1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah rangkaian tulisan yang diciptakan pengarang yang berasal dari pemikirannya sendiri, bisa bersumber dari realitas yang ada maupun
dari imajinasi pengarang terhadap kehidupannya sendiri ataupun orang lain. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta
refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang ada di sekitarnya Pradopo,2007: 61. Menurut Pradopo, karya sastra merupakan luapan atau penjelmaan perasaan,
pikiran, dan pengalaman pengarangnya. Oleh karena itu, faktor pengarang tidak dapat diabaikan meskipun tidak harus dimutlakkan. Hal ini disebabkan belum
tentu intensi pengarang itu dapat dijelmakan dalam karya sastra secara sempurna sebab karya sastra bermedia bahasa mempunyai sifat sendiri yang tidak begitu
saja “tunduk” kepada kemauan pengarang. Ketika pengarang menuliskan suatu karya, pengarang telah mengetahui
ataupun tidak mengetahui bahwa sebenarnya dia telah menuangkan nilai moral tertentu. Jadi, setiap karya sastra mana pun yang telah diciptakan pengarang
mempunyai makna tertentu dan memberikan interpretasi kepada pembaca. Dalam konteks itu, karya sastra sebenarnya adalah medan pertarungan nilai moral yang
dilakukan oleh para pengarang dengan pembaca, sehingga memungkinkan pembaca untuk memberi garis dan batasan tafsirnya sendiri. Pembaca akan
menemukan pesan dan makna yang tersirat dari kata-kata dalam sebuah karya sastra.
Universitas Sumatera Utara
2 Karya sastra merupakan karya seni yang mempergunakan bahasa sebagai
mediumnya Pradopo, 2007: 121. Bahan sastra adalah bahasa yang sudah berarti. Bahasa berkedudukan sebagai bahan, dalam hubungannya dengan sastra, sudah
mempunyai sistem dan konvensi sendiri yang mempergunakan bahasa Jabrohim, 2002: 69. Dalam karya sastra, arti bahasa ditentukan oleh konvensi sastra ataupun
disesuaikan dengan konvensi sastra. Bahasa yang berkedudukan sebagai bahan dalam hubungannya dengan sastra dan memiliki sistem dan konvensi sendiri
disebut sistem semiotik tingkat pertama, sedangkan sastra yang mempunyai sistem dan konvensi sendiri yang mempergunakan bahasa disebut sistem semiotik
tingkat kedua Pradopo, 2007: 121. Sastra mempunyai konvensi sendiri di samping konvensi bahasa. Seperti yang diungkapkan Preminger, konvensi karya
sastra disebut konvensi tambahan, yaitu konvensi yang ditambahkan kepada konvensi bahasa. Oleh sebab itu, untuk membedakan arti bahasa dan arti sastra,
dibuatlah arti meaning untuk arti bahasa dan makna significance untuk arti sastra.
Sebuah karya sastra merupakan cerminan dari nilai-nilai kehidupan yang ada di masyarakat. Nilai-nilai tersebut bisa berupa nilai keagamaan, nilai budaya,
ataupun nilai moral masyarakat. nilai keagamaan dapat tercermin melalui cara tokoh memandang kepercayaan terhadap yang diyakininya, nilai budaya tercermin
melalui cara tokoh bertingkah laku sesuai budayanya, dan nilai moral tercermin melalui baik buruknya perbuatan tokoh melakukan sesuatu yang di sekitarnya.
Pradopo mengatakan bahwa sastrawan sebagai anggota masyarakat tidak akan lepas dari tatanan masyarakat dan kebudayaan, semua itu berpengaruh dalam
Universitas Sumatera Utara
3 proses penciptaan karya sastra. Jadi, setiap karya sastra yang tercipta merupakan
refleksi dari nilai-nilai kehidupan yang ada di masyarakat dan semua itu tidak terlepas dari peranan pengarang karena pengarang merupakan masyarakat itu
sendiri. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan atau meneliti karya sastra
yang berjenis cerita pendek cerpen. Cerpen termasuk salah satu jenis prosa. Prosa itu sendiri terdiri dari novel, roman, dan cerpen. Cerpen adalah cerita yang
selesai dibaca dalam sekali duduk, berkisar antara setengah sampai dua jam. Karya sastra yang dikaji dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen
Tamu dari Paris karya Yanusa Nugroho. Kumpulan cerpen ini menggunakan bahasa yang lugas dan mudah dicerna. Namun, ada juga terdapat kata-kata dari
bahasa daerah dan bahasa asing. Misalnya pada cerpen Danau Kesucian terdapat kata lengleng yang berarti linglung dan pada cerpen Air Mata Rumput pada kata
Well yang artinya baiklah. Walaupun begitu, adanya bahasa daerah dan asing membuat kumpulan cerpen ini semakin menarik untuk dibaca.
Kumpulan cerpen karya Yanusa Nugroho ini dikaji karena memiliki nilai- nilai moral yang terkandung dari beberapa cerpen. Nilai-nilai moral berada pada
perilaku tokoh, keadaan tokoh menghadapi jalan kehidupannya, dan pada tradisi budaya yang mempengaruhi si tokoh di masyarakat. Permasalahan moral dalam
cerpen ini diangkat dari kehidupan keluarga, masyarakat, dan lingkungannya. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk
menganalisisnya dengan judul “Aspek Moral dalam Kumpulan Cerpen Tamu dari Paris karya Yanusa Nugroho: Tinjauan Semiotik” karena dalam kumpulan cerpen
Universitas Sumatera Utara
4 ini terkandung aspek moral yang disampaikan pengarang kepada pembaca agar
pembaca dapat menemukan tanda-tanda moral di dalamnya.
1.2 Rumusan Masalah