Manifestasi Penyakit Tuberkulosis Di Rongga Mulut ( Laporan Kasus )

(1)

MANIFESTASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI RONGGA

MULUT

(LAPORAN KASUS)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

AMEE SAFFIA NIM: 060600147

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 28 April 2010

Pembimbing : Tanda tangan

Syuaibah Lubis, drg. ... NIP : 1946 1120 197306 2001


(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 21 April 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Syuaibah Lubis, drg.

ANGGOTA : 1. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM. 2. Wilda Hafny Lubis, drg., MSi.


(4)

Fakultas Kedokteran Gigi

Bagian Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2010

AMEE SAFFIA

MANIFESTASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI RONGGA MULUT

( LAPORAN KASUS )

viii + 29 halaman

Penyakit Tuberkulosis adalah salah satu penyakit sistemik yang mempunyai tanda dan gejala pada rongga mulut. Penelitian-penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa pasien tuberkulosis memiliki manifestasi oral terutama ulser.

Walaupun standar hidup telah mengalami kemajuan dalam mengatasi epidemiologi, pencegahan dan perawatan penyakit, tuberkulosis masih sering menyerang masyarakat dengan standar hidup yang buruk.

Skripsi ini melaporkan kasus seorang pasien laki-laki didiagnosa penyakit

tuberkulosis di RSUP. H. Adam Malik Medan yang dijumpai ulkus pada lateral lidah,

pembesaran lidah (makroglossia) dan keilitis angularis yang meluas, menonjol dan

bergranular. Pada pasien ini juga dijumpai penyakit seperti anemia, diabetes melitus,

hipertensi dan dianggap sudah ada sebelum terjadinya penyakit TB pada pasien ini.

Beberapa penelitian menunjukkan terjadinya anemia pada penderita TB.

Dokter gigi memainkan peranan penting dalam mendeteksi TB tertentu bila lesi


(5)

dalam mulut atau ke tempat lain dalam tubuh. Bila TB disuspek atau dideteksi, pasien

harus dirujuk ke dokter spesialis paru untuk diagnosis akhir dan perawatannya.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dengan hati yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu Syuaibah Lubis drg., yang telah meluangkan waktu dan kesabarannya dalam memberi petunjuk, pengarahan, serta bimbingan sehingga skripsi ini dapat tersusun

dengan baik.Ucapan terima kasih sebesar- besarnya kepada kedua Orang Tua penulis,

Ayahanda dan Ibunda tercinta Dr.Ameenul Hussaini dan Puan Salmi Hamid yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan tanpa batas. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.Prof. Ismet Danial Nst, drg, Ph.D, Sp. Pros(K). selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas sumatera Utara.

2.Wilda Hafni Lubis, drg, MSi. selaku Ketua Departemen Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3.Sayuti Hasibuan, drg, Sp. PM. selaku tim penguji skripsi.

4.Olivia Avriyanti Hanafiah, drg, Sp, BM selaku pembimbing akademik.

5.Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6.Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan yang telah memberi keizinan kasus ini dapat dibahaskan.


(7)

7.Saudara-saudaraku tercinta Amee Sharmaine, Harvinderpal Singh, Munis Sekar dan Sree Pathy yang banyak memberi sokongan moral.

8.Abang dan kakak ko-ass stambuk 2005 dari Fakultas Kedokteran terutama Shima Khan yang banyak memberi bantuan dan bimbingan kepada penulis di Adam

Malik dalam mendapatkan informasi mengenai pasien di laporan kasus ini.

9.Kak Huda, Kak balkish, Mourent, Banu, Jana, Satthua, Jagjit dan semua teman-teman seperjuangan dari Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas Kedokteran Umum atas

bantuan, perhatian, dan motivasi yang diberikan terhadap penulis.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Penyakit Mulut.

Medan,... 2010 Penulis

(...) Amee Saffia


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... iii

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan... 2

1.4 Manfaat ………... 3

1.5 Ruang lingkup... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TUBERKULOSIS 2.1.1 Definisi... 4

2.1.2 Etiopatogenesis………... 4

2.1.3 Cara Penularan... 6

2.1.4 Tanda dan Gejala Umum... 7

2.1.5 Diagnosa... 7

2.1.6 Perawatan... 9

2.1.6.1 Perawatan TB secara umum……….. 2.2 EVALUASI DAN PENANGGULANGAN GIGI DAN MULUT…...11

2.3PATOGENESIS KETERLIBATAN RONGGA MULUT PADA………...13

PENYAKIT TB 2.4 GAMBARAN KLINIS PENYAKIT TB DI RONGGA MULUT………14


(9)

BAB 3 LAPORAN KASUS... 17

BAB 4 PEMBAHASAN... 20

BAB 5 KESIMPULAN... 26


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Bakteri Mikobakterium tuberkulosis 5

2.2 Penyebaran Bakteri TB 6

2.3 Cara tes mantoux dilakukan 8

2.4 Pemeriksaan radiografi pada dada yang menunjukkan bilateral extensive 8

tuberculosis. 2.5 Ulser pada dasar mulut dan permukaan lingual lidah 16

2.6 Ulser pada permukaan lingual lidah 16

2.7 Ulser pada lidah 16

2.8 Ulser pada kanan bukal mukosa 16

2.9 Keilitis angularis pada kedua sudut mulut dan makroglossia pada lidah 19

3.0 Ulkus pada kanan lidah pasien 19


(12)

Fakultas Kedokteran Gigi

Bagian Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2010

AMEE SAFFIA

MANIFESTASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI RONGGA MULUT

( LAPORAN KASUS )

viii + 29 halaman

Penyakit Tuberkulosis adalah salah satu penyakit sistemik yang mempunyai tanda dan gejala pada rongga mulut. Penelitian-penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa pasien tuberkulosis memiliki manifestasi oral terutama ulser.

Walaupun standar hidup telah mengalami kemajuan dalam mengatasi epidemiologi, pencegahan dan perawatan penyakit, tuberkulosis masih sering menyerang masyarakat dengan standar hidup yang buruk.

Skripsi ini melaporkan kasus seorang pasien laki-laki didiagnosa penyakit

tuberkulosis di RSUP. H. Adam Malik Medan yang dijumpai ulkus pada lateral lidah,

pembesaran lidah (makroglossia) dan keilitis angularis yang meluas, menonjol dan

bergranular. Pada pasien ini juga dijumpai penyakit seperti anemia, diabetes melitus,

hipertensi dan dianggap sudah ada sebelum terjadinya penyakit TB pada pasien ini.

Beberapa penelitian menunjukkan terjadinya anemia pada penderita TB.

Dokter gigi memainkan peranan penting dalam mendeteksi TB tertentu bila lesi


(13)

dalam mulut atau ke tempat lain dalam tubuh. Bila TB disuspek atau dideteksi, pasien

harus dirujuk ke dokter spesialis paru untuk diagnosis akhir dan perawatannya.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mulut merupakan bagian tubuh yang penting, yang dapat terserang penyakit lokal atau ikut berperan pada berbagai keadaan sistemik. Penyakit- penyakit pada rongga mulut dapat disebabkan oleh iritan lokal maupun yang berhubungan dengan penyakit sistemik. Beberapa penyakit sistemik memiliki gejala dan tanda pada rongga mulut. Salah satu penyakit sistemik yang memiliki gejala dan tanda pada rongga mulut adalah tuberkulosis.1,2

Penyakit tuberkulosis ini dijumpai diseluruh dunia. Walaupun prevalensi penyakit ini berkurang beberapa dekade yang lalu, jumlah kasus mulai meningkat sejak tahun 1985.3 Angka kematian berkisar kurang dari 5-100 kematian per 100.000 penduduk pertahun. Angka kesakitan dan kematian meningkat menurut umur. Di Amerika Serikat pada 1974 dilaporkan angka insidensi sebesar 14.2 per 100.000 penduduk. Di Sumatera Utara saat ini diperkirakan ada sekitar 1279 penderita dengan Bakteri Tahan Asam positif. Di kota Medan, dilaporkan pada tahun 1999/2000 ditemukan 359 orang penderita dengan insiden penderita tuberkulosis paru 0.18 per 1000 jumlah penduduk. Pada penyakit TB, jaringan yang paling sering terkena adalah paru – paru yaitu 95,9%.4 Di Rumah Sakit Haji Adam Malik , banyak dijumpai penderita TB yang dirawat inap.

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (TB) , sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti selaput otak, kulit, tulang, kelenjar getah


(15)

bening termasuk rongga mulut.6,7 Mukosa oral merupakan lokasi yang sering terjadi infeksi TB dan yang lebih sering adalah TB sekunder. Manifestasi oral yang dijumpai pada TB dapat berupa ulser superfisial, bercak (patch), lesi jaringan lunak dengan indurasi atau lesi pada rahang yang dapat berupa TB osteomielitis.3

Dalam satu studi evaluasi klinis pada 42 kasus TB menunjukkan 69.1% pasien mengalami ulser oral, 21.4% berkaitan dengan tulang, 14.3% berkaitan dengan kelenjar saliva dan lymph node. Tujuh puluh sembilan koma empat persen dari kasus adalah TB paru.6 Menurut Farber dkk, kurang dari 0.1% penderita TB mempunyai lesi mulut.13 Sedangkan menurut Katz kira-kira 20% dari 141 pasien mempunyai lesi di rongga mulut pada dasar lidah. Jadi pada umumnya lesi mukosa mulut jarang terjadi secara primer, tetapi sering terjadi secara sekunder dari TB paru.13 Beberapa penderita TB di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan yang dirawat inap dijumpai adanya lesi di rongga mulut berupa ulser.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penting untuk diketahui : 1. Bagaimana gambaran klinis di rongga mulut pasien TB ?

2. Bagaimana cara mendiagnosa dini TB melalui gejala dan tanda pada rongga mulut.

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah :

1. Menjelaskan gambaran klinis pasien TB yang dirawat inap di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan.


(16)

2. Menjelaskan cara mendiagnosa dini TB melalui gejala dan tanda pada rongga mulut dan penatalaksanaannya.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi ini :

1. Menambah pengetahuan mengenai penyakit mulut yang disebabkan oleh TB terutama gambaran klinisnya.

2. Agar dapat merencanakan perawatan penyakit mulut tersebut.

3. Dapat mampu mendiagnosa dini TB dengan melihat gejala dan tanda- tanda di rongga mulut.

4. Dokter gigi dapat dilibatkan dalam mendeteksi penyakit TB melalui rongga mulut, dan merawat penderita TB dengan dokter penyakit dalam.

1.5 Ruang Lingkup

Skripsi ini mencakup penjelasan mengenai definisi penyakit TB, etiopatogenesis, cara penularan, tanda dan gejala umum, diagnosa, perawatan TB juga menjelaskan evaluasi dan penanggulangan gigi dan mulut, patogenesis keterlibatan rongga mulut pada penyakit TB, dan gambaran klinis penyakit TB di rongga mulut. Skripsi ini juga menjelaskan suatu laporan kasus dan pembahasan kasus tersebut.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik yang dapat terjadi di seluruh dunia dengan beberapa manifestasi klinis.13-14,16 Walaupun standar hidup telah mengalami kemajuan dalam mengatasi epidemiologi, pencegahan dan perawatan penyakit, masih sering menyerang masyarakat dengan standar hidup yang buruk. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dan penyakit ini paling sering menyebabkan kematian pada negara tropis serta negara berkembang. 14-16

2.1 TUBERKULOSIS 2.1.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi basil tuberkel terutama mengenai paru-paru, tetapi juga dapat melibatkan kelenjar getah bening (scrofula), meningen (TB meningeal), ginjal (TB ginjal), tulang atau tulang belakang (penyakit Pott), dan kulit (lupus), dan TB oral. Ini juga dapat membentuk infeksi umum (TB miliary), yang melibatkan satu atau beberapa organ. Namun demikian, hal ini dapat terjadi hanya bronkitis sederhana. Setengah individu dengan sedikit resistensi, kadang-kadang hanya suatu penyakit fulminating, dengan banyak kerusakan organ yang terkena14

2.1.2 Etiopatogenesis

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Mikobaterium tuberkulosis pertama sekali digambarkan oleh Robert Koch pada tahun 1882 sebagai organisme penyebab TB.20 Organisme penyebab adalah batang gram-positif baik bersifat


(18)

sel serta nekrose jaringan. Basil Mikobaterium Tuberkulosis anaerob tidak bereaksi terhadap pewarnaan gram tetapi bereaksi terhadap pewarnaan Ziehl-Nielsen.1 Tuberkulosis yang disebabkan oleh basil Mikobaterium Tuberkulosis tahan asam dan alkohol. Ini biasanya organisme dibawa oleh partikel yang disebut dengan droplet udara dan tumbuh pada alveoli paru dan dimakan oleh makrofag. Replikasi bakteri terjadi dalam makrofag alveoli dan terjadi penyebaran infeksi limfa node regional secara lokal. Pada kebanyakan kasus, sel T-helper(CD4) mengaktifkan makrofag dan infeksi, melalui

sekresi dari sitokin dan gamma interferon dimana infeksi ditekan secara permanen atau dapat tetap laten untuk aktif kembali berbulan atau bertahun kemudian. Bila respons imun adalah kompromis dan tidak dapat mencegah replikasi bakteri, penyakit aktif dimulai. Lima hingga sepuluh persen dari pasien yang terpapar akan menjadi berkembang menjadi TB aktif selama hidupnya. Dengan infeksi aktif sering terjadi simtom berikut ini yaitu batuk kronik, demam sedang, berkeringat malam, mudah lelah, kurangnya nafsu makan, dan kehilangan berat badan. Kadang-kadang TB dapat meluas kebagian lain tubuh oleh sistem limfa dan darah. TB miliary (infeksi melalui darah) dan meningeal adalah bentuk yang paling serius dari penyakit ini dengan tingkat mortalitas yang tinggi.9


(19)

2.1.3 Cara penularan

Cara penularan yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) adalah melalui udara disebut dengan droplet alveoli yang dapat bertahan beberapa jam di udara. Tuberkulosis menular melalui udara bila penderita batuk, bersin dan berbicara. Penularan terjadi bila seseorang menghirup udara yang mengandung kuman TB. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.(Dilihat pada gambar 2.2) Karena itu TB dapat menyerang siapa saja, tanpa mengenal batasan usia, gender maupun status sosial ekonomi.4-5

Gambar 2.2: Penyebaran bakteri TB

Selain itu TB lebih mudah menular pada orang yang kondisi tubuhnya lemah, seperti kelelahan, kurang gizi, terserang penyakit atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.4-5 Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang


(20)

dapat menularkan penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menularkan.19

2.1.4 Tanda dan Gejala Umum

Gejala utama penyakit TB, adanya batuk berdahak selama tiga minggu atau lebih, dan kadang dahaknya bercampur darah. Pasien yang mengalami reaktivasi TB secara khas memperlihatkan gejala konstitusi yaitu kelelahan, kehilangan berat badan,anoreksia,demam ringan dan berkeringat malam. Gejala pulmonal meliputi batuk, yang mula- mula kering namun kemudian produktif berupa sputum purulen dan sering disertai darah.12

2.1.5 Diagnosa

Diagnosa penyakit TB dapat dilakukan melalui riwayat klinis, pemeriksaan fisik, tes tuberkulin kulit, pemeriksaan radiologis dan tes mantoux. Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis dan sering digunakan dalam "Screening TB". Efektifitas dalam menemukan infeksi TB dengan uji tuberkulin lebih dari 90%. 20

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi(Dilihat pada gambar 2.3). Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih dari 95% infeksi primer terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya kuman Mycobacterium


(21)

Tuberculosis dari kultur merupakan diagnostik TB yang positif, namun tidak mudah untuk menemukannya.20

Gambar 2.3: Cara tes mantoux dilakukan.20

Gambar 2.4: Pemeriksaan radiografi pada dada yang menunjukkan bilateral exentensive tuberculosis.24

Selain itu, pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk memperkuat diagnosa. Kultur organisme adalah bukti yang kukuh dari penyakit ini. Materi yang digunakan untuk kultur tergantung pada tempat infeksi.12 Diagnosa TB mulut membutuhkan identifikasi basil tuberkel dari biopsi spesimen jaringan. Kadang-kadang biopsi tunggal tidak dapat memperkuat diagnosa penyakit ini. Diagnosa dari lesi mukosa sulit bila tidak dijumpai adanya tanda-tanda umum dari TB.


(22)

2.1.6 Perawatan

2.1.6.1 Perawatan TB secara umum.

Pengobatan TB harus dilakukan secara tepat, efektif dan efisien untuk menekan terjadinya resistensi basillus agar tidak terjadi rileps.

a. Rawat Inap

Biasanya tidak diperlukan pada penanganan awal TB,namun perlu dipertimbangkan pada pasien yang tidak mampu merawat diri sendiri atau yang memiliki kemungkinan menularkan penyakitnya ke orang lain yang rentan TB. Rawat inap pada pasien dengan TB aktif memerlukan ruang khusus dengan ventilasi yang baik sampai pasien terbukti negatif apusan sputumnya.12

b. Terapi Obat

Tabel 1.1 Obat- obatan anti tuberkulosis, dosis, aktivitas, efek samping.12

Obat Dosis

Per hari

Dosis 2x seminggu

Dosis 3x seminggu

Efek Samping Aktivitas

Isoniazid 5mg/kg

Max: 300mg/dosis 15mg/kg Max: 900mg/dosis 15mg/kg Max: 900mg/dosis Neuritis perifer, hepatotoksik Ektraseluler, Intraseluler

Rifampin 10mg/kg Max: 600mg/dosis 10mg/kg Max: 600mg/dosis 10mg/kg Max: 600mg/dosis Hepatitis,nausea, Vomitus,flu like sindrom Ektraseluler, Intraseluler

Pirazinamid 15-30mg/kg Max: 2g/dosis 50-70mg/kg Max: 4g/dosis 50-70mg/kg Max: 3g/dosis Huperuricaemia hepatotoksik Aktif dalam suasana asam (intraseluler)

Streptomisin 15mg/kg Max: 1g/dosis 25-30mg/kg Max: 1.5g/dosis 25-30mg/kg Max: 1.5g/dosis Toksik terhadap nervus vestibular Ekstraseluler aktif pada PH netral atau basa


(23)

Rekomendasi pengobatan dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) untuk pengobatan awal tuberkulosis dapat dilihat pada tabel 1. Untuk pasien tanpa infeksi HIV, ada tiga pilihan yang dianjurkan oleh CDC: 12

1) Pilihan pertama adalah regimen empat obat yang terdiri atas isoniazid, rifampin, pirazinamid, dan etambutol atau streptomisin. Terapi dapat diberikan tiap hari atau dua – tiga kali per minggu jika diawasi secara langsung.

2) Pilihan kedua adalah kombinasi isoniazid, rifampin, pirazinamid dan streptomisin atau etambutol setiap hari selama 2 minggu, kemudian diobservasi langsung dua kali per minggu dengan pemberian obat yang sama selama 6 minggu,diikuti dengan pengawasan langsung dua kali per minggu dengan pemberian isoniazid dan rifampin selama 16 minggu bila diketahui adanya kepekaan terhadap obat ini.

3) Pilihan ketiga adalah pengawasan langsung tiga kali per minggu dengan pemberian isoniazid, rifampin, pirazinamid dan etambutol atau streptomisin selama 6 bulan.

c. Terapi preventif (Kemoprofilaksi)

Pasien yang terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis tanpa tanda penyakit aktif, mempunyai organisme dalam jumlah kecil di tubuhnya. Isoniazid profilaksi (300mg/hari untuk dewasa selama 12 bulan) pada pasien ini dapat menurunkan insidensi reaktivasi TB sebanyak 93%. Terapi preventif isoniazid biasanya diberikan selama 12 bulan, walaupun 6 bulan kelihatannya cukup efektif. Pengobatan 12 bulan penuh diperlukan oleh pasien yang terinfeksi HIV. Orang yang menjalani terapi preventif harus ditanyai tiap bulan


(24)

Kegagalan untuk menghentikan pengobatan dapat menyebabkan nekrosis hepar yang progresif.12

d. Vaksin

Sejumlah vaksin hidup TB tersedia dan dikenal secara umum sebagai BCG (Bacillus Calmette-Guerin)sesuai nama strain original bakteri yang digunakan dalam vaksin. Vaksinasi BCG diindikasikan bila kemoprofilaksi isoniazid tidak dapat digunakan.7 Rekomendasi terkini adalah vaksinasi BCG dipertimbangkan bagi orang dengan tuberkulin negatif yang berulangkali terpapar dengan orang yang terinfeksi TB tanpa diobati atau diobati secara tidak adekuat. Vaksinasi juga dipertimbangkan bagi komunitas atau kelompok yang memiliki angka infeksi baru yang tinggi walaupun telah mendapatkan pengobatan yang agresif. Vaksinasi BCG tampak efektif dalam menurunkan resiko TB dalam populasi tertentu.12

2.2 Evaluasi dan penanggulangan gigi dan mulut.

Evaluasi dental ditujukan pada pasien dengan penyakit aktif terutama yang telah melibatkan mulut. Riwayat medis harus termasuk pertanyaan mengenai anggota keluarga yang terinfeksi TB seperti kemungkinan lain yang terpapar dengan penyakit ini. Skin tes tuberkulin sebelumnya harus dicatat. Pasien yang diketahui menderita TB harus ditanyakan tentang tingkat keterlibatan penyakit ini, tipe dan durasi terapi yang diterima dan status terbaru keaktifan penyakit. Dokter dari pasien harus dikonsultasi untuk memperkuat status pasien.16

Pada penanggulangan dental harus dilakukan pencegahan unutk mengurangi infeksi. Harus menggunakan masker jika merawat pasien dengan riwayat TB karena penyebaran


(25)

infeksi adalah melalui droplet aerosol. Harus dilakukan perhatian yang untuk teknik sterilisasi. Jika menggunakan handpiece yang tidak dapat disterilisasi dengan autoclave, dilakukan dengan sterilisasi gas. Berdasarkan riwayat yang detail dan konsultasi, pasien dapat digolongkan pada tiga kategori resiko yaitu: 16

Pasien dengan risiko tinggi

• Pasien yang diketahui menderita TB menunjukkan simtom penyakit aktif (demam, menggigil, berkeringat pada malam hari, mengeluarkan dahak dan kehilangan berat badan).

• Pasien dengan manifestasi TB di mulut.

Pasien dengan penyakit aktif, terutama pasien dengan keterlibatan oral, sangat menularkan. Prosedur dental harus ditunda dan pasien dikirim ke dokter umum untuk evaluasi dan perawatan selanjutnya. Bila terdapat lesi oral TB yang terlihat pada waktu pemeriksaan, prosedur dental harus dihentikan dan pasien di kirim untuk evaluasi dan perawatan selanjutnya. Bila dibutuhkan penanganan atau perawatan dental emergensi, diharuskan menggunakan gaun, masker, dan sarung tangan double dan peningkatan teknik aseptik. Handpiece yang tidak dapat disterilisasi dengan autoclave harus dilakukan sterilisasi gas.

Pasien dengan risiko sedang

• Pasien dengan tes tuberkulin kulit positif tetapi tidak ada tanda-tanda penyakit aktif.

Pasien yang ada tanda pada pemeriksaan x-ray dada yang diduga telah menderita TB sebelumnya tetapi tidak ada tanda penyakit aktif.


(26)

• Pasien yang telah dirawat TB tetapi tidak adekuat dan tidak ada tanda penyakit aktif.

Pasien ini mempunyai infeksi TB dan penyakitnya dapat aktif kembali. Tidak ada tanda-tanda infeksi aktif, namun secara teori dikatakan tidak infeksius (menularkan). Prosedur dental dapat dilakukan dengan menggunakan pencegahan yang sesuai. Harus menggunakan masker dan sarung tangan. Handpiece yang tidak dapat disterilisasi dengan autoclave harus disterilisasi dengan gas.

Pasien dengan risiko rendah

• Pasien yang diketahui menderita TB yang telah mendapat perawatan yang adekuat tanpa adanya tanda-tanda penyakit aktif.

• Pasien dengan riwayat keterpaparan TB tetapi tes kulit negatif dan adanya tanda menderita penyakit

Prosedur dental dapat dilakukan dengan menggunakan secara prosedur normal.

2.3 Patogenesis keterlibatan rongga mulut pada penyakit TB.

Penyebaran organisme ke mulut melalui saliva yang terinfeksi, dapat mengakibatkan infeksi mulut.18 Pembentukan infeksi TB oral disebabkan oleh beberapa faktor sistemik dan faktor lokal. Faktor-faktor sistemik yang mendukung kemungkinan terjadinya infeksi TB meliputi resistensi host yang menurun dan meningkatnya virulensi organism.15 Faktor predisposisi lokal, oral hygiene yang jelek, trauma lokal, adanya lesi seperti leukoplakia, granuloma periapikal, kista gigi,abses gigi dan periodontitis.15,21,31 Terdapat 2 jenis infeksi TB oral pada jaringan mukosa yaitu yang dikenal sebagai infeksi primer dan infeksi sekunder. Lesi primer terbentuk bila basil langsung masuk ke


(27)

jaringan mukosa seseorang yang belum pernah terinfeksi penyakit TB dan juga pada seseorang yang belum pernah mendapat imunisasi TB. Meskipun infeksi primer jarang terjadi tetapi sering mempengaruhi gingiva, soket bekas pencabutan dan lipatan bukal (buccal folds).15,31 Kenyataannya, area yang bisa terus terinokulasi langsung oleh basil ini mempunyai potensi terjadinya infeksi tuberkulosis primer.15 Organisme dibawa oleh sputum dan memasuki jaringan mukosa melalui permukaan yang luka.17 Menurut laporan kasus oleh Heilmann, terdapat seorang dokter gigi yang terinfeksi TB di nasolabial setelah melakukan perawatan mouth to mouth ( resuscitation) pada seorang pasien penderita TB. Manakala laporan kasus Smith, melaporkan bahwa satu kasus keterlibatan TB pada soket gigi setelah pencabutan gigi dari seorang anak oleh dokter gigi yang menderita TB. Ini mengindikasikan lesi primer oral pada pasien dapat terjadi karena inokulasi basil yang langsung pada jaringan mukosa.15 Infeksi sekunder pada jaringan mukosa terjadi karena hematogenous, penyebaran limfatik atau autoinokulasi oleh infeksi sputum. Hematogenous atau penyebaran limfatik yang infeksi ke jaringan mukosa sering terjadi pada kasus ekstrapulmonari tuberkulosis. Penyebaran lesi TB yang terjadi langsung pada rongga mulut oleh lesi TB lain yang berdekatan seperti faring kemungkinan dapat menjadi sumber tuberkulosis oral sekunder.15 Penyebab hematogenous, basil TB menumpuk di submukosa dan selanjutnya berpoliferasi dan menyebabkan ulser pada mukosa diatasnya.17 Walaupun efek dapat terjadi dimana saja, tetapi yang sering terlibat misalnya lidah, palatum, bibir, mukosa alveolar, dan rahang.15


(28)

2.4 Gambaran Klinis penyakit TB di rongga mulut.

Lesi TB dapat terjadi dimana saja di rongga mulut, palatum, bibir, mukosa bukal, gingiva dan frenulum. Biasanya lesi tuberkulosis berupa ulser yang tidak teratur, superfisial atau dalam, sakit dan cenderung bertambah besar secara perlahan - lahan. Lesi ini sering ditemukan pada daerah trauma dan sering disalahartikan secara klinis dengan ulser traumatik sederhana atau karsinoma. Kadang – kadang lesi mukosa menunjukkan pembengkakan atau fisur yang tidak mengalami ulserasi. Bentuk yang jarang dari TB adalah tuberkulosis gingivitis yang terlihat berupa poliferasi yang difus, hiperemi nodular atau papula pada jaringan gingiva, tetapi tidak terlihat adanya ulserasi secara klinis.15 Selain itu kelenjar saliva dapat terinfeksi oleh TB. Terdapat dua jenis infeksi yaitu, pertama berkembang lebih lambat dalam beberapa tahun dan membentuk kapsul secara kronis dan kedua secara akut, inflamasi berkembang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Secara klinis, infeksi ini pertama kali muncul dengan pembengkakan kecil yang dapat digerakkan. Kelenjar parotis sering terkena, sedangkan kelenjar sublingual jarang terkena.1 Lesi pada lidah biasanya berbentuk ulser. Berbagai laporan menunjukkan bahwa batas lateral, ujung, dorsum anterior dan dasar lidah merupakan daerah yang paling sering terlibat tuberkulosis.15 (Dilihat pada gambar 2.5-2.7) Tuberkulosis lebih sering melibatkan palatum keras daripada palatum lunak dan keterlibatan palatum biasanya karena sekunder dari tuberkulosis paru-paru. Lesi palatum biasanya berukuran kecil.15 Lesi gingiva biasanya berasal dari infeksi primer. Lesi primer pada gingiva sering berupa lesi granulasi meskipun dilaporkan adanya ulser atau erosi mukosa.21 Lesi ini dapat terlihat secara bersamaan dengan periodontitis marginalis. Lesi TB pada bibir biasanya berbentuk ulser granulasi yang dangkal.15 Tuberkulosis pada


(29)

maksila dan mandibula biasanya infeksi pada tulang (osteomyelitis). Infeksi tulang rahang biasanya pada TB sekunder meskipun terdapat laporan mengatakan TB primer juga dapat terjadi. Dipercaya bahwa keterlibatan tulang rahang biasanya berkaitan perluasan atau penyebaran yang dalam di lesi gingiva, infeksi soket post ekstraksi, tuberkulosa granuloma pada apeks gigi atau penyebaran infeksi hematogenus. Infeksi tulang rahang disebabkan karena penyebaran hematogenus yang dalam bentuk difus osteomielitis dan biasanya lebih serius dari infeksi periapikal.15

Gambar 2.5: Ulser pada dasar mulut dan permukaan Gambar 2.6:Ulser pada permukaan lingual lidah23

lingual lidah23


(30)

BAB 3

LAPORAN KASUS

1. Riwayat Medis

Seorang pasien bernama Kardin Simatupang berusia 54 tahun, datang berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tanggal 24 Agustus 2009,yang kemudian dirujuk ke Bagian Penyakit Paru dengan keluhan mengalami sesak nafas selama 2 minggu timbul mendadak berhubungan dengan aktifitas tapi tidak berhubungan dengan cuaca. Pasien ini juga mengalami nyeri dada selama 2 minggu dan rasanya seperti tertekan beban berat serta batuk dialami sejak 2 minggu bersama dahak warna kuning. Ada riwayat demam sejak 2 minggu terakhir, terutama pada sore hari, dan demam tidak terlalu tinggi dan turun dengan pemberian obat serta berkeringat pada malam hari. Pasien ini juga mengalami Hipertensi yang tidak terkontrol sejak 5 tahun. Riwayat Diabetes Mellitus (DM) sejak 5 bulan. Melalui data rekam medis, riwayat merokok sudah lebih kurang 20 tahun, 12 batang/hari dan bekerja sebagai mandor pelabuhan selama 30 tahun. Berdasarkan rekam medis, diagnosis akhirnya pyopneumothoraks sin.ec. TB paru + anemia.

2. Pemeriksaan Klinis

Tekanan darah : 130/80 mmHg Suhu badan : 37.7 o C

Status Lokalisata :

• Kepala : Mata anemia (-), ikterus (-),clubbing finger(-), dsypnea(+) • Leher: pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)


(31)

• Thorak : inspirasi : asimetris ketinggalan bernafas pada dada kiri palpasi : kiri < kanan, kesan kiri melemah

perkusi : hipersonar pada lapisan atas paru kiri • Extremitas : Superior oedema (-), clubbing finger (-/-) Inferior oedema (-), clubbing finger (+/-) 3. Pemeriksaan Penunjang

Analisa sputum : (DS) (BTA) 3X / (DS) Pewarnaan gram -/+ / jamur Kultur sputum : OAT / RT , Bakteri, jamur

4. Pemeriksaan Patologi Anatomi

• Makroskopis : Diterima cairan pleura sebanyak 12cc,warna kuning

• Mikroskopis : Smear tampak sel – sel radang limfosit dan mass eosinofilik • Kesimpulan : Benign Smear

5. Pengobatan

Streptomisin 195/H

Rifampisin(R)/Isoniazid(H)/Pirazinamid(Z)/Ethambutol(E)/600/450/1500/1500 • Metronidazol 3x 500mg

• Alprazolam 2x 0.25mg 6. Pemeriksaan Rongga Mulut

• Pada pemeriksaan ektra oral, tidak dijumpai kelainan pada kelenjar limfe. Pada kedua sudut mulut terdapat fisur serta daerah eritema yang mengelilinginya. Fisur pada kedua sudut mulut ini terlihat meluas, menonjol dan bergranular (Dilihat pada gambar 2.9). Sklera mata terlihat pucat.


(32)

• Pada pemeriksaan intra oral terlihat seluruh mukosa mulut pucat (mukosa pipi, bibir, gingiva, dan palatum). Oral hygiene pasien jelek dan hampir semua giginya mengalami erosi, dan stain. Kemudian pada dorsal anterior lidah terlihat papila filiformis mengalami atrofi sehingga lidah terlihat agak licin dan pucat serta pembesaran lidah. Pada lidah juga, terdapat ulkus di lateral lidah, diameter sekitar 4mm dengan permukaan bewarna kekuningan dan terasa sakit pada sebelah kanan pasien dan bertentangan dengan gigi molar pertama bawah. (Dilihat pada gambar 3.0) Ketika dipalpasi, ulkus sangat lembut dan mukosa lain dalam mulut pasien ini normal.

• Dari hasil pemeriksaan rongga mulut, ditegakkan diagnosis bahwa fisur pada kedua sudut mulut merupakan keilitis angularis, serta pada lidah dijumpai makroglossia dan ulkus.

Gambar 2.9: Keilitis angularis pada kedua sudut mulut Gambar 3.0: Terdapat ulkus pada lateral lidah. dan makroglossia pada lidah


(33)

BAB 4 PEMBAHASAN

Pada kasus yang telah dijelaskan sebelumnya, diagnosa TB dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan oleh dokter di RSUP.H. Adam Malik. Dari anamnesis yang dilakukan, diperoleh data bahwa pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak, nyeri dada, dyspnea serta riwayat berkeringat malam. Hal ini merupakan gejala klinis yang dapat ditemukan pada pasien TB paru.12

Jumlah penderita TB paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Di Indonesia, TB merupakan masalah kesehatan ,baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya.19 Ini adalah informasi yang penting bagi seorang dokter gigi dan harus berwaspada akan pasien yang datang ke prakteknya.

Salah satu faktor resiko utama TB adalah kemiskinan. Menurut penelitian Kusnindar 1990, kejadian kasus tuberkulosa paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan sosio ekonomi rendah. Fakta juga menunjukkan bahwa, sebagian besar orang yang terkena penyakit ini berasal dari keluarga miskin. Kesulitan untuk memiliki rumah sehat serta kurang mampu mengkonsumsi makanan yang bergizi maka daya tahan tubuh tidak cukup kuat untuk menahan serangan penyakit. Disini, dapat disimpulkan bahwa pasien pada kasus ini mempunyai sosio ekonomi yang rendah sehingga hal inilah penyebab beliau dijangkiti penyakit tuberkulosis. Faktor-faktor resiko yang lain adalah status gizi, umur dan kebiasaan merokok.5 Pasien ini


(34)

dapat menyebabkan penyakit pernapasan seperti TB paru. Dari beberapa laporan kasus, dijumpai penderita TB mempunyai kebiasaan merokok. Dari penelitian Jianming Wang dan Hongbing Shen, dikatakan bahwa kebiasaan merokok (baru atau lama) berhubungan dengan risiko akan terinfeksi oleh Mycobakterium Tuberkulosis, risiko dalam pembentukan penyakit TB, dan risiko akan terjadi kematian akibat TB. 26

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan sputum untuk memperkuat diagnosa TB. Terdapat berbagai cara untuk mendiagnosa kasus TB. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis akhir.12 Dengan Pemeriksaan biakan akan didapat hasil yang lebih baik tetapi memakan waktu yang terlalu lama, sehingga pada saat ini pemeriksaan sputum secara mikroskopis lebih banyak dilakukan karena sensitivitas dan spesifitasnya tinggi disamping biayanya rendah.

Kesulitan mendiagnosa terjadi bila simtom umum dari penyakit TB tidak ada atau tidak jelas. Tanda – tanda klinis dan simtom TB kadang- kadang sulit diketahui. Melalui pemeriksaan ekstra oral, tidak dijumpai kelainan kelenjar limfe walaupun dikatakan mikroorganisme basil tuberkel ini dapat menyebar melalui aliran darah atau limfe dan selanjutnya menyerang ke berbagai organ14, 17 Penyebaran limfatik oleh basil tuberkel biasanya kurang meluas dan terlokalisir di nodul limfa1,27,28

Dari pemeriksaan fisik, juga dijumpai beberapa penyakit seperti anemia, diabetes melitus, dan hipertensi. Penyakit penyerta ini dianggap sudah ada sebelum terjadinya penyakit TB pada pasien ini. Kemungkinan, anemia yang terjadi pada pasien ini dapat juga merupakan penyakit penyerta setelah menderita TB. Dilaporkan bahwa dijumpai anemia pada 16%-94% penderita TB paru.20 Pada rekam medis Juni 2000 – Mei 2001 di Rumah Sakit Seoul National Korea, dijumpai bahwa pada 880 pasien TB, 281 (31.9%)


(35)

menderita anemia. Anemia sering berhubungan dengan wanita dan usia tua. Semua infeksi kronis termasuk TB dapat menyebabkan anemia. Sebagaimana pada kasus ini pasien berusia tua, meningkatnya penyakit kronik ataupun status nutrisi yang kurang.20 Sei Won Lee dkk mengatakan defisiensi besi merupakan kemungkinan penyebab terjadinya anemia pada pasien TB. Gangguan hemostasis besi terjadi karena peningkatan pengambilan dan retensi besi dalam sistem retikuloendotelial dapat terjadi pada infeksi kronik seperti TB. Karena besi adalah faktor penting dalam pertumbuhan Mycobacterium Tuberkulosis, retensi besi pada sistem retikuloendothelial dipertimbangkan merupakan mekanisme pertahanan tubuh (host defense mechanisms).20 Penyakit penyerta yang lain adalah diabetes melitus dan hipertensi. Pada kasus ini, tidak dijumpai gambaran klinis dalam rongga mulut yang berkaitan dengan diabetes mellitus dan juga tidak diperhatikan apakah pasien mengalami xerostomia. Pada rekam medis, terlihat riwayat hipertensi selama 5 tahun tetapi tekanan darahnya dijumpai normal dan tidak menunjukkan adanya gambaran klinis akibat penggunaan obat antihipertensi dalam mulut pasien tersebut.

Melalui pemeriksaan intra oral, terdapat keilitis angularis pada kedua sudut mulut dan adanya glositis. Kondisi ini dapat merupakan manifestasi dari anemia yang dialami pasien. TB sendiri juga dapat mempunyai lesi pada sudut mulut berupa ulserasi yang dangkal dan bergranulasi dengan permukaan yang pebby, sebagaimana terlihat pada kasus ini.16 Selain itu, ulser terdapat pada lateral kanan lidah pasien. Menurut laporan kasus Pravin Bhat dkk mengatakan bahwa 93% lesi oral TB adalah ulser dan 50% terjadi pada lidah. Ulser TB pada lidah menunjukkan fisur yang dalam. Berbagai laporan


(36)

menunjukkan bahwa tepi lateral, ujung, dorsum anterior dan dasar lidah merupakan daerah yang paling sering terlibat penyakit TB. 16, 24

Pada laporan kasus oleh Jagadish Ebenezer dkk, yang menyebabkan kecurigaan dokter gigi adanya keadaan tuberkulosis yang melatar belakangi atau sebagai pencetus timbulnya kelainan di rongga mulut adalah adanya ulser. Mereka melaporkan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dikonfirmasi ada tuberkulosis. Menurut Tieke, prevalensi manifestasi oral pada pasien tuberkulosis paru adalah diantara 0.8-3.5%. Maka dapat dikaitkan bahwa lesi pada oral tuberkulosis biasanya dijumpai pada paru TBparu. 4

Pada pasien ini juga terlihat adanya pembesaran lidah (macroglossia). Pada penderita TB dapat terjadi tuberkuloma yang menggambarkan makroglossia. Dilaporkan bahwa lesi granulomatous pada TB dapat dijumpai di mulut. Tuberkuloma atau tuberkulos granuloma dapat terjadi pada penderita TB karena penumpukan basil TB pada lidah melalui proses yang lambat. 25,29 Seperti dikatakan sebelumnya, kurang dari 0.1% penderita tuberkulosis mempunyai lesi mulut. Pada umumnya, lesi mukosa mulut jarang terjadi secara primer, tetapi sering terjadi sekunder dari tuberkulosis paru-paru. Walaupun mekanisme masuknya penyakit ke rongga mulut tidak jelas tetapi diduga karena dibawa oleh sputum ke permukaan mukosa rongga mulut. Tetapi dapat juga organisme dibawa melalui aliran darah dan menumpuk di submukosa, berpoliferasi dan menyebabkan ulserasi mukosa.14 Biasanya untuk memastikan diagnosa lesi ulseratif diperlukan suatu biopsi atau biakan. Gambaran histologis dan pewarnaan khusus dapat menunjukkan organisme penyebabnya.16


(37)

Beberapa laporan kasus dari U.S National Library of Medicine mengatakan, TB dapat dipastikan setelah biopsi ulser dan pemeriksaan radiografi untuk mendeteksi jenis TB. Laporan kasus ini juga menunjukkan bahwa kebanyakan pasien dengan ulser pada lidah mengidap TB paru.30 Namun demikian, pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan thoraks, biopsi spesimen untuk studi tentang histologi dan kultur suatu organisme. Diagnosis awal dan perawatan yang baik akan memberi pengobatan yang lengkap.4

Pada pengobatan TB paru kita harus menguasai teknik dan strategi yang tepat, efektif dan efisien. Strategi yang dilakukan yakni untuk menekan terjadinya resistensi basil agar tidak terjadi relaps (kekambuhan) yang dapat menimbulkan masalah baru yang penanganannya jauh lebih sukar. Di samping itu, di negara yang sedang berkembang, maka pertimbangan ekonomi ikut menentukan arah teknik dan strategi pengobatan TB paru tersebut. Dipandang dari segi ekonomi, timbul suatu alternative yang dipilih yang dikenal sebagai “pengobatan jangka panjang” (long term regimen). Alternatif ini merupakan pengobatan jangka panjang dengan kombinasi obat yang relatif murah, waktu pengobatan kurang lebih memakan waktu 18-24bulan. Alternatif kedua adalah kombinasi obat yang berharga mahal,waktu relatif pendek 6-9 bulan,dikenal sebagai “pengobatan jangka pendek” (short term regimen).13

Menurut laporan kasus oleh U.S. National Library of Medicine, bila pasien yang didiagnosa TB dan diberi pengobatan antituberkulosis, infeksi tuberkulosis oral juga didapati berkurang seiring dengan penyakit TBnya. Terdapat tiga cara yang dapat mengontrol prevalensi TB yaitu deteksi dan memberi perawatan pada stadium awal,


(38)

keadaan sosio ekonomi hidup tertentu.12 Perlu diingat bahwa dokter gigi juga dapat ditularkan apabila merawat pasien TB. Seperti kita ketahui, saliva yang dikontaminasi kuman TB adalah salah satu sumber penularannya. Oleh karena itu, dokter gigi diwajibkan memakai masker dan sarung tangan dan peralatan harus disterilkan untuk mencegah penyebaran infeksi dari satu pasien ke satu pasien yang lain.12 Penatalaksanaan kasus-kasus penyakit mulut yang dilatar belakangi oleh penyakit sistemik sebaiknya dilakukan secara komprehensif. Dalam hal ini untuk kelainan rongga mulut tetap ditangani oleh dokter gigi, sedangkan penyakit sistemik yang melatar belakangi dikelola oleh dokter spesialis penyakit yang terkait. Akan tetapi, kasus ini tidak dapat ditindak lanjuti oleh dokter gigi karena kurangnya kerjasama dari pasien dan pasien telah keluar dari rumah sakit karena tidak mampu membayar pembiayaan perawatannya lagi. Perawatan yang seharusnya dilakukan untuk lesi mulut adalah perawatan lokal simptomatik misalnya pemberian obat topikal Mucopin gel dan 0.12% obat kumur khlorheksidin untuk menghilangkan rasa sakit dan juga menyingkirkan faktor lokal seperti oral hygiene yang jelek.31 Pembentukan oral hygiene yang baik dan penyingkiran seluruh sumber iritasi harus merupakan fase perawatan yang pertama. Penyingkiran iritasi traumatik pada mukosa dan lidah meminimalkan kemungkinan berkembangnya lesi mukosa mulut. Pengobatan lesi ulseratif secara umum sama dengan pengobatan TB yang umum karena beberapa literatur mengatakan oral TBnya akan berkurang seiring dengan pengobatan antituberkulosis.


(39)

BAB 5 KESIMPULAN

Penulis dapat menyimpulkan bahwa TB oral dapat terjadi pada setiap lokasi pada selaput lendir mulut, tetapi lidah paling sering terkena sebagaimana pada kasus ini dijumpai ulkus pada lateral lidah. Selain daripada manifestasi lainnya berupa pembesaran lidah (macroglossia) dan keilitis angularis yang kelihatan meluas, menonjol, dan bergranular.

Dokter gigi juga dapat memainkan peranan penting dalam mendeteksi TB melalui manifestasi oralnya dan dapat merujuk pasien untuk pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan diagnosa. Identifikasi suatu penyakit oleh seorang dokter gigi bukan hanya membawa maklumat penting untuk pasien dan keluarga pasien namun juga untuk masyarakat. Bila TB disuspek atau dideteksi, pasien harus dirujuk dokter spesialis paru untuk diagnosis akhir dan perawatannya.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

1. Gayford JJ, Haskell R. Penyakit mulut: alih bahasa, Lilian Yuwono, Jakarta : EGC, 1990:64

2. Michael A.O Lewis , et al. Tinjauan Klinis Penyakit MulutAlih Bahasa. Elly Wiriawan Jakarta, 1998

3. Sezer B. et al. A manifestation of previously undiagnosed pulmonary tuberculosis. report of a case. JADA 2004:135:336-340

4. Anonymous. Tuberkulosis Kedarutan Global. Availabe at www. Google.com 5. Anonymous. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat(e- USU Repository).Available at

6. Anonymous. Oral tuberculosis : a clinical evaluation of 42 cases. Availabe at

7. Topazian RG, Goldberg MH. Oral and Maxillofacial infection. 2nd ed. London: WB Saunders Co, Philadelphia, 1981:413 –5

http://www3.interscience.wiley.com/journal

8. Steven L.Bricker, James A.Cottone, Bill R.Baker, Oral Diagnosis,Oral Medicine and Treatment Planning.W.B. Saunders Company 1984:65-85

9. Martin S.Greenberg., et al. Burket’s Oral Medicine. 11thed. BC Decker Inc Ontario, 2008:486-487

10. Jagadish E, Rekha S, et al. Primary oral Tuberculosis:report of a case:2006:17:41-44


(41)

11. P.Das, V.Suri, R.Arora, K.Kulkarni & K.Kumar Primary Lingual Tuberculosis Mimicking Malignancy: A Report Of Two Cases And Review of Literature.The Internet Journal Of Pathology. Available at <www.google.com>(

12. Lawrence M. Tierney, et al. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam) Alih Bahasa. Abdul Gofir Jakarta, 2002: 117-127

(12 Sept 2009)

13. Alsagaff H, Amin M, Saleh WBM. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press, 1989:27

14. Burnett GW, Schuster GS. Oral Microbiology and Infectious Disease. Student ed. Baltimore: The Williams & Wilkins Co, 1978:279-83

15. Prabu Sr, Segupta SK. Bacterial infections due to mycobacteria A.Tuberculosis,England: Oxford University Press, 1992:195-202

16. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and Practice of Oral Medicine. 2nd ed London: WB Saunders Co, Philadelphia, 1995:190-197

17. Shafer WG, Hine MK, Levy BM. A Textbook of Oral Pathology. 4th ed. London : WB Saunders Co, Philadelphia, 1983:341-4

18. Langais RP, Miller CS. Atlas berwarna Kelainan Rongga Mulut yang lazim; alih bahasa, Budi Susetio Jakarta: Hipokrates, 1998:98,136

19. Memahami penyakit tuberkulosis.Available a 20. Penyakit tuberkulosis.Available at

2010)

21. Gabriel R., et al. Primary Isolated Gingival Tuberculosis. The Brazilian Journal Of Infectious Diseases. 2007:11(1):172-173


(42)

22. Lee SW, Young AK, et al. The Prevalence and Evolution of Anemia Associated with Tuberculosis: J Korean Med Science 2006:21:1028-32

23. Anonymous.Picture Gallery of oral manifestations.Available at 24. Pravin B, Anil M, et al. Tuberculosis of Tongue:a case report: Indian Journal

Tuberculosis 1997:44:31

25. D.P. Von Arx and A. Husain., Oral Tuberculosis:a case report: British Dental Journal 2001:190:420-422

26. Hassmiller KM., The association between smoking and tuberculosis: research: Salud Publica Mexico, 2006:48:201-216

27. Regezi JA, Sciuba JJ Oral Pathology : Clinical Pathologic Correlations. London: WB Saunders Co,Philadelphia, 1989:38-39

28. Stark JE, Shneerson JM. Manual Penyakit Ilmu Penyakit Paru; Alih bahasa, Djaja Surya A. Jakarta: Binarupa Aksara, 1990:143-149

29. Ramesh V., Tuberculoma of the tongue presenting as macroglossia. U.S. National Library of Medicine. Cutis 1997:60:201-202

30. Furugen M, Nakamura H,Tamaki Y,et al., Tuberculosis of the tongue initially suspected of tongue cancer:a case report-including the search for recent 16cases in Japan. University of the Ryukyus, Japan. Kekkaku 2009:84(8):605-10

31. Ajay GN, Laxminkant C, et al., Tuberculous ulcer of tongue with oral complications of oral antituberculosis therapy:a case report: Ind J Dent Res 17(2):87-90, 2006


(1)

Beberapa laporan kasus dari U.S National Library of Medicine mengatakan, TB dapat dipastikan setelah biopsi ulser dan pemeriksaan radiografi untuk mendeteksi jenis TB. Laporan kasus ini juga menunjukkan bahwa kebanyakan pasien dengan ulser pada lidah mengidap TB paru.30 Namun demikian, pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan thoraks, biopsi spesimen untuk studi tentang histologi dan kultur suatu organisme. Diagnosis awal dan perawatan yang baik akan memberi pengobatan yang lengkap.4

Pada pengobatan TB paru kita harus menguasai teknik dan strategi yang tepat, efektif dan efisien. Strategi yang dilakukan yakni untuk menekan terjadinya resistensi basil agar tidak terjadi relaps (kekambuhan) yang dapat menimbulkan masalah baru yang penanganannya jauh lebih sukar. Di samping itu, di negara yang sedang berkembang, maka pertimbangan ekonomi ikut menentukan arah teknik dan strategi pengobatan TB paru tersebut. Dipandang dari segi ekonomi, timbul suatu alternative yang dipilih yang dikenal sebagai “pengobatan jangka panjang” (long term regimen). Alternatif ini merupakan pengobatan jangka panjang dengan kombinasi obat yang relatif murah, waktu pengobatan kurang lebih memakan waktu 18-24bulan. Alternatif kedua adalah kombinasi obat yang berharga mahal,waktu relatif pendek 6-9 bulan,dikenal sebagai “pengobatan jangka pendek” (short term regimen).13

Menurut laporan kasus oleh U.S. National Library of Medicine, bila pasien yang didiagnosa TB dan diberi pengobatan antituberkulosis, infeksi tuberkulosis oral juga didapati berkurang seiring dengan penyakit TBnya. Terdapat tiga cara yang dapat mengontrol prevalensi TB yaitu deteksi dan memberi perawatan pada stadium awal, proteksi pada bayi dan anak-anak sekolah dengan vaksin BCG dan meningkatkan


(2)

keadaan sosio ekonomi hidup tertentu.12 Perlu diingat bahwa dokter gigi juga dapat ditularkan apabila merawat pasien TB. Seperti kita ketahui, saliva yang dikontaminasi kuman TB adalah salah satu sumber penularannya. Oleh karena itu, dokter gigi diwajibkan memakai masker dan sarung tangan dan peralatan harus disterilkan untuk mencegah penyebaran infeksi dari satu pasien ke satu pasien yang lain.12 Penatalaksanaan kasus-kasus penyakit mulut yang dilatar belakangi oleh penyakit sistemik sebaiknya dilakukan secara komprehensif. Dalam hal ini untuk kelainan rongga mulut tetap ditangani oleh dokter gigi, sedangkan penyakit sistemik yang melatar belakangi dikelola oleh dokter spesialis penyakit yang terkait. Akan tetapi, kasus ini tidak dapat ditindak lanjuti oleh dokter gigi karena kurangnya kerjasama dari pasien dan pasien telah keluar dari rumah sakit karena tidak mampu membayar pembiayaan perawatannya lagi. Perawatan yang seharusnya dilakukan untuk lesi mulut adalah perawatan lokal simptomatik misalnya pemberian obat topikal Mucopin gel dan 0.12% obat kumur khlorheksidin untuk menghilangkan rasa sakit dan juga menyingkirkan faktor lokal seperti oral hygiene yang jelek.31 Pembentukan oral hygiene yang baik dan penyingkiran seluruh sumber iritasi harus merupakan fase perawatan yang pertama. Penyingkiran iritasi traumatik pada mukosa dan lidah meminimalkan kemungkinan berkembangnya lesi mukosa mulut. Pengobatan lesi ulseratif secara umum sama dengan pengobatan TB yang umum karena beberapa literatur mengatakan oral TBnya akan berkurang seiring dengan pengobatan antituberkulosis.


(3)

BAB 5 KESIMPULAN

Penulis dapat menyimpulkan bahwa TB oral dapat terjadi pada setiap lokasi pada selaput lendir mulut, tetapi lidah paling sering terkena sebagaimana pada kasus ini dijumpai ulkus pada lateral lidah. Selain daripada manifestasi lainnya berupa pembesaran lidah (macroglossia) dan keilitis angularis yang kelihatan meluas, menonjol, dan bergranular.

Dokter gigi juga dapat memainkan peranan penting dalam mendeteksi TB melalui manifestasi oralnya dan dapat merujuk pasien untuk pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan diagnosa. Identifikasi suatu penyakit oleh seorang dokter gigi bukan hanya membawa maklumat penting untuk pasien dan keluarga pasien namun juga untuk masyarakat. Bila TB disuspek atau dideteksi, pasien harus dirujuk dokter spesialis paru untuk diagnosis akhir dan perawatannya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Gayford JJ, Haskell R. Penyakit mulut: alih bahasa, Lilian Yuwono, Jakarta : EGC, 1990:64

2. Michael A.O Lewis , et al. Tinjauan Klinis Penyakit MulutAlih Bahasa. Elly Wiriawan Jakarta, 1998

3. Sezer B. et al. A manifestation of previously undiagnosed pulmonary tuberculosis. report of a case. JADA 2004:135:336-340

4. Anonymous. Tuberkulosis Kedarutan Global. Availabe at www. Google.com 5. Anonymous. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat(e- USU Repository).Available at

6. Anonymous. Oral tuberculosis : a clinical evaluation of 42 cases. Availabe at

7. Topazian RG, Goldberg MH. Oral and Maxillofacial infection. 2nd ed. London: WB Saunders Co, Philadelphia, 1981:413 –5

http://www3.interscience.wiley.com/journal

8. Steven L.Bricker, James A.Cottone, Bill R.Baker, Oral Diagnosis,Oral Medicine

and Treatment Planning.W.B. Saunders Company 1984:65-85

9. Martin S.Greenberg., et al. Burket’s Oral Medicine. 11thed. BC Decker Inc Ontario, 2008:486-487


(5)

11. P.Das, V.Suri, R.Arora, K.Kulkarni & K.Kumar Primary Lingual Tuberculosis

Mimicking Malignancy: A Report Of Two Cases And Review of Literature.The Internet Journal Of Pathology. Available at <www.google.com>(

12. Lawrence M. Tierney, et al. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam) Alih Bahasa. Abdul Gofir Jakarta, 2002: 117-127

(12 Sept 2009)

13. Alsagaff H, Amin M, Saleh WBM. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press, 1989:27

14. Burnett GW, Schuster GS. Oral Microbiology and Infectious Disease. Student ed. Baltimore: The Williams & Wilkins Co, 1978:279-83

15. Prabu Sr, Segupta SK. Bacterial infections due to mycobacteria

A.Tuberculosis,England: Oxford University Press, 1992:195-202

16. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and Practice of Oral Medicine. 2nd ed

London: WB Saunders Co, Philadelphia, 1995:190-197

17. Shafer WG, Hine MK, Levy BM. A Textbook of Oral Pathology. 4th ed. London : WB Saunders Co, Philadelphia, 1983:341-4

18. Langais RP, Miller CS. Atlas berwarna Kelainan Rongga Mulut yang lazim; alih bahasa, Budi Susetio Jakarta: Hipokrates, 1998:98,136

19. Memahami penyakit tuberkulosis.Available a

20. Penyakit tuberkulosis.Available at

2010)

21. Gabriel R., et al. Primary Isolated Gingival Tuberculosis. The Brazilian Journal Of Infectious Diseases. 2007:11(1):172-173


(6)

22. Lee SW, Young AK, et al. The Prevalence and Evolution of Anemia Associated

with Tuberculosis: J Korean Med Science 2006:21:1028-32

23. Anonymous.Picture Gallery of oral manifestations.Available at 24. Pravin B, Anil M, et al. Tuberculosis of Tongue:a case report: Indian Journal

Tuberculosis 1997:44:31

25. D.P. Von Arx and A. Husain., Oral Tuberculosis:a case report: British Dental Journal 2001:190:420-422

26. Hassmiller KM., The association between smoking and tuberculosis: research: Salud Publica Mexico, 2006:48:201-216

27. Regezi JA, Sciuba JJ Oral Pathology : Clinical Pathologic Correlations. London: WB Saunders Co,Philadelphia, 1989:38-39

28. Stark JE, Shneerson JM. Manual Penyakit Ilmu Penyakit Paru; Alih bahasa, Djaja Surya A. Jakarta: Binarupa Aksara, 1990:143-149

29. Ramesh V., Tuberculoma of the tongue presenting as macroglossia. U.S. National Library of Medicine. Cutis 1997:60:201-202

30. Furugen M, Nakamura H,Tamaki Y,et al., Tuberculosis of the tongue initially

suspected of tongue cancer:a case report-including the search for recent 16cases in Japan. University of the Ryukyus, Japan. Kekkaku 2009:84(8):605-10

31. Ajay GN, Laxminkant C, et al., Tuberculous ulcer of tongue with oral

complications of oral antituberculosis therapy:a case report: Ind J Dent Res