64
Gambar 4.15 Grafik Kadar CO vs Putaran untuk beban 25 kg
4.3.2 Kadar Nitrogen Oksida N0x dalam gas buang
Data hasil pengukuran kadar NOx dari gas buang hasil pembakaran ke tiga tipe pengujian yang diuji dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut :
Tabel 4.10 Kadar NOx dalam gas buang.
BEBAN STATIS
KG PUTARAN
rpm KADAR NO
X
ppm Biodiesel B-04
Solar
10 1000
1400 1800
5000
2200 2600
2800
25 1000
1
1400 4466
1800 2200
2600
5000
2800 5000
65 •
Pada pembebanan 10 kg gambar 4.16, kadar NOx terendah terjadi saat menggunakan solar pada putaran 1000-2800 rpm dan Biodiesel B-04
pada putaran 1000, 1400, 2200-2800 yaitu 0 ppm. Sedangkan kadar NOx tertinggi terjadi saat menggunakan biodiesel B-04 pada putaran 1800 rpm
yaitu sebesar 5000 ppm. •
Pada pembebanan 25 kg gambar 4.17, kadar NOx terendah terjadi saat menggunakan biodiesel B-04 pada putaran 1000, 1800 dan 2200 rpm dan
menggunakan solar pada putaran 1400-2800 rpm yaitu 0 ppm. Sedangkan kadar NOx tertinggi terjadi saat menggunakan biodiesel B-04 pada
putaran 2600 dan 2800 rpm yaitu sebesar 5000 ppm.
NOx terbentuk karena tingginya temperatur pembakaran bahan bakar udara di dalam silinder. Semakin tinggi temperatur pembakaran , maka semakin
bertambah kadar NOx yang terbentuk. Perbandingan kadar NOx yang terdapat dalam gas buang masing-masing pengujian dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.16 Grafik Kadar NOx vs Putaran untuk beban 10 kg
66
Gambar 4.17 Grafik Kadar NOx vs Putaran untuk beban 25 kg.
4.3.3 Kadar Unburned Hidro Carbon UHC dalam gas buang
Data hasil pengukuran kadar CO dari gas buang hasil pembakaran ke tiga tipe pengujian yang diuji dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut :
Tabel 4.11 Kadar UHC dalam gas buang.
BEBAN STATIS
KG PUTARAN
rpm KADAR UHC ppm
Biodiesel B-04 Solar
10 1000
3 8
1400 9
6
1800 17
13
2200 16
12
2600
21 7
2800 19
8 25
1000
5 6
1400
6 8
1800
15 13
2200
19 18
2600 22
21
2800 18
21
67 •
Pada pembebanan 10 kg gambar 4.18, kadar UHC terendah terjadi saat menggunakan biodiesel B-04 pada putaran 1000 rpm yaitu 3 ppm.
Sedangkan kadar UHC tertinggi terjadi saat menggunakan biodiesel B-04 pada putaran 2600 rpm yaitu sebesar 21 ppm.
• Pada pembebanan 25 kg gambar 4.19, kadar UHC terendah terjadi saat
menggunakan biodiesel B-04 pada putaran 1000 rpm yaitu 5 ppm. Sedangkan kadar UHC tertinggi terjadi saat menggunakan biodiesel B-04
pada putaran 2600 rpm yaitu sebesar 22 ppm.
Unburned Hidro Carbon UHC timbul tidak hanya karena campuran bahan bakar udara yang kaya konsumsi bahan bakar lebih besar dibanding
udara, tetapi bisa juga karena campuran miskin pada suhu pembakaran rendah dan lambat misalnya pada saat idel mesin berputar bebas atau waktu pemanasan
mesin. Tidak sempurna nya pembakaran dimana bahan bakar tidak terbakar seluruhnya karena kekurangan udara akan menyebabkan timbulnya HC. Mesin
diesel adalah mesin yang memanfaatkan tekanan udara kompresi yang tinggi untuk proses pembakaran.
Perbandingan kadar UHC yang terdapat dalam gas buang masing-masing sampel pengujian dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.18 Grafik Kadar UHC vs Putaran untuk beban 10 kg
68
Gambar 4.19 Grafik Kadar UHC vs Putaran untuk beban 25 kg 4.3.4 Kadar Carbon Dioksida CO
2
dalam gas buang
Data hasil pengukuran kadar CO
2
dari gas buang hasil pembakaran ke tiga tipe pengujian yang diuji dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut :
Tabel 4.12 Kadar CO
2
dalam gas buang.
BEBAN STATIS
KG PUTARAN
rpm KADAR CO
2
Biodiesel B-04 Solar
10 1000
2,93 3,65
1400 3,11
4,97
1800 3,45
5,68
2200 3,79
6,79
2600 4,08
7,06
2800
3,77 6,74
25 1000
2,60 2,97
1400 2,87
3,15
1800 3,20
3,56
2200 3,47
3,97
2600
3,69 4,22
2800 3,92
4,29
69 •
Pada pembebanan 10 kg gambar 4.20, kadar CO
2
terendah terjadi saat menggunakan biodiesel B-04 pada putaran 1000 yaitu sebesar 2,93 .
Sedangkan kadar CO
2
tertinggi terjadi saat menggunakan solar pada putaran 2600 rpm yaitu sebesar 7,06 .
• Pada pembebanan 25 kg gambar 4.21, kadar CO
2
terendah terjadi saat menggunakan biodiesel B-04 pada putaran 1000 rpm yaitu 2,60 .
Sedangkan kadar CO
2
tertinggi terjadi saat menggunakan biodiesel B-04 pada putaran 2800 rpm yaitu sebesar 4,29 .
Carbon dan Oksigen bergabung membentuk senyawa carbon monoksida CO sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan carbon dioksida CO
2
sebagai hasil pembakaran sempurna . Semakin tinggi kadar CO , maka semakin rendah CO
2
yang diperoleh dari hasil pembakaran . Bila campuran bahan bakar udara sempurna stoikiometris, maka akan dihasilkan senyawa CO
2
.
Jumlah emisi CO
2
yang lebih besar pada solar jika dibandingkan terhadap biodiesel menunjukkan bahwa adanya kemungkinan bahwa solar mempunyai
senyawa berat yang jumlah ikatan rantai karbon yang lebih panjang, sehingga kemungkinan jumlah senyawa karbon yang terbakar lebih banyak dan
menghasilkan emisi CO
2
yang besar.
Proses pencampuran udara-bahan bakar dimulai dari diinjeksikannya bahan bakar kedalam silinder, kemudian butiran bahan bakar akan menguap dan
bercampur dengan udara, proses ini dipengaruhi oleh viskositas dan kemampuan bahan bakar untuk dapat menguap. Solar mempunyai viskositas yang lebih kecil
dari biodiesel, sehingga pembentukan butiran dan penguapan bahan bakar lebih mudah dan pencampuran udara-bahan bakar berlangsung dengan baik.
Kenaikan putaran poros mempercepat proses pembakaran, sehingga bahan bakar yang terbakar relatif lebih banyak dan emisi CO
2
yang dihasilkan cenderung bertambah besar seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.20 dan gambar 4.21.
70 Perbandingan kadar CO
2
yang terdapat dalam gas buang tiap-tiap pengujian dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.20 Grafik Kadar CO
2
vs Putaran untuk beban 10 kg.
Gambar 4.21 Grafik Kadar CO
2
vs Putaran untuk beban 25 kg.
71
4.3.5 Kadar Sisa Oksigen O