Proses Pembuatan Pellet Landasan Teori

commit to user

2.2.4 Tetes Tebu Molasses

Winoto 2009 manyatakan bahwa, tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis. Perkebunan tebu di Indonesia menempati luas areal + 232 ribu hektar, yang tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar. Dari seluruh perkebunan tebu yang ada di Indonesia, 50 di antaranya adalah perkebunan rakyat, 30 perkebunan swasta, dan hanya 20 perkebunan negara. Pada tahun 2002 produksi tebu Indonesia mencapai +2 juta ton. Tebu-tebu dari perkebunan diolah menjadi gula di pabrik-pabrik gula. Dalam proses produksi di pabrik gula, ampas tebu dihasilkan sebesar 90 dari setiap tebu yang diproses, gula yang termanfaatkan hanya 5, sisanya berupa molasses tetes tebu dan air. Molasses merupakan salah satu hasil sampingan pabrik gula yang memiliki sukrosa sekitar 30 dan gula reduksi sekitar 25 , berupa glukosa dan fruktosa. Molasses masih dapat diolah menjadi beberapa produk lain seperti gula cair, penyedap makanan MSG, alkohol dan dry yeast untuk roti, protein tunggal, pakan ternak, asa citric dan acetic acid alcohol. Kristanto, 2007. Selama ini medium fermentasi yang sering digunakan untuk produksi alginat baik oleh bakteri A. Vinelandii maupun P.aerugionosa adalah media sintetis. Molasses merupakan hasil samping industri gula yang mengandung senyawa nitrogen, trace element dan kandungan gula yang cukup tinggi terutama kandungan sukrosa sekitar 34 dan kandungan total karbon sekitar 37 Suastuti, 1998.

2.2.5 Proses Pembuatan Pellet

Proses pengolahan pellet terdiri dari 3 tahap yaitu, Pujoningsih, 2004: a. Pengolahan Pendahuluan, ditujukan untuk pemecahan dan pemisahan bahan- bahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan. b. Pembuatan pellet, terdiri atas proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan. c. Perlakuan akhir, terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan Pada proses pembuatan pellet terdapat proses pengkondisian dimana campuran bahan pakan dipanaskan dengan air dengan tujuan untuk gelatinisasi. Tujuan gelatinisasi yaitu agar terjadi pencetakan antar partikel bahan penyusun sehingga penampakan pellet kompak, durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya commit to user bagus. Gelatinisasi merupakan rangkaian proses yang dimulai dari imbibisi air, pembengkakan granula sampai granula pecah. Pecahnya granula pati disebabkan karena pemanasan melebihi batas pengembangan granula. Penguapan dilakukan dengan bantuan steam boiler yang uapnya diarahkan ke dalam campuran. Apabila pencampuran dilakukan dengan mixer jenis beton molen, proses penguapan dilakukan sambil mengaduk campuran tersebut. Penguapan tidak boleh dilakukan diatas suhu yang diizinkan, yaitu sekitar 80 C. Beberapa mesin cetak pellet berkapasitas sedang dan besar mempunyai fasilitas penguapan ini. Jadi, penguapan atau steaming tidak dilakukan pada saat pencampuran, tetapi pada saat pencetakan, Pujoningsih, 2004. Pencetakan Setelah semua bahan baku tercampur secara homogen, langkah selanjutnya adalah mencetak campuran tadi menjadi bentuk pellet. Mesin pencetakan sederhana bisa merupakan hasil modifikasi gilingan daging yang diberi penggerak berupa motor listrik atau motor bakar. Perbedaan mendasar antara mesin pencetak pellet sederhana dan mesin pencetak pellet yang digunakan di industri pakan terletak pada sistem kerja mesin tersebut. Sistem kerja mesin cetak sederhana adalah dengan mendorong bahan pakan campuran di dalam sebuah tabung besi atau baja dengan menggunakan ulir screw menuju cetakan die berupa pelat berbentuk lingkaran dengan lubang-lubang berdiameter 2-3 mm, sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut dalam bentuk pellet. Kelemahan sistem ini adalah diperlukan tambahan air sebanyak 10-20 kedalam campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan setelah pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan macet. Di samping itu, pellet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang padat, Pujoningsih, 2004. Pengeringan Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam pakan menjadi kurang dari 14. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Jika pencetakan dilakukan dengan commit to user mesin pellet sistem kering, cukup dikering-anginkan saja hingga uap panasnya hilang, sehingga pellet menjadi kering dan tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung. Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran di bawah terik matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Penjemuran secara alami tentu sangat tergantung kepada cuaca, higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai tercemar debu, kotoran dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa bibit penyakit. Mesin pengering yang umum digunakan sangat beragam, diantaranya oven pengering. Dalam oven pengering, pellet basah disimpan dalam baki dan oven dipanaskan dengan bantuan kompor minyak tanah, batu bara atau bahan bakar lainnya. Penyimpanan pellet dalam baki tidak boleh terlalu tebal, supaya dihasilkan pengeringan yang merata dan harus sering dibalik supaya tidak gosong. Yang perlu diperhatikan apabila menggunakan alat pengering adalah suhu pemanasan tidak boleh lebih dari 80 C. Pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan merusak kandungan nutrisi pakan, serta membuat pakan menjadi terlalu keras, Pujoningsih, 2004.

2.3 Pengujian Sampel Pellet Pupuk Biokomposit