Ketentuan Jual Beli Penyelesaian Sengketa Pertanahan Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

111 nyata dari tanah tersebut dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak NJOP Bumi dan Bangunan yang terakhir. Pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. 93 Maria S.W. Soemardjono lebih lanjut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan nilai nyata adalah “market value atau harga yang wajar”, yaitu harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli untuk sebidang tanah dalam keadaan yang wajar, tanpa adanya unsur paksaan untuk penjual atau pembeli. 94

4. Ketentuan Jual Beli

Menurut Subekti dalam Soimin Soedharyo, 95 dinyatakan bahwa dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, persetujuan jual beli merupakan persetujuan kehendak antara penjual dan pembeli mengenai suatu barang dan harga. Karena tanpa barang yang akan dijual dan tanpa harga yang dapat disetujui antara dua belah pihak, maka tidak mungkin ada jual beli, atau jual beli tidak pernah terjadi, atau dengan perkataan lain jual beli yang dimuat di dalam hukum perdata belum memindahkan hak milik sebelum dilakukan penyerahan atau levering. Sedangkan di dalam hukum adat, jual beli sudah terjadi sejak pembayaran panjar diikuti dengan pencicilan Yurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 3 Juni 1970 No. 457 KSip1967. 93 Ibid 94 Maria SW Soemardjono, Op.cit. 95 Soimin Soedharyo, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hlm. 86-67. Universitas Sumatera Utara 112 Dalam jual beli sebidang tanah terbuka kemungkinan pihak ketiga dengan atau tanpa tanda bukti hak yang dapat diterima atau ditolak bahwa tanah tersebut adalah miliknya dan akan lebih merepotkan lagi jika tanah yang sudah dibeli telah ada bangunan yang sudah ditempati atau dibeli oleh pihak lain. Untuk menghindari hal ini perlu dipastikan bahwa transaksi jual beli harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT sesuai dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 jo Nomor 24 Tahun 1997. Berdasarkan pernyataan Pasal 19 tersebut diatas, bahwa jual beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria. Hal ini sebagai bukti telah terjadi suatu jual beli sesuatu hak atas tanah dan PPAT yang ditunjuk oleh Menteri Agraria untuk membuat aktanya. Konsepsi Hukum Adat Tanah Nasional terdapat syarat untuk sahnya jual beli yaitu terpenuhinya “tunai, riil, terang”. Yang dimaksud dengan “tunai” adalah bahwa penyerahan hak oleh penjual dilakukan bersamaan dengan pembayaran oleh pembeli dan seketika itu juga hak sudah beralih. Harga yang dibayarkan itu tidak harus lunas, selisih harga dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual yang termasuk dalam lingkup hukum utang-piutang. “Riil” berarti bahwa kehendak yang diucapkan harus diikuti dengan perbuatan nyata, misalnya dengan telah diterimanya uang oleh penjual, dan dibuatnya perjanjian dihadapan kepala desa. Sedangkan “terang” dimaksudkan bahwa perbuatan hukum jual beli tanah tersebut dilakukan di hadapan kepala desa Universitas Sumatera Utara 113 untuk memastikan bahwa perbuatan itu tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku. 96 Dari uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa tunaikontan, riil dan terang tersebut dimaksudkan jika jual beli dilakukan tanpa dihadapan Kepala DesaCamat atau tanpa akta autentik dari Pejabat Pembuat Akta Tanah maupun dari Notaris jual beli tetap dianggap sah sepanjang syarat materialnya yang berupa uang dari harga jual beli tersebut dibayar lunas oleh pembeli sudah terpenuhi, hal ini sejalan dengan konsepsi hukum agraria yang berlandaskan kepada hukum Adat Undang-Undang Pokok Agraria masih tetap diberlakukan dan hal tersebut sesuai dengan Keputusan Mahkamah Agung Tanggal 19 September 1971 Nomor 123KSip1971. 97 Terhadap tanah warisan yang berhak menjualnya adalah salah seorang yang telah ditunjuk sebagai ahli waris, atau para ahli warisnya jika mereka ditunjuk bersama-sama sebagai ahli waris maka secara bersama-sama mereka bertindak sebagai penjual. Apabila salah seorang tidak turut menjual maka jual beli tersebut dianggap batal oleh hukum. Untuk tanah adat yang belum bersertifikat jual beli dapat dilakukan dengan cara seperti yang diatur di dalam Pasal 25 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dengan melampirkan : 98 1 Surat Keterangan Pendaftaran Tanah SKPT dari KPT yang menyatakan antara lain, bahwa hak atas tanah itu belum mempunyai sertifikat. 96 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 75. 97 Ibid. 98 Boedi Harsono, Op.cit, hlm. 238. Universitas Sumatera Utara 114 2 Surat bukti hak atas tanah 3 Surat Keterangan Lurah yang dikuatkan oleh Camat yang membenarkan surat bukti hak atas tanah tersebut. 4 Surat tanda bukti biaya pendaftaran. Untuk tanah yang masih merupakan boedel warisan maka harus ada surat keterangan ahli waris menurut ketentuannya masing-masing. Agar tanah yang sudah dibeli mendapatkan kekuatan hukum dan kekuatan pembuktian jika sengketa dikemudian hari maka jual beli harus dilakukan dihadapan Notaris PPAT, namun untuk tanah yang belum bersertifikat atau masih merupakan tanah adat, perbuatan jual beli ini belum dapat didaftarkan. Untuk memohonkan haknya agar dapat di daftarkan dilakukan dengan cara mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah untuk konversi hak dan sekaligus pembuatan sertifikat hak atas tanah tersebut.

5. Ketentuan Wanprestasi Ingkar Janji