konstrain axial.
Penyelesaian persamaan putaran sudut pada persamaan 2.4.7 dapat menjadi:
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝
⎛ + =
a
b t
a t
b G b a
TiZ 2 2
8 2 2
2
θ ………... (2.4.8)
(41)
Gambar 2.4 Geometri Tampang Shaft
(42)
BAB III
IDEALISASI STRUKTUR CORE WALL 2 CELL
3.1. Box Girder Dengan Dua Lubang
Meninjau girder dua lubang yang ada pada gambar 3.1 di bawah, dua flens dan tiga web yang sama, dengan penampang melintang yang simetris. Akibat dari penampang yang simetris tersebut, titik berat, kutub utama dan titik asal berimpit. Garis penutupnya mempunyai tujuh segmen dan dinomori seperti gambar 3.2. Segmen-segmen tersebut dibuat untuk membuat garis penutup menjadi terbuka. Satu potongan
garis dengan koordinat Si juga dinampakkan, yang mempunyai arah yang sama dengan
S, tetapi harganya dan titik akhirnya dipilih untuk memudahkan perhitungan secara aljabar. Hal ini ditunjukkan pada gambar 3.2 dan tabel 3.1.
Gambar 3.1. Penampang box girder dua lubang
(43)
Pemikiran umum dalam pemilihan batas Si, dalam satu cabang, diusahakan
untuk mempertahankan kesimetrisan garis. Seperti pada cabang nomor 5, S5, berjarak
dari 0 ke b dan cabang nomor 4, S4, berjarak dari -b ke 0. Perlu dicatat bahwa tanda
titik ujung harus sesuai dengan arah Si dan S.
Garis penutup mempunyai dua jalur. Tanda dari jalur arah geser dipilih seperti terlihat pada gambar 3.2. Cabang dan jalur arus geser kemudian dihubungkan seperti :
2 7
2 6
2 5
1 4
1 3
1 2
2 1 1
F F
F F
F F
F F
F F
F F
F F F
= = = = = =
− =
... (3.1)
Selanjutnya dihasilkan persamaan simultan jalur arus geser St. Venant :
bh F
t h F t
h t
b
s w s w f
4 2
2
2 1− 2 =
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝
⎛ +
bh F
t h t
b F
t h
s w f s
w
4 2
2 2
2
1 =
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝
⎛ + +
(44)
Gambar 3.2. Kontur girder dua lubang Persamaan ini mempunyai penyelesaian :
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝
⎛ + = = =
w f s
s
t h t
b bh F
F1 2 α 2 ……… (3.3)
Tabel 3.1 : Fungsi koordinat
Cabang Rentang s Θ Q R X Y
1 -h h 270 s1 0 0 -s1
2 0 b 0 s2 h s2 -h
3 -h h 90 s3 b b -s3
4 -b 0 180 s4 h -s4 h
5 0 b 180 s5 h -s5 h
6 -h h 270 s6 b -b -s6
(45)
Dimana α adalah parameter seperti terlihat. Fungsi warping garis penutup dapat diperoleh dari persamaan di atas dan dari tabel 3.1, sehingga :
7 7 7 7 3 6 6 6 5 0 5 5 5 4 4 4 4 3 3 3 3 2 0 2 2 2 1 1 7 6 5 4 3 2
0
hs
C
ds
t
h
bs
C
ds
t
b
hs
C
ds
t
h
hs
C
ds
t
h
bs
C
ds
t
b
hs
C
ds
t
h
C
s b f s h w s f s b f s h w s fβ
α
β
α
β
α
β
α
β
α
β
α
−
=
+
⎟⎟⎠
⎞
⎜⎜⎝
⎛
−
=
Ω
=
+
⎟⎟⎠
⎞
⎜⎜⎝
⎛ −
=
Ω
−
=
+
⎟⎟⎠
⎞
⎜⎜⎝
⎛
−
=
Ω
−
=
+
⎟⎟⎠
⎞
⎜⎜⎝
⎛
−
=
Ω
=
+
⎟⎟⎠
⎞
⎜⎜⎝
⎛ −
=
Ω
−
=
+
⎟⎟⎠
⎞
⎜⎜⎝
⎛
−
=
Ω
=
=
Ω
∫
∫
∫
∫
∫
∫
− − − −... (3.4) Dimana f w f w ht bt ht bt + − =
(46)
Ω
Gambar 3.3. Fungsi warping kontur
Konstanta-kontanta yang diturunkan untuk memperoleh Ωikontinu pada
perpotongan dan nol pada titik awal. Warping garis penutup, seperti ditunjukkan gambar 3.3. Kesamaan warping pada penampang persegipanjang terbuka dan tertutup terbukti.
Dimana β sama dengan nol, warping garis penutup menjadi hilang. Persegi panjang
penampang tertutup yang mempunyai properti seperti ini disebut Neuber Tubes.
Ketebalan warping dari web dan flens sama dengan batang persegi panjang. Diskontinuitas ketebalan warping ditunjukkan pada gambar 3.4, karena ketebalan
(47)
2
f
bt
2
w
ht
Ω
Gambar 3.4. Diskontinuitas ketebalan warping pada kontur
Komponen lentur dari gaya shell diberikan oleh b
z
N dan b
z
M menjelaskan
asumsi Navier dan tidak perlu dibahas. Pertama mempertimbangkan lenturan sekitar
sumbu x, sehingga menghasilkan :
(
)
xx x x x b zs
I M F S N
'
−
= ∗ ………. 3-6(a)
xx x b
z
I M t
Q
' 3
12 cosθ
= ……… 3-6(b)
w
f h t
bht 2
2 1
−
f
bht
*
x
(48)
(
)
(
w f)
f w
f
ht bt
ht bt
bht
3 2
2
+ +
x
F
x
x F
S* −
Gambar 3.5. Fungsi distribusi geser lentur
(
)
XX X x w
I M t bh t
h
' 2 3
4
2 +
b zs
(49)
XX X f
I M bt3 '
3
XX X f
I M t
12
3
b z
Q
Gambar 3.6. Geser dan lentur sekitar sumbu x
Dimana Ixx diberikan oleh persamaan :
3 2
3 2
3 f
f w
xx
bt t bh t h
I = + + ……... (3.7)
Untuk memperoleh S*xkedua potongan dan ujung seperti gambar 3.2 dipilih.
(50)
( )
(
)
( )
( )
( )
(
)
( )
( )
(
)
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
−
−
=
+
−
=
−
=
−
+
=
−
−
−
=
−
+
−
=
−
=
+
=
−
=
−
+
=
−
−
−
=
−
+
−
=
=
−
=
∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ h s w x w x b s f x f x h s w f x w x s f x f x b s f x f x h s w f x w x s f f xs
h
t
S
ds
s
t
S
s
hbt
h
S
ds
h
t
S
s
h
t
hbt
b
S
ds
s
t
S
s
ht
S
ds
h
t
S
s
hbt
h
S
ds
h
t
S
s
h
t
hbt
b
S
ds
s
t
S
s
ht
ds
h
t
S
1 2 1 2 3 2 3 4 3 4 5 4 5 6 5 6 7 6 7 7 2 1 2 1 1 2 2 2 3 2 3 3 0 4 4 5 5 2 6 2 6 6 0 7 72
0
2
0
2
………... (3.8)
(
b tf 2bhtw)
2 + − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − b tf 2bhtw
2 1 2 f t b2 2 1 − -* Y S
(51)
⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ +
− btf bhtw
2
2 1
Y
F
Y Y F
S*−
⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ +
− b tf bhtw
2
2 1
w
bht −
Gambar 3.7. Fungsi distribusi geser lentur
Harga S*x diplot pada garis penutup seperti gambar 3.7.
Cabang lenturan dan jalur arus geser dihubungkan melalui persamaan 3.1,
(52)
(
w f)
w x w x w f ht bt t hb F t h F t h t b 2 2 22 1− 2 = +
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝
⎛ +
(
w f)
w x w f x w ht bt t hb F t h t b F t h 2 2 2 2 2
1 =− +
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ + +
− ………... (3.9)
Persamaan ini mempunyai penyelesaian :
(
)
(
w f)
f w f x x ht bt ht bt bht F F 3 2 2 2 1 + + = −
= ……… (3.10)
YY Y w I M bht ' YY Y w f I M bht t b ' 2 2 1 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + YY Y w f I M t bh t b ' 2 3 4 3 4 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + b zs N
(53)
YY Y w
I M t3 '
12
YY Y w
I M ht3 '
2
b z
Q
Gambar 3.8. Geser dan lentur sekitar sumbu y
2 2
f
ht b
β
(btf htw)
bh +
2
β
*
Ω
(54)
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛
+ ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝
⎛ + +
w f
w f
t h t
b t bht h b
bh 3
2 3 2
2 3
β
Ω
F
( )
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛
+ −
w f t
h t
b h b bh 2 2 3
β
(SΩ−FΩ)
*
+
+
+
+ +
+
(55)
(
)
ΩΩ Ω
+
I M ht bt h b f w
' 2
2 3
3 4 β
w zs
N
ΩΩ Ω
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝
⎛ +
I M t h t b f w
' 3 3 3 3
6 18
w z
Q
(56)
J aTs
J T t
h t
b
a s
w
f ⎟⎟⎠
⎞ ⎜⎜⎝
⎛ +
2 4
s zs N
(
)
TJ htbt s
w f
3 3 6
4 3 1
+
J T tw s
6
3
J T tf s
6
3
(
)
TJ tt s
w f
2 1 6
6+ J
T tw s
6
3
3 1
tan
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ −
f w
t t
s z
Q
(57)
Perlu dicatat bahwa bagian kiri dari persamaan 3.2 dan 3.9 identik. Cabang
lengkung arus geser dan fungsi distribusi geser (S*x −Fx*) diperlihatkan pada gambar
3.2. Gaya geser yang bersesuaian b
zs
N , diberikan persamaan 3.6(a) diperlihatkan pada
gambar 3.6. Gaya geser Qzb diperoleh dari persamaan 3.6(b) dan tabel 3.1 juga
diperlihatkan oleh gambar 3.6. b
zs
N dan b
z
Q secara statika ekuivalen dengan satu gaya
yang bekerja searah sumbu y. Penjumlahan dari resultan gaya ini sama dengan resultan
gaya geser dalam Mx' . Jika Qz diabaikan, ketebalan yang mempengaruhi Ixx juga harus
diabaikan untuk konsistensi. Resultan Nzsb sendiri kemudian sama dengan Mx' . Perlu
dicatat bahwa web yang di bagian tengah memikul gaya geser total yang lebih besar dari web bagian luar. Porsi yang dipikul web bagian tengah bukan dua kali web tepi seperti yang diperoleh dari analisis biasa.
Untuk lenturan seputar sumbu y, diperoleh :
(
)
YY Y Y Y b
zs
I M F S N
'
− −
= ∗ ……… 3.11.a)
YY Y b
z
I M t
Q
' 3
12
sinΘ
= ……… (3.11.b)
Fungsi distribusi dapat diperoleh dengan cara yang sama seperti diatas. Hasilnya seperti terlihat pada gambar 3.7 dan 3.8. Total resultan gaya sama dengan gaya geser dalam −M'y.
(58)
Geser warping diberikan oleh persamaan :
(
)
ΩΩ Ω Ω Ω − − = I M F S Nzsw' *
... (3.12.a)
ΩΩ Ω − = I M Q t Qzw
' 3
12 ………...…… (3.12.b)
Fungsi distribusi seperti diperlihatkan gambar 3.9 dan 3.10. Total resultan torsi
sama dengan torsi warping −MΩ' . Komponen-komponen gaya shell St. Venant
diberikan oleh persamaan :
J
T
t
M
s szs
6
3
−
=
……….………. (3.13)J
T
a
t
F
a
t
N
S s s zs⎥
⎦
⎤
⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞
⎜⎜⎝
⎛ −
+
=
2 2 312
1
6
……….………. (3.14)J T a a t t a t F t t
Qs s s
z ⎥⎥
⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + − = . . 2 . 2 12
2 ………..……….. (3.15)
J T at F t
Ps s S
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = 2 1 6 3
……….……… (3.16)
Hasilnya disarikan dalam gambar 3.11 untuk kebanyakan penampang tertutup,
gaya shell membran Nzsb adalah yang dominan.
(59)
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang gaya-gaya dan tegangan pada shell, perlu suatu pemikiran tentang gaya dan tegangan tersebut dalam terminologi gaya batang.
Dalam terminologi tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa gaya membran adalah :
⎭
⎬
⎫
⎩
⎨
⎧
−
+
−
Ω
=
ΩΩ ΩI
M
I
M
Y
I
M
X
A
N
t
N
XX x YY Y z J T a t I M S I M S I M S A N A N S XX X X YY y y zs 6 3 ' * ' * ' * * ' * + − + − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝⎛ +ℜ
=
ΩΩ Ω
Ω ………...…… (3.17)
Gaya geser transversal adalah :
J T t t I M Q I M I M t Q s XX X YY Y z 2 cos sin 12 . 2 ' ' ' 3 − ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨
⎧ Θ + Θ −
=
ΩΩ
Ω ……… (3.18)
Momen lentur dan puntir adalah :
⎭ ⎬ ⎫ ⎩
⎨
⎧ Θ + Θ −
= ΩΩ Ω I M Q I M I M t M XX X YY Y
z sin cos
12
3
J T t
Mzs s
6
3
= ……….………. (3.19)
Gaya terpusat adalah :
J T t P S 6 3 −
(60)
Gaya-gaya pada shell dapat juga dipisahkan menurut komponen asalnya, yaitu lentur, torsi warping, torsi St. Venant dan aksial deformasi.
n z s z w z b z
z
N
N
N
N
N
=
+
+
+
n z s z w z b z
z
M
M
M
M
M
=
+
+
+
n zs s zs w zs b zs
zs
N
N
N
N
N
=
+
+
+
n z s z w z b z
z
Q
Q
Q
Q
Q
=
+
+
+
n zs s zs w zs b zs
ZS
M
M
M
M
M
=
+
+
+
n s w b
P
P
P
P
P
=
+
+
+
……….. (3.21)Superscript b menandakan lentur, w menandakan warping, s menandakan St. Venant dan n menandakan Aksial. Jika suatu batang hanya dikenai lentur maka hanya komponen lentur saja yang ada, demikian selanjutnya. Dengan membandingkan komponen-komponen yang bersesuaian, maka dapat diperoleh :
Komponen-komponen lentur adalah :
⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧− + = XX x YY Y b I M Y I M X t N
z ……….……… (3.22)
⎭ ⎬ ⎫ ⎩
⎨
⎧ Θ + Θ
= XX X YY Y b I M I M t M
z sin cos
12
3
……… (3.23)
XX X X YY y y b I M S I M S N zs ' * ' * + −
(61)
⎭ ⎬ ⎫ ⎩
⎨
⎧ Θ + Θ
= XX X YY Y b I M I M t Q z ' ' 3 cos sin
12 ……….. (3.25)
0
=
= b
b
z P
M ……… (3.26)
Komponen warping adalah :
ΩΩ Ω Ω == I M t Nw
z ………... (3.27)
ΩΩ Ω − = I M Q t Mw z 12 3
……….. (3.28)
ΩΩ Ω Ω − = I M S Nw zs ' *
………... (3.29)
ΩΩ Ω − = I M Q t Qw z ' 3
12 ……….………... (3.30)
0 = = w w P M
zs ………..………… (3.31)
J T t P S 6 3 −
= ……….……… (3.32)
Komponen S. Venant :
J T a t
Ns S
zs
6
3
= ……… (3.33)
J T t t
Qs s
z
2
. 2
−
= ……….. (3.34)
J T t
Ms s
zs
6
3
−
(62)
J T t
Ps S
6
3
−
= ………..……….. (3.36)
0
=
= s
s
z z M
N ………...……… (3.37)
Komponen aksial :
A N t Nn
z = ………..……….. (3.38)
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝
⎛ +ℜ
= *
' *
A N A Nn
zs ………..………….. (3.39)
0
= = =
= n n n
n
P Q M M
z z
(63)
BAB IV
ANALISA PEMBAHASAN STRUKTUR CORE WALL DUA CELL
4.1. Masalah Torsi
Pada prinsipnya persamaan-persamaan untuk menentukan torsi, persamaan untuk menentukan gaya-gaya batang, dan kondisi bentuk-bentuk struktur gabungan, tabel 4.1, masing-masing adalah berdiri sendiri. Masalah torsi untuk batang tunggal khususnya masalah lentur, dapat diselesaikan dengan mengintegrasikan persamaan torsi 1.89, yang mana menghasilkan persamaan :
EIΩΩф’’’’ - G⌡ф’’ = -(M’Ω – T) ……… (4.1)
Konstanta warping (kelengkungan) IΩΩ diperoleh dari persamaan 1.64j untuk
tampang terbuka dan tertutup. Sedangkan konstanta torsi St. Venant ⌡ didapat dari
persamaan 1.64k untuk tampang terbuka dan persamaan 3.36 untuk tampang tertutup. Bentuk-bentuk struktur yang umum dalam pembahasan masalah torsi diberikan dalam tabel 4.1. Pada bentuk struktur dimana batangnya diberi perkuatan untuk
melawan pelengkungan ŵ maka nilai ф’ adalah nol. Dengan demikian nilai torsi
St.Venant Ts juga nol, dan jumlah torsi yang disalurkan ke struktur pendukung adalah
torsi warping TΩ. Hal ini dijelaskan dalam kasus a dan c dalam tabel 4.1. Untuk bentuk
dimana batangnya bebas melengkung (warp) MΩ, menyebabkan nilai ф’’ adalah nol.
Hal tersebut dapat dilihat dalam kasus b, d, dan g dalam tabel 4.1. Mungkin saja terjadi kondisi bentuk struktur yang diberi dua torsi, seperti pada kasus c dan d, karena secara
(64)
statika MΩ menghasilkan gaya dan moment nol. Dengan demikian MΩ dapat dihasilkan
pada ujung yang kaku, dimana torsi lain bekerja ke arah meninggalkan ujung batang yang bebas berputar.
Tabel 4.1 – Kondisi bentuk struktur tipikal
URAIAN
Kondisi bentuk kinematik
Kondisi bentuk gaya
Reaksi gaya
Konsekuensi kinematik
Kasus
Penyokong warping tetap
Ф = 0
Ф’=0
T = TΩ
≠ 0
MΩ≠ 0
Ф’’≠ 0 a
Bentuk jepit
(menggantung)
Bebas melengkung
Ф = 0
MΩ≠ 0
T≠ 0 Ф’≠ 0
Ф’’= 0 b
Penyokong warping diberi torsi
Ф’ = 0
T=TΩ≠ 0 MΩ≠ 0
Menahan pelat penyokong
Ф≠ 0
Ф’’≠ 0 c
T≠ 0 Ф≠ 0
T
(65)
Torsi diberi pada bentuk struktur bebas melengkung
(warp)
MΩ= 0 Ф’≠ 0
Ф’’= 0
d
Struktur diberi torsi dan momen warping
T≠ 0 MΩ≠ 0
Ф≠ 0
Ф’≠ 0
Ф’’≠ 0
e
Struktur hanya diberi
momen warping, tanpa torsi
T= 0
MΩ≠ 0
TS = -
TΩ
Ф≠ 0
Ф’≠ 0
Ф’’≠ 0
f
Bentuk struktur bebas
T= 0
MΩ= 0
Ф≠ 0
Ф’≠ 0
Ф’’≠ 0
g
Persamaan 4.1 tersebut menunjukkan bahwa aplikasi momen warping M’Ω
yang bervariasi sebagaimana penyaluran torsi T, dapat menimbulkan torsi. Momen
warping yang bekerja pada ujung batang, seperti yang ditunjukkan dalam kasus f, juga T
MΩ
(66)
akan menyebabkan torsi. Dapat dikatakan bahwa gaya axial yang bekerja pada bagian lateral ataupun pada ujung batang bisa menyebabkan torsi.
4.2. Torsi dan Lentur pada Batang dengan Penampang Dinding Tipis Terbuka
Torsi dan lentur pada batang mempunyai tiga asumsi, yaitu :
a. Kontur tidak mengalami deformasi pada bidangnya.
b. Regangan geser γsz pada tengah-tengah permukaan adalah nol untuk semua
elemen.
c. Setiap elemen berperilaku seperti shell.
Asumsi pertama dibuat untuk mengembangkan suatu teori tentang teori pada batang dengan penampang terbuka. Akurasi teori ini tergantung pada ketebalan, bentuk kontur, dan beban batang.
Akibat keterbatasan asumsi pertama tersebut maka dikembangkan asumsi
kedua berdasarkan teori torsi St. Venant. Jika displasmen aksial w dari suatu titik pada
pertengan permukaan menurut St. Venant adalah :
( )
s( )
sw =−Φω …... (4.2)
Dimana Φ = puntiran tetap
ω = warping satuan dari kontur
(67)
( )
s z( ) ( )
z sw , =−Φ' ω ... (4.3)
Dimana Φ tidak lagi berharga tetap. Kemudian asumsi unit warping
menyatakan bahwa w
( )
s,z dapat dijelaskan dalam variabel terpisah dan keterikatan sadalah sama dengan Torsi St. Venant.
Asumsi ketiga dibuat untuk menghitung tegangan warping aksial. Tetapi ketika asumsi ketiga digunakan maka analisis membran tidak diperlukan.
Gambar 4.1. Hubungan geometris
Seperti gambar sebelumnya di atas, titik P disebut kutub, dan diletakkan pada
(68)
aksis kutub. Suatu titik lain A dengan koordinat s pada koordinat kontur atau x,ypada koordinat kartesius ditempatkan pada sembarang titik pada kontur.
Suatu sistem koordinat kartesius yang lain (n,s) dengan sumbu-sumbu sejajar
dengan arah n dan s pada A. Koordinat titik A pada sistem koordinat (n,s) adalah r dan
q, dengan r adalah koordinat pada sumbu n, dan q pada sumbu s. Sistem koordinat
(n,s,z) dirotasikan sebesar (θ-90) terhadap sistem koordinat (x,y,z). Sudut θ(s)
mendefinisikan sudut antara arah x positif dengan arah s pada titik A. Nilai-nilai r,q dan
θ merupakan inti dari teori dinding tipis, dan arahnya sangat krusial. Pada gambar 1,
yang terletak pada kuadran pertama, dari sistem koordinat (n,s), maka r dan q bernilai positif. Pada kuadran kedua maka nilai r negatif dan q positif, demikian seterusnya sampai kuadran keempat. Jika PA berotasi pada arah z negatif dan A bergerak pada arah n positif. Karena di tengah-tengah permukaan berbentuk silinder, parameter-parameter
r(s), q(s), θ(s), karena percabangan kontur, fungsi-fungsi ini tidak kontinu.
Hubungan geometris langsung dari analisis ini dapat diperoleh dari gambar 4.1. Dua titik yang berdekatan pada sembarang cabang kontur terletak sejauh ds, maka :
ds
qdθ = ... (4.4)
ds dq
rdθ + = ... (4.5) Jika a(s) adalah jejari kelengkungan kontur, bernilai positif jika pusat kelengkungan pada n aksis arah negatif.
(69)
Akhirnya :
θ cos
ds x
d = ... (4.6)
θ
sin
ds y
d = ... (4.7)
θ
θ sin
cos r
q x
x− p = + ... (4.8)
θ
θ cos
sin r
q y
y− p = − ... (4.9) Karena menurut asumsi pertama di atas, bahwa penampang melintang tidak mengalami deformasi pada bidangnya, kontur dapat dianggap melekat pada suatu cakram yang kaku yang terletak pada bidang xy. Pergerakan kontur pada bidangnya dapat diartikan displasmen titik pada cakram. Jika komponen perpindahan ke arah
sumbu x adalah U, ke arah sumbu y adalah V, dan putaran sudut arah positif z adalah Φ,
maka :
U(z), V(z) dan Φ(z) ………. (4.10)
Perpindahan titik pada kontur dapat juga dijabarkan dalam sumbu relatif
kontur yaitu u,vdanw pada arah n,s dan z, dimana :
) , ( ), , ( ), ,
(s z v s z w s z
(70)
W
V
U
Gambar 4.2. Displasmen batang dan shell Dari gambar 4.2 diperoleh hubungan :
) ( ) ( ) ( cos ) ( sin ) ( ) ,
(s z U z V z s z q s
u = θ − θ −Φ ... (4.12)
) ( ) ( ) ( sin ) ( cos ) ( ) ,
(s z U z V z s z r s
v = θ + θ +Φ ... (4.13)
Persamaan ini berlaku untuk keseluruhan kontur. Perpindahan shell diluar
bidangnya (w) dapat diperoleh dari asumsi 2. Untuk setiap elemen di tengah-tengah
permukaan :
0
= ∂ ∂ + ∂ ∂ =
s w z v
sz
(71)
Dari pers (4.13), (4.12), (4.5) dan (4.6) maka : ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ,
(s z W z U' z x s V' z y s ' z s
w = − − −Φ ω ... (4.15)
Dimana :
∫
=) (
) ( )
( s C
ds s r s
ω ... (4.16) Perpindahan aksial (w) dari suatu titik pada penampang ditengah-tengah atau tidak ditengah-tengah permukaan dari asumsi 3,
z u w w
∂ ∂ −
= …... (4.17)
Dengan substitusi nilai udan w dari persamaan (4.12) dan persamaan (4.14),
maka :
) , ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) , ,
(x y z W z U' z x V' z y s y ' z x y
w = − − −Φ ω ……… (4.18)
Dimana x,y dan z adalah :
θ sin
n x
x= + …... (4.19)
θ
cos
n y
y= − ……… (4.20)
nq + =ω
ω ……….. (4.21)
Bagian akhir dari persamaan (4.18) menghadirkan deformasi tidak seplanar
dan deformasi warping dari penampang. Pada keadaan ini ω disebut fungsi warping, dan
dapat ditulis sebagai :
ω ω
(72)
dimana :
) ( )
,
(n s =−nq s
ω
Dimana ω adalah fungsi waping dan ω adalah ketebalan warping.
4.3 Torsi Pada Batang Penampang Dinding Tipis Tertutup
Core wall yang ditunjukkan dalam gambar 2.3 diperlakukan untuk distribusi gaya torsi yang seragam Ti dan sumbu aslinya diambil pada puncak core wall. Hal ini juga diidealisasikan dalam potongan segi empat empat boom sebagaimana disebutkan pada bab 3.
Keseimbangan longitudinal elemen boom δ z dalam gambar 4.7 adalah,
δ
δ
δZ F a Z b Z
Z F
F
P
q
q
P
+dPd − + − = 00
= −
+ a b
Z F q q d dP
……….……… (4.21)
Dimana, regangan langsung dw/dz =
P
fA
fE
atauP
=A
f1
E
dw/dzDan aliran geser qa=
(
)
ab a a a a b t at bt a T t at bt WGt + + + − 4
qb=
(
)
bb a b b a a t at bt b T t at bt WGt + + + 4
Menggantikan Pf, qa dan qb dalam persamaan (4.19) memberikan,
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛− + + = + − b t a t at bt T W at bt t Gt dZ W d E
A a b
b a b a a b F 8 2 2
(73)
W dZ W d 2 2 2 μ − = ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ + − − b a b a
F bt at
at bt E abA
T
………. (4.22)
dimana,
(
a b)
F a b at bt E A t Gt + = 8 2 μ
Gaya torsi pada potongan manapun dapat diperoleh dengan mengintegrasikan panjang z.
∫
==ZTidZ TiZ
T
0
Jadi persamaan (4.20) dapat ditulis ulang
Z at bt at bt E abA Ti W dZ W d b a b a F ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ +− − = − 2 2 2
μ ………... (4.23)
misalkan: ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ + − = b a b a
F bt at
at bt E abA Ti ϕ
Maka persamaan differensial menjadi:
(
)(
)
x x e A e A y m m m x y dx y d μ μ μ μμ ϕ μ − + + = = − + = − − = − 2 1 2 2 2 2 2 0 0Penyelesaian partikuler dari persamaan differensialnya adalah:
c bx ax
(74)
(
)
2 2 2 2 2 2 2 ; 0 2 ; 0 2 2 2 μ μ ϕ μ a c c a x x c bx ax a a dx y d b ax dx dy = = − = − = + + − = + = x a ax x ax b b x 2 2 2 2 2 2 ; ; 0 ; 0 ; 0 μϕ ϕ μ ϕ μ μ = = − = − = = =Maka penyelesaian persamaan differensial secara keseluruhan menjadi:
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ + + + = ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ + + + = + + + = + + + = + + + + = − + − + − + − + − + z z e A e A y x x e A e A y x x e A e A y a x x e A e A y c bx ax e A e A y x x x x x x x x x x 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 μ μϕ μ μϕ μϕ μ μϕ μ μϕ μ μ μ μ μ μ μ μ μ μ Dimana harga z 2 2
μ sangat kecil untuk bangunan tinggi dapat dianggap nilainya nol.
z e
A e
A
w 1 z 2 z 2
μϕ μ
μ + +
= + −
Solusi umum persamaan (4.21) memberikan,
Z t a t b abG Ti e A e A W a b z z ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − + + = + − 8 2 1 μ
(75)
Untuk pendekatan engineering, memberikan penyelesaian umum persamaan differensial, Z t a t b abG Ti Z C Z B W a b ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − + + = 8 sinh
coshμ μ ……….. (4.25)
Konstanta-konstanta tak dikenal B dan C dapat ditemukan dari kondisi batas Pertama, jika Z = 0 pada ujung bebas, regangan langsung dw/dz = 0.
Kedua, jika Z = H pada ujung berikutnya, warping W = 0 juga. Oleh karena itu persamaan (4.23) memberikan,
⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − + ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = μμ μ μ
μ μ μ
Z Z H H H Z t a t b abG Ti W a b sinh cosh cosh sinh
8 …………... (4.26)
Distribusi warping sepanjang tepi-tepi lainnya mengikuti rumus anti simetri.
Distribusi tegangan langsung sepanjang FJ diberikan oleh σ z = E dw/dz
Sedemikian sehingga dari persamaan (4.24),
⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − + ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − −
= Z Z
H H H t a t b abG ETi a b
Z μ μ
μ μ
μ
σ sinh cosh
cosh sinh 1
8 ………. (4.27)
Distribusi tegangan geser τ a pada permukaan yang lebar adalah,
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ +− − − = μμ μ μ
μ μ μ
τ Z Z
H H H at bt at bt Z abt Ti b a b a a a sinh cosh cosh sinh
2 ………. (4.28)
Dan distribusi tegangan geser τ b pada permukaan sempit adalah,
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ + − + = μμ μ μ
μ μ μ
τ Z Z
H H H at bt at bt Z abt Ti b a b a b b sinh cosh cosh sinh
(76)
Gambar 4.3. Distribusi Beban Torsi
(77)
4.4. Lentur dan Torsi pada Penampang Persegi
Suatu batang dengan penampang persegi yan tipis seperti pada gambar 4.5, yang mempunyai kontur lurus dan tanpa cabang. Karena simetri terhadap kedua sumbunya, titik P, O berimpit pada titik berat batang tersebut. Maka fungsi ordinat dan nilainya adalah sebagai berikut :
tan 0 0 0
kons t
R S Q Y
S X
= = = = Θ
= =
... (4.30)
Gambar 4.5. Penampang segi empat Fungsi warping kontur adalah :
∫
==
Ω SRdS
0
0 ……….…………. (4.23)
(78)
nS nQ=− −
=
Ω ……….……..…….. (4.24)
Untuk penampang persegi yang tipis, total warping (Ω) menjadi sama dengan
ketebalan warping, sehingga :
nS
− =
Ω ……….……….. (4.25)
Fungsi warping seperti diperlihatkan gambar 4.4 untuk deformasi torsi :
'
Φ − =
Ω w ……….……….... (4.6)
X
'
Φ
−
w
Y
4
c
t
4
c
t
−
4
c
t
−
4
c
t
Gambar 4.6. Fungsi warping Ω dan displasmen w
Gambar 4.4 itu juga memperlihatkan harga negatif dari batang terwarp per satuan puntiran.
(79)
Komponen warping dari gaya shell adalah :
0
=
= w
w
zs z N
N ……….……… (4.27)
ΩΩ Ω −
=
I M S t Mw
z
12
3
……….……….. (4.28)
ΩΩ Ω −
=
I M S t Qw
z
' 3
12 ……….………... (4.29)
Dimana:
144 12
3 3 2
2 2 3
C t dS S t I
C
C
= =
∫
−
ΩΩ ……….………....(4.30)
Dalam hal ini, hanya ketebalan shell yang ada selama warping.
Ω
M
C MΩ
2 3
Ω
T
C M'
2 3 Ω
3 2C
Gambar 4.7. Kesamaan momen warping dan torsi
Seperti diperlihatkan gambar 4.7.a, Mzw secara statika sebanding dengan dua
momen lentur, dimana :
Ω
− =
=
∫
MC dS
M M
C w z
2 3
2
0
(1)
136 Gambar : Model 2D
(2)
137 Gambar : S12 Shell Tengah Bidang Pendek
(3)
138 Gambar : S12 Shell Kiri Bidang Pendek
(4)
139 Gambar : S12 Shell Kanan Bidang Pendek
(5)
140 Gambar : S12 Shell Depan Bidang Panjang
(6)
141 Gambar : S12 Shell Belakang Bidang Panjang