Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan

(1)

Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan

SKRIPSI

Oleh: Abdul Hadi R Dlt

111101124

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan

SKRIPSI

Oleh: Abdul Hadi R Dlt

111101124

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil'alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta

Medan”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan. Namun, berkat ada bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Medan dan jajarannya yang telah memberikan izin pengumpulan data dalam penelitian ini.


(6)

6. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I dan Bapak Achmad Fathi, S.Kep , Ns, MNS selaku dosen penguji II dalam sidang skripsi penelitian ini.

8. Para staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 9. Ayahanda Darwin Dalimunthe dan Ibunda Dahliana Harahap yang

terus mendukung dan selalu mendo'akan saya sehingga saya punya semangat lebih dalam pengerjaan skripsi ini.

10.Teman-teman mahasiswa S1 2011 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya untuk 11 orang sahabat yang telah memberi semangat dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri semoga kita selalu dalam lindungan serta limpahan rahmat-Nya.

Medan, Juli 2015


(7)

DAFTAR ISI

Halaman judul ... i

Halaman persetujuan ... ii

Lembar orisinalitas ... iii

Kata pengantar ... iv

Daftar isi ... vi

Daftar skema ... viii

Daftar tabel ... ix

Abstrak ... x

Abstract ... xi

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Perumusan masalah ... 4

1.3. Tujuan penelitian ... 5

1.4. Manfaat penelitian ... 5

Bab 2. Tinjauan pustaka ... …… 7

2.1. Konsep diri ... 7

2.1.1.Pengerian konsep diri ... 7

2.1.2.Jenis-jenis konsep diri ... 8

2.1.3.Komponen konsep diri ... 9

2.1.4.Konsep diri narapidana remaja ... 14

2.2.Remaja... 15

2.2.1.Penegertian remaja ... 15

2.2.2. Batasan karakteristik remaja ... 16

2.2.3.Ciri-ciri umum masa remaja ... 17

Bab 3. Kerangka penelitian ... 21

3.1 Kerangka penelitian ... 21

3.2 Defenisi konseptual ... 22

3.3. Defenisi operasional ... 22

Bab 4. Metodologi penelitian ... 24

4.1. Desain penelitian ... 24

4.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling... 24

4.2.1. Populasi ... 24

4.2.2. Sampel ... 24

4.3. Lokasi dan waktu penelitian... 25

4.4. Pertimbangan etik... 25

4.5. Instrumen penelitian ... 26

4.6.Uji Validitas dan Reabilitas ... 28

4.7.Pengumpulan data ... 28

4.8. Analisa data ... 30

Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... 32


(8)

5.1.1 Data demografi ... 32

5.1.2 Konsep diri ... 34

5.1.3 Gambaran diri ... 35

5.1.4. Ideal diri ... 36

5.1.5. Harga diri ... 38

5.1.6. Peran ... 39

5.1.7. Identitas diri ... 41

5.2 Pembahasan ... 43

5.2.1.Konsep diri ... 43

5.2.3.Gambaran diri ... 44

5.2.4. Ideal diri ... 45

5.2.5. Harga diri ... 47

5.2.6. Peran ... 49

5.2.7. Identitas diri ... 50

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 51

6.1 Kesimpulan ... 52

6.2 Saran ... 52

6.2.1. Bagi praktek keperawatan ... 53

6.2.2. Bagi pendidikan keperawatan ... 53

6.2.3. Bagi peneliti selanjunya ... 53

6.2.4. Bagi Lembga Pemasyarakatn Anak ... 53

Daftar pustaka ... 54

Lampiran 1 Lembar permohonan menjadi responden ... 56

Lampiran 2 Lembar persetujuan menjadi responden ... 57

Lampiran 3 Instrumen penelitian ... 58

Lampiran 4 Etical clearence ... 61

Lampiran 5Surat izin reliabilitas ... 62

Lampiran 6 Surat izin pengambilan data ... 64

Lampiran 7 Surat telah menyelesaikan penelitian ... 66

lampiran 8 Surat telah melakukan validitas ... 67

lampiran 9 Hasil uji reliabilitas ... 69

lampiran 10 Master tabel ... 73

lampiran 11 Hasil penelitian ... 85

Lampiran 12 Jadwal penelitian ... 90

Lampiran 13 Taksasi dana ... 92

Lampiran 14 Lembar bukti bimbingan ... 93

Lampiran 15 Surat terjemahan abstrak ... 95


(9)

DAFTAR SKEMA

Halaman TABEL 3.1. Kerangka Penelitian ...21


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.2. Definisi operasional ...22

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi demografi...33

Tabel 5.2. Disribusi frekuensi konsep diri...34

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi tingkatan gambaran diri...35

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi gambaran diri...36

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi tingkatan ideal diri...36

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi ideal diri...37

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi tingkatan harga diri...38

Tabel 5.8 Distribusi frekuensi harga diri...39

Tabel 5.9. Distribusi frekuensi tingkatan peran...39

Tabel 6.0. Distribusi frekuensi peran...40

Tabel 6.1. Distribusi frekuensi tingkatan identitas diri...41


(11)

Judul : Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan Nama : Abdul Hadi R Dlt

NIM : 111101124

Fakultas : Keperawatan USU

Abstrak

Konsep diri merupakan salah satu masalah yang dihadapi narapidana remaja, keberadaan mereka di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak membuat mereka harus terpisah dari orang tua dan hidup bersama narapidana lain. Hal ini akan berdampak negatif terhadap persepsi mereka terhadap dirinya sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konsep diri dan mengetahui komponen konsep diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan. Sampel berjumlah 76 responden dengan menggunakan teknik random sampling. Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden memiliki konsep diri yang positif sebanyak 73 responden (96,1%), untuk komponen konsep diri diperoleh mayoritas responden memiliki gambaran diri yang positif sebanyak 60 responden (96,1%), ideal diri yang realistis sebanyak 72 responden (94,7%), harga diri yang rendah sebanyak 39 responden (51,3%), kepuasan peran sebanyak 72 responden (94,7%), dan kejelasan identitas sebanyak 75 responden (98,7%). Lembaga Pemasyarakatan dapat mempertahankan dan meningkatkan kegiatan pembinaan dan konseling sehingga konsep diri positif pada remaja dapat dipertahankan dan ditingkatkan.


(12)

(13)

Judul : Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan Nama : Abdul Hadi R Dlt

NIM : 111101124

Fakultas : Keperawatan USU

Abstrak

Konsep diri merupakan salah satu masalah yang dihadapi narapidana remaja, keberadaan mereka di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak membuat mereka harus terpisah dari orang tua dan hidup bersama narapidana lain. Hal ini akan berdampak negatif terhadap persepsi mereka terhadap dirinya sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konsep diri dan mengetahui komponen konsep diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan. Sampel berjumlah 76 responden dengan menggunakan teknik random sampling. Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden memiliki konsep diri yang positif sebanyak 73 responden (96,1%), untuk komponen konsep diri diperoleh mayoritas responden memiliki gambaran diri yang positif sebanyak 60 responden (96,1%), ideal diri yang realistis sebanyak 72 responden (94,7%), harga diri yang rendah sebanyak 39 responden (51,3%), kepuasan peran sebanyak 72 responden (94,7%), dan kejelasan identitas sebanyak 75 responden (98,7%). Lembaga Pemasyarakatan dapat mempertahankan dan meningkatkan kegiatan pembinaan dan konseling sehingga konsep diri positif pada remaja dapat dipertahankan dan ditingkatkan.


(14)

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

UU no. 12 tahun 1995 menjelaskan bahwa Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Sebutan untuk penghuni atau tahanan di lembaga pemasyarakatan sendiri adalah narapidana. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.

Masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Masa ini merupakan masa-masa yang amat sulit bagi remaja dan orangtua. Terdapat bukti bahwa bagi minoritas remaja, masa remaja dapat sangat bermasalah. Meski demikian, penting untuk mengetahui bahwa anak–anak yang mengalami masalah emosional dimana remaja biasanya memiliki masalah emosional yang sudah terjadi sebelumnya (Upton, 2012).

Salah satu bentuk penyimpangan pada remaja adalah kasus kriminal yang dilakukan oleh remaja. Kasus kriminal yang sering dilakukan oleh remaja adalah melanggar ketertiban, kejahatan asusila, penganiayaan, pencurian, perampokan, dan penyalahgunaan narkoba. Kasus-kasus tersebut membawa remaja berurusan dengan lembaga hukum dan beberapa remaja yang divonis bersalah kemudian menjalani masa-masa berada di rumah tahanan sebagai narapidana.

Fenomena peningkatan kejahatan remaja yang terjadi di Indonesia terlihat dari data yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Stastik (BPS, 2010) selama tahun


(16)

2007 tercatat sekitar 3.100 orang pelaku tindak pidana adalah remaja yang berusia 18 tahun. Jumlah tersebut bertambah pada tahun 2008 dan 2009 masing–masing meningkat menjadi sekitar 3.300 dan 4.200 remaja.

Data yang diambil dari Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjenpas, 2014) terdapat 3.093 tahanan di LAPAS Anak. Data Direktorat Jendral Pemasyarakatan di kantor wilayah Sumatera Utara pada bulan September tahun 2013 menunjukkan bahwa saat ini terdapat 336 narapidana remaja. Ini menunjukkan bahwa kejahatan yang dilakukan para remaja secara tidak langsung sudah terjerumus ke dunia kriminalitas, sehingga kriminalitas di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi banyak juga dilakukan oleh para remaja. Data tersebut menunjukkan bahwa penghuni lembaga pemasyarakatan semakin banyak dihuni oleh para remaja.

Remaja yang tinggal di LAPAS dapat tejadi perubahan konsep diri. Konsep diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya Potter & Perry (2005). Konsep diri pada narapidana tebentuk melalui proses belajar dalam interaksinya dengan lingkungan di LAPAS. Kurang adanya kesempatan mengembangkan diri dan menyesuaikan diri seperti individu pada umumnya mengakibatkan narapidana merasa ditolak oleh lingkungannya sehingga narapidana mempertahankan diri dengan cara yang menyimpang, mempertahankan gambaran diri yang palsu, dan mengakibatkan narapidana mengembangkan konsep diri secara negatif (Wulandari, 2012). Adapun faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah kecemasan narapidana disebabkan oleh


(17)

kondisi dimasa yang akan datang yang belum jelas dan belum pasti, sehingga menimbulkan kekhawatiran dan kegelisan apakah masa sulit tersebut akan terlewati dengan aman atau merupakan ancaman seperti yang dikhawatirkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriawati (2012) menyatakan semakin positif konsep diri narapidana maka akan semakin rendah tingkat kecemasan menghadapi masa depan, dan sebaliknya semakin negatif konsep diri narapidana maka semakin tinggi tingkat kecemasan menghadapi masa depan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Armeliza (2012) tentang gambaran konsep diri remaja yang dilakukan terhadap 60 orang responden di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Pekanbaru menunjukkan bahwa konsep diri remaja yang berada di Lapas Kelas II B Pekanbaru yang telah melewati 3 bulan masa tahanan, sebagian besar memiliki konsep diri yang cendrung negatif, yaitu berjumlah 31 orang (51,7%), sedangkan yang positif sebanyak 28 orang (48,3%).

Hasil penelitian yang dilakukan Rafiyah (2009) gambaran konsep diri pada warga binaan remaja di Rumah Tahanan Negara Klas I Bandung menunjukkan bahwa 16 responden memiliki konsep diri yang positif dengan presentase sebesar 57.14% dan 12 responden memiliki konsep diri negatif dengan presentase sebesar 42.86%. Hampir setengah warga binaan remaja di Rutan Klas 1 Bandung memiliki konsep diri negatif. Hal ini terjadi karena beberapa warga binaan terlihat belum dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan Rumah Tahanan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan lima orang narapidana remaja di LAPAS, didapatkan informasi bahwa 1 orang narapidana


(18)

remaja di LAPAS mengatakan bahwa dia merasa dikucilkan oleh keluarga sehingga tidak pernah dikunjungi keluarganya selama di LAPAS, dan sedangkan 4 orang narapidana remaja lainnya mengatakan pernah dikunjungi keluarganya. Dari 5 narapidana remaja yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka tidak bebas berekspresi, dan mereka juga mengatakan bahwa mereka malu apabila setelah keluar dari LAPAS dan bergaul dengan masyarakat.

Pada saat diwawancarai 1 orang narapidana mengatakan malas untuk mengikuti kegiatan harian yang dilakukan di dalam LAPAS dia menganggap kegiatan tersebut tidak ada gunanya untuk kehidupannya selanjutnya dan beranggapan tidak akan ada potongan hukuman jika ikut serta dalam kegiatan harian tersebut. Sedangkan 4 orang narapidana lainnya mengatakan ikut serta dalam berbagai kegiatan-kegiatan yang ada di dalam LAPAS.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka peneliti berasumsi bahwa konsep diri merupakan hal yang penting dalam kehidupan remaja karena konsep diri akan menentukan bagaimana seseorang berperilaku. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran konsep diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran konsep diri narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan?


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

3.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran konsep diri narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui bagaimana gambaran diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

2. Mengetahui bagaimana gambaran ideal diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

3. Mengetahui bagaimana gambaran harga diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

4. Mengetahui bagaimana gambaran peran narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

5. Mengetahui bagaimana gambaran identitas diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian, diharapkan mampu untuk memberikan pengetahuan dan informasi tentang :


(20)

4.1. Praktek Keperawatan

Dapat digunakan sebagai informasi tambahan kepada perawat dalam pemberian asuhan keperawatan tentang masalah konsep diri remaja.

4.2. Pendidikan Keperawatan

Menjadi bahan untuk memperluas wawasan dan memperdalam kajian tentang konsep diri remaja dan pemberdayaan narapidana remaja.

4.3. Penelitian Keperawatan

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian yang terkait dengan konsep diri narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan Anak.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep diri

2.1.1. Pengertian Konsep diri

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa konsep diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

Keliat (1992) menguraikan bahwa konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih elektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptif.

Dari pengertian konsep diri menurut teori yang dipaparkan di atas maka penulis menarik kesimpulan, konsep diri adalah pola pikir individu terhadap diri sendiri yang didapatkan berdasarkan pengalaman pribadi dan interaksi orang lain.


(22)

2.1.2 Jenis – jenis konsep diri

Dalami (2009) menyatakan bahwa dalam perkembangan konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri yang adaptif dan konsep diri mal-adaptif :

1. Respon adaptif adalah respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi suatu masalah dapat menyelesaikannya secara baik antara lain:

a) Aktualisasi diri berdasarkan konservasi mandiri termasuk persepsi masa lalu akan diri dan perasaannya.

b) Konsep diri positif menunjukan individu akan sukses dalam menghadapi masalah.

2. Respon mal-adaptif adalah respon individu dalam menghadapi masalah dimana individu tidak mampu memecahkan masalah tersebut. Respon mal-adaptif gangguan konsep diri adalah:

a) Gangguan harga diri

Transisi antara respon konsep diri positif dan mal-adaptif kekacauan identitas.

b) Identitas diri

Kacau atau tidak jelas sehingga tidak memeberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.

c) Tidak mengenal diri

Tidak mengenal diri yaitu mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada


(23)

rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain.

2.1.3. Komponen konsep diri

a. Gambaran diri

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan, dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang berkesinambungan di modifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, 1998).

Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Sikap dan nilai kultural serta sosial juga mempengaruhi citra tubuh (Perry & Potter, 2005).

Beberapa gangguan pada citra tubuh dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti syok psikologis yang merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan, menarik diri dimana klien ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional sehingga klien menjadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.


(24)

Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka akan muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan citra tubuh yang baru. Tanda dan gejala dari gangguan citra tubuh tersebut adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan citra tubuh, tanda dan gejalanya berupa menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah, tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh, mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri, perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan ditolak, depersonalisasi, dan menolak penjelasan tentang perubahan tubuh (Stuart & Sundeen, 1998).

b. Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku (Stuart and Sundeen, 1998). Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diingingkannya atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga, budaya) dan kepada siapa ia ingin dilakukan.

Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standar perilaku yang di anggap ideal dan di upayakan untuk dicapai diri ideal berawal dalam tahun prasekolah dan berkembang sepanjang hidup diri ideal dipengaruhi oleh


(25)

norma masyarakat dan harapan serta tuntutan dari orang tua dan orang terdekat (Potter & Perry, 2005).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri diri (Keliat, 1992) :

1. Kecenderungan individu menetapkan ideal diri pada batas kemampuannya.

2. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri. Kemudian standar ini dibandingkan dengan standar kelompok teman.

3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil; kebutuhan yang realistis; keinginan untuik menghindari kegagalan; perasaan cemas dan rendah diri.

c. Harga diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberap jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart & Sundeen, 1998). Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri sendiri dan orang lain, harga diri bergantung pada kasih sayang dan penerimaan. Harga diri mencakup penerimaan diri sendiri karena nilai dasar, meski lemah dan terbatas seseorang yang menghargai dirinya yang tinggi. Seseorang yang merasa tidak berharga dan menerima sedikit respek dari orang lain biasanya mempunyai harga diri yang rendah (Potter & Perry, 2005).


(26)

d. Peran

Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan secara sosial berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok sosial (Stuart & Sundeen, 1998). Sebagian besar individu mempunyai lebih dari satu peran. Peran yang umum termasuk peran sebagai ibu atau ayah, istri atau suami, anak perempuan atau anak laki-laki, pekerja atau majikan, saudara perempuan atau laki-laki dan teman.

Setiap peran mencakup Draft Only pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah pada penghargaan ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya konsep diri seseorang (Potter & Perry, 2005).

Banyak faktor yang mempengaruhi peran dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan (Stuart & Sundeen, 1998) :

1. Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran.

2. Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.

3. Kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban.

4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.

5. Pemisahaan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.


(27)

e. Identitas diri

Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber diri observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart & Sundeen, 1998). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duannya. Identitas juga mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan dan konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi (Potter & Perry, 2005).

Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa seseorang belajar tentang nilai, perilaku dan peran sesuai dengan kultur, untuk dapat membentuk identitas seseorang harus mampu membawa semua perilaku yang dipelajari ke dalam keutuhan yang koheren, konsisten dan unik. Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat ditandai dengan memandang dirinya secara unik, merasakan dirinya berbeda dengan orang lain, merasakan otonomi, menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri, dapat mengontrol diri, mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri.

Stuart & Sundeen (1998) mengidentifikasi 6 ciri identitas ego :

1. Mengenal diri sendiri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dri oranglain.


(28)

3. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan.

4. Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.

5. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.

6. Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat direalisasikan.

2.1.4. Konsep diri narapidana remaja

Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umunya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia belasan tahun atau awal dua puluh tahun (Papila dan Olds, 2011). Remaja yang kehilangan keluarga dan orang tua akan mengalami gangguan dalam proses pembentukan konsep dirinya. Pada remaja yang tinggal di Lapas dapat terjadi perubahan konsep diri. Konsep diri bukanlah bawaan lahir, melainkan hasil belajar. Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan oranglain (Riyaldi, 2009).

Konsep diri melalui proses dalam interaksinya dengan lingkungan LAPAS. Kurang adanya kesempatan mengembangkan diri dan menyesuaikan diri seperti individu pada umunya mengakibatkan narapidana merasa ditolak oleh lingkuannya sehingga narapidana mempertahankan diri dengan cara menyimpang, mempertahankan gambaran diri yang palsu dan mengakibatkan narapidana mengembangkan konsep diri secara negatif (Wulandari, 2012).

Hal itulah yang terjadi pada remaja yang direhabilitasi di LAPAS. Butar-butar (2007) telah melakukan observasi pada para remaja yang sedang


(29)

direhabilitasi di LAPAS dan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pembinaan yang dilakukan di Lapas belum sesuai dengan teori-teori perkembangan remaja, sering terjadi perilaku kekerasan fisik, pola pembinaan yang dilakukan masih sama dengan narapidana dewasa, waktu petugas untuk mendengarkan keluhan remaja juga terbatas, kemampuan petugas memahami persoalan masih rendah, dan seringkali remaja masih terlantar banyaknya waktu luang yang tidak di isi dengan kegiatan berarti.

2.2 Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

Istilah adolescense atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “ tumbuh” atau “ tumbuh

menjadi dewasa” (Al-Mighwar, 2011). Masa remaja adalah masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa, masa ini hampir selalu merupkan masa-masa sulit bagi remaja maupun orang tuanya (Jahja, 2011).

2.2 Batasan karakteristik remaja

Batasan karakteristik remaja menurut Agustiani (2006) yaitu :

a. Remaja awal: 12 – 15 tahun

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap


(30)

bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.

b. Remaja madya: 15 – 18 tahun

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-direced). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impusivitas dan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain ini penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

c. Remaja akhir: 18 – 22 tahun

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja beusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa juga menjadi ciri dari tahap ini.

2.3 Ciri – ciri umum masa remaja

Setiap periode penting selama rentang kehidupan memiliki ciri-ciri terentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya.

Menurut Al-Mighwar (2011) menyatakan ciri – ciri umum masa remaja sebagai berikut


(31)

a. Masa penting

Semua periode dalam rentang kehidupan memeang penting, teapi ada perbedaan dalam tingkat kepentingannya. Adanya akibat yang langsung terhadap sikap dan tingkah laku serta akibat–akibat jangka panjangnya menjadikan perioda remaja lebih penting daripada periode lainnya.

b. Masa transisi

Transisi merupakan tahap peralihan dari suatu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Maksudnya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan membekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Jika seseorang anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dia harus meninggalkan segala hal yang bersifat kekanak-kanakan dan mempelajari pola tingkah laku dan sikap baru.

c. Masa perubahan

Perubahan yang terjadi pada masa remaja memang beragam, tetapi ada empat perubahan yang terjadi pada semua remaja:

1) Emosi yang tinggi. Intensitas emosi bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi, sebab pada awal masa remaja, perubahan emosi terjadi lebih cepat.

2) Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial menimbulkan masalah baru. Dibandingkan dengan masalah yang dihadapi


(32)

sebelumnya, remaja muda, tampaknya mengalami masalah yang lebih banyak dan sulit diselasaikan.

3) Perubahan nilai-nilai sebagai konsekuensi perubahan minat dan pola tingkah laku. Setelah hampir dewasa, remaja tidak lagi menganggap penting segala apa yang dianggap penting pada masa anak-anak.

4) Bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Remaja menghendaki dan menuntut kebebasan, tetapi sering takut bertanggung jawab akan risikonya dan meragukan kemampuannya untuk mengatasinya.

d. Masa bermasalah

Meskipun setiap periode mengalami masalah sendiri, masalah masa remaja termasuk masalah yang sulit diatasi, baik oleh anak laki-laki maupun perempuan. Alasannya, pertama, sebagian masalah yang terjadi selama masa kanak-kanak diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga mayoritas remaja tidak berpengalaman dalam mengatasinya. Kedua, sebagian remaja sudah merasa mandiri sehingga menolak bantuan orangtua dan guru-guru. Dia ingin mengatasi masalahnya sendiri.

e. Masa pencarian identitas

Penyesuaian diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih penting bagi remaja daripada individualitas. Contohnya, dalam hal pakaian, berbicara, dan tingkah laku, remaja ingin seperti teman-teman gengnya. Apabila tidak demikian, ia akan terusir dalam kelompoknya.


(33)

f. Masa munculnya ketakutan

Majeres berpendapat, “ Banyak yang berangggapan bahwa popularitas

mempunyai arti yang bernilai dan sayangnya, banyak diantaranya yang bersifat negaif. Persepsi negatif terhadap remaja seperti tidak percaya, cenderung merusak dan berperilaku merusak, mengindikasikan pentingnya bimbingan dan pengawasan orang dewasa. Demikian pula, terhadap kehidupan remaja muda yang cenderung tidak simpatik dan takut bertanggung jawab.

g. Masa yang tidak realistik

Pandangan subjektif cenderung mewarnai remaja. Mereka memandangi diri sendiri dan oranglain berdasarkan keinginannya, dan bukan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, apalagi dalam cita-cita. Tidak hanya berakibat bagi dirinya sendiri, bahkan bagi keluarga dan teman-temannya, cita-cita yang realistik ini berakibat pada tingginya emosi yang merupakan ciri awal masa remaja.

h. Masa menuju dewasa

Masa menuju dewasa dimana kematangan kian dekat, para remaja merasa gelisah stereotip usia belasan tahun yang indah di satu sisi, dan harus bersiap-siap menuju usia dewasa di sisi lainnya. Kegelisahan itu timbul akibat kebimbangan tentang bagaimana meninggalkan masa remaja dan bagaimana pula memasuki masa dewasa.


(34)

Mereka mencari-cari sikap yang dipandangnya pantas untuk itu. Bila kurang arahan atau bimbingan, tingkah laku mereka akan ganjil, seperti berpakaian dan bertingkah laku meniru-niru orang dewasa, merokok, minum-minum keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks.


(35)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian

Berdasarkan uraian pada bab 2, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Komponen konsep diri narapidana remaja :

1. Gambaran diri 2. Ideal diri 3. Harga diri 4. Peran

5. Identitas Diri

Skema 3.1. Kerangka Penelitian

Kerangka konsep diatas menunjukkan bahwa gambaran diri, ideal diri, harga diri, identitas diri, dan peran merupakan komponen konsep diri yang mempengaruhi konsep diri narapidana remaja. Jika nilai dari komponen konsep diri bernilai baik maka kategori konsep diri remaja tersebut adalah positif. Begitu pula sebaliknya bila nilai komponen konsep diri bernilai kurang maka kategori konsep diri remaja tersebut bernilai negatif.

Positif


(36)

3.2. Definisi Konseptual

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain ( Stuart & Sundeen, 1998).

3..2. Definisi Operasional

Untuk lebih mudah memahami pengertian dari variabel yang akan diteliti, maka dapat diperhatikan pada tabel definisi operasional berikut ini:

Variabel Penelitian

Definisi Operasional Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Konsep

diri

narapidana remaja

Persepsi tahanan remaja di LAPAS tentang dirinya sendiri secara keseluruhan baik mengenai perubahan yang terjadi pada fisiknya dan psikisnya

yang dapat

mempengaruhi

hubungannya dengan orang lain.

Kuesioner dalam bentuk 25 pernyataan Konsep diri: -Positif jika skor 13-25 -Negatif Jika skor 0-12 Nominal Gambaran diri

Sikap tahanan remaja

tentang keadaan

fisiknya baik bentuk tubuh, dan penampilan dan potensi yang dimiliki. Kuesioner dalam bentuk 5 pernyataan Gambaran diri : - Positif jika skor 3-5 - Negatif Jika skor 0-2 Nominal

Ideal diri Persepsi tahanan remaja

terhadap dirinya sendiri yang berhubungan dengan cita-cita, nilai

Kuesioner dalam bentuk 5 pernyataan

Ideal diri : - Positif Jika skor

3-5


(37)

yang ingin dicapai, harapan pribadi yang dilakukan dimasyarakat

- Negatif Jika skor

0-2

Harga diri Penilian pribadi tahanan

remaja terhadap hasil yang sesuai apa yang diharapkan oleh diri sendiri dan orang lain

Kuesioner dalam bentuk 5 pernyataan

Harga diri : -Positif Jika skor 3-5 -Negatif jika skor 0-2 Nominal

Peran Peran tahanan remaja

tentang posisinya dan perannya dikeluarga dan dimasyarakat Kuesioner dalam bentuk 5 pernyataan Peran : - Positif Jika skor 3-5 - Negatif Jika skor 0-2 Nominal Identitas diri

Kesadaran tahanan remaja akan sifat dan keunikan diri sendiri

Kuesioner dalam bentuk 5 pernyataan Idenitas diri : - Positif Jika skor 3-5 - Negatif Jika skor 0-2 Nominal


(38)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Desain ini digunakan

untuk mengidentifikasi gambaran konsep diri narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

4.2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh narapidana remaja yang berjenis kelamin laki-laki di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan yang berjumlah 313 orang.

4.2.2. Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

simple random sampling karena setiap anggota populasi memiliki kesempatan untuk menjadi narapidana. Jumlah sampel dalam peneltian ini adalah sebanyak 76 orang yang diperoleh dari rumus Slovin (Nursalam, 2011):

n = N 1 + N(d)2 Keterangan: n = Besar sampel


(39)

N= Jumlah populasi

d = Derajat akurasi yang diinginkan (10% = 0,1) n = N

1+ N(d)2 n = 313 1+313(0,1)2 n = 313 4,13

n = 75,78 dibulatkan menjadi 76 narapidana 4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2015 di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan Provinsi Sumatera Utara. Adapun pertimbangan mengambil lokasi tersebut karena LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan merupakan LAPAS Anak satu-satunya yang ada di Sumatera Utara dan merupakan Lembaga Pemasyarakatan narapidana remaja yang berjenis kelamin laki-laki.

4.4. Pertimbangan Etik

Terlebih dahulu peneliti mendapatkan izin dari komite etik Fakultas Keperawatan USU. Kemudian peneliti meminta surat izin ke Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara. Setelah keluar surat izin penelitian, kemudian meminta data ke Lembaga pemasyarakatan anak Tanjung Gusta Medan. Penelitian ini menyertakan sebuah lembar persetujuan peneliti berdasarkan prinsip etik yaitu Informed consent


(40)

mengetahui maksud peneliti. Jika para narapidana bersedia, maka harus menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak narapidana, dan Anonimity yaitu, peneliti tidak mencantumkan nama narapidana pada lembar pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan tersebut.

Confidentiality yaitu, penelitian menjamin kerahasiaan informasi narapidana dan kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Beneficience, selalu berupaya bahwa kegiatan yang diberikan kepada narapidana mengandung prinsip kebaikan bagi narapidana guna mendapatkan suatu metode atau konsep baru untuk kebaikan narapidana.

Nonmalaficience yaitu, penelitian yang digunakan tidak mengandung unsur bahaya atau merugikan apabila sampai mengancam jiwa bagi narapidana. Veracity

yaitu, penelitian yang dilakukan harus dijelaskan secara jujur tentang manfaat, efek dan apa yang didapat jika narapidana terlibat di dalam penelitian tersebut. Justice

yaitu penelitian harus berusaha semaksimal mungkin untuk tetap melaksanakan prinsip justice (keadilan) pada saat melakukan penelitian (Hidayat, 2007).

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen baku dimodifikasi yang dibuat oleh Siregar (2008) untuk penelitian Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja Putri di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan. Instrumen ini dibuat dalam bentuk kuesioner. Instrumen penelitian berisi data demografi yang meliputi kode, usia, pendidikan terakhir, agama, suku, sudah


(41)

berapa lama di Lapas, tindakan kriminal yang dilakukan, kegiatan yang dilakukan selama di Lapas. Kuesioner gambaran konsep diri pada remaja terdiri 25 pernyataan tertutup. Pernyataan positif berjumlah 14 (2,3,5,8,9,10,13,16,18,19,21,23,24,25). Pernyataan negatif berjumlah 11 (1,4,6,7,11,12,14,15,17,20,22). Pernyataaan mengenai gambaran diri terdiri dari 5 pernyataan, 3 pernyataan positif (2,3,5) dan 2 pernyataan negatif (1,4); mengenai ideal diri terdiri dari 5 pernyataan, 3 pernyataan positif (8,9,10) dan 2 pernyataan negatif (6,7); mengenai harga diri terdiri dari 5 pernyataan, 1 pernyataan positif (13) dan 4 pernyataan negatif (11,12,14,15); mengenai peran terdiri dari 5 pernyataaan, 3 pernyataan positif (16,18,19) dan 2 pernyataan negatif (17,20); mengenai identitas diri terdiri dari 5 pernyataan, 4 pernyataan positif (21,23,24,25); dan 1 pernyataan negatif (22).

Kuesioner ini menggunakan skala guttman dimana pernyataan positif dijawab

“ya bernilai “1” dan pernyataan positif dijawab “tidak” bernilai “0”, sedangkan pernyataan negatif dijawab “ya” bernilai “0” dan pernyataan negatif dijawab “tidak”

bernilai “1”. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 25. Untuk menentukan kategori gambaran konsep diri digunakan rumus panjang kelas (Sudjana, 2002) yaitu :

Panjang kelas (P) = Rentang kelas

Banyak kelas Maka dapat dikategorikan tingkat konsep diri sebagai berikut:

Positif : Bernilai antara 13-25 Negatif : Bernilai antara 0-12


(42)

4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas

4.6.1. Uji Validitas

Validitas instrumen bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa uang diukur. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi dan sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini uji validitas kuesioner di uji oleh dosen Keperawatan Jiwa. Hasil uji valid yang di dapatkan bernilai 1.

4.6.2. Uji Reliabilitas

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji reliabilitas instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama. Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada sekelompok sampel. Dan instrumen dikatakan reliable jika reliabilitasnya 0,70 (Arikunto, 2010). Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan KR-20 dengan hasil 0,737 ( r produk = 0,708).

4.7. Proses Pengumpulan Data

Persiapan pengumpulan data dilakukan melalui prosedur administrasi dengan cara mendapatkan izin dari Institusi Fakultas Keperawatan Universitas


(43)

Sumatera Utara. Kemudian meminta surat izin ke Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara. Setelah mendapatkan izin penelitian, kemudian meminta data ke Lembaga pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Setelah data narapidana didapatkan, maka peneliti akan mengundi seluruh populasi yang akan dijadikan sampel dengan cara menggulung kertas dengan nomor urut data narapidana lalu dimasukkan ke dalam kotak dan kemudian peneliti mengambil beberapa gulungan sebanyak sample yang dibutuhkan.

Selanjutnya peneliti dibantu oleh petugas LAPAS untuk mengumpulkan sample penelitian dengan memanggil nama narapidana sesuai hasil undian tersebut dengan menggunakan alat bantu pengeras suara dan mengarahkan mereka agar masuk ke dalam ruang kelas. Setelah semua narapiana berkumpul di ruang kelas peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan kepada narapidana, apabila narapidana menyetujui menjadi responden dalam penelitian maka peneliti menganjurkan narapidana untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) yang telah disediakan dan kemudian peniliti menjelaskan tata cara pengisian kuesioner.

Narapidana diminta untuk mengisi kuesioner, dan diberi kesempatan bertanya apabila ada yang tidak dimengerti. Setelah kuisioner selesai di isi, peneliti memeriksa semua kuisioner sebelum dikumpulkan diteliti dulu kelengkapannya terlebih dahulu. Setelah semua selesai, kemudian peneliti mengadakan terminasi dengan mengucapkan terima kasih secara lisan kepada narapidana atas kesediannya menjadi responden dalam penelitian ini. Setelah semua data terkumpul dan jumlah sampel mencukupi, peneliti melaporkan ke


(44)

bagian tata usaha LAPAS Tanjung Gusta Anak Medan bahwa penelitiannya sudah selesai dilakukan.

4.8. Analisa Data

Setelah data di dapatkan maka peneliti melakukan pengolahan data dengan lengkah-langkah sebagai berikut (Notoadmojdo, 2010):

1. Editing adalah kegiatan yang dilakukan untuk memeriksa kembali kesalahan atau kekurangan dalam pengisian atau pengambilan identitas narapidana , mengecek kelengkapan data. Pada tahap ini data yang telah dikumpulkan dilakukan pengecekan identitas narapidana, mengecek kelengkapan data dengan memeriksa isi instrumen pengumpulan data dari setiap variabel dan subvariabel sehingga terisi semuanya.

2. Coding adalah memberi kode tertentu secara berurutan dalam kategori yang sama pada masing-masing lembaran yang diberikan pada narapidana sehingga memiliki arti tertentu ketika di analisis.

3. Transferring adalah data yang diberi kode disusun secara berurutan mulai dari narapidana pertama hingga narapidana yang terakhir untuk dimasukkan kedalam tabel.

4. Tabulating adalah bagian terakhir dari pengolahan data dengan mengelompokkan jawaban yang serupa dengan teliti dan teratur kemudian dihitung berapa banyak item yang termasuk dalam kategori yang sama.

Kemudian data dimasukkan kedalam program komputer, data yang dikumpulkan akan dilakukan uji statistik deskriptif. Data demografi dan


(45)

konsep diri akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.


(46)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja yang dilakukan pada tanggal 7 Juni sampai 21 Juni 2015 di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan. Penyajian data meliputi distribusi frekuensi dan persentase karakteristik narapidana, serta deskripsi dan persentase konsep diri remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

5.1.1. Data Demografi

Responden pada penelitian ini adalah narapidana remaja dengan umur 12-22 tahun, dan berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Jumlah seluruh narapidana dalam penelitian ini adalah 76 orang.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas narapidana remaja berumur 19-22 tahun yaitu sebanyak 53 narapidana (69,7%), pendidikan sebagian besar narapidana remaja yaitu SMA sebanyak 29 narapidana (38,2%), berdasarkan karakteristik agama mayoritas narapidana remaja beragama Islam yaitu 56 narapidana (73,7%), sebagian besar narapidana remaja adalah suku batak yaitu 28 respponden (36,8%). Berdasarkan lama di LAPAS sebanyak 36 narapidana (48,0%) menyatakan mereka sudah berada di LAPAS selama 0-12 bulan, tindakan kriminal yang dilakukan mayoritas remaja adalah 25 narapidana (32,9%), sedangkan kegiatan yang dilakukan selama di LAPAS 38 narapidana


(47)

(50,0%) melakukan kegiatan olahraga. Hasil karakteristik narapidana dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini.

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik narapidana remaja di

LAPAS Anak di Tanjung Gusta Medan (n=76)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Umur 12-15 tahun 16-18 tahun 19-22 tahun Pendidikan Terakhir SD SMP SMA Perguruan Tinggi Agama Islam K. Protestan K. Khatolik Budha Suku Batak Minang Jawa Melayu

Lainnya ( Nias, Aceh)

Lama di Lapas 0-12 bulan 13-24 bulan 25-36 bulan 37-48 bulan 49> bulan 4 19 53 18 27 29 2 56 18 1 1 28 5 27 9 7 36 30 5 2 3 5,3 25,0 69,7 23,7 35,5 38,2 2,6 73,7 23,7 1,3 1,3 36,8 6,6 35,5 11,8 9,2 47,4 39,5 6,6 2,6 3,9


(48)

Tabel 5.1. (sambungan)

Kararkteristik Frekuensi Persentase (%)

Tindakan Kriminal Pengedar Narkoba Pemakai Narkoba Mencuri Asusila Membunuh

Lainnya ( Penggelapan, berkelahi)

Kegiatan yang dilakukan Olahraga

Keagamaan

Olahraga dan Keagamaan Sekolah Semua Kegiatan 9 13 25 11 6 12 38 13 17 2 6 11,8 17,1 32,9 14,5 7,9 15,8 50,0 17,1 22,4 2,6 7,9

5.1.2. Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Meda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana dengan konsep diri positif yaitu 73 narapidana (96,1%). Hasil tingkatan konsep diri narapidana dapat dilihat pada tabel 5.2 dibawah ini.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase tingkatan konsep diri narapidana

remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

Gambaran Konsep Diri Frekuensi Persentase (%)

Konsep Diri Positif Negatif 73 3 96,1 3,9


(49)

5.1.3. Gambaran Diri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana dengan gambaran diri positif yaitu 60 narapidana (78,9%). Hasil tingkatan gambaran diri narapidana dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah ini.

5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkatan Gambaran Diri

Narapidana Remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

Pernyataan Frekuensi Persentase %

Gambaran Diri Positif Negatif

60 16

78,9 21,1

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 39 narapidana (51,2%) menyatakan mereka malu dengan kondisi tubuhnya saat ini ketika berjumpa dengan orang lain, 49 narapidana (64,5%) menyatakan mereka menyukai bentuk tubuhnya saaat ini, 68 narapidana (89%) menyatakan mereka mampu melakukan sesuatu dengan baik dengan keadaan tubuhnya saat ini, 39 narapidana (51,3%) menyatakan mereka bosan dengan penampilan berpakaiannya saat ini, 74 narapidana menyatakan mereka menerima setiap bagian tubuhnya ini sebagai anugrah dari Tuhan, yang harus dijaga dan dipergunakan dengan baik. Hasil pernyataan gambaran diri narapidana dapat dilihat pada tabel 5.4


(50)

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi dan persentase gambaran diri narapidana remaja

di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

No Pernyataan Ya

n(%)

Tidak

n(%)

1 Saya malu dengan kondisi tubuh saya saat ini ketika berjumpa dengan orang lain

39(51,2) 37(48,7)

2 Saya menyukai bentuk tubuh saya saat ini 49(64,5) 27(35,5)

3 Saya mampu melakukan sesuatu dengan baik dengan keadaan tubuh saya saat ini

68(89,5) 8(10,5)

4 Saya bosan dengan penampilan berpakaian saya saat ini

39(51,3) 37(48,7)

5 Saya menerima setiap bagian tubuh saya ini sebagai anugrah dari Tuhan, yang harus dijaga dan dipergunakan dengan baik

74(97,4) 2(2,6)

5.1.4. Ideal Diri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana dengan ideal diri realistis yaitu 72 narapidana (94,7%). Hasil tingkatan ideal diri narapidana dapat dilihat pada tabel 5.5 dibawah ini.

5.5 Distribusi frekuensi dan persentase tingkatan gambaran diri narapidana remaja

di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

Pernyataan Frekuensi Persentase (%)

Ideal Diri Realistis Tidak Realistis

72 4

94,7 5,3


(51)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 38 narapidana (50,0%) menyatakan mereka peduli dengan masa depannya, 47 narapidana (61,8%) menyatakan mereka peduli bertentangan perbuatan yang mereka lakukan sesuai norma masyarakat, 76 narapidana (100%) menyatakan mereka berharap dapat menjaga sikap selama menghuni LAPAS ini, 74 narapidana (97,4%) menyatakan mereka berharap ini terakhir kalinya dihukum di LAPAS, 69 narapidana (90,8%) menyatakan mereka berharap diterima oleh masyarakat dilingkungannya setelah keluar dari LAPAS. Hasil pernyataan Ideal Diri narapidana dapat dilihat pada tabel 5.6 dibawah ini

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi dan persentase ideal diri narapidana remaja di

LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

No Pernyataan Ya

n(%) Tidak n(%) 1 2 3 4 5

Saya acuh dengan masa depan saya

Saya tidak peduli bertentangan perbuatan yang saya lakukan sesuai norma masyarakat

Saya berharap dapat menjaga sikap selama menghuni LAPAS

Saya berharap ini terakhir kali saya dihukum di LAPAS

Saya berharap diterima oleh masyarakat di lingkungan saya setelah keluar dari LAPAS

38(50,0) 47(61,8) 76(100) 74(97,4) 69(90,8) 38(50,0) 29(38,2) 0(0) 2(2,6) 7(9,2)


(52)

5.1.5. Harga Diri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa mayoritas narapidana dengan harga diri tinggi yaitu 37 narapidana (48,7%). Hasil Tingkatan Harga Diri narapidana dapat dilihat pada tabel 5.7 dibawah ini.

5.7. Distribusi frekuensi dan persentase tingkatan harga diri narapidana

remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

Pernyataan Frekuensi Persentase %

Harga Diri Tinggi Rendah

37 39

48,7 51,3

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 62 narapidana (81,6%) menyatakan mereka merasa hidup ini penuh dengan kesalahan, 55 narapidana (72,4%) menyatakan mereka malu kalau orang lain mengetahuinya berada di LAPAS, 68 narapidana (81,6%) menyatakan mereka mempunyai banyak teman di LAPAS yang dapat dijadikan sahabat, baik dalam suka maupun duka, 45 narapidana (59,2%) mereka menyatakan keluarganya enggan datang mengunjunginya di LAPAS, 56 narapidana (73,7%) menyatakan mereka merasa hidup ini tidak berguna lagi. Hasil pernyataan harga diri narapidana dapat dilihat pada tabel 5.8


(53)

Tabel 5.8. Distribusi frekuensi dan persentase harga diri narapidana remaja di

LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

No Pernyataan Ya

n(%)

Tidak

n(%)

1 Saya merasa hidup ini penuh dengan kesalahan 62(81,6) 14(18,4)

2 Saya malu kalau orang lain mengetahui saya berada di LAPAS

55(72,4) 21(27,6)

3 Saya mempunyai banyak teman di LAPAS yang dapat dijadikan sahabat, baik dalam keadaan suka maupun duka

68(89,5) 8(10,5)

4 Keluarga saya enggan datang mengunjungi saya di LAPAS

45(59,2) 31(40,8)

5 Saya merasa hidup ini tidak berguna lagi 56(73,7) 20(26,3)

5.1.6. Peran

Hasil penelitian penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana dengan kepuasan peran yaitu 72 narapidana (94,7%). Hasil Tingkatan Peran narapidana dapat dilihat pada tabel 5.9 dibawah ini.

Tabel 5.9. Distribusi frekuensi dan persentase peran narapidana remaja di

LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

Pernyataan Frekuensi Persentase (%)

Peran

Kepuasan Peran Ketidakpuasan Peran

72 4

94,7 5,3


(54)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 69 narapidana (90,8%) menyatakan mereka selalu ikut serta dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang di adakan di LAPAS, 43 narapidana (56,6%) menyatakan mereka dapat menyesuaikan diri denngan lingkungan LAPAS, 73 narapidana (96,1%) menyatakan mereka membantu teman-teman yang membutuhkan pertolongannya, 71 narapidana (93,4%) menyatakan mereka patuh terhadap peraturan yang diterapkan di LAPAS, 44 narapidana (57,9%) menyatakan mereka merasa terhambat melakukan sesuatu hal selama di dalam LAPAS. Hasil pernyataan peran narapidana dapat dilihat pada tabel 6.0 dibawah ini.

Tabel 6.0. Distribusi frekuensi dan persentase peran narapidana remaja di

LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

No Pernyataan Ya

n(%)

Tidak

n(%)

1 Saya selalu ikut serta dalam mengikuti kegitan-kegiatan yang di adakan di LAPAS

69(90,8) 7(9,2)

2 Saya sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan LAPAS

33(43,3) 43(56,6)

3

4

5

Saya membantu teman-teman yang membutuhkan pertolongan saya

Saya patuh terhadap peraturan yang diterapkan di LAPAS

Saya merasa terhambat melakukan sesuatu hal selama di LAPAS

73(96,1) 71(93,4) 32(42,1) 3(3,9) 5(6,6) 44(57,9)


(55)

5.1.7. Identitas Diri

Hasil penelitian penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana dengan kejelasan identitas yaitu 75 narapidana (98,7%). Hasil tingkatan harga diri narapidana dapat dilihat pada tabel 6.1 dibawah ini

Tabel 6.1. Distribusi frekuensi dan persentase peran narapidana remaja di LAPAS

Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

Pernyataan Frekuensi Persentase (%)

Identitas Diri

Kejelasan Identitas

Ketidakjelasan

Identitas

75 1

98,7 1,3

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 53 narapidana (69,7%) menyatakan mereka mampu hidup mandiri tanpa bergantung kepada keluarga lagi, 61 narapidana (80,3%) menyatakan mereka merasa terbebani selama berada di LAPAS, 73 narapidana (96,1%) menyatakan mereka mencoba memperbaiki perbuatannya menjadi lebih baik lagi, dan 75 narapidana (98,7%) menyatakan menerima hukuman yang diberikan atas perbuatannya selama di LAPAS. Hasil pernyataan Identitas Diri narapidana dapat dilihat pada tabel 6.2


(56)

Tabel 6.2. Distribusi frekuensi dan persentase tingkatan identitas diri narapidana

remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

No Pernyataan Ya

n(%) Tidak n(%) 1 2 3 4 5

Saya mampu hidup mandiri tanpa bergantung kepada keluarga lagi

Saya merasa terbebani selama saya berada di LAPAS

Orangtua saya tetap menganggap saya sebagai anak, walau saya berada di LAPAS

Saya akan mencoba memeperbaiki perbuatan saya menjadi lebih baik

Saya menerima hukuman yang diberikan atas perbuatan saya selama saya di LAPAS

53(69,7) 61(80,3) 70(92,1) 73(96,1) 75(98,7) 23(30,3) 15(19,7) 6(7,9) 3(3,9) 1(1,3) 5.2. Pembahasan

5.2.1. Konsep diri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73 narapidana (96,1%) gambaran konsep diri narapidana remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan adalah Positif. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Iswardani (2006) terhadap 50 orang remaja di LAPAS Anak Tangerang bahwa 88% narapidana remaja yang berada di LAPAS Anak Tangerang memiliki konsep diri negatif.

Hal ini dikarenakan mayoritas usia narapidana remaja berusia 19-22 tahun dimana usia tersebut dalam kategori remaja akhir. Berbeda dengan hasil penelitian


(57)

Iswardani dimana mayoritas usia narapidana remaja yang diteliti dalam kategori remaja awal. Kartono (1990) menyatakan remaja akhir merupakan masa remaja yang mantap dan stabil. Sebagian besar narapidana remaja sudah menyesali perbuataanya dan ingin memperbaiki diri menjadi lebih baik.

Wilujeng (2012) menyatakan bahwa konsep diri yang dimiliki masing-masing oleh anak yang berkonflik dengan hukum berbeda antara yang satu dengan yang lain. Berdasarkan hasil penelitian didapakan mayoritas narapidana melakukan tindak kriminal mencuri. Berberapa narapidana menyesali perbuatan yang telah mereka perbuat, hal ini sesuai dengan penjelasan salah satu narapidana yang mengatakan terpaksa melakukan perbuatan mencuri akibat kebutuhan hidup yang mendesak dan ia tidak mampu memenuhinya dengan penghasilan yang dimiliki. Perbuatan mencuri dengan alasan terpaksa merupakan citra mental yang lemah dalam berkepribadian.

Hal ini sesuai dengan teori Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa konsep diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

5.2.2. Gambaran Diri

Berdasarkan hasil penelitian, gambaran diri narapidana remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan termasuk memiliki gambaran diri yang positif sebanyak 72 narapidana (94,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Siregar (2008) terhadap 31 narapidana tentang gambaran diri


(58)

narapidana remaja dengan hasil penelitian menunujukkan mayoritas narapidana memiliki gambaran diri yang positif yaitu sebanyak 24 narapidana (77,4%).

Hal ini dikarenakan mayoritas narapidana pada saat di observasi memiliki kepedulian terhadap bentuk tubunya, dimana mereka memakai pakaian yang bersih dan rapi, menjaga tubuh mereka agar tetap sehat seperti mandi dan olahraga. Hal ini menunjukkan bahwa narapidana memiliki gambaran diri yang positif. Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan, dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang berkesinambungan di modifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, 1998).

Candrasari (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa gambaran diri dapat bersifat positif maupun negatif. Gambaran diri yang positif terjadi apabila remaja dapat menerirna penampilan fisiknya sebagaimana adanya. Sebaliknya gambaran diri yang negatif, membuat remaja kurang menyukai penampilan fisiknya, sehingga cenderung menarik diri dari lingkungan, menghambat pergaulan dan menimbulkan perasaan rendah diri atau merasa diri kurang berharga.

Hal ini sesuai dengan jawaban 49 narapidana (64,5%) menyatakan mereka menyukai bentuk tubuhnya saat ini dan 74 narapidana menyatakan mereka menerima setiap bagian tubuhnya ini sebagai anugrah dari Tuhan yang harus


(59)

dijaga dan dipergunakan dengan baik. Penerimaan yang baik terhadap bentuk tubuh merupakan persepi yang baik

Tetapi ada juga yang ditanggapi negatif yaitu 39 narapidana (51,2%) menyatakan mereka malu dengan kondisi tubuhnya saat ini ketika berjumpa dengan orang lain. Remaja yang merasa memiliki kekurangan dalam penampilan fisik atau kesehatannya dapat menurunkan rasa percaya dirinya, menarik diri serta memunculkan pandangan-pandangan negatif tentang penampilannya.

5.2.2. Ideal Diri

Berdasarkan hasil penelitian Ideal diri narapidana remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan memiliki ideal diri yang realistis sebanyak 72 narapidana (94,7%). Hal ini sependapat dengan penelitian yang telah dilakukan Armeliza (2012) terhadap 60 narapidana tentang ideal diri narapidana remaja, mayoritas remaja memiliki ideal diri yang positif, yaitu sebanyak 42 orang (70%).

Hal ini dikarenakan pendidikan terakhir narapidana remaja mayoritas adalah SMA sebanyak 29 narapidana (38,2%). Pendidikan sangat berpengaruh terhadap ideal diri remaja, dimana remaja cenderung memiliki persepsi realistis, dan remaja yang mengalami perubahan psikis merasa mampu untuk melakukan hal-hal yang dianggap bisa dilakukan dan mempunyai harapan yang tinggi terhadap dirinya, tidak merasa cemas dengan kondisi dirinya, serta memiliki ideal diri yang realistis.

Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi mempunyai pengetahuan yang lebih baik


(60)

dibandingkan dengan orang yang berpendidikan menengah dan rendah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan kualitas manusia, dengan pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan dan informasi, dan semakin tinggi pendidikan seseorang semakin berkualitas hidupnya. Remaja cenderung memiliki persepsi realistis, dimana remaja yang mengalami perubahan psikis merasa mampu untuk melakukan hal-hal yang dianggap bisa dilakukan dan mempunyai harapan yang tinggi terhadap dirinya, tidak merasa cemas dengan kondisi dirinya, serta memiliki, ideal diri yang realistis.

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana seharusnya ia berprilaku sesuai dengan standar perilaku (Stuart &Sudden, 1998). Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa remaja yang memiliki konsep diri positif berarti memiliki penerimaan diri yang positif. Remaja menganggap dirinya berharga dan cenderung menerima diri sendiri sebagaimana adanya.

Widiasi (2008) dalam penelitiannya menyatakan narapidana mengungkapkan bahwa mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik, baik dalam hal pendidikan, pekerjaan, keluarga maupun penerimaan lingkungan terhadap kehadiran mereka dan membahagiakan orang tua. Mereka ingin sekali cita-cita mereka dapat terwujud.

Hal ini sesuai dengan jawaban 74 narapidana (97,4%) menyatakan mereka berharap ini terakhir kalinya dihukum di LAPAS, dan 69 narapidana (90,8%) menyatakan mereka berharap diterima oleh masyarakat dilingkungannya setelah


(61)

keluar dari LAPAS. Narapidana remaja memiliki harapan atau keinginan yang ingin dicapai.

Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa yang mempengaruhi ideal diri seseorang diantaranya seseorang cenderung menetapkan ideal diri sesuai dalam batas kemampuannya. Seseorang tidak akan mungkin menetapkan suatu ideal atau tujuan jika sekiranya dirinya tidak mempu mengupayakan diri untuk mencapai tujuan tersebut atau berada diluar batas kemampuannya.

5.2.3. Harga Diri

Berdasarkan hasil penelitian harga diri narapidana remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan memiliki harga diri yang rendah sebanyak 39 narapidana (51,3%). Hal ini sependapat dengan penelitian yang telah dilakukan Armeliza (2012) terhadap 60 narapidana tentang gambaran konsep diri remaja, didapatkan hasil bahwa mayoritas narapidana memiliki harga diri negatif yaitu sebanyak 33 narapidana (55%).

Hal ini dikarenakan narapidana yang bebas akan di cap sebagai mantan narapidana, dimana persepsi masyarakat terhadap mantan narapidana yang negatif, hal seperti ini akan menggangu kepribadian narapidana sendiri. Terganggunya kepribadian seseorang terhadap kejahatan yang dilakukan dimasa lalu akan berdampak terhadap masa depannya. Narapidana cenderung merasa tidak mampu melakukan segala sesuatu dengan baik, tidak memiliki potensi untuk dibanggakan, tidak memiliki perasaan berharga. Kondisi seperti ini akan membuat harga diri seseorang menjadi rendah.


(62)

Menurut Stuart & Sudden, (1998) remaja yang pernah melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetapi tetap merasa sebagai seseorang yang berharga merupakan prilaku yang positif. Namun jika harga diri remaja menjadi rendah biasanya disebabkan karena kehilangan kasih sayang atau cinta kasih dari orang lain, kehilangan kepercayaan dari orang lain.

Hal ini sesuai dengan jawaban dari 62 narapidana (81,6%) menyatakan mereka merasa hidup ini penuh dengan kesalahan, 55 narapidana menyatakan bahwa mereka malu kalau orang lain menegetahuinya berda di LAPAS dan 45 narapidana (59,2) menyatakan bahwa keluarga enggan datang berkungjung di LAPAS, hal ini dikarenakan masa remaja merupakan masa yang penuh dengan masalah dimana masa remaja masih memerlukan bimbingan dari orangtua agar remaja tidak memiliki persespsi yang buruk terhadap kehidupannya. Remaja yang memiliki harga diri rendah cenderung memiliki penilaian bahwa dirinya merupakan pribadi yang tidak diterima orang lain (Buwono, 2007).

Tetapi ada juga pertanyaan yang ditanggapi tinggi dari 68 narapidana menyatakan mereka mempunyai banyak teman di LAPAS yang dapat dijadikan sahabat, baik dalam suka maupun duka. Hal ini dikarenakan semua narapidana memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan, sehingga mereka saling peduli satu sama lain.

Hal ini sesuai dengan teori Felker (1974) ada 3 komponen dalam pembentukan harga diri, yaitu: feeling of belonging yaitu perasaan bahwa dirinya bagian dari suatu kelompok sehingga dia merasa diterima dan dihargai oleh


(63)

anggota kelompoknya. Komponen yang kedua adalah feeling of competence yaitu perasaan individu bahwa ia mampu mencapai hasil yang diharapkan dan komponen yang ketiga adalah feeling of worth yaitu perasaan individu bahwa dirinya merasa berharga.

5.2.4. Peran

Dari hasil penelitian peran narapidana remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan memiliki kepuasan peran sebanyak 72 narapidana (94,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Siregar (2008) terhadap 31 narapidana tentang peran dari narapidana remaja dengan hasil penilitian menunujukkan mayoritas narapidana memiliki peran yang positif yaitu sebayak 25 narapidana (80,6%).

Hal ini dikarenakan narapidana sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan LAPAS, dan pembinaan yang di lakukan di LAPAS memiliki banyak kegiatan seperti: sekolah, penyuluhan narkoba, olahraga dan kegiatan keagamaan. Semua kegiatan yang di adakan di LAPAS diharuskan untuk di ikuti narapidana. Bukan hanya untuk pembinaan, kegiatan-kegiatan yang diadakan di LAPAS juga bertujuan agar terjalin komunikasi yang baik antar narapidana.

Hal ini sesuai dengan penelitian Novi (2013) menyatakan mayoritas narapidana anak penghuni di LAPAS Bandung mampu menyesuaikan diri dengan baik. Hal ini dikarenakan sebagian besar sudah mampu menyelesaikan sebagian besar konflik, frustasi, dan kesulitan-kesulitan baik yang ada di dalam dirinya dan sosialnya di LAPAS.


(64)

Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan secara sosial berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok sosial (Stuart & Sundeen, 1998). Hal ini sesuai dengan jawaban sebagian besar narapidana bahwa 69 narapidana (90,8%) menyatakan mereka selalu ikut serta dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang di adakan di LAPAS dan 43 narapidana (56,6%) menyatakan mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan LAPAS.

5.2.5. Identitas Diri

Dari hasil penelitian identitas diri narapidana remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan termasuk memiliki kejelasan identitas sebanyak 75 narapidana (98,7%). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Armeliza (2012) terhadap 60 narapidana tentang identitas diri remaja dengan hasil penelitian menunjukkan mayoritas narapidana memiliki identitas diri negatif yaitu sebanyak 31 narapidana (51,7%).

Hal ini dikarenakan narapidana remaja mulai menyadari akan kesalahan yang mereka perbuat dan mencoba memperbaiki diri lebih baik lagi. Kegiatan-kegiatan pembinaan LAPAS juga berfungsi unuk membentuk identitas diri narapidana, dimana didapatkan bahwa mayoritas narapidana aktif dalam kegiatan pembinaan LAPAS. Hal ini membuktikan bahwa program pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana remaja di LAPAS berjalan dengan baik.

Berbeda dengan Armeliza (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa mereka yang memiliki identitas diri yang negatif belum mampu mengenal diri sebagai organisme yang utuh terpisah dari orang lain, memandang suatu aspek


(65)

dalam dirinya sebagai suatu keselarasan, menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian. Kurangnya pembinaan mental narapidana akan berdampak kepada identitas diri narapidana. Hal ini sesuai dengan pendapat Butar-butar (2007) yang telah melakukan observasi pada para remaja yang sedang direhabilitasi di LAPAS dan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pembinaan yang dilakukan di LAPAS belum sesuai dengan teori-teori perkembangan remaja, sering terjadi perilaku kekerasan fisik, pola pembinaan yang dilakukan masih sama dengan narapidana dewasa, waktu petugas untuk mendengarkan keluhan remaja juga terbatas, kemampuan petugas memahami persoalan masih rendah, dan seringkali remaja masih terlantar banyaknya waktu luang yang tidak di isi dengan kegiatan berarti.

Maka dapat disimpulkan pembinaan di LAPAS sangat menentukan Identitas diri narapidana. Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart & Sundeen, 1998). Apabila narapidana memperoleh peran yang baik di dalam LAPAS maka identitas dirinya juga akan baik.

Hal ini sesuai dengan jawaban 73 narapidana (96,1%) menyatakan mereka mencoba memperbaiki perbuatannya menjadi lebih baik lagi, dan 75 narapidana (98,7%) menyatakan menerima hukuman yang diberikan atas perbuatannya selama di LAPAS.


(66)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai gambaran konsep diri narapidana remaja di Lemabaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana remaja yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan memiliki konsep diri positif yaitu sebanyak 73 narapidana (96,1%), untuk komponen konsep diri diperoleh mayoritas responden memiliki gambaran diri yang positif sebanyak 60 responden (96,1%), ideal diri yang realistis sebanyak 72 responden (94,7%), harga diri yang rendah sebanyak 39 responden (51,3%), kepuasan peran sebanyak 72 responden (94,7%), dan kejelasan identitas sebanyak 75 responden (98,7%). Kegiatan-kegiatan pembinaan yang dilakukan di LAPAS Anak dapat membantu konsep diri narapidana menjadi lebih baik seperti: sekolah, olahraga, penyuluhan narkoba, dan kegiatan keagamaan.

6.2. Saran

6.2.1. Untuk Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi khususnya praktek keperawatan jiwa dan komunitas dalam membina jiwa dan perilaku remaja. Dari penelitian ini diketahui bahwa mayoritas narapidana remaja


(67)

menyesali perbuatannya dan berharap agar diterima oleh masyarakat bila mereka keluar dari Lembaga Pemasyarakatan.

6.2.2. Bagi Pendidikan keperawatan

Bagi pendidikan ilmu keperawatan, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai konsep diri remaja di Lembaga Pemasyarakatan.

6.2.3. Bagi Penelitian selanjutnya

Penelitian ini hanya mengidentifikasi gambaran konsep diri narapidana remaja yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan sehingga untuk penelitian selanjutnya diharapkan unuk melakukan penelitian mengenai upaya untuk meningkatkan harga diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan.

6.2.4. Bagi Lembaga Pemasyarakatan Anak

Bagi LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan diharapkan untuk memberikan pembinaan mental dalam meningkatkan rasa percaya diri narapidana sebelum menjelang bebas. Dimana narapidana yang bebas akan dicap sebagai mantan narapidana, terlebih masyarakat akan memandang negatif, hal seperti ini bisa mengganggu persepi dan kepribadian narapidana sendiri.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiana, H. (2006). Psikologi perkembangan. Bandung : Refika Aditama Al-Mighwar. (2011). Psikologi remaja. Bandung : Pustaka Setia

Andriawati (2012) Hubungan konsep diri dengan kecemasan narapidana menghadapi masa depan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita

Malanghttp://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_detail&id=07410138 Diunduh pada tanggal 7 Juli 2015

Arikunto, S.(2010). Prosedur penelitian suatu pendekataan praktik. Jakarta : Rineka Cipta

BPS. (2010) Profil kriminalitas.

http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/flip_2011/4401003/files/search/searcht ext.xmlDiunduh pada tanggal 26 oktober 2014, dari

Butar butar, P. (2007). Penerapan tugas perkembangan keluarga dalam sistem pembinaan remaja di Lembaga Pemasyarakatan. http://lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=99013&lokasi=Lantai%20 4%20Gedung%20BDi unduh pada tanggal 4 November 2014 dari

Buwono, S. A. (2007) Perilaku agresif di tinjau dari harga diri pada remaja yang dibina Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Semarang. Fakultas Psikologi Universitas Khatolik Soegijapranata Semarang

Candrasari. (2003) Hubungan antara citra tubuh dengan harga diri pada remaja putri. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Dalami, dkk. (2009). Asuhan keperawatan jiwa dengan masalah psikososial.

Jakarta : Trans Info

Ditjenpas. (2014) Status pelaporan jumlah penghuni perkanwil.

http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/status/daily/year/2014/month/9 Diunduh pada tanggal 26 Oktober 2014

Ditjenpas.(2014) Data terakhir klasifikasi narapidana anak perkanwil. http://smslap.ditjenpas.go.id/public/arl/current/monthly/year/2014/month/9 Diunduh pada tanggal 26 Oktober 2014

Felker, D. W. (1974). Helping children to like themselves. Minneavolis : Bergess Publishing Company.

Iswardani, T. (1994 ) Faktor-faktor yang berpengaru terhadap delikuensi penelitian terhadap anak didik di LPAN (pria) Tangerang

http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=77068 Di unduh pada tanggal 5 Juli 2015


(69)

Manik, G. M. (2007) Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri pada narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Klas Anak Tanjung Gusta Medan.Fakultas Keperawatan Univesitas Sumatera Utara

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2010) Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam.(2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Potter & Perry. (2005) Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep, Proses & Praktek. Edisi 4. Jakarta : EGC

Riyadi, S. (2009). Asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta : Graha ilmu

Siregar, K. (2008) Gambaran konsep diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Stuart & Laraia. (2005). Buku saku keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC. Stuart & Sundeen. (1998). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC Tati, S. (2013). Fakor penyebab terjadinya kejahatan pencurian dengan

kekerasan yang dilakukan oleh remaja (Studi Kasus: Polresta Padang) http://ejurnal.bunghatta.ac.id/index.php?journal=JFH&page=article&op=vie w&path[]=531 Diunduh pada tanggal 5 Juli 2015

Undang-undang pemasyarakatan No.12 tahun 1995 tentang sistem pemasyarakatan.

http//:kemenkumham.go.id/attachments/article/167/uu12_1995.pdf. Diunduh pada tanggal 8 Mei 2015

Upton, P. (2012). Psikologi perkembangan. Jakarta : Gelora Aksara Pratama Yulianti & Sriati. (2008) Gambaran orientasi masa depan narapidana remaja

sebelum dan setelah pelatihan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Bandung. http://jurnal.unpad.ac.id/jkp/article/view/83 Diunduh pada tanggal 4 Juli 2015

Wilujeng (2012). Konsep diri anak yang berkonflik dengan hukum studi kualitatif tentang anak yang berkonflik dengan hukum pada Rumah Tahanan Klas I Surabaya, Medaeng – Sidoarjo. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga


(70)

Lampiran 1

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth

Saudara Calon Responden Penelitian Di

Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Abdul Hadi R Dlt

NIM : 111101124

Saya mahasiswa Fakultas Keperawatan USU Medan akan mengadakan penelitian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan. Adapun penelitian ini berjudul

„„Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta”.

Saya memohon kesediaan saudara untuk dapat berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai responden dengan menjawab setiap pernyataan yang telah dipersiapkan peneliti. Bila saudara bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, mohon menandatangani lembar persetujuan menjadi responden yang telah disediakan. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi saudara dan kerahasiaan informasi yang anda berikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk penelitian. Kesediaan dan kerjasama saudara sangat saya harapkan. Atas perhatian saudara saya mengucapkan terima kasih.

Medan, 2015 Peneliti

Abdul Hadi R Dlt NIM: 111101124


(71)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bersedia menjadi responden untuk ikut serta berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Nama : Abdul Hadi R Dlt

NIM : 111101124

Judul : Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta

Saya mengetahui bahwa informasi yang saya berikan akan dijaga kerahasiannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian serta dapat mendukung perkembangan dan kemajuan ilmu keperawatan di Indonesia.

Demikian pernyataan persetujuan menjadi responden dari saya, semoga dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, 2015

____________________ Tanda tangan responden


(1)

11 Analisa data 12 Pengajuan sidang skripsi

13 Ujian sidang skripsi

14 Revisi

skripsi

15 Mengumpul

kan skripsi


(2)

Taksasi dana

TAKSASI DANA 1. Pembuatan Proposal

Dana yang diperlukan

a. Biaya tinta dan kertas print Rp.100.000,00

b. Biaya internet Rp. 50.000,00

c. Perbanyak proposal Rp.100.000,00

d. Konsumsi Dosen Pembimbing dan Penguji Rp. 200.000,00

e. Dana tak terduga Rp. 100.000,00

f. Penjilidan Rp. 100.000,00

2. Pembuatan Skripsi Dana yang diperlukan

a. Perbaikan Proposal Rp. 50.000,00

b. biaya tinta dan kertas print Rp. 100.000,00

c. Internet Rp. 100.000,00

d. Transportasi Rp. 200.000,00

e. Peralatan instrumen penelitian Rp. 250.000,00

f. Dana tak terduga Rp. 200.000,00

g. Konsumsi Dosen Pembimbing dan Penguji Rp. 250.000,00


(3)

Lampiran 14


(4)

(5)

Lampiran 15


(6)

Daftar riwayat hidup

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Abdul Hadi R Dlt

Tempat/Tanggal lahir : Padangsidimpuan/01 Maret 1993

Jenis kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Merdeka Gg. Setia NO.37 Padangsidimpuan

Pendidikan : 1. SD Negeri 200222 Padangsidimpuan tahun1999-2005

2. SMP Negeri 4 Padangsidimpuan tahun 2005-2008