Adhayani Lubis : Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB VIII PEMBAHASAN
Penelitian Sindrom Depresif pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan ini merupakan suatu penelitian analitik dengan rancangan studi cross sectional.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan dan tujuan khusus adalah untuk mengetahui
sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak pidana, lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial ekonomi orang tua serta jika
terdapat sindrom depresif maka dapat dilakukan kerja sama dengan Departemen Psikiatri untuk mendapatkan penilaian dan penatalaksanaan lebih lanjut.
Hipotesis pada penelitian ini yang menyatakan sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan berbeda berdasarkan status sosial ekonomi orang tua terbukti p =
0,025.
VIII.1 KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN:
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak melakukan tindak pidana adalah tindak pidana pencurian yaitu sebanyak 126 orang 46,0, diikuti oleh
tindak pidana narkotika, sebanyak 86 orang 31,4 dan tindak pidana penggelapan, sebanyak 23 orang8,4.
Sampel yang paling banyak menjalani hukuman adalah lamanya 7 bulan- 1 tahun, sebanyak 103 orang 37,6, diikuti oleh lamanya 1 tahun-1½ tahun, sebanyak 56 orang
20,4 dan lamanya 1½ tahun – 2 tahun, sebanyak 38 orang13,9. Sampel yang paling banyak menjalani hukuman adalah kelompok umur 15 tahun
sampai 18 tahun, yaitu sebanyak 157 orang 57,3 diikuti oleh kelompok umur 19-21 tahun, sebanyak 117 orang 42,7.
Sampel yang paling banyak menjalani hukuman dengan tingkat pendidikan adalah SMP, yaitu sebanyak 93 orang 33,9 diikuti oleh tingkat pendidikan SD,
sebanyak 85 orang 31,0 dan SMU, sebanyak 72 orang 26,2. Sampel yang menjalani hukuman paling banyak bertempat tinggal di Kota Medan,
yaitu sebanyak 211 orang 77,0, diikuti yang bertempat tinggal diluar Kota Medan, sebanyak 63 orang 23,0.
Adhayani Lubis : Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
Sampel yang menjalani hukuman paling banyak mempunyai orang tua yang penghasilan dibawah 1 juta per bulan, yaitu sebanyak 186 orang 67,9, diikuti oleh
penghasilan 1-2 juta per bulan, sebanyak 78 orang 28,5 dan 2-3 juta per bulan, sebanyak 10 orang 3,6.
Sampel yang menjalani hukuman paling banyak mempunyai orang tua yang status perkawinan tidak bercerai, yaitu sebanyak 182 orang 66,4, diikuti orang tua yang
status perkawinan bercerai, sebanyak 92 orang 33,6.
VIII.2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN
Dari tabel 2 didapati narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak yang mengalami sindrom depresi, sebanyak 54 orang 19,7.
Studi prevalensi di Canada oleh Ulzen dan Hamilton tahun 1998 mengenai prevalensi gangguan mental pada pusat penahanan anak dan remaja menunjukkan hasil
30,4 memenuhi kriteria gangguan depresif. Teplin dan kawan-kawan di Amerika tahun 2000 melaporkan 13 anak laki-laki yang berada di Lembaga Pemasyarakatan
memenuhi kriteria episode depresi.
5
Sementara menurut Ryan tahun 2004 pada anak yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak ditemukan gangguan mood 1 dari
12 anak dan 8 mengalami gangguan depresif. Otto dan kawan-kawan mengumpulkan 11 penelitian mengenai gangguan mood pada anak laki-laki yang berada di Lembaga
Pemasyarakatan dan ditemukan variasi yang signifikan pada angka prevalensi, dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa yang menggunakan rekam medis melaporkan
adanya gangguan mood 22 dan yang menggunakan wawancara klinis melaporkan 32- 78.
4
Perbedaan yang didapat dari hasil penelitian ini dengan penelitian lainnya dikarenakan oleh penggunaan instrumen yang berbeda. Beberapa peneliti sebelumnya
menggunakan kuisioner Beck Depression Inventori dan ada yang menggunakan rekam medis.
4
Penelitian ini menggunakan Children depression inventory dari KOVACK sebagai alat ukur untuk krining sindrom depresif pada anak.
9,20
Adhayani Lubis : Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
VIII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION KOVACK PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa mean dan standard deviation Kovack pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak yang mengalami sindrom depresif adalah
22,1 SD 3,2 dan yang tidak mengalami sindrom depresif adalah 9,2 SD 2,1. Sindrom depresif dapat di jumpai pada anak yang berada dalam Lembaga
Pemasyarakatan Anak, karena hidup anak akan tertekan, kemerdekaan akan dibatasi, setiap harinya berada dalam sel tahanan, jauh dari orang tua dan anak harus mengurus
kebutuhannya sehari-hari.
VIII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 4 dapat dilihat sampel yang mengalami sindrom depresif yang paling banyak adalah tindak pidana pencurian, sebanyak 29 orang 53,7, diikuti oleh tindak
pidana narkotika, sebanyak 18 orang 33,3 dan tindak pidana pembunuhan, sebanyak 3 orang5,6. Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana
Lapas Anak Medan dalam melakukan tindak pidana p = 0,395. Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa narapidana yang mengalami sindrom
depresif lebih rendah dari pada narapidana yang tidak mengalami sindrom depresif. Hal ini terjadi oleh karena narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan
mayoritas memiliki tingkah laku antisosial. Dari literatur dikatakan bahwa gangguan kepribadian antisosial biasanya dimulai
dengan masalah tingkah laku yang serius dan persisten pada masa remaja awal. Masalah tingkah laku merupakan prediksi gangguan kepribadian antisosial.
32
Gambaran utama gangguan kepribadian antisosial merupakan pola perilaku yang mengabaikan norma-
norma sosial atau pelanggaran hak-hak orang lain, perilaku impulsif disertai dengan tidak adanya perasaan bersalah atau penyesalan. Sering tidak bertanggung jawab dan penuh
kebohongan.
32,33
Perilaku antisosial tidak menunjukkan adanya cemas atau gangguan depresif.
14
Pada penelitian ini terdapat sindrom depresif oleh karena anak harus tinggal terpisah dengan orang tua, mengurus diri sendiri dan terkekang. Hal ini sesuai dengan
literatur yang mengatakan bahwa sindrom depresi disebabkan oleh perpisahan dengan
Adhayani Lubis : Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
orang yang dicintai, berkurangnya perhatian lingkungan dan menanggung tanggung jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan, seperti masalah dengan hukum.
12,30
VIII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak mengalami sindrom depresif dalam menjalani lamanya hukuman adalah hukuman yang lamanya 7 bulan - 1
tahun, sebanyak 22 orang 40,7, diikuti oleh lamanya hukuman 1,5 tahun-2 tahun, sebanyak 9 orang 16,7 dan lamanya hukuman 1 tahun - 1,5 tahun, sebanyak 8 orang
14,8. Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dalam menjalani lamanya hukuman p = 0,405.
Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa sampel narapidana yang paling banyak mengalami sindrom depresif dalam menjalani lamanya hukuman adalah hukuman yang
lamanya 7 bulan - 1 tahun. Lama hukuman 7 bulan - 1 tahun lebih banyak mengalami sindrom depresif dari pada narapidana yang menjalani hukuman lebih lama oleh karena
semakin lama narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan maka semakin bisa anak-anak tersebut untuk beradaptasi dan bersosialisasi dengan situasi dan
lingkungan Lapas tersebut. Dari literatur dikatakan bahwa orang yang menderita kehilangan sosial lebih
cenderung untuk mengalami sindrom depresif bila mereka kurang memiliki keterampilan sosial dalam membentuk hubungan baru.
12
Ketidakmampuan peranan sosial seseorang untuk menyesuaikan diri dengan stresor sosial mengarah pada berkembangnya sindrom
depresif pada seseorang.
2
VIII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa sampel kelompok umur yang paling banyak mengalami sindrom depresif adalah sama banyaknya antara kelompok umur 15 - 18
tahun dengan kelompok umur 19-21 tahun, sebanyak 27 orang 50,0. Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dalam
kelompok umur p = 0,226. Pada hasil penelitian ini narapidana yang mengalami sindrom depresif pada
kelompok umur 15-18 tahun dengan kelompok umur 19-21 tahun adalah sama banyak oleh karena semua narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan
Adhayani Lubis : Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
akan mengalami situasi, fasilitas dan perlakuan yang sama. Ketika anak masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan maka hidup anak akan terkekang, kemerdekaan akan dibatasi,
jauh dari orang tua, keluarga dan orang orang yang dikenalnya serta memasuki dunia baru yang tertutup.
Pada penelitian ini narapidana yang mengalami sindrom depresif pada kelompok umur 15-18 tahun dengan kelompok umur 19-21 tahun adalah sama banyak, hal ini
berbeda dengan hasil penelitian Kaplan dkk 1984 yang menemukan sindrom depresif pada usia 11-14 lebih rendah di bandingkan usia 15- 18 tahun.
VIII.7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa sampel tingkat pendidikan yang paling banyak menderita sindrom depresif adalah tingkat pendidikan SD, sebanyak 23 orang 42,6,
diikuti oleh tingkat pendidikan SMP, sebanyak 18 orang 33,3 dan tingkat pendidikan SMU, sebanyak 10 orang 18,5. Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif
pada narapidana Lapas Anak Medan dengan tingkat pendidikan p = 0,184.
Pada penelitian ini sampel tingkat pendidikan yang paling banyak mengalami
sindrom depresif adalah tingkat pendidikan SD. Tingkat pendidikan SD lebih banyak mengalami sindrom depresif dari pada narapidana yang tingkat pendidikan lebih tinggi
kemungkinan oleh karena semangkin tinggi tingkat pendidikan narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan maka semakin banyak kegiatan dan
keterampilan yang dapat diikuti anak-anak tersebut untuk mengatasi rasa jenuh dan bosan dengan situasi dan lingkungan Lapas tersebut.
Pada penelitian ini tingkat pendidikan SD lebih banyak mengalami sindrom
depresif dari pada narapidana yang tingkat pendidikan lebih tinggi, hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan sindrom depresi lebih sering terjadi pada anak yang tingkat
pendidikan rendah dibandingkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
14
VIII.8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak mengalami sindrom depresif adalah narapidana yang bertempat tinggal di dalam Kota Medan, sebanyak 45
orang 83,3. Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan tempat tinggal
Adhayani Lubis : Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
p = 0,146. Pada penelitian ini narapidana yang bertempat tinggal di dalam Kota Medan lebih
banyak mengalami sindrom depresif dari pada narapidana yang bertempat tinggal diluar Kota Medan oleh karena narapidana yang bertempat tinggal di Kota Medan lebih banyak
menghadapi stresor lingkungan daripada luar Kota Medan. Kota Medan merupakan Ibu Kota Propinsi. Perkotaan memiliki penduduk yang lebih padat, suasana lebih ramai, jauh
dari ketenangan dan tingkat kejahatan lebih tinggi. Dari literatur dikatakan bahwa faktor lingkungan seperti pemaparan terhadap
peristiwa hidup yang penuh tekanan tampaknya memainkan peranan untuk menyebabkan timbulnya sindrom depresif.
14
Ketidakmampuan peranan sosial untuk menyesuaikan diri dengan stresor sosial mengarah pada berkembangnya depresi pada
seseorang.
1
Stresor psikososial lebih tinggi pada daerah perkotaan dari pada pedesaan.
14
VIII.9 SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa sampel pendapatan orang tua per bulan yang paling banyak mengalami sindrom depresif adalah pendapatan per bulan 1 juta rupiah,
sebanyak 45 orang 83,3. Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan sosial ekonomi orang tua p = 0,025.
Pada penelitian ini narapidana yang pendapatan orang tua per bulan 1 juta lebih banyak mengalami sindrom depresif oleh karena narapidana yang orang tuannya kurang
mampu, kurang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tambahan selama anak tesebut berada dalam Lapas Anak Medan. Dengan perekonomian yang lebih tinggi maka anak
akan lebih sering di kunjungi dan setiap keperluan anak akan lebih terpenuhi. Dari literatur dikatakan bahwa salah satu stresor psikososial yang menyebabkan
sindrom depresif adalah faktor ekonomi yang kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
2
Terdapat bukti yang mengemukakan bahwa status sosioekonomi keluarga yang rendah berperan banyak dalam menyebabkan sindrom depresif pada anak.
14
Adhayani Lubis : Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
VIII.10 SEBARAN STATUS PERKAWINAN ORANG TUA DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa sampel status perkawinan orang tua yang paling banyak mengalami sindrom depresif adalah status perkawinan orang tua yang tidak
bercerai, sebanyak 35 orang 64,8. Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan status perkawinan orang tua p =
0,449. Pada penelitian ini narapidana yang status perkawinan orang tua yang tidak
bercerai lebih banyak mengalami sindrom depresif kemungkinan oleh karena narapidana yang berasal dari keluarga yang utuh biasanya selalu berada dekat dengan kedua orang
tua dan selalu bergantung dengan orang tua. Saat anak berada dalam Lapas, maka anak akan mengurus kebutuhannya sehari-hari tanpa bantuan orang tua. Anak akan merasa
tertekan akibat berpisah dengan orang tua. Pada penelitian ini narapidana yang status perkawinan orang tua yang tidak
bercerai lebih banyak mengalami sindrom depresif. Hal ini berbeda dengan literatur yang menyatakan struktur keluarga berperan dalam terjadinya sindrom depresif terutama pada
status perkawinan orang tua yang bercerai atau perpisahan orang tua.
14
Adhayani Lubis : Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN