Landasan Teori .1 Semantik KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Rikky Antonius : Bahasa Plesetan Dalam Acara Democrazy Di Metro TV, 2010. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Semantik Kata semantik dalam bahasa Inggris: semantics berasal dari bahasa Yunani sema kata benda yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’. Jadi, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti Chaer, 1994: 2. Kata semantik yakni sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal- hal yang ditandainya atau bidang studi linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Semantik juga dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti. Oleh karena itu, makna merupakan objek semantik. Pengertian makna berbeda dengan arti di dalam semantik. Makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri terutama kata-kata. Lyons dalam Naibaho, 2007:7 menyebutkan bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang dibuat kata tersebut, berbeda dengan kata-kata lain. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal dari kata-kata itu sendiri yang cenderung terdapat di dalam kamus sebagai leksem. 2.2.2 Bahasa Plesetan Robert Sibarani dalam antropolinguistik, 2004:90 yang mengatakan bahwa istilah kata-kata plesetan merupakan suatu hasil dari proses pembentukan kata dengan cara memplesetkan sebuah kata sehingga makna kata itu bertambah Rikky Antonius : Bahasa Plesetan Dalam Acara Democrazy Di Metro TV, 2010. dari maknanya semula. Plesetan bahasa, sebagai sebuah proses, pada akhirnya akan memperlihatkan jenis bahasa plesetan yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005 disebutkan bahwa peleset atau memeleset berarti tidak mengenai sasaran atau tidak mengenai yang dituju. Berdasarkan makna di atas maka plesetan adalah sesuatu yang diplesetkan sehingga tidak sesuai dengan sasaran yang sebenarnya atau tidak mengenai sasaran yang dituju. Heryanto dalam PELLBA 9, 1996:105 menyatakan bahwa plesetan merupakan kegiatan berbahasa yang memanfaatkan sifat sewenang-wenang pada kaitan di antara kata-kata dan realitas dunia yang diacunya. Sementara di dalam kamus Horne 1974 menyatakan bahwa plesetan yang dikenal dalam bahasa Jawa justru mengandung makna yang positif: meluncur di tempat licin untuk bersenang-senang, atau bermain dengan kata. Menurut Heryanto dalam PELLBA 9, 1996:111-115 ada tiga “kelompok besar” variasi plesetan, karena masing-masing kelompok dapat dibagi atas beberapa sub-kelompok lebih kecil antara lain: 1. Plesetan untuk berplesetan itu sendiri merupakan plesetan yang hanya menjegal menjatuhkan suatu rangkaian tanda penanda dan makna yang sudah lazim, tanpa diikuti pembentukan suatu susunan pesan baru yang dari sudut kebahasaan terpadu secara formal. Plesetan yang pertama ini dibagi menjadi dua bagian yakni: Plesetan yang hanya menuntut kemahiran mengundang tawa penonton dengan mendistorsi memilah-milah kata sehingga terbentuk kata-kata lain yang sebenarnya tidak punya sangkut paut. Rikky Antonius : Bahasa Plesetan Dalam Acara Democrazy Di Metro TV, 2010. Plesetan yang menjegal suatu kemapanan atau kelaziman rangkaian pesan tetapi diikuti dengan terbentuknya sebuah rangkaian pernyataan baru yang mempunyai tingkat keterpaduan formal. 2. Plesetan alternatif merupakan plesetan yang mengajukan sebuah penalaran atau acuan alternatif terhadap penggunaan bahasa yang sedang lazim dominan resmi dalam masyarakat. Plesetan yang kedua ini memiliki dua sub-kategori yaitu: Praktek berbahasa di antara remaja atau pemuda, misalnya yang dinamakan prokem atau walikan yang mengubah penanda, bukan pada penanda, makna atau hubungan realitas di luar bahasa. Plesetan yang paling ekstrem paling tinggi dari bentuk plesetan jenis kedua. 3. Plesetan oposisi merupakan plesetan yang memberikan nalar dan acuan secara konfrontatif bertabrakan atau menjungkirbalikkan apa yang sudah atau yang sedang lazimdominanresmi dalam masyarakat. Menurut Robert Sibarani dalam Antropolinguistik, 2004:95 plesetan bahasa, sebagai sebuah proses, pada akhirnya akan memperlihatkan jenis bahasa plesetan yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Jenis bahasa plesetan ini ditinjau dari segi tingkatan atau tataran kebahasaan yang menjelaskan plesetan tersebut. Berdasarkan tingkatan kebahasaan, plesetan bahasa dibagi atas tujuh jenis sebagaimana yang diuraikan di bawah ini. Pertama, plesetan fonologis bunyi, yakni plesetan sebuah fonem atau lebih dalam leksikon. Plesetan semacam ini merupakan plesetan tahap pertama dalam budaya berbahasa di acara Democrazy berdasarkan pengamatan yang saya Rikky Antonius : Bahasa Plesetan Dalam Acara Democrazy Di Metro TV, 2010. lakukan menggunakan jenis plesetan ini untuk memperolok-olok atau mengejek lawan bicaranya. Contoh : Penyedap rasa Kata di atas diplesetkan menjadi penyadap rasa. Kedua, plesetan grafis huruf, yakni plesetan gabungan huruf dengan menjadikannya sebagai tingkatan. Misalnya, WTC : Warung Tegal Club Hasil akhir plesetan ini hampir sama dengan singkatan abbreviation atau akronim. Perbedaannya terletak pada proses pembentukannya. Singkatan pada umumnya dibentuk setelah ada bentuk yang panjangnya sehingga dipendekkan menjadi singkatan atau akronim. Plesetan pada umumnya gabungan hurufnya telah lebih dahulu ada atau diciptakan, kemudian diberi kepanjangannya seperti: “BBM” menjadi ‘Bahan Bakar Mahal’atau “BLT” menjadi ‘Bantuan Langsung Tewas’. Memang sulit membuktikannya mana yang lebih dahulu ada, apakah kepanjangannya atau kependekannya, sehingga ruang ini menarik untuk diperdebatkan, tetapi yang paling penting dicatat di sini bahwa proses plesetan bahasa jenis ini benar-benar terjadi untuk mengungkapkan emosi penuturnya. Ketiga, plesetan morfemis leksikon, yakni plesetan sebuah kata dengan cara “menjadikan” atau “menganggapnya” sebagai singkatan berupa akronim. Misalnya, kata tikus diplesetkan menjadi ‘Tindakannya Rakus’. Dalam bahasa Indonesia, plesetan morfemis atau leksikon ini paling banyak dibicarakan dan difokuskan dalam tulisan ini. Keempat, plesetan frasa kelompok kata, yakni plesetan kelompok kata, seperti plesetan tipe kedua, dengan cara menjadikannya sebagai singkatan berupa Rikky Antonius : Bahasa Plesetan Dalam Acara Democrazy Di Metro TV, 2010. akronim. Misalnya, frasa botol lampu diplesetkan menjadi ‘BOdoh TOLol LAMbat PUla’ Kelima, plesetan kalimat ekspresi, yakni plesetan sebuah kalimat dengan cara mengikuti struktur dan intonasi kalimat, tetapi mengubah kata-katanya sehingga mengubah makna keseluruhan struktur itu. Misalnya, kalimat dari lagu Garuda Pancasila adalah Ayo maju-maju; ayo maju-maju diplesetkan menjadi ‘tidak maju-maju;tidak maju-maju’ Keenam, plesetan ideologis semantis, yakni plesetan sebuah ide menjadi ide lain dengan bentuk linguistik yang sama. Ketujuh plesetan wacana, yakni plesetan sebuah cerita atau bentuk linguistik naratif yang sengaja digunakan untuk memutarbalikkan fakta atau kenyataan yang sebenarnya. Misalnya, cerita-cerita kesaksian yang sengaja dibuat menyimpang dari cerita faktualnya dan cerita baru yang berbeda dari cerita sebelumnya dengan tujuan tertentu termasuk dalam plesetan wacana. Plesetan wacana ini akan mengakibatkan kerusakan dan kehilangan makna wacana yang sebenarnya. Kehilangan dan kerusakan makna ini terjadi pada tiga jenis, yaitu: 1. Kenyataan yang dibuat-buat, yakni fakta tidak ada, tetapi disiarkan atau dinyatakan berulang-ulang oleh banyak orang sehingga seolah-olah ada. 2. Pemusatan sebagian, yakni penonjolan dan pengambilan sebagian dari narasi sehingga maknanya menjadi ”terpeleset” dari makna keseluruhan yang sebenarnya. 3. Penyimpangan dari kenyataan, yakni penyimpangan dari fakta-fakta yang sebenarnya sehingga mengakibatkan distorsi interpretasi. Rikky Antonius : Bahasa Plesetan Dalam Acara Democrazy Di Metro TV, 2010. Keseluruhan jenis-jenis plesetan di atas akan digunakan untuk menganalisis penggunaan bahasa plesetan pada acara Democrazy di Metrotv.

2.2 Tinjauan Pustaka