Penyelesaian Sengketa Pertanahan Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

(1)

TESIS

Oleh

MANAHAN HARAHAP

087011074/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN PADA

KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN

DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

MANAHAN HARAHAP

087011074/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN PADA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : Manahan Harahap

Nomor Pokok : 087011047

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Ketua

(Notaris Syahril Sofyan, SH, M.Kn) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn

2. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum


(5)

ABSTRAK

Masalah tanah merupakan masalah yang sangat esensial karena menyangkut kebutuhan hidup orang banyak untuk dijadikan sebagai tempat mendirikan rumah tempat tinggal, tempat usaha maupun sebagai sumber mata pencaharian. Karena begitu pentingnya tanah sebagai penunjang kebutuhan pokok setiap orang, maka dalam memperoleh tanah tersebut tak jarang terjadi sengketa antara para pihak dalam memperebutkan sengketa bidang pertanahan yang terjadi di masyarakat tersebut menimbulkan konflik yang berkepanjangan yang akhirnya menimbulkan ketegangan dalam masyarakat itu sendiri. Deli Serdang sebagai salah satu kabupaten terluas wilayahnya di Propinsi Sumatera Utara merupakan wilayah yang sering terjadi sengketa dibidang pertanahan yang tak jarang menimbulkan konflik/ketegangan dan juga kerisuhan dalam masyarakat tersebut karena tidak adanya penyelesaian terhadap masalah sengketa tanah tersebut.

Jenis penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis empiris yaang bersifat deskriptif analitis. Maksudnya adalah suatu analisa data yang didasarkan pada penelitian lapangan (field research) dihubungkan dengan teori hukum yang bersifat khusus dibidang hukum pertanahan. Dari pendekatannya penelitian ini bersifat memaparkan dan menganalisa permasalahan yang ada di lapangan untuk kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan inti dari solusi permasalahan tersebut. Analisa data dilakukan dengan menyimpulkan data primer dan data sekunder yang selanjutnyaa dilakukan evaluasi dan analisis secara kualitatif untuk membahas permasalahan berdasarkan data lapangan dan peraturan perundang-undangan terkait bidang hukum pertanahan untuk memperoleh gambaran baru atau menguatkan suatu gambaran yang sudah ada dalam menjawab permasalahan dan membuat kesimpulan serta saran yang bermanfaat.

Sengketa pertanahan di Kabupaten Deli Serdang terjadi karena faktor kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum pada masyarakat dan menimbulkan

tujuh jenis sengketa yang paling dominan terjadi yaitu : 1) tanah warisan, 2) pelepasan hak dan ganti rugi, 3) jual beli, 4) penguasaan (penyerobotan) tanah,

5) batas-batas tanah, 6) ganti kerugian, 7) pengosongan tanah.

Penyelesaian terhadap sengketa yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang tersebut dilakukan melalui jalur mediasi Kantor Pertanahan Kabupaten Deli serdang. Apabila jalur mediasi mengalami kegagalan maka pada umumnya sengketa tersebut dilanjutkan melalui jalur litigasi (pengadilan).


(6)

ABSTRACT

Land issue is very essential because it concerns with life of many people to build houses, business area. To consider the importance of the land, requisition of the land often resulted in the conflict by competition to manage or to hold the land for farming and the situation produced the tension among the peoples themselves. Deli Serdang was a very wide district in North Sumatera province, it has often suffered from the land conflict among peoples because there was no absolute solution for the land conflict itself.

This was a juridical and empirical research of analytical descriptive. It means, it was an analysis of data based on field research related to law theories

especially in Land Law. The approach used was to present and analyze the problems found in fields to have the conclusion as the core of discussion. The data analysis was accomplished by concluding primary and secondary data and then evaluated and analyzed qualitatively to discuss the problems based on field data and statutes related to land law to get new description and to support the existing description to answer the problem and to draw significant conclusion.

The land conflict in Deli Serdang district occured because of some factors, including the lack of knowledge and law awareness among peoples and most dominant conflicts were : 1) the inheritance land, 2) release of rights and compensation, 3) transaction (sale), 4) management (competition) of land, 5) land borders, 6) compensation, 7) land emptying.

The settlement of conflict in district of Deli Serdang was accomplished through Mediation by Land Office of Deli Serdang District. In failure of mediati on, the conflict was usually taken into litigation (the court).


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Adapun tesis ini adalah merupakan salah satu persyaratan akademik yang harus dipenuhi mahasiswa untuk menyelesaikan studi guna memperoleh gelar Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian studi sampai pada penyusunan tesis ini penulis telah dibekali ilmu pengetahuan dibidang Ilmu Kenotariatan sejak dari semester I sampai pada semester terakhir, oleh dosen-dosen Fakultas Hukum Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Khususnya dalam penulisan tesis ini penulis telah banyak memperoleh bantuan baik bantuan moril maupun materil dan juga bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

a. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM),. SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

b. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai anggota pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan pada penulis.


(8)

c. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Ketua Pembimbing, yang telah bersusah payah membimbing penulis. d. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program

Magister Kenotariatan, sekaligus sebagai penguji penulis.

e. Bapak Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Anggota Pembimbing, juga telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis.

f. Bapak Syafnil Gani, SH, MKn, sebagai Penguji Penulis.

g. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan.

h. Para karyawan/i pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

i. Bapak Afnansyah, SH, M.Kn, selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang beserta stafnya Muhammad Irsan, SH, Muhammad Ridwan, SH, CN, dan Yusni Elizar, SH, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk pengambilan data pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang demi kesempurnaan tesis ini.

j. Kepada rekan-rekan Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum khususnya group A angkatan 2008, Abi Jumroh Harahap, Dame Silitonga, dkk yang telah banyak memberikan bantuan atau masukan kepada penulis.


(9)

k. Pada Ayahanda dan Ibunda tercinta, penulis juga turut menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik dan membesarkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

l. Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada istri tercinta Nikmah Nasution, S.Ag, yang sekaligus sebagai sahabat setia, baik dalam suka maupun duka, atau segala bantuan dan pengertiannya hingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik sebagaimana yang diinginkan.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari yang diharapkan, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya kepada penulis. Amin.

Medan, September 2010 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Manahan Harahap

Tempat/Tanggal Lahir : Batangonang Baru, 9 September 1970

Status : Menikah

Alamat : Jl. AR. Hakim Gg. Buntu Lr. Ikhlas No. 18

Medan

II. KELUARGA

Nama Istri : Nikmah Nasution, S.Ag

Nama Ayah : Alm. Rommat Harahap

Nama Ibu : Almh. Zaharo Hasibuan

III. PENDIDIKAN

- SD : Tahun 1977 s/d 1984

SD Negeri Batangonang Kec. Batangonang Kab. Paluta

- SMP : Tahun 1984 s/d 1987

SMP Negeri Pasar Matanggor Kec. Batangonang Kab. Paluta

- SMA : Tahun 1987 s/d 1990

SMEA Kampus Padangsidimpuan - Perguruan Tinggi / S1 : Tahun 1995 s/d 2000

Fakultas Hukum Universitas Medan Area Medan

- Perguruan Tinggi / S2 : Tahun 2008 s/d 2010

Fakultas Hukum Program Studi Magister Kenotariatan


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 8

1. Kerangka Teori... 8

2. Konsepsi... 23

G. Metode Penelitian... 25

1. Sifat dan Metode Pendekatan Penelitian... 25

2. Lokasi Penelitian... 25

3. Alat Pengumpulan Data ... 26

4. Metode Pengumpulan Data ... 26

5. Analisis Data ... 27

BAB II FAKTOR-FAKTOR DOMINAN YANG MENYEBABKAN TIMBULNYA SENGKETA PERTANAHAN DI KABUPATEN DELI SERDANG... 29

A. Sengketa Pertanahan Sebagai Gejala Sosial... 29 B. Jenis-jenis Sengketa Pertanahan di Kabupaten Deli Serdang 31 C. Faktor-faktor Dominan Timbulnya Sengketa Pertanahan


(12)

di Kabupaten Deli Serdang ... 44

D. Pelanggaran Hukum Karena Adanya Kesempatan dan Peluang ... 50

BAB III UPAYA-UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN YANG DILAKUKAN KANTOR PERTANAHAN DELI SERDANG... 54

A. Asas Musyawarah dan Mufakat Sebagai Budaya Bangsa Indonesia ... 54

B. Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Jalur Mediasi ... 70

C. Mekanisme Mediasi yang Dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang dalam Penyelesaian Sengketa Tanah ... 79

D. Negosiasi Akhir dari Para Pihak yaitu Klarifikasi ... 85

E. Formulasi Kesepakatan Penyelesaian Sengketa... 86

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIALAMI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN DI DAERAHNYA... 89

A. Ketentuan-ketentuan Bidang Pertanahan yang Dapat Mencegah dan Mengantisipasi Sengketa Pertanahan ... 89

B. Terbatasnya Pengetahuan dan Kurangnya Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Bidang Hukum Pertanahan ... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 116

A. Kesimpulan ... 116

B. Saran... 117


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Sengketa Perkara Pada Kantor Pertanahan Kabupaten


(14)

ABSTRAK

Masalah tanah merupakan masalah yang sangat esensial karena menyangkut kebutuhan hidup orang banyak untuk dijadikan sebagai tempat mendirikan rumah tempat tinggal, tempat usaha maupun sebagai sumber mata pencaharian. Karena begitu pentingnya tanah sebagai penunjang kebutuhan pokok setiap orang, maka dalam memperoleh tanah tersebut tak jarang terjadi sengketa antara para pihak dalam memperebutkan sengketa bidang pertanahan yang terjadi di masyarakat tersebut menimbulkan konflik yang berkepanjangan yang akhirnya menimbulkan ketegangan dalam masyarakat itu sendiri. Deli Serdang sebagai salah satu kabupaten terluas wilayahnya di Propinsi Sumatera Utara merupakan wilayah yang sering terjadi sengketa dibidang pertanahan yang tak jarang menimbulkan konflik/ketegangan dan juga kerisuhan dalam masyarakat tersebut karena tidak adanya penyelesaian terhadap masalah sengketa tanah tersebut.

Jenis penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis empiris yaang bersifat deskriptif analitis. Maksudnya adalah suatu analisa data yang didasarkan pada penelitian lapangan (field research) dihubungkan dengan teori hukum yang bersifat khusus dibidang hukum pertanahan. Dari pendekatannya penelitian ini bersifat memaparkan dan menganalisa permasalahan yang ada di lapangan untuk kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan inti dari solusi permasalahan tersebut. Analisa data dilakukan dengan menyimpulkan data primer dan data sekunder yang selanjutnyaa dilakukan evaluasi dan analisis secara kualitatif untuk membahas permasalahan berdasarkan data lapangan dan peraturan perundang-undangan terkait bidang hukum pertanahan untuk memperoleh gambaran baru atau menguatkan suatu gambaran yang sudah ada dalam menjawab permasalahan dan membuat kesimpulan serta saran yang bermanfaat.

Sengketa pertanahan di Kabupaten Deli Serdang terjadi karena faktor kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum pada masyarakat dan menimbulkan

tujuh jenis sengketa yang paling dominan terjadi yaitu : 1) tanah warisan, 2) pelepasan hak dan ganti rugi, 3) jual beli, 4) penguasaan (penyerobotan) tanah,

5) batas-batas tanah, 6) ganti kerugian, 7) pengosongan tanah.

Penyelesaian terhadap sengketa yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang tersebut dilakukan melalui jalur mediasi Kantor Pertanahan Kabupaten Deli serdang. Apabila jalur mediasi mengalami kegagalan maka pada umumnya sengketa tersebut dilanjutkan melalui jalur litigasi (pengadilan).


(15)

ABSTRACT

Land issue is very essential because it concerns with life of many people to build houses, business area. To consider the importance of the land, requisition of the land often resulted in the conflict by competition to manage or to hold the land for farming and the situation produced the tension among the peoples themselves. Deli Serdang was a very wide district in North Sumatera province, it has often suffered from the land conflict among peoples because there was no absolute solution for the land conflict itself.

This was a juridical and empirical research of analytical descriptive. It means, it was an analysis of data based on field research related to law theories

especially in Land Law. The approach used was to present and analyze the problems found in fields to have the conclusion as the core of discussion. The data analysis was accomplished by concluding primary and secondary data and then evaluated and analyzed qualitatively to discuss the problems based on field data and statutes related to land law to get new description and to support the existing description to answer the problem and to draw significant conclusion.

The land conflict in Deli Serdang district occured because of some factors, including the lack of knowledge and law awareness among peoples and most dominant conflicts were : 1) the inheritance land, 2) release of rights and compensation, 3) transaction (sale), 4) management (competition) of land, 5) land borders, 6) compensation, 7) land emptying.

The settlement of conflict in district of Deli Serdang was accomplished through Mediation by Land Office of Deli Serdang District. In failure of mediati on, the conflict was usually taken into litigation (the court).


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus-kasus yang menyangkut sengketa dibidang pertanahan dapat dikatakan tidak pernah surut, bahkan mempunyai kecenderungan untuk meningkat dalam kompleksitas maupun kuantitas permasalahannya seiring dengan dinamika ekonomi, sosial dan politik di Indonesia. Sebagai gambaran dewasa ini di Indonesia, dengan semakin memburuknya situasi ekonomi yang sangat terasa dampaknya bagi masyarakat kalangan bawah, ditandai dengan hilangnya lapangan pekerjaan dan banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK), harga-harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, sehingga berdampak pada sulitnya pemenuhan kebutuhan untuk hidup sehari-hari bagi masyarakat kalangan bawah tersebut.

Kasus-kasus pendudukan/penguasaan tanah secara liar oleh masyarakat untuk digunakan sebagai tempat bercocok tanam, berjualan atau mendirikan bangunan tempat tinggal sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa tanah merupakan benda tidak bergerak yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan rawan memunculkan konflik maupun sengketa. Berbagai sengketa pertanahan di Indonesia telah mendatangkan berbagai dampak baik sosial, ekonomi dan lingkungan. Secara ekonomis sengketa itu telah memaksa pihak yang terlibat untuk mengeluarkan biaya. Semakin lama proses penyelesaian sengketa itu, maka semakin besar biaya yang harus dikeluarkan. Dalam hal ini dampak lanjutan yang


(17)

potensial terjadi adalah penurunan produktivitas kerja atau usaha, karena selama sengketa berlangsung, pihak-pihak yang terlibat harus mencurahkan tenaga dan pikirannya serta meluangkan waktu secara khusus terhadap sengketa sehingga mengurangi curahan hal yang sama terhadap kerja atau usahanya.

Dampak sosial dari konflik adalah terjadinya kerenggangan sosial diantara warga masyarakat, termasuk hambatan bagi terciptanya kerjasama diantara mereka. Dalam hal konflik terjadi antar instansi pemerintah, hal ini akan menghambat terjadinya koordinasi kinerja publik yang baik. Dapat juga terjadi penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah berkenaan dengan pelaksanaan tata ruang. Di samping itu, selama konflik berlangsung, ruang atas suatu wilayah dan atas tanah yang menjadi objek konflik biasanya berada dalam keadaan status quo,

sehingga ruang atas tanah yang bersangkutan tidak dapat dimanfaatkan, akibatnya adalah terjadinya penurunan kualitas sumber daya lingkungan yang dapat merugikan kepentingan banyak pihak.1

Dalam perjalanan panjang kebijakan pembangunan di Indonesia, terutama dalam tigapuluh tahun terakhir, diakui bahwa pengelolaan pertanahan belum memperoleh perhatian yang memadai. Prioritas kebijakan yang diarahkan kepada upaya memacu sektor-sektor pembangunan yang mendorong tingkat pertumbuhan

1

Maria SW Sumardjono, Nurhasan Ismail, Isharyanto, Mediasi Sengketa Tanah, Kompas, Gramedia, Jakarta, 2008, hlm. 3.


(18)

ekonomi tinggi yang tidak didasari atau diikuti dengan penataan masalah pertanahan, ternyata telah menimbulkan masalah besar dibidang pertanahan.2

Untuk itu sudah saatnya diperlukan adanya pembaharuan dalam sistem perangkat hukum dengan menciptakan suasana hukum yang komprehensif mencakup segala permasalahan yang terkait dengan kepentingan pertanahan. Di samping itu pemerintah seharusnya memiliki keberanian untuk meneliti, meninjau, bahkan bila ternyata dianggap perlu melakukan revisi, untuk selanjutnya diciptakan suatu sistem peraturan pelaksanaan yang padu, karena membiarkan terus situasi ini terpolarisasi dalam corak yang berbeda, sengketa pertanahan masih akan terus berlanjut.3

Tipologi kasus-kasus dibidang pertanahan secara garis besar dapat dipilah menjadi lima kelompok yakni :4

1. Kasus-kasus berkenaan dengan penggarapan rakyat atas tanah-tanah perkebunan kehutanan dan lain-lain.

2. Kasus-kasus berkenaan dengan pelanggaran peraturan landreform.

3. Kasus-kasus berkenaan dengan ekses-ekses penyediaan tanah untuk pembangunan.

4. Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah 5. Sengketa berkenaan dengan tanah ulayat.

2

Adrian Sutedi, Tinjauan Hukum Pertanahan. Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, hlm. 21.

3

Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria,

Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hlm. 27.

4


(19)

Tipologi sengketa pertanahan yang ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) atau 8 (delapan), dalam pengalaman Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), pola sengketa pertanahan dapat dibagi menjadi 7 (tujuh)5. Tanah sebagai hak ekonomi setiap orang, rawan memunculkan konflik maupun sengketa. Penyelesaian terhadap kasus-kasus terkait sengketa perdata, pada umumnya ditempuh melalui jalur pengadilan dengan dampak yang sangat luas terhadap kehidupan di masyarakat. Kasus-kasus berkenaan dengan pelanggaran peraturan landreform menunjukkan perlunya peningkatan penegakan

hukum dibidang landreform, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

melandasinya.

Terhadap kasus-kasus penggarapan rakyat atas tanah-tanah perkebunan, kehutanan dan lain-lain, berdasarkan pengalaman, tampaknya penyelesaian yang lebih efektif adalah melalui jalur non pengadilan yang pada umumnya ditempuh melalui cara-cara perundingan yang dipimpin atau diprakarsai oleh pihak ketiga yang netral atau tidak memihak.6

Tanah sebagai sumber utama di dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia adalah yang dikaruniakan Tuhan Yang Maha Esa, yang dapat memberikan kesejahteraan kepada manusia itu sendiri. Oleh sebab itu manusia harus dapat mempergunakan dan memelihara tanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Tanah yang memberikan kesejahteraan bagi manusia, tapi juga sebaliknya dapat membawa malapetaka jika disalahgunakan.7

Dalam tataran teoritis menurut aliran hukum alam, konsep Hak Menguasai Negara (HMN) menempatkan tanah sebagai salah satu objek pemilikan, baik oleh

5

Maria SW. Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,

Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2008, hlm. 109-111.

6Ibid,

hlm. 4.

7

Chadidjah Dalimunthe, Politik Hukum Agraria Nasional Terhadap Hak-hak Atas Tanah,


(20)

perseorangan maupun masyarakat8. Dengan demikian negara bukan sebagai pemilik (privat) atas tanah, sebab pemilik atas tanah adalah manusia alami. Sementara itu

tanah-tanah tak bertuan atau tanah masyarakat hukum yang diduduki oleh warga masyarakat menjadi bagian dari sifat keteraturan pola kepemilikan tanah individual.9

Di Deli Serdang, kasus-kasus sengketa pertanahan sering terjadi di masyarakat yang mengakibatkan timbulnya konflik dalam masyarakat tersebut.

Kasus sengketa tanah yang pernah terjadi di masyarakat Kabupaten Deli Serdang diantaranya adalah masalah sengketa tanah seluas 135 hektar antara masyarakat Desa Cimahi, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang melawan PT. Karya Harea Indonesia dalam tipologi sengketa tentang ganti rugi yang tidak layak yang dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap tanah garapan masyarakat yang diambil secara paksa.10

Sengketa lain masalah tanah yang pernah terjadi di Kabupaten Deli Serdang adalah sengketa tanah antara masyarakat Desa pergulaan, Kecamataan Sei Rampah,

Kabupaten Deli Serdang atas tanah seluas 165,6 Ha yang dikuasai oleh PT. Perkebunan Persero Lonsum Indonesia Kebun Rambung berdasarkan sertifikat

HGU Nomor 2/Pergulaan. Masyarakat Desa Pergulaan menuntut pengembalian tanah tersebut kepada mereka karena PT. Perkebunan Persero Lonsum mengambil secara

8

H. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Milik Kepentingan Umum, Bayumedia Publishing, Malang, 2007, hlm. 13.

9

Iman Soetiknjo, Politik Agraria Nasional, Hubungan Manusia dengan Tanah Berdasarkan

Pancasila, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, hlm. 11.

10


(21)

paksa tanah garapan tersebut dengan hanya memberikan ganti rugi atas tanaman yang ada, tanpa memperhitungkan nilai tanahnya.11

Dari contoh kasus sengketa tanah yang dikemukakan di atas dapat diketahui

bahwa pada umumnya dasar penyebab utama dari adanya sengketa tanah di Kabupaten Deli Serdang lebih menonjol pada aspek ekonomi, politik. Oleh karena

itu upaya-upaya penyelesaiannya pun haruslah mempertimbangkan pada faktor-faktor ekonomi politik.

Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh tidak sesuai (bertentangan) dengan alur permasalahan yang dihadapi, maka dikhawatirkan akan timbul konflik

yang berkepanjangan dalam penyelesaian sengketa pertanahan yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang tersebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apakah yang paling dominan menyebabkan timbulnya sengketa pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang ?

2. Bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Deli Serdang dalam menyelesaikan sengketa pertanahan di daerahnya ?

3. Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi oleh Kantor Pertanahan Deli Serdang dalam menyelesaikan sengketa pertanahan di daerahnya ?

11Ibid,


(22)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan yang menyebabkan timbulnya sengketa pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan Kantor Pertanahan

Kabupaten Deli Serdang dalam menyelesaikan sengketa pertanahan di daerahnya. 3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi kantor pertanahan

Kabupaten Deli Serdang dalam upaya penyelesaian sengketa pertanahan di daerahnya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan untuk penambahan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang hukum pertanahan, yang dapat digunakan oleh pihak yang membutuhkan sebagai bahan kajian ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan ilmu hukum bidang pertanahan pada khususnya yaitu mengenai sengketa pertanahan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang.


(23)

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat, aparat pemerintah yang terkait dengan masalah sengketa pertanahan, aparat penegak hukum yang berwenang secara hukum dalam menangani masalah sengketa pertanahan yang terjadi secara umum di seluruh wilayah Indonesia, maupun secara khusus di wilayah Kabupaten Deli Serdang.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya dilingkungan Universitas Sumatera Utara penelitian mengenai Penyelesaian Sengketa Pertanahan Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini adalah asli, dan secara akademis dapat dipertanggung jawabkan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.12

12

JJJ. Wisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Penyunting M. Hisyam, UI Press, Jakarta, 1996, hlm. 203.


(24)

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, dan bersifat deskriptif analisis yang berusaha memahami faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa pertanahan, upaya-upaya yang dilakukan dan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang dalam upaya menyelesaikan sengketa pertanahan di daerahnya tersebut secara yuridis, artinya memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum sebagaimana yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pertanahan dan sengketa pertanahan, prosedur hukum yang ditempuh dalam upaya menyelesaikan sengketa pertanahan tersebut13. Penelitian lapangan tersebut akan berusaha mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan penelitian ini dengan cara mewawancarai pihak yang berwenang pada Kantor Pertanahan Deli Serdang, yang dalam penelitian ini mempunyai kapasitas sebagai informasi dan narasumber. Kerangka teori yang dimaksud, adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis dari pada penulis, ilmu-ilmu hukum dibidang Agraria dan hukum pertanahan serta hukum keperdataan, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal bagi penelitian ini14. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian dan keadilan hukum. Kepastian dan keadilan hukum sebagai landasan yuridis penyelesaian sengketa pertanahan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang dalam upaya memberikan kepastian

13

Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 17.

14


(25)

hukum dan keadilan bagi masyarakat yang menghadapi permasalahan sengketa pertanahan di Kabupaten Deli Serdang15 Dasar penyebab utama dari adanya sengketa pertanahan dapat ditelusuri dari akar-akar ekonomi politik. Jadi pendapat mereka terhadap sengketa merupakan suatu perspektif yang lebih sebagai faktor yang menekankan pada aspek ekonomi, politik yang menonjol ketimbang aspek-aspek lainnya. Dengan kata lain sengketa disini dilihat sebagai masalah ekonomi politik, dan oleh karena itu upaya-upaya penyelesaian pun haruslah mempertimbangkan pada faktor-faktor ekonomi politik.16

Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 menyatakan bahwa, “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini, dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.

Hukum adat yang dimaksud dalam Pasal 5 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 di atas bukanlah hukum adat yang dikenal sebagaimana adanya selama ini, tapi

adalah hukum adat yang telah dihilangkan sifat-sifat khusus daerahnya dan diberi sifat nasional. Kesimpulan Seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional

15

Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan (Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah),

Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2003, hlm. 23.

16

Hadi Mulyo, Mempertimbangkan ADR, Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan, ELSAM, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, 1997, hlm. 38.


(26)

menyebutkan : “Hukum adat diartikan Hukum Indonesia asli, yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia, yang disana-sini mengandung unsur agama.17

Boedi Harsono mengemukakan bahwa Bangsa Indonesia untuk pertama kalinya mempunyai dasar perundang-undangan yang disusun sebagai perwujudan daripada Pancasila berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu UUPA. Selanjutnya R. Subekti mengatakan, UUPA merupakan sistem hukum kita sendiri yang berpedoman kepada falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945, serta dengan tegas membuang jauh-jauh hukum tanah Belanda yang tercerai berai dan menjadikan hukum tanah yang seragam.18

UUPA sebagai induk daripada Hukum Pertanahan di Indonesia menyebutkan bahwa Hukum Pertanahan Nasional berdasarkan atas Hukum Adat, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

Menyimak konsideran UUPA tersebut, maka pembangunan Hukum Tanah Nasional harus dilakukan dalam bentuk penuangan norma-norma hukum adat dalam peraturan perundang-undangan menjadi hukum yang tertulis. Dan selama Hukum Adat yang bersangkutan tetap berlaku penuh, serta menunjukkan adanya hubungan fungsional antara Hukum Adat dan Hukum Tanah Nasional itu. Hal ini menimbulkan

17

BPHN, Seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta, Jakarta, 1976, hlm. 250.

18

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan


(27)

pertanyaan akademis maupun praktis, oleh karena dengan berlakunya hukum adat disamping UUPA memberi kesan masih adanya sifat dualisme dalam masalah agraria ini.

Menurut Mochtar Koesoematmadja, ketika menjadi Menteri Kehakiman mengemukakan bahwa mengenai kedudukan hukum adat dalam suasana UUPA adalah hukum adat yang telah diterima menjadi hukum nasional, dan ketentuan Pasal 5 UUPA sendiri tidak memberikan kejelasan mengenai pengertian hukum adat yang dikukuhkan berlakunya menurut UUPA.

Kemudian, AP. Parlindungan mengemukakan bahwa pemberian tempat kepada hukum adat di dalam UUPA tidak menyebabkan terjadinya dualisme seperti

yang dikenal sebelum berlakunya UUPA. Reorientasi pelaksanaan hukum di Indonesia akan lebih berhasil jika kita mampu memahami jiwa hukum adat yang

akan dikembangkan di dalam perundang-undangan modern. Pemberian tempat bagi hukum adat di dalam UUPA, apalagi penempatan itu di dalam posisi dasar, merupakan kristalisasi dari azas-azas hukum adat sehingga UUPA itulah penjelmaan hukum adat yang sebenarnya.

Menurut Budi Harsono hukum adat yang dapat dipakai sebagai hukum agraria adalah hukum adat yang telah dihilangkan sifat-sifatnya yang khusus daerah dan diberi sifat nasional. Sehingga dalam hubungannya dengan prinsip persatuan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia, maka hukum adat yang dahulu hanya


(28)

mementingkan suku dan masyarakat hukumnya sendiri, harus diteliti dan dibedakan antara :19

a. Hukum adat yang tidak bertentangan dengan prinsip persatuan bangsa dan seterusnya (Pasal 5) dan tidak merupakan penghambat pembangunan.

b. Hukum adat yang hanya mementingkan suku dan masyarakat hukumnya sendiri, yang bertentangan dengan kepentingan nasional dan kesatuan bangsa serta dapat menghambat pembangunan negara.

Hukum adat yang tidak bertentangan tersebut dalam point a di atas, tetap berlaku dan merupakan hukum agraria nasional yang berasal dari hukum adat, kecuali hak-hak atas tanah menurut hukum adat yang merupakan ketentuan konversi pasal II, VI, dan VIII. Hukum adat yang bertentangan seperti tersebut dalam point b tidak diberlakukan lagi (tidak diadatkan)20.

Selanjutnya, Boedi Harsono mengemukakan bahwa penggunaan norma-norma Hukum Adat sebagai pelengkap dari hukum tanah yang tertulis, haruslah tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA, bahkan pasal 5 UUPA memberikan syarat yang lebih rinci, yaitu sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta peraturan-peratuan yang tercantum dalam UUPA dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya.21 Hukum adat yang dimaksudkan oleh UUPA, adalah hukum aslinya golongan rakyat pribumi, merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan

19

Boedi Harsono, Op.cit, hlm. 197

20

Iman Soetiknjo, Politik Agraria Nasional, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1994, hlm. 48-49

21


(29)

kekeluargaan, yang berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan.22

Konsepsi hukum adat dalam hukum tanah nasional dirumuskan sebagai konsepsi yang komunalistik religius, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan.

Sifat komunalistik religius dari konsepsi hukum Tanah Nasional ditunjukkan oleh Pasal 1 ayat (2) UUPA. Sifat komunalistik menunjukkan semua tanah dalam wilayah negara Indonesia adalah tanah bersama rakyat Indonesia, yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia. Unsur religius dari konsepsi ini ditujukan oleh pernyataan, bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.23

Suasana religius dalam Hukum Tanah Nasional juga terlihat dalam konsideran UUPA yang menyebutkan : “…..perlu adanya hukum agraria nasional, yang….tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama” : “….harus mewujudkan penjelmaan daripada Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan Pasal 5 UUPA yang menyebutkan : ”…..dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.

Dengan demikian, dalam rangka pembangunan Hukum Tanah Nasional, Hukum Adat merupakan sumber bahan utama untuk memperoleh bahan-bahannya, berupa konsepsi, asas-asas dan lembaga-lembaga hukumnya, untuk dirumuskan menjadi norma hukum yang tertulis, yang disusun menurut sistem hukum adat.

22

Boedi Harsono, Op.cit, hlm. 179.

23


(30)

Artinya, Hukum Tanah Nasional dibentuk dengan menggunakan bahan-bahan hukum adat, yang dituangkan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan sebagai hukum yang tertulis (Hukum Tanah Nasional positif yang tertulis)24, serta memperhatikan hukum agama.

Namun meskipun Hukum Adat merupakan sumber utama pembangunan Hukum Tanah Nasional, tidak tertutup kemungkinan mengadakan lembaga-lembaga baru yang belum dikenal dalam hukum adat (seperti dari lembaga-lembaga hukum asing25) guna pengembangan Hukum Tanah Nasional, dengan syarat lembaga-lembaga baru itu tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai konsep dasar pengelolaan kehidupan nasional.

Asas-asas Hukum Adat yang digunakan dalam Hukum Tanah Nasional, antara lain asas religiusitas26, asas kebangsaan27, asas demokrasi28, asas kemasyarakatan, pemerataan dan keadilan sosial29, asas pemeliharaan tanah secara berencana30, serta asas pemisahan horizontal tanah dengan bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.31

Kedudukan asas-asas tersebut dalam pembangunan hukum yaitu sebagai landasan dan alasan lahirnya peraturan hukum selanjutnya. Namun demikian, penerapan asas-asas tersebut dalam kasus-kasus konkrit selalu memperhatikan

24

Boedi Harsono, Op.cit, hlm. 202.

25

Contohnya, mengenai lembaga pendaftaran tanah, Hak Tanggungan, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, yang lembaga-lembaga ini tidak dikenal dalam Hukum Adat, dan saat ini juga mulai berkembang hak penguasaan baru, yaitu Hak Guna Ruang Bawah Tanah.

26

Pasal 1 UUPA

27

Pasal 1, 2 dan 9 UUPA

28

Pasal 9 UUPA

29

Pasal 6, 7, 10, 11 dan 13 UUPA

30

Pasal 14 dan 15 UUPA

31


(31)

faktor yang meliputi kasus yang dihadapi, dimungkinkan menyimpang dari asas tersebut guna penyelesaian kasus, akan tetapi harus dapat memenuhi rasa keadilan dan kebenaran.

Selanjutnya, sistem (tata susunan) hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional, dimulai dengan : 1. Hak Bangsa Indonesia, sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, yang

beraspek hukum keperdataan dan hukum publik.

Semua hak-hak atas tanah, secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada Hak Bangsa 32. Hak bangsa ini bersifat abadi, artinya hubungannya akan berlangsung terus-menerus tiada terputus-putus untuk selama-lamanya. Dan selanjutnya, tidak ada sejengkal tanahpun di Indonesia yang res nullius (tidak

bertuan), hak bangsa meliputi semua tanah di bumi Indonesia.

2. Hak menguasai dari negara, yang bersumber dari hak bangsa, yang hanya beraspek hukum publik semata. Pelaksanaan dari hak menguasai dari negara ini, kewenangannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain (pihak ketiga) dalam bentuk hak pengelolaan.

Kewenangan hak menguasai dari negara, diatur secara terperinci dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA, yaitu berupa kegiatan :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

32


(32)

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Hak menguasai dari negara tidak akan hapus, selama negara Republik Indonesia masih ada sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

3. Hak ulayat masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada 33.

4. Hak-hak penguasaan individual, terdiri atas : a. Hak-hak atas tanah 34, meliputi :

Primer : Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai yang diberikan oleh negara35.

Sekunder : Hak guna bangunan dan hak pakai, yang diberikan oleh pemilik tanah, hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa dan lain-lain36.

b. Hak wakaf 37, hak individual yang berasal dari hak milik yang sudah diwakafkan dan mempunyai kedudukan khusus dalam hukum tanah nasional. c. Hak jaminan atas tanah, yang disebut dengan hak tanggungan38.

33

Pasal 3 UUPA

34

Pasal 4 UUPA

35

Pasal 16 UUPA

36

Pasal 37, 41 dan 53 UUPA

37

Pasal 49 UUPA

38


(33)

Dalam lingkup hak bangsa, para warga negara mempunyai hak bersama untuk menguasai tanah dan menggunakannya, serta dimungkinkannya para warga untuk menguasai dan menggunakannya secara individual dengan hak-hak yang bersifat pribadi, artinya bahwa tanah tersebut tidak harus dikuasai dan digunakan secara bersama-sama dengan orang lain.

Sifat pribadi hak-hak individual menunjuk kepada kewenangan pemegang hak untuk menggunakan tanahnya bagi kepentingan dan dalam memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya.39

Hak-hak individual yang bersifat pribadi tersebut, dalam konsepsinya mengandung unsur kebersamaan, karena semua hak pribadi secara langsung atau tidak langsung bersumber pada hak bersama. Hak-hak primer (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai) langsung bersumber dari hak bangsa, melalui pemberian oleh negara sebagai petugas bangsa. Hak-hak yang lain seperti hak sewa, hak bagi hasil dan lain-lainnya merupakan hak-hak sekunder yang bersumber pada hak bangsa secara tidak langsung, melalui pemegang hak primer.40

Adanya unsur kebersamaan dalam hak individual41 ini sesuai dengan alam pikiran asli orang Indonesia yang menegaskan bahwa manusia Indonesia adalah manusia pribadi yang sekaligus mahluk sosial, yang mengusahakan terwujudnya keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.

39

Pasal 9 UUPA berikut penjelasannya.

40

Boedi Harsono, Tinjauan Hukum Pertanahan Diwaktu Lampau, Sekarang dan Masa Akan

Datang, Makalah, Seminar Nasional Pertanahan dalam rangka HUT UUPA ke XXXII, Yogyakarta,

1992, hlm. 15.

41


(34)

Perintah untuk mengadakan perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah (Pasal 14 UUPA), meletakkan kewajiban kepada mereka yang mempunyai tanah untuk menggunakan tanah yang dihaki-nya (Pasal 10 UUPA), kewajiban untuk memelihara, menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya (Pasal 15 UUPA), larangan pemilikan dan penguasaan tanah yang berlebihan (pasal 7 dan 17 UUPA), serta kebijakan dan ketentuan yang digariskan dalam Pasal 11, 12 dan 13 UUPA, merupakan penjabaran sifat fungsi sosial yang menunjukkan adanya unsur kebersamaan.

Dengan demikian, filosofis pemberian hak atas tanah kepada seseorang ataupun badan hukum didasarkan pada diperlukannya untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau usahanya yang nyata, serta adanya kewajiban untuk menggunakannya. Ini berarti, tanah bukan merupakan komoditi perdagangan, walaupun dimungkinkan untuk dijual kepada pihak lain jika ada keperluan. Tanah tidak bisa dijadikan obyek investasi semata-mata, lebih-lebih dijadikan obyek spekulasi42.

Selanjutnya, asas-asas yang berlaku mengenai penguasaan tanah dan perlindungan hukum yang diberikan oleh hukum tanah nasional terhadap para pemegang hak atas tanah43, adalah :

2. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun, harus dilandasi hak atas tanah yang disediakan oleh Hukum Tanah Nasional;

42

Boedi Harsono, Op.ci, hlm. 16

43


(35)

3. Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya (illegal), tidak

dibenarkan, bahkan diancam dengan sanksi pidana (UU 51 Prp 1960)

4. Penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan hak yang disediakan oleh hukum tanah nasional, dilindungi oleh hukum terhadap gangguan dari pihak manapun, baik oleh sesama anggota masyarakat maupun oleh pihak penguasa sekalipun, jika gangguan tersebut tidak ada landasan hukumnya

5. Hukum menyediakan berbagai sarana hukum untuk menanggulangi gangguan yang ada :

a. Gangguan oleh sesama anggota masyarakat; gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri atau meminta perlindungan kepada Bupati/Walikotamadya (UU 51 Prp 1960)

b. Gangguan oleh penguasa : gugatan melalui Pengadilan Umum atau Pengadilan Tata Usaha Negara

6. Dalam keadaan biasa, diperlukan oleh siapapun dan untuk keperluan apapun (juga untuk proyek-proyek kepentingan umum) perolehan tanah yang menjadi hak seseorang, harus melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan, baik mengenai penyerahan tanahnya kepada pihak yang memerlukan maupun mengenai imbalannya yang merupakan hak pemegang hak atas tanah yang bersangkutan untuk menerimanya.

7. Tidak dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk apapun oleh pihak manapun kepada pemegang hak atas tanah untuk menyerahkan tanah kepunyaannya dan atau menerima imbalan yang tidak disetujuinya, termasuk juga penggunaan


(36)

lembaga penawaran pembayaran yang diikuti dengan konsinyasi pada Pengadilan Negeri (seperti yang diatur dalam Pasal 1404 KUHPerdata).

8. Dalam keadaan yang memaksa, jika tanah yang bersangkutan diperlukan untuk menyelenggarakan kepentingan umum, dan tidak mungkin menggunakan tanah yang lain, sedang musyawarah yang diadakan tidak berhasil memperoleh kesepakatan, dapat dilakukan pengambilan secara paksa, dalam arti tidak memerlukan persetujuan pemegang haknya, dengan menggunakan acara pencabutan hak, yang diatur dalam UU 20/1961.

9. Dalam perolehan atau pengambilan tanah, baik atas kesepakatan bersama maupun melalui pencabutan hak, pemegang haknya berhak memperoleh imbalan atau ganti kerugian, yang bukan hanya meliputi tanahnya, melainkan juga kerugian-kerugian lain yang dideritanya sebagai akibat penyerahan tanah yang bersangkutan.

10.Bentuk dan jumlah imbalan atau ganti kerugian tersebut, juga jika tanahnya diperlukan untuk kepentingan umum dan dilakukan pencabutan hak, haruslah sedemikian rupa, hingga bekas pemegang haknya tidak mengalami kemunduran, baik dalam bidang sosial maupun tingkat ekonominya.

Penyelesaian sengketa pertanahan yang terjadi pada umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Penyelesaian diluar jalur litigasi (pengadilan) yaitu dengan menggunakan cara musyawarah mufakat (perundingan) antara para pihak yang bersengketa dalam memperebutkan lahan tersebut. Penyelesaian dengan cara musyawarah mufakat


(37)

tersebut menggunakan jalur mediator sebagai penengah dalam sengketa tersebut. Mediator yang digunakan pada umumnya adalah aparat pemerintah kabupaten yang berkompeten terhadap masalah sengketa pertanahan tersebut. Aparat pemerintah yang dimaksud dalam hal ini adalah unsur pejabat di Kantor Bupati Deli Serdang memiliki kewenangan dalam menyelesaikan permasalahan sengketa pertanahan tersebut diatas, disamping unsur pejabat di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang.

Jalur musyawarah mufakat tersebut berusaha untuk mencari titik temu/kesepakatan dari para pihak yang bersengketa terhadap substansi permasalahan yang disengketakan, dan kemudian dicari solusi terbaik untuk memperoleh keputusan yang sama-sama memuaskan para pihak yang bersengketa. Apabila terjadi kesepakatan dalam perundingan tersebut, maka sengketa pertanahan tersebut tidak harus diselesaikan melalui jalur litigasi (pengadilan) yang pada prinsipnya akan lebih banyak mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang cukup besar.

2. Penyelesaian melalui jalur litigasi (pengadilan)

Bila dalam perundingan antara pihak yang bersengketa dalam memperebutkan lahan pertanahan tersebut tidak menghasilkan suatu kesepakatan bagi kedua belah pihak, maka pada umumnya para pihak akan menempuh jalur litigasi (pengadilan) untuk mencari penyelesaian. Dengan ditempuhnya jalur litigasi tersebut, maka para pihak telah sepakat untuk menempuh penyelesaian sengketa tersebut dengan menyerahkan permasalahan tersebut kepada jalur pengadilan dengan segala konsekwensi yang akan diterima kedua belah pihak melalui suatu keputusan pengadilan. Apabila jalur penyelesaian sengketa tersebut telah ditempuh melalui


(38)

lembaga pengadilan, itu berarti jalur musyawarah dan mufakat yang ditempuh oleh para pihak yang bersengketa dengan mediator aparat pemerintah kabupaten yang terkait telah gagal dalam mendamaikan/menyelesaikan sengketa yang terjadi.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah satu tahapan terpenting dari teori. Peraturan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Dengan demikian konsepsi dapat diartikan pula sebagai sarana untuk mengetahui gambaran umum pokok penelitian yang akan dibahas sebelum memulai penelitian (observasi) masalah yang akan diteliti44. Konsep diartikan pula sebagai

kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut definisi operasional45 Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.46 Pentingnya definisi operasional bertujuan untuk menghindari perbedaan salah pengertian atau penafsiran.

Kajian hukum adalah suatu proses penelitian, penelaahan, penyajian secara lebih mendalam secara hukum mengenai permasalahan sengketa pertanahan yang terjadi pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, yang meliputi faktor-faktor

44

John W. Creswell, Research Design, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Ahli Bahasa Angkatan III dan IV Kajian Ilmu Kepolisian (KIK) UI Bekerjasama dengan Nur Khabibah, Kata Pengantar Parsudi Suparlan, KIK Press, Jakarta, 1994, hlm. 79.

45

Sumadi Surya Brata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 28.

46


(39)

penyebab terjadinya sengketa pertanahan tersebut upaya-upaya menyelesaikan sengketa pertanahan yang terjadi dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam menyelesaikan sengketa tersebut oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang.47

Hukum tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis mengenai hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan-hubungan hukum konkrit, beraspek publik dan perdata, yang dapat disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem.48

Sengketa pertanahan adalah suatu perselisihan memperebutkan hak atas tanah antar individu/kelompok atau badan hukum karena adanya pengaduan/keberatan dari individu/kelompok atau badan hukum tersebut yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara dibidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh pejabat tata usaha negara dilingkungan Badan Pertanahan Nasional/Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, dimana keputusan pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tertentu.49 Kantor pertanahan adalah kantor yang bertugas mengurus administrasi bidang pertanahan di Kabupaten Deli Serdang.

Kabupaten Deli Serdang adalah suatu daerah tingkat II yang berada di wilayah Propinsi Sumatera Utara.

47

Lili Rasyidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 46.

48

Boedi Harsono, Op. Cit, hlm 1.

49


(40)

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Metode Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.50

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode penulisan dengan pendekatan yuridis normatif (penelitian hukum normatif) dan penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif yang berasal dari premis umum yang kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus.

Penelitian ini juga berupaya untuk menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisa masalah sengketa pertanahan yang terjadi pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, yang meliputi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa pertanahan, upaya-upaya menyelesaikan sengketa pertanahan itu dan juga hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang dalam upaya menyelesaikan masalah sengketa pertanahan di daerahnya.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, dimana penelitian ini akan mengkhususkan pembahasannya pada penelitian masalah

50

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm. 38.


(41)

sengketa pertanahan di Kabupaten Deli Serdang yang datanya ada pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang tersebut.

Penelitian ini juga akan membahas masalah cara-cara penyelesaian sengketa pertanahan yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang oleh aparat pemerintah di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang agar sengketa pertanahan tersebut dapat diselesaikan dengan baik.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen, dengan menggunakan bahan kepustakaan dan melakukan identifikasi dan kualifikasi perkara yang menyangkut sengketa pertanahan yang terjadi di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang. Kemudian dengan cara wawancara dengan pihak yang memberikan data sehubungan dengan masalah sengketa pertanahan yang terjadi di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang yang dalam hal ini adalah Staff Seksi masalah sengketa tanah Muhammad Ridwan dan Staff seksi masalah perkara bidang pertanahan Muhammad Irsan di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, para pihak yang berperkara dalam sengketa pertanahan yang kesemuanya ini adalah sebagai informan dalam penelitian ini.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan dengan penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research) yaitu


(42)

a. Bahan hukum primer yaitu Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Sebagai induk dari hukum pertanahan di Indonesia, peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan masalah hukum pertanahan, khususnya dalam hal sengketa pertanahan.

b. Bahan hukum sekunder seperti hasil-hasil penelitian, laporan-laporan artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah.

Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan (field research) guna akurasi terhadap hasil penelitian yang dipaparkan

yang dapat berupa wawancara dengan pejabat terkait yang berwenang menangani masalah sengketa pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, para pihak yang mengalami sengketa pertanahan di Kabupaten Deli Serdang, yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informasi dan narasumber.

5. Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara menganalisis data secara kualitatif, yaitu dengan cara meneliti permasalahan sengketa pertanahan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang yang meliputi faktor-faktor penyebab terjadinya sengketa pertanahan, upaya-upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan sengketa pertanahan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam menyelesaikan sengketa pertanahan tersebut, dalam hal ini oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, kemudian analisis ini dipaparkan secara sistematis sehingga diperoleh kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Dipilihnya analisis secara


(43)

deduktif adalah agar gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara lebih mendalam dan integral antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya, sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diteliti.


(44)

BAB II

FAKTOR-FAKTOR DOMINAN YANG MENYEBABKAN TIMBULNYA SENGKETA PERTANAHAN DI KABUPATEN DELI SERDANG

A. Sengketa Pertanahan Sebagai Gejala Sosial

Penyebab utama dari adanya sengketa dapat ditelusuri dari akar-akar ekonomi, politik sengketa di bidang pertanahan dilihat sebagai suatu masalah ekonomi politik dan oleh karena itu upaya-upaya penyelesaiannyapun haruslah mempertimbangkan pada faktor-faktor ekonomi politik51. Sengketa hak atas tanah timbul karena adanya pengaduan/keberatan dari orang/Badan Hukum yang berisi keberatan dan tuntutan terhadap suatu keputusan tata usaha negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional dimana keputusan pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tertentu.52

Meningkatnya berbagai masalah pertanahan di berbagai daerah saat ini, dapat diamati dari berbagai isi pemberitaan media massa baik surat kabar maupun elektronik yang hampir setiap hari memuat berita tentang sengketa di bidang pertanahan.

Dari berbagai permasalahan yang terjadi seputar masalah sengketa pertanahan di masyarakat tersebut, hanya sebahagian kecil saja yang memperoleh penyelesaian secara tuntas selebihnya penyelesaian yang dilakukan hanya bersifat politis bahkan

51

Hadi Mulyo, Mempertimbangkan APR,Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar

Pengadilan, Elsam, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, 1997.

52

Ali Achmad Chomzah, Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2003, hlm. 29.


(45)

dengan penyelesaian sifatnya sementara saja, sehingga tetap menjadi atau menyimpan masalah53. Pada saat masalah sengketa pertanahan muncul ke permukaan, hukum dituding tidak dapat melindungi hak-hak atas tanah rakyat, dimana seharusnya hukum berpihak kepada golongan ekonomi lemah, sebagaimana dijanjikan dalam Pasal 11 UUPA. Oleh karena itu janji hukum agraria untuk melindungi hak atas tanah rakyat dirasakan jauh dari kenyataan, hanya dapat terwujud dalam impian sebagai penyelesaian masalah sengketa pertanahan di masyarakat yang hanya dalam cita-cita semata. Akhirnya rakyat yang terus mengharapkan penyelesaian yang adil dalam kenyataan yang didambakannya menjadi putus asa untuk memperoleh penyelesaian hukum.

Masyarakat menilai penyelesaian sengketa pertanahan selalu berpihak kepada kelompok tertentu yang tak pantas untuk dilindungi. Sedangkan pihak yang tak pantas memperoleh perlindungan hukum tersebut tak pernah iba melihat nasib rakyat yang tertindas hak atas tanahnya dan pada akhirnya rakyat kehilangan kesabaran, dan melakukan tindakan yang berada di luar jalur hukum. Kenyataan ini membuat masyarakat pesimis terhadap penyelesaian sengketa pertanahan yang mereka hadapi secara hukum sehingga akhirnya melahirkan tindakan yang berada di luar jalur hukum yang menimbulkan konflik berkepanjangan di masyarakat. Dampak sosial konflik adalah terjadinya kerenggangan sosial diantara warga masyarakat, termasuk hambatan bagi terciptanya kerjasama diantara warga masyarakat. Dalam hal kontrak terjadi antar instansi pemerintah, hal ini menghambat terjadinya koordinasi kinerja

53

Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria,


(46)

publik yang baik. Dapat juga terjadi penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah berkenaan pelaksanaan tata ruang.

Penyelesaian terhadap kasus-kasus terkait sengketa perdata pada umumnya ditempuh melalui jalur pengadilan dengan dampak sebagaimana diuraikan di atas. Kasus-kasus berkenaan dengan pelanggaran peraturan landreform menunjukkan

perlunya peningkatan penegakan hukum di bidang landreform sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang melandasinya. Terhadap kasus-kasus penggarapan rakyat atas tanah-tanah perkebunan, tampaknya penyelesaian yang lebih efektif adalah melalui jalur non pengadilan yang pada umumnya ditempuh melalui cara-cara perlindungan yang dipimpin atau diprakarsai oleh pihak ketiga yang netral atau tidak memihak.

B. Jenis-jenis Sengketa Pertanahan di Kabupaten Deli Serdang

Jenis-jenis sengketa pertanahan yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang dapat dikelompokkan menjadi tujuh bagian besar yaitu.54

1. Tanah warisan

2. Pelepasan hak dan ganti rugi 3. Jual beli

4. Penguasaan (penyerobotan) tanah 5. Batas-batas tanah

6. Ganti kerugian 7. Pengosongan tanah 1. Tanah warisan

54

Wawancara dengan Muhammad Irsan, Staff Bidang Sengketa Perkara, Kantor Pertanahan Kab. Deli Serdang pada tanggal 25 Juni 2010.


(47)

Sengketa tanah warisan yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang pokok permasalahan yang disengketakan adalah tentang pemegang hak, tentang pemindahan hak yang dikuasai oleh pihak ketiga, terhadap jual beli tanah warisan yang belum dibagi kepada ahli waris. Pada sengketa ini yang dipersoalkan adalah tentang Penerbitan sertifikat ke atas nama seluruh ahli waris dimana tanah tersebut belum dibagi kepada masing-masing ahli waris (masih dalam boedel waris) namun telah diterbitkan sertifikat hak milik atas nama salah seorang ahli waris. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku karena harus diterbitkan juga ke atas nama ahli waris yang lain, terkecuali ahli waris tersebut telah melepaskan hak kewarisannya atau menyetujui tanah tersebut diatas namakan kepada salah satu ahli waris saja. Pada sengketa ini, ahli waris bersengketa dengan pihak ketiga mengenai hak kepemilikan atas tanah warisan tersebut.

Contoh sengketa tanah warisan adalah tanah dengan Sertifikat No. 51/Patumbak Kampung atas nama B yang diterbitkan sekitar bulan Oktober 1988, dimana kepemilikan atas hak tanah tersebut adalah milik para ahli waris yaitu C, D, E dan F. Penerbitan Sertifikat No. 51/Patumbak Kampung atas nama B tersebut dipermasalahkan oleh ahli waris yang lain yaitu C, D, E dan F.

2. Pelepasan hak dan ganti rugi

Pada sengketa tanah dengan jenis pelepasan hak dengan ganti rugi dan sengketa jual beli, jenis sengketa yang dipermasalahkan adalah tentang pengalihan haknya yang dialihkan kepada pihak pembeli sebelum dilakukan pembagian kepada ahli waris. Pelepasan hak dan ganti rugi lainnya mempersoalkan terhindarnya surat


(48)

pelepasan hak dan ganti rugi tersebut cacat hukum dan tidak terpenuhinya uang pembayaran ganti rugi pada peralihan hak tersebut atau harga pelepasan hak dan ganti rugi tidak sesuai dengan harga pasaran tanah di daerah tersebut. Pada sengketa mengenai tidak adanya kesesuaian atas harga ganti rugi atas tanah tersebut, biasanya melibatkan kelompok masyarakat dengan badan hukum baik swasta maupun pemerintah. Pada sengketa pelepasan hak dan ganti rugi dengan pokok permasalahan kesesuaian harga ganti rugi para pihak tidak mengindahkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 mengenai pelepasan hak dan ganti rugi atas tanah untuk kepentingan umum. Pada sengketa jenis pelepasan hak dan ganti rugi ini, masyarakat pemilik tanah sering dirugikan dalam hal harga ganti rugi sehingga terjadi perlawanan oleh masyarakat tersebut terhadap badan hukum baik swasta maupun pemerintah. 3. Jual beli

Untuk jenis sengketa jual beli yang dipermasalahkan adalah tentang pengalihan haknya kepada pihak ketiga, kemudian mempersoalkan tentang ganti rugi tentang batas-batas tanah yang diperjualbelikan. Pengertian batas-batas tanah yang diperjual belikan disini adalah bahwa pada saat terjadinya jual beli, batas-batas tanah yang diperjualbelikan tersebut kurang jelas, sehingga pada saat telah terjadi jual beli pihak ketiga merasa keberatan karena menganggap tanah yang telah diperjual belikan tersebut melampaui batas-batas hak kepemilikannya. Sengketa jual beli ini juga ada yang mempermasalahkan tentang penguasaan (penyerobotan) hak dengan cara mendirikan tonggak - tonggak di atas tanah yang telah dijual kepada pembeli. Jenis sengketa jual beli yang paling unik adalah mempersoalkan tentang penerbitan


(49)

sertifikat mempermasalahkan tentang tumpang tindih hak dan mempersoalkan tentang perjanjian dalam pengikatan jual beli.

4. Penguasaan (penyerobotan) tanah

Jenis sengketa lainnya yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang adalah sengketa penyerobotan tanah. Jenis sengketa ini memperkirakan tentang pengalihan haknya, penyerobotan haknya dengan cara mendirikan bangunan di atas tanah milik orang lain. Selain itu memperkarakan tentang penerbitan sertifikat juga memperkarakan tentang perjanjiannya.

5. Batas-batas tanah

Jenis sengketa tanah lainnya yang juga cukup banyak terjadi di Kabupaten Deli Serdang yaitu sengketa mengenai batas-batas tanah. Sengketa jenis ini mempermasalahkan tentang penyerobotan batas-batas tanah ini ada yang mendirikan bangunan di atas batas-batas tanah yang menjadi hak milik orang lain. Sengketa batas tanah juga mempersoalkan tentang penerbitan sertifikat dari batas-batas tanah. Selain itu juga mempersoalkan tentang ganti rugi terhadap batas-batas tanah yang disebabkan dari jual beli.55

6. Ganti kerugian

Sengketa tanah lainnya yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang adalah sengketa mengenai ganti rugi atas tanah. Pada jenis sengketa ini yang menjadi masalah adalah mengenai ganti kerugian yang tidak sesuai dengan perjanjian, ganti

55

Wawancara dengan Muhammad Ridwan Nasution, Staff Bidang Sengketa Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang Pada Tanggal 23 April 2010.


(50)

kerugian terhadap batas-batas tanah yang kabur, terhadap batas-batas tanah yang cacat hukum pada pelaksanaannya karena tidak terpenuhinya uang pembayaran. 7. Pengosongan tanah

Jenis sengketa pengosongan tanah ini merupakan suatu keputusan dari pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap yang akan dieksekusi oleh aparat yang berwenang dalam pengosongan tanah tersebut. Sengketa yang terjadi pada umumnya adalah pemilik tanah yang akan dikosongkan tetap bertahan menduduki tanah tersebut meskipun ia telah kalah dalam putusan pengadilan dalam hal kepemilikan atas tanah tersebut. Aparat yang berwenang dalam melakukan pengosongan tanah pada umumnya terpaksa melakukan upaya paksa untuk mengeluarkan pihak yang tidak berwenang menduduki tanah tersebut. Sengketa atas pengosongan tanah tersebut sering terjadi diakibatkan oleh kurangnya kesadaran hukum dari masyarakat dalam menerima keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Dari beberapa jenis sengketa yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009 dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis sengketa perkara yang paling dominan terjadi di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang. Adapun jenis sengketa perkara yang dominan terjadi pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009 adalah seperti yang diuraikan pada tabel di bawah ini :


(51)

Tabel 1.

Sengketa Perkara Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009

No Perkara Perdata, PTUN Penggugat Tergugat Tipologi Perkara

Objek gugatan/lokasi

Pokok Gugatan

Putusan Keterangan 1 38/G/2000/PTUN-MDN Muchtar bin Yahya

dkk 113 orang

- Camat LP - Kakantah Deli Serdang - Mirah LT.IV Intervensi Sengketa prosedur penetapan hak dan pendaftaran tanah Sertifikat Hak Milik No. 213/Desa Petapakan Menyataka n batal atau tidak sah sertifikat HM No. 213/Desa Petapakan a. PN/P-Tuan b. PT/PT- Tun c. Kasasi Kasasi

2 78/G/2002/PTUN-MDN Dr. H. Agusman Sutan Basya

- Kakantah Deli Serdang - M. Yasin Srg Sengketa prosedur penetapan hak dan pendaftaran tanah

HM No.730/ LP. Pekan Menyataka n batal atau tidak sah sertifikat HM No. 730/LP. Pekan a.Gugatan ditolak b.Banding ditolak DK

3 46/G/2004/PTUN-MDN Yusni A. Kakantah

Deli Serdang PT. Pancing Busines Center Sengketa prosedur penetapan hak dan pendaftaran tanah HGB No. 1782/Medan Estate Menyataka n batal atau tidak sah sertifikat HGB No. 1782/M.Es tate

a. Gugatan ditolak b.Banding ditolak c.Kasasi ditolak

Kasasi

4 18/G/2005/PTUN-MDN H. Thamrin Maharaja

- Kakantah Deli Serdang - Ahmat Jinat

Sengketa prosedur penetapan hak dan pendaftaran tanah HGB No. 498/Helvetia Menyataka n batal atau tidak sah sertifikat HGB No. 498/Helvet ia a.Gugatan dikabulkan b.Banding dikabulkan

5 15/G/2005/PTUN-MDN Budi Suyalino - Makekata Rosana Purba Sengketa prosedur penetapan hak dan pendaftaran tanah

HM No. 146 Mulio Regio Menyataka n batal atau tidak sah sertifikat HM No. 146/Desa Muliorejo a.Gugatan dikabulkan b.Banding dikabulkan c.Kasasi ditolak d.DK ditolak

6 49/G.TUN/2005/PTUN-MDN

Tarunijan dkk - Kakantah Deli Serdang - PTPN II

Sengketa prosedur penetapan hak dan pendaftaran tanah HGB No/110/ Sampali Menyataka n batal atau tidak sah sertifikat HGB No. 110/Desa Sampali a.Gugatan dikabulkan b.Banding dikabulkan Kasasi

7 04/G.TUN/2005/PTUN-MDN

Berthe Samosir - PT. Anugrah Sawindo - Kakantah Deli Serdang - PTPN II

Sengketa prosedur penetapan hak dan pendaftaran tanah HGU No.115/ Bandar Klippa Menyataka n batal atau tidak sah sertifikat HGU No. 115/Banda a.Gugatan ditolak b Banding ditolak


(52)

No Perkara Perdata, PTUN Penggugat Tergugat Tipologi Perkara Objek gugatan/lokasi Pokok Gugatan

Putusan Keterangan r Lippa

8 24/G.TUN/2005/PTUN-MDN

Ir. Edward Pratogi Rangondian Tampubolon

- Kakantah Deli Serdang - MG Kok Sin Sengketa prosedur penetapan hak dan pendaftaran tanah

HM No.1486/ Desa Sampali Menyataka n batal atau tidak sah sertifikat HM No. 1486/ Desa Sampali a.Gugatan diterima b.Banding ditolak c.Kasasi ditolak DK

9 33/G.TUN/2006/PTUN-MDN Rante Kilat Sinulingga dkk - Kakantah Deli Serdang - Mukti Daulay Sengketa prosedur penetapan hak dan pendaftaran tanah

HM No.1/ Desa Namorambe Julu Menyataka n batal atau tidak sah sertifikat HM No. 1/Desa Namoram be Julu

a. Gugatan ditolak b.Banding dikabulkan c.Kasasi dikabulkan

10 34/G.TUN/2006/PTUN-MDN Nimban Ginting dkk - Kakantah Deli Serdang - Tapi Suhandari Lubis Sengketa prosedur penetapan hak dan pendaftaran tanah

HM No.1/ Desa Namorambe Julu Menyataka n batal atau tidak sah sertifikat HM No. 1/Desa Namoram be Julu

a. Gugatan ditolak b.Banding dikabulkan c.Kasasi ditolak

Kasasi

11 05/G.TUN/2008/PTUN-MDN

Daniel Saragih - PTPN II - Kakantah Kab. Deli Serdang Sengketa penguasaan dan kepemilikan/ tuntutan pengembalian tanah garapan masyarakat.

Desa Saentis Kec. Percut Sei Tuan

Menyataka n batal atau tidak sah sertifikat HGU No. 112/Saenti s cacat hukum

a. Gugatan ditolak b.Banding ditolak c.Kasasi ditolak

Kasasi

12 08/G.TUN/2008/PTUN-MDN Telista Sinulingga dkk Kakantah Kab. Deli Serdang Sengketa prosedur penetapan hak dan pendaftaran tanah

HM No. 286/ HM No. 288 dan HM No. 289/Desa Deli Tua Kec. Namorambe - Fiktif negatif tergugat tidak menjawab surat penggugat No. B. 29/BHAP-HIPSI/200 7 tgl. 29-9-2007. - Menyataka n cacat hukum sertifikat HM No. 286, No. 288 dan No. 239/ Delitua

a. Gugatan tidak dapat diterima b.Banding ditolak c.Kasasi ditolak

Kasasi

13 26/G.TUN/2008/PTUN-MDN

Tengku Mira Laura - Amir Simatupang

Sengketa prosedur

Sertifikat HM No. 76/ Patumbak

Penggugat memohon

a.Gugatan


(1)

Deli Serdang, upaya untuk musyawarah dan mediasi tersebut sebagian besar berhasil mencapai penyelesaian sengketa.

3. Hambatan-hambatan yang dialami oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang dalam penyelesaian sengketa pertanahan di daerahnya adalah terbatasnya pengetahuan dibidang hukum pertanahan dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam memahami aturan-aturan hukum dibidang pertanahan sehingga masing-masing pihak tetap bertahan, pada prinsip dan kehendaknya masing-masing-masing-masing dalam mempertahankan haknya, baik pada saat mediasi berlangsung maupun pada saat keputusan yang telah diambil dalam pelaksanaan mediasi melalui kesepakatan para pihak yang bersengketa menjadi gagal dilaksanakan dengan sengketa tidak berhasil diselesaikan dengan cara perdamaian.

B. Saran

1. Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang perlu melaksanakan pendataan ulang terhadap tanah-tanah yang bersengketa dalam hal untuk memenuhi kepastian hukum, hak kepemilikan atas tanah tersebut secara administratip sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pertanahan sehingga ke depan dapat memanilisir masalah sengketa pertanahan yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang.

2. Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, perlu mensosialisasikan cara penanganan masalah sengketa pertanahan di daerahnya melalui jalur mediasi, agar masyarakat, para pihak yang bersengketa dapat lebih merasakan manfaat


(2)

dan keuntungan dalam penyelesaian sengketa tanah melalui jalur mediasi. Perlu pula dilakukan pengembangan teknik dan cara pelaksanaan mediasi kea rah yang lebih profesional sehingga dapat lebih menyelesaikan keberhasilan penyelesaian sengketa pertanahan tersebut tanpa jalur litigasi (Pengadilan). Jalur litigasi (Pengadilan) merupakan sarana terakhir, apabila upaya yang telah dilaksanakan melalui jalur mediasi gagal membuahkan hasil.

3. Pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang perlu lebih mensosialisasikan peraturan-peraturan yang terkait dibidang pertanahan untuk

dapat mencegah dan mengantisipasi terjadinya sengketa pertanahan di daerahnya, melalui cara penyuluhan dan penerangan kepada masyarakat

secara langsung dengan memberikan ceramah-ceramah/pertemuan dengan masyarakat Kabupaten Deli Serdang dan juga melalui brosur-brosur, Katalog maupun spanduk-spanduk yang bertuliskan peraturan – peraturan yang pada hakekatnya bertujuan untuk meminimalisir masalah sengketa pertanahan yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Badrulzaman, Mariam Darus, KUH Perdata, Buku III, Hukum Perikatan, Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1993.

Brata, Sumadi Surya, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998. BPHN, Seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta, Jakarta,

1976.

Chomzah, Ali Achmad, Hukum Pertanahan (Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah), Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2003.

Creswell, W. John, Research Design, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Ahli Bahasa Angkatan III dan IV Kajian Ilmu Kepolisian (KIK) UI Bekerjasama dengan Nur Khabibah, Kata Pengantar Parsudi Suparlan, KIK Press, Jakarta, 1994.

Dalimunthe, Chadidjah, Politik Hukum Agraria Nasional Terhadap Hak-hak Atas Tanah, Yayasan Pencerahan Mandailing, Medan, 2008.

Ediwarman, Perlindungan Hukum Bagi Korban Kasus-kasus Pertanahan di Sumatera Utara, 2001, Disertasi.

Harahap, M. Yahya, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.

_____________, Tinjauan Hukum Pertanahan Diwaktu Lampau, Sekarang dan Masa Akan Datang, Makalah, Seminar Nasional Pertanahan dalam rangka HUT UUPA ke XXXII, Yogyakarta, 1992.

_____________, Beberapa Catatan yang Perlu Mendapat Perhatian Atas UU No. 30 Tahun 1999, dalam Jurnal Hukum Bisnis, Volume 21, Oktober-November 2002.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 1996.

_____________, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, 2005.


(4)

Indonesia Legal Center Publishing, Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Tanah, Karya Gemilang, Jakarta, 2009.

Kamelo, Tan, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2006.

Kusnadi, Mohammad dan Ibrahim, Hormaily, Hukum dan Tata Negara Indonesia, Fakultas Hukum UI, Jakarta, jo. Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994.

Marpaung, Leden, Unsur-unsur Perbuatan yang Dapat dihukum (DELIK), Sinar Grafika, Jakarta, 1941.

Mulyo, Hadi, Mempertimbangkan ADR, Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan, ELSAM, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, 1997.

Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1984.

Parlindungan, AP, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1993. _____________, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju,

Bandung, 1998.

_____________, Pendaftaran Tanah di Indonesia Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998), Mandar Maju, Bandung, 1999.

_____________, Berakhirnya Hak-hak Atas Tanah, Menurut Sistem UUPA, Mandar Maju, Bandung, 2001.

PAF, Lamintang, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru Bandung, 1990.

PAF, Lamintang dan Samosir, Djisman, Delik-delik Khusus Kejahatan yang Ditunjukkan Terhadap Hak Milik dan Lain-lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, Tarsito, Bandung, 1983.

Petunjuk Teknis Badan Pertanahan Nasional Nomor 05/Juknis/D.V/2007 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi Angka Romawi II Butir 1.


(5)

Purbacaraka, Purnadi dan Soekanto, Soerjono, Perihal Kaedah-kaedah Hukum, Alumni Bandung, 1978.

Purba, Hasim, dkk, Sengketa Pertanahan dan Alternatif Pemecahan, Cahaya Ilmu, Medan, 2006.

Rasyidi, Lili, Dasar-dasar Filsfat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Santoso, Urip, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2005.

Sitorus, Oloan, Pelepasan atau Penyerahan Hak Sebagai Cara Pengadaan Tanah, Dasamedia Utama, Jakarta, 1995.

Soedharyo, Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2001. Soeharto, RM, Hukum Pidana Materil dan Unsur-unsur Obyektif sebagai Dasar

Dakwaan, Sinar Grafika, Jakarta, 1993.

Soetiknjo, Iman, Politik Agraria Nasional, Hubungan Manusia dengan Tanah Berdasarkan Pancasila, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993. _____________, Politik Agraria Nasional, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, 1994.

Soekanto, Soerjono, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali, Jakarta, 1982.

_____________, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1984.

_____________, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-masalah Sosial, Citra Aditya Bakti Bandung, 1989.

Soeripto, Untung, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007.

Soemardjono, SW. Maria, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi & Implementasi, Kompas, Jakarta, 2001.

Soesilo, RM., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia Bogor, 1991.


(6)

Subekti, R., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dengan

Tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-Undang

Perkawinan, Paradnya Paramita, 1987.

Sumardjono, SW. Maria, Nurhasan Ismail, Isharyanto, Mediasi Sengketa Tanah, Kompas, Gramedia, Jakarta, 2008.

_____________, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2008.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.

Sutedi, Adrian, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

_____________, Tinjauan Hukum Pertanahan, Pradnya Paramita, Jakarta, 2009. Syahrin, Alvi, Beberapa Masalah Hukum, Sofi Media, Medan, 2009.

Thalib, Hambali, Sanksi Pemidanaan dalam Konflik Pertanahan, Rencana Prenada Media, Jakarta, 2009.

Wiryani, Fifik, Prospek Arbitrase dalam Penyelesaian Sengketa Binis di Indonesia, dalam Jurnal Legality, Volume 12 Nomor1, Edisi Maret-Agustus 2004.

Wisman, JJJ., Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Penyunting M. Hisyam, UI Press, Jakarta, 1996.

Yamin, Muhammad, Lubis, Abdul Rahim, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kepres No. 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.