Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap  perusahaan  memiliki  tantangannya  tersendiri  untuk  dapat bertahan dalam persaingan pasar domestik maupun global. Masing-masing
segmen  pasar  memiliki  karakteristik  yang  berbeda-beda  dan  mau  tidak mau  harus  dihadapi  perusahaan.  Salah  satu  cara  menghadapi  persaingan
tersebut  ialah  memproduksi  dengan  biaya  seminimum  mungkin  namun dapat menghasilkan produk dengan standar kualitas bersaing, bisa menjadi
harga  mati  yang  harus  dapat  dilakukan  perusahaan  untuk  menghindari risiko terburuk dalam dunia bisnis.
Perusahaan  yang  mampu  bersaing  dalam  kerasnya  dunia  bisnis akan  tetap  bertahan,  sedangkan  perusahaan  yang  lemah  akan  berangsur-
angsur  hilang  dalam  pasaran.  Keadaan  ini  akan  semakin  sulit  apabila produk  yang  dihasilkan  suatu  perusahaan  merupakan  produk  yang  juga
dihasilkan oleh perusahaan lain, sehingga hal ini menimbulkan persaingan antar  perusahaan  yang  ada.  Oleh  karena  itu,  banyak  perusahaan  saling
berlomba-lomba menciptakan produk dengan kualitas yang lebih baik dari perusahaan-perusahaan pesaing yang sejenis.
Untuk  dapat  mengungguli  kualitas  produk  dari  perusahaan- perusahaan pesaing sejenis  yang dibutuhkan perusahaan ialah manajemen
2
Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
yang  proaktif,  antisipatif,  dan  bergerak  atas  dasar  kebutuhan  konsumen. Sebagaimana Soewarso Hardjosoedarmo 2004:26 menjelaskan bahwa :
“...untuk  mencapai  tingkat  performance  yang  tinggi  merupakan  masalah yang  sangat  penting  bagi  manajemen  dewasa  ini  dan  di  masa  yang  akan
datang.  Adapun  indikator  performance  tersebut  terdiri  dari  biaya  kualitas
mutu, produktivitas, inovasi, pengukuran, dan kepemimpinan”. Dari pernyataan diatas, salah satu indikator perusahaan untuk dapat
mencapai  tingkat  performance  yang  tinggi  ialah  dengan  mengeluarkan biaya  kualitas.  Biaya  kualitas  merupakan  istilah  yang  diciptakan  oleh
Joseph Juran untuk menjawab pertanyaan “seberapa besar kualitas dirasa cukup?”  dalam  Fandy  Tjiptono  dan  Anastasia  Diana,  2001:29.
Sedangkan  definisi  biaya  kualitas  sendiri  menurut  Blocher,  et.  Al. 2007:404 edisi terjemahan ialah :
“Biaya-biaya yang
berkaitan dengan
pencegahan, pengidentifikasian,  perbaikan  dan  pembetulan  produk  yang  berkualitas
rendah  dan  dengan „opportunity  cost „  dari  hilangnya  waktu  produksi  dan
penjualan sebagai akibat rendahnya kualitas ”.
Dengan  kata  lain,  biaya  kualitas  merupakan  biaya  pengendalian dan  pengawasan  dalam  proses  produksi  dan  biaya-biaya  yang  timbul
akibat  dihasilkannya  produk  dengan  kualitas  rendah.  Selain  itu,  biaya kualitas  juga  timbul  untuk  mencapai  standar  kualitas  yang  ditetapkan
perusahaan dalam upaya menjaga dan meningkatan penjualan dan laba. Namun  berkaitan  dengan  hal  tersebut,  kebanyakan  manajer  bisnis
memiliki anggapan bahwa untuk meningkatan kualitas akan selalu disertai dengan  peningkatan  biaya,  sehingga  muncul  pandangan  bahwa  jika
kualitas semakin tinggi  akan menyebabkan tingginya biaya pula.  Namun,
3
Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Juran  dalam  Fandy  Tjiptono  dan  Anastasia  Diana,  2001:41  meneliti aspek  ekonomis  d
ari  kualitas  dan  menyimpulkan  bahwa  “...manfaat kualitas jauh melebihi biayanya”.
Karena  jika  suatu  perusahaan  memiliki  jaminan  kualitas  yang tinggi,
maka akan
dapat mempengaruhi
permintaan dari
kosumenpelanggan  dan  permintaan  yang  tinggi  dapat  mempengaruhi penjualan  produk.  Sehingga  dapat  disimpulkan  bahwa,  permintaan  yang
tinggi  akan  meningkatkan  penjualan  produk.  Sebagaimana  yang disampaikan oleh Sofjan Assauri 2004:208 bahwa :
“Faktor  kualitas  yang  akan  dicapai  atau  dihasilkan  sangat  erat hubungannya  dengan  kegiatan  penjualan.  Apabila  kualitas  atau  barang
yang  dihasilkan  terlalu  rendah  kualitasnya,  maka  hal  ini  dapat menyebabkan berkurangnya penjualan”.
Dari  pernyataan  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  faktor  kualitas
memiliki  pengaruh  positif  terhadap  penjualan.  Penjualan  merupakan  total jumlah  yang  dibebankan  kepada  konsumenpelanggan  atas  produk  yang
dijual perusahaan. Jika total penjualan tersebut dikurangi dengan retur dan potongan  penjualan  lainnya,  maka  akan  menghasilkan  penjualan  bersih
yang dicatat dalam Laporan Laba Rugi. Dari sumber buku  Fandy  Tjiptono dan Anastasia Diana 2001:42
dipaparkan  pendapat  para  pakar  kualitas  yamg  menjelaskan  bahwa “...suatu  perusahaan  dengan  program  pengelolaan  kualitas  yang  berjalan
dengan  baik,  biaya  kualitasnya tidak  lebih  dari  2,5  dari  penjualan”.
Untuk itu, jika perusahaan ingin meningkatkan kualitas produknya dengan biaya  yang  reasonable,  sebaiknya  manajemen  dapat  menyusun  anggaran
4
Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
untuk standar kualitas produk secara selektif dan ekonomis agar total biaya yang  dianggarkan  tidak  lebih  dari  2,5  dari  penjualan,  sehingga  tujuan
dikeluarkannya  biaya  kualitas  untuk  meningkatkan  penjualan  dapat terlaksana dan tidak mengurangi laba secara berlebihan.
Pada  dasarnya  setiap  perusahaan  mengeluarkan  biaya  kualitas, hanya saja ada yang mengelompokkan dan menganalisanya secara khusus
dan  ada  juga  yang  tidak,  ada  yang  membuat  laporan  biaya  kualitas  ada juga  yang  tidak.  Badan  usaha  yang  akan  dijadikan  studi  kasus  dalam
penelitian ini ialah Badan Usaha Milik Negara BUMN Industri Strategis di Kota Bandung. Lebih jelasnya penelitian ini dilakukan pada tiga BUMN
Industri  Strategis,  yaitu  PT.  Dirgantara  Indonesia,  PT.  PINDAD,  dan  PT. LEN Industri.
Pada  penelitian-penelitian  sebelumnya,  pengujian  pengaruh  antara biaya  kualitas  dengan  penjualan  dan  laba  kotor  dilakukan  pada  industri
jasa,  industri  obat-obatan  dan  industri-industri  lain  yang  memproduksi barang  secara  terus-menerus  serta  memungkinkan  proses  produksi  dan
penjualan terjadi  dalam  waktu  yang singkat.  Namun,  dalam penelitian ini pengujian biaya kualitas tersebut akan dilakukan pada industri manufaktur
yang  hanya  memproduksi  barang  jika  ada  pesanan,  serta  proses  produksi dan  penjualan  terjadi  pada  tenggang  waktu  yang  cukup  lama.  Sehingga
memungkinkan  terjadinya  pengeluaran  biaya  dan  penjualan  tidak  berada dalam satu periode akuntansi.
5
Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Selain  itu,  pemilihan  objek  penelitian  pada  ketiga  BUMN  Industri Strategis  tersebut  didasarkan  pada  kepemilikan  sertifikat  ISO  yang
menunjukan  bahwa  perusahaan  memiliki  dedikasi  yang  tinggi  terhadap jaminan  kualitas  produk  yang  dihasilkan.  Selanjutnya,  jaminan  kualitas
produk  tersebut  akan  menciptakan  “kepercayaan”  untuk  membeli  atau menggunakan produk yang dihasilkan perusahaan.
Sebagaimana  yang  disampaikan  oleh  Wakil  Menteri  Pertahanan Sjafrie  Sjamsoedin  saat  serah  terima  pesawat  CN235MPA  Maritime
Patrol Aircraft kepada  Korean Coast Guard  KCG di  Hanggar CN-235 PT.  Dirgantara  di  Bandung,  Jumat  93  bahwa  :
“...kepercayaan Pemerintah  Korea  Selatan  terhadap  produk  PT.  Dirgantara  Indonesia
merupakan  sinyalemen  yang  baik  untuk  meningkatkan  hubungan  Korea Selatan  dengan  Indonesia
”.  Pada  saat  itu,  pemerintah  Korea  Selatan melakukan  pemesanan  delapan  unit  pesawat  tipe  CN-235  yang  dinilai
kemampuannya tidak jauh berbeda dengan pesawat F-16 Fightning Falcon buatan  Amerika  Serikat  meskipun  disampaikannya  bahwa
“...proyek  ini memakan waktu sampai tujuh tahun.”
Namun, kepercayaan atas kualitas produk PT. Dirgantara Indonesia tidak hanya terjadi dengan Korea Selatan saja. Pasca dinyatakan pailit dan
mati  suri  pada  tahun  2007,  PT.  Dirgantara  Indonesia  memulai kebangkitannya  yang  ditunjukan  dengan  berbagai  ikatan  kerjasama
internasional dengan negara-negara timur tengah dan Eropa. Sebagaimana yang  kembali  disampaikan  oleh  Sjafrie  Sjamsoedin  bahwa
“...produk PT.
6
Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Dirgantara  tidak  kalah  dengan  produk  pesawat  terbang  dari  negara  lain yang  sejenis.  PT.  Dirgantara  telah  memenuhi  syarat  sebagai  perusahaan
internasional. Tolak ukurnya kualitas, delivery dan rights .”
Berikut  persentase  biaya  kualitas  yang dikeluarkan PT. Dirgantara Indonesia untuk mencapai  standar kualitasnya selama periode tahun 2007
sampai dengan 2011 dibandingkan dengan total penjualannya.
Tabel 1.1 Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan
PT. Dirgantara Indonesia Persero Periode Tahun 2007-2011
Keterangan 2007
2008 2009
2010 2011
Desain dan Operasi Sistem Kualitas 3,152
3,155 3,566
0,039 2,153
Pelatihan Kualitas Bagi Karyawan 0,237
0,265 0,473
0,038 0,190
Inspeksi dan Pengujian Produk 0,002
0,002 0,001
0,019 0,298
Kerugian Denda Kontrak 0,055
0,478 0,034
0,020 0,016
Beban Penghapusan Dead Stock -
- -
- -
Jumlah Perbandingan Biaya Kualitas dengan Total Penjualan
3,446 3,899
4,074 0,115
2,658
Sumber : Realisasi BiayaPendapatan Lainnya Divisi Pengembangan Produk PT. DI, data diolah kembali
Tabel  diatas  menunjukan  persentase  pengeluaran  biaya  yang termasuk  ke  dalam  biaya  kualitas.  Biaya-biaya  diatas  terdiri  dari  empat
komponen  biaya  kualitas,  yaitu  biaya  pencegahan,  biaya  penilaian,  biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal.
Rata-rata  biaya  terbesar  dikeluarkan  pada  kegiatan  desain  dan operasi  sistem  kualitas  sebagai  kegiatan  awal  dari  penentuan  kualitas
produk, dengan nilai rata-rata dari tahun 2007-2011 sebesar 2,413. Biaya kualitas  yang  dikeluarkan  perusahaan  berasal  dari  Divisi  Pengembangan
Produk  PT.  Dirgantara  Indonesia  dengan  tugas  untuk  senantiasa  menjaga
7
Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dan  mengembangkan  kualitas  produk  perusahaan.  Desain  dan  operasi sistem  kualitas  dilakukan  sebagai  langkah  awal  penentuan  kualitas  yang
berkaitan dengan perencanaan dan sistem pengembangan kualitas produk. Pelatihan  dilakukan  untuk  memperkaya  ilmu  dan  disiplin  bagi  karyawan
yang  bersangkutan,  sedangkan  inspeksi  dan  pengujian  produk  merupakan suatu  prosedur  yang  harus  dilakukan  perusahaan  selama  proses  produksi
berlangsung  agar  produk  yang  gagal  atau  rusak  tidak  sampai  ke  tangan konsumenpelanggan.  Jika  dilihat  secara  keseluruhan,  maka  pengeluaran
biaya  kualitas  PT.  Dirgantara  Indonesia  berada  di  kisaran  kurang  lebih antara  0
–4,5  dari  total  penjualannya  dan  pengaruhnya  terhadap  laba kotor selanjutnya akan diuji dalam penelitian ini.
Lain  halnya  dengan  PT.  PINDAD,  meskipun  sama-sama mengalami  keadaan  ekonomi  yang  sulit  pasca  krisis  moneter  1998,  PT.
PINDAD tetap mampu bertahan dalam keterpurukannya dengan berinovasi dalam  pembuatan  produk-produk  komersial  seperti  generator,  peralatan
kapal laut, alat cor dan tempa, serta masih banyak produk lainnya. Namun, produk-produk  komersial  tersebut  hanya  dijadikan  sebagai  pendapatan
sampingan,  karena  tujuan  utama  didirikannya  PT.  PINDAD  ialah  untuk memproduksi,  mengembangkan,  dan  memenuhi  ketersediaan  alutista  dan
alat kemiliteran pemerintah Indonesia. Seperti  yang  ditunjukan  pada  Gambar  1.1  yang  menunjukan
persentase  total  produksi  dan  penjualan  PT.  PINDAD  mencapai  74
8
Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dilakukan  pada  produk-produk  militer,  sedangkan  sisanya  sebesar  26 pada produk-produk komersial.
Sumber : Disunting dari website PT. PINDAD
Gambar 1.1 Persentase Produk Militer dan Komersial PT. PINDAD
Hal  tersebut  dibuktikan  dengan  mayoritas  pendapatan  PT. PINDAD  berasal  dari  belanja  alutsista  Departemen  Pertahanan  untuk
keperluan  TNI  yang  mencapai  Rp.  700  miliar  pada  tahun  2010.  Di antaranya  berasal  dari  penjualan  panser  Rp.  400  miliar,  amunisi  Rp.  200
miliar, dan senjata sekitar Rp 50 miliar. Pada triwulan ketiga di tahun 2012, PT. PINDAD sempat dihadang
isu “senjata error” yang memperbincangkan kualitas senjata PT. PINDAD oleh  berbagai  kalangan  di  Timor  Leste.  Namun,  hal  tersebut  hanya
sebagian  kecil  permasalahan  yang  dihadapi  PT.  PINDAD.  Faktanya kualitas  senjata  PT.  PINDAD  tetap  memiliki  standar  kualitas  yang
dipercaya  oleh  berbagai  negara-negara  asing.  Hal  tersebut  dibuktikan dengan  pernyataan  Adik  Sudarsono  1911  selaku  Direktur  Utama  PT.
PINDAD  yang  mengatakan  bahwa “...untuk  kawasan  ASEAN  dan  Asia
Timur, senjata organik dan amunisi asal Indonesia terkenal murah dengan
9
Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
kualitas standar NATO yang memadai,  karena itu permintaan rutin  sudah berjalan  belasan  tahun
”.  Pernyataan  tersebut  pada  akhirnya  menyiratkan bahwa  standar  kualitas  PT.  PINDAD  sudah  mampu  bersaing  di  pasar
internasional. Berikut  persentase  biaya  yang  dikeluarkan  PT.  PINDAD  untuk
mencapai  standar  kualitasnya  selama  periode  tahun  2007  sampai  dengan 2011.
Tabel 1.2 Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan
PT. PINDAD Persero Periode Tahun 2007-2011
Keterangan 2007
2008 2009
2010 2011
Desain dan Operasi Sistem Kualitas 1,926
1,588 1,159
0,928 1,374
Pelatihan Kualitas Bagi Karyawan 0,848
0,731 0,634
0,479 0,782
Inspeksi dan Pengujian Produk 0,084
0,104 0,059
0,041 0,150
Kerugian Denda Kontrak 0,027
0,052 0,048
0,034 0,073
Beban Penghapusan Dead Stock -
- -
- -
Jumlah Perbandingan Biaya Kualitas dengan Total Penjualan
2,885 2,475
1,810 1,482
2,380
Sumber : Laporan Biaya Produksi PT. PINDAD, data diolah kembali
Dari  tabel  1.2  di  atas  menunjukan  bahwa  rata-rata  pengeluaran biaya kualitas selama periode tahun 2007-2011 terletak pada kisaran 1-
3  terhadap  total  penjualan  perusahaan.  Dimana  biaya  kelitas  tersebut dikeluarkan  perusahaan  dengan  tujuan  memperbaiki  kualitas  dan
meningkatkan penjualan. Sementara  itu,  PT.  LEN  Industri  baru  bertransformasi  menjadi
industri manufaktur pada tahun 2008, setelah sebelumnya pada tahun 2006 mengambil  alih  75  saham  PT.  Eltran  Indonesia  dari  koperasi  karyawan
10
Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dan pensiunan PT.  LEN  Industri. Selanjutnya pada tahun 2009, PT.  LEN Industri  mengakuisisi  PT.  Surya  Energi  Indotama  dan  PT.  Interlokindo
Utama  agar  dapat  mengambil  alih  peran  PT.  LEN  Industri  sebagai kontraktor  utama  di  bidang renewable  energy dan  kontraktor  persinyalan.
Sedangkan di sisi internal pada tahun 2009 dibentuk Divisi Pengembangan untuk memperkuat inovasi produk unggulan PT. LEN Industri.
Pada  tahun  2009  dengan  jumlah  karyawan  hanya  383  orang,  PT. LEN  Industri  telah  membukukan  pendapatan  tertinggi  sepanjang  sejarah
perusahaan.  PT.  LEN  Industri  berhasil  membukukan  pendapatan  sebesar Rp.  893,64  Milyar  atau  146,07  dari  target  atau  178,3  dari  tahun
sebelumnya 2008. Dengan laba bersih Rp. 15.96 Milyar yang meningkat 134.8  dari  laba  bersih  tahun  2008  sebesar  Rp.  11,84  Milyar.  Selain  itu
pada tahun 2009 pun, PT. LEN Industri telah berhasil memperoleh kontrak baru  konsolidasi  sebesar  Rp.  766,6  milyar  atau  meningkat  23,86  jika
dibandingkan tahun 2008. Keberhasilan  tersebut  tidak  serta  merta  terjadi  begitu  saja,  usaha
PT.  LEN  Industri  dalam  membangun  kepercayaan  masyarakat  untuk menjadikan  PT.  LEN  Industri  sebagai  kliennya  dimulai  dengan
membangun  komitmen  untuk  senantiasa  menyediakan  produk  yang memuaskan  dan  menyenangkan  konsumenpelanggan.  Hal  ini  dibuktikan
dengan manajemen kualitas mutu yang mengacu pada standar ISO 9001.
11
Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Berikut persentase biaya yang dikeluarkan PT. LEN Industri untuk mencapai  standar  kualitasnya  selama  periode  tahun  2007  sampai  dengan
2011.
Tabel 1.3 Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan
PT. LEN Industri Persero Periode Tahun 2007-2011
Keterangan 2007
2008 2009
2010 2011
Desain dan Operasi Sistem Kualitas 2,282
3,028 2,408
0,707 0,972
Pelatihan Kualitas Bagi Karyawan 1,705
0,201 0,128
0,241 0,169
Inspeksi dan Pengujian Produk 0,050
0,031 0,043
0,053 0,030
Kerugian Denda Kontrak 0,125
0,073 0,098
0,025 0,092
Beban Penghapusan Dead Stock 0,331
0,515 -
- -
Jumlah Perbandingan Biaya Kualitas dengan Total Penjualan
4,492 3,847
2,677 1,024
1,263
Sumber : Catatan Atas Laporan Keuangan PT. LEN Industri, data diolah kembali
Dari  tabel  1.3  diatas  menunjukan  sekitar  80  biaya  kualitasnya dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan desain dan operasi sistem kualitas,
pelatihan, serta inspeksi dan pengujian produk. Sedangkan sisanya sekitar 20  dikeluarkan  untuk  mengatasi  hal-hal  yang  berkaitan  dengan
dihasilkannya  produk  dengan  kualitas  rendah.  Hal  tersebut  bisa  saja diakibatkan  oleh  keluhan  dari  konsumenpelanggan  atas  produk  yang
diterima.  Untuk  itu,  biaya  kualitas  dikeluarkan  perusahaan  untuk mengurangi resiko-resiko seperti itu.
Ketiga  BUMN  Industri  Strategis  diatas  merupakan  perusahaan- perusahaan  manufaktur  besar  yang  ada  di  Indonesia.  Persaingan  terbesar
yang  dihadapi  perusahaan  bukan  berasal  dari  dalam  negeri,  melainkan persaingan antar negara dari berbagai belahan dunia. Kekuatan perusahaan
12
Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
untuk  tetap  bertahan  baik  dari  segi  inovasi,  kualitas,  harga,  dan  faktor- faktor  lainnya  ialah  tantangan  yang  mau  tidak  mau  dihadapi  perusahaan
dengan  dasar  tujuan  utamanya  ialah  untuk  memperoleh  laba.  Dimana dalam  kegiatan  operasinya  perusahaan  terkadang  mengalami  peningkatan
dan  penurunan  dalam  laba,  termasuk  laba  kotor  setiap  tahunnya.  Dari perolehan  laba  kotor  itu-lah  perusahaan  dapat  memperkirakan,  apakah
mengalami keuntungan atau kerugian. Penelitian  mengenai  biaya  kualitas  sebenarnya  sudah  pernah
dilakukan  oleh  beberapa  peneliti,  diantaranya  Mathius  Tandiontong,  dkk. 2010  dengan  jurnalnya  yang  berjudul  “Pengaruh  Biaya  Kualitas
Terhadap  Profabilitas  Perusahaan”  yang  dilakukan  pada  salah  satu perusahaan  di  industri  jasa  perhotelan  dan  menunjukan  bahwa  biaya
kualitas berpengaruh secara signifikan terhadap biaya kualitas yang diukur dengan hasil uji regresi sederhana.
Peneliti kedua oleh Rilla Gantino  Erwin dengan jurnalnya  yang berjudul  “Pengaruh  Biaya  Kualitas  Terhadap  Penjualan”  yang  dilakukan
pada salah satu industri obat-obatan. Dari hasil uji regresi berganda, biaya pencegahan  pervention  cost,  biaya  penilaian  appraisal  cost,  biaya
kegagalan  eksternal  eksternal  failure  cost,  dan  biaya  kegagalan  internal internal  failure  cost  yang  merupakan  komponen  dari  biaya  kualitas
berpengaruh positif terhadap penjualan, sedangkan dari hasil uji koefisien determinasi  Kd  menunjukkan  biaya  kualitas  memiliki  kontribusi
13
Rasna Ulfah, 2013 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor Dengan Penjualan Sebagai Variabel Intervening
Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
terhadap  penjualan  sebesar  95,  sedangkan  sisanya  sebesar  5 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain selain biaya kualitas.
Selanjutnya,  penelitian  terdahulu  yang  dilakukan  oleh  Mia  Khoiru Nissa 2011 dengan judul yang sama. Penelitian ini dilakukan pada Divisi
Cor PT. PINDAD dengan hasil uji regresi sederhana bahwa biaya kualitas berpengaruh positif terhadap penjualan, dan penjualan berpengaruh positif
terhadap laba kotor. Dari  penelitian-penelitian  terdahulu,  maka  penulis  tertarik
melakukan penelitian yang berkaitan dengan biaya kualitas dan laba kotor di  nilai  dari  besarnya  nilai  penjualan  perusahaan.  Untuk  menghindari
terjadinya  duplikasi,  maka  penelitian  dilaksanakan  pada  tiga  BUMN Industri  Strategis  dengan  alat  uji  yang  berbeda.  Judul  yang  diambil  ialah
“Pengaruh  Biaya  Kualitas  Terhadap  Laba  Kotor  dengan  Penjualan sebagai Variabel Intervening Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri
Strategis ”.
1.2 Rumusan Masalah