PENGARUH BIAYA KUALITAS TERHADAP LABA KOTOR DENGAN PENJUALAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING : Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung.

(1)

No. Daftar FPEB : 19/UN40.FPEB.1.PL/2013

PENGARUH BIAYA KUALITAS TERHADAP LABA KOTOR DENGAN PENJUALAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

(Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sidang Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi

Disusun oleh : Rasna Ulfah NIM. 0805440

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

No. Daftar FPEB : 19/UN40.FPEB.1.PL/2013

PENGARUH BIAYA KUALITAS TERHADAP

LABA KOTOR DENGAN PENJUALAN

SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

(STUDI KASUS PADA TIGA BUMN INDUSTRI

STRATEGIS DI KOTA BANDUNG)

Oleh : Rasna Ulfah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

© Rasna Ulfah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

April 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

ABSTRAK

PENGARUH BIAYA KUALITAS TERHADAP LABA KOTOR DENGAN PENJUALAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

(Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung)

Oleh : Rasna Ulfah

0805440

Dosen Pembimbing : Dra. Silviana Agustami, Ak.,M.Si.

Denny Andriana, SE.,MBA.,Ak.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh biaya kualitas terhadap penjualan serta implikasinya terhadap laba kotor. Variabel independen dalam penelitian ini ialah biaya kualitas dan variabel dependennya ialah laba kotor dengan penjualan sebagai variabel intervening atau mediator.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan sumber data sekunder. Sedangkan jenis data yang digunakan ialah data panel yang merupakan gabungan dari data silang (cross section) dan data runtun waktu (time series). Maka, data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah laporan biaya kualitas serta laporan rugi/laba konsolidasian PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, dan PT. LEN Industri periode tahun 2007-2011. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis regresi sederhana untuk mengetahui pengaruh positif atau negatif variabel independen terhadap variabel dependen dengan bantuan program Eviews 6 for Windows.

Berdasarkan perhitungan analisis regresi sederhana diperoleh hasil bahwa setiap kenaikan biaya kualitas (X) akan mengakibatkan kenaikan penjualan (Z). Hal tersebut ditunjukan dengan persamaan Z = -7,69(10)10+55,30919X. Dari

persamaan tersebut dapat diartikan bahwa terdapat pengruh positif antara biaya kualitas terhadap penjualan pada tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung. Kemudian, berdasarkan perhitungan analisis regresi sederhana yang kedua diperoleh hasil bahwa setiap kenaikan penjualan (Z) akan mengakibatkan kenaikan laba kotor (Y). Hal tersebut ditunjukan dengan persamaan Y = 36,9(10)10+0,145085Z. Dari persamaan tersebut dapat diartikan bahwa terdapat

pengaruh positif antara penjualan terhadap laba kotor pada tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung.


(5)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF THE QUALITY COST TOWARDS GROSS PROFIT ON SALES AS VARIABLE INTERVENING

(Case Study in Three State-Owned Companies Strategic Industry in Bandung)

By : Rasna Ulfah

0805440

Supervisors :

Dra. Silviana Agustami, Ak.,M.Si. Denny Andriana, SE.,MBA.,Ak.

Research is aimed to test the influence of the cost of quality to sales and by implication towards gross profit. The independent variable in this research is the cost of quality and the variable dependent is the gross profit and sales as the intervening variable.

The methods used in this research is the method descripstive with secondary data sources. While the types of data used is the data panel is a combination of cross section data and time series data. Thus, the data used in this study were reports the cost of quality as well as the consolidated profit/loss report PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD and PT. LEN Industrial period 2007-2011. In this research, the author uses simple regression analysis to determine the influence of positive or negative towards the dependent variable independent variable with the help of Eviews 6 program for Windows.

Simple regression analysis calculation based on obtained results that any increase in the cost of the quality of (X) will result in an increase in sales (Z). This is indicated by the equation Z = -7,69(10)10+55,30919X. From the equation means that there is a positive influence between the cost of the quality of sales at three STATE-OWNED ENTERPRISES strategic industries in Bandung. Then, a simple regression analysis calculation based on the results obtained that any increase in sales (Z) will result in an increase in gross profit (Y). This is indicated by the equation Y = 36,9(10)10+145085Z. From the equation means that there is a positive influence between the sale of the gross profit on the three STATE-OWNED ENTERPRISES strategic industries in Bandung.


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 13

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 14

1.3.1 Maksud Penelitian ... 14

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Kegunaan Penelitian ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 16

2.1Kajian Pustaka ... 16

2.1.1 Definisi Biaya ... 16

2.1.2 Penggolongan Biaya ... 17

2.1.3 Definisi Kualitas ... 21


(7)

2.1.5 Komponen Biaya Kualitas ... 23

2.1.6 Laporan Biaya Kualitas ... 28

2.1.7 Manfaat Informasi Biaya Kualitas ... 30

2.1.8 Definisi Penjualan ... 30

2.1.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penjualan ... 31

2.1.10 Definisi Laba Kotor ... 34

2.1.11 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laba Kotor ... 35

2.1.12 Definisi Total Quality Management (TQM) ... 36

2.1.13 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor dengan Penjualan sebagai Variabel Intervaning ... 37

2.1 Kerangka Pemikiran ... 39

2.2 Hipotesis ... 45

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

3.1Objek Penelitian ... 47

3.2Desain dan Metode Penelitian ... 47

3.3Operasionalisasi Variabel ... 49

3.4Sumber Data ... 51

3.5Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.6Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 54

3.6.1 Teknik Analisis Data ... 54

3.6.2 Pengujian Hipotesis ... 56


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

4.1Gambaran Objek Penelitian ... 59

4.1.1 Sejarah PT. Dirgantara Indonesia ... 59

4.1.2 Visi dan Misi PT. Dirgantara Indonesia ... 62

4.1.3 Aspek-Aspek Kegiatan PT. Dirgantara Indonesia ... 63

4.1.4 Produk-Produk Buatan PT. Dirgantara Indonesia ... 64

4.1.5 Sejarah PT. PINDAD ... 65

4.1.6 Visi dan Misi PT. PINDAD ... 68

4.1.7 Aspek-Aspek Kegiatan PT. PINDAD ... 68

4.1.8 Produk-Produk Buatan PT. PINDAD ... 70

4.1.9 Sejarah PT. LEN Industri ... 71

4.1.10 Visi dan Misi PT. LEN Industri ... 76

4.1.11 Aspek-Aspek Kegiatan PT. LEN Industri ... 76

4.1.12 Produk-Produk Buatan PT. LEN Industri ... 77

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 79

4.2.1 Deskripsi Biaya Kualitas pada PT. Dirgantara Indonesia . 80 4.2.2 Deskripsi Biaya Kualitas pada PT. PINDAD ... 82

4.2.3 Deskripsi Biaya Kualitas pada PT. LEN Industri ... 84

4.2.4 Deskripsi Penjualan pada PT. Dirgantara Indonesia ... 86

4.2.5 Deskripsi Penjualan pada PT. PINDAD ... 88

4.2.6 Deskripsi Penjualan pada PT. LEN Industri ... 90

4.2.7 Deskripsi Laba Kotor pada PT. Dirgantara Indonesia ... 92


(9)

4.2.9 Deskripsi Laba Kotor pada PT. LEN Industri ... 96

4.2.10 Ikhtisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Rugi pada PT. Dirgantara Indonesia ... 98

4.2.11 Ikhtisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Rugi pada PT. PINDAD ... 101

4.2.12 Ikhtisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Rugi pada PT. LEN Industri ... 103

4.3 Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Hasil Penelitian ... 106

4.3.1 Teknik Analisis Data ... 106

4.3.1.1 Uji Normalitas ... 106

4.3.1.2 Uji Autokorelasi ... 108

4.3.2 Pengujian Hipotesis Hasil Penelitian ... 110

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 116

4.4.1 Gambaran Tentang Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis Periode Tahun 2007-2011 ... 116

4.4.2 Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Laba Kotor dengan Penjualan sebagai Variabel Intervening pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung ... 124

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 126

5.1 Kesimpulan ... 126

5.2 Saran ... 127


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan

PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Periode Tahun 2007-2011 ... 6

Tabel 1.2 Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. PINDAD (Persero) Periode Tahun 2007-2011 ... 9

Tabel 1.3 Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. LEN Industri (Persero) Periode Tahun 2007-2011 ... 11

Tabel 2.1 Contoh Laporan Biaya Kualitas ... 28

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ... 50

Tabel 4.1 Produk-Produk PT. Dirgantara Indonesia ... 60

Tabel 4.2 Produk Militer dan Komersial PT. PINDAD ... 66

Tabel 4.3 Klasifikasi Produk PT. LEN Industri ... 73

Tabel 4.4 Biaya Kualitas PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 80

Tabel 4.5 Biaya Kualitas PT. PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 82

Tabel 4.6 Biaya Kualitas PT. LEN Industri Tahun 2007-2011... 91

Tabel 4.7 Penjualan Bersih PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011... 87

Tabel 4.8 Penjualan Bersih PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 89

Tabel 4.9 Penjualan Bersih PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 96

Tabel 4.10 Laba Kotor PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 93

Tabel 4.11 Laba Kotor PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 95

Tabel 4.12 Laba Kotor PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 97

Tabel 4.13 Ikhitisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Kotor PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 99


(11)

Tabel 4.14 Ikhitisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Kotor

pada PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 101

Tabel 4.15 Ikhitisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Kotor pada PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 104

Tabel 4.16 Uji Normalitas Variabel (X) terhadap Variabel (Z) ... 106

Tabel 4.17 Uji Normalitas Variabel (Z) terhadap Variabel (Y) ... 107

Tabel 4.18 Uji Autokorelasi Variabel (X) terhadap Variabel (Z) ... 108

Tabel 4.19 Uji Autokorelasi Variabel (Z) terhadap Variabel (Y) ... 108

Tabel 4.20 Output Regresi Sederhana Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Penjualan ... 109

Tabel 4.21 Koefisien Regresi Biaya Kualitas Terhadap Penjualan ... 110

Tabel 4.22 Output Regresi Sederhana Pengaruh Penjualan Terhadap Laba Kotor ... 112


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Persentase Produk Militer dan Komersil PT. PINDAD ... 8

Gambar 2.1 Manfaat TQM ... 40

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ... 44

Gambar 4.1 Biaya Kualitas PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 81

Gambar 4.2 Biaya Kualitas PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 83

Gambar 4.3 Biaya Kualitas PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 86

Gambar 4.4 Penjualan Bersih PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 88

Gambar 4.5 Penjualan Bersih PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 90

Gambar 4.6 Penjualan Bersih PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 92

Gambar 4.7 Laba Kotor PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 94

Gambar 4.8 Laba Kotor PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 96

Gambar 4.9 Penjualan Bersih PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 98

Gambar 4.10 Ikhitisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Kotor pada PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 100

Gambar 4.11 Ikhitisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Kotor pada PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 102

Gambar 4.12 Ikhitisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Kotor pada PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 104


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Judul Lampiran No. Lampiran Laporan Biaya Kualitas dan Laporan Rugi/Laba Konsolidasian

PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, PT. LEN Industri ... 1

Hasil Output Eviews 6 for Windows ... 2

Rekapitulasi Bimbingan Skripsi ... 3

Berkas Lain-Lain ... 4


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap perusahaan memiliki tantangannya tersendiri untuk dapat bertahan dalam persaingan pasar domestik maupun global. Masing-masing segmen pasar memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan mau tidak mau harus dihadapi perusahaan. Salah satu cara menghadapi persaingan tersebut ialah memproduksi dengan biaya seminimum mungkin namun dapat menghasilkan produk dengan standar kualitas bersaing, bisa menjadi harga mati yang harus dapat dilakukan perusahaan untuk menghindari risiko terburuk dalam dunia bisnis.

Perusahaan yang mampu bersaing dalam kerasnya dunia bisnis akan tetap bertahan, sedangkan perusahaan yang lemah akan berangsur-angsur hilang dalam pasaran. Keadaan ini akan semakin sulit apabila produk yang dihasilkan suatu perusahaan merupakan produk yang juga dihasilkan oleh perusahaan lain, sehingga hal ini menimbulkan persaingan antar perusahaan yang ada. Oleh karena itu, banyak perusahaan saling berlomba-lomba menciptakan produk dengan kualitas yang lebih baik dari perusahaan-perusahaan pesaing yang sejenis.

Untuk dapat mengungguli kualitas produk dari perusahaan-perusahaan pesaing sejenis yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan ialah manajemen


(15)

2

yang proaktif, antisipatif, dan bergerak atas dasar kebutuhan konsumen. Sebagaimana Soewarso Hardjosoedarmo (2004:26) menjelaskan bahwa :

“...untuk mencapai tingkat performance yang tinggi merupakan masalah

yang sangat penting bagi manajemen dewasa ini dan di masa yang akan datang. Adapun indikator performance tersebut terdiri dari biaya kualitas

(mutu), produktivitas, inovasi, pengukuran, dan kepemimpinan”.

Dari pernyataan diatas, salah satu indikator perusahaan untuk dapat mencapai tingkat performance yang tinggi ialah dengan mengeluarkan biaya kualitas. Biaya kualitas merupakan istilah yang diciptakan oleh

Joseph Juran untuk menjawab pertanyaan “seberapa besar kualitas dirasa cukup?” (dalam Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2001:29). Sedangkan definisi biaya kualitas sendiri menurut Blocher, et. Al. (2007:404) edisi terjemahan ialah :

“Biaya-biaya yang berkaitan dengan pencegahan, pengidentifikasian, perbaikan dan pembetulan produk yang berkualitas rendah dan dengan „opportunity cost „ dari hilangnya waktu produksi dan penjualan sebagai akibat rendahnya kualitas”.

Dengan kata lain, biaya kualitas merupakan biaya pengendalian dan pengawasan dalam proses produksi dan biaya-biaya yang timbul akibat dihasilkannya produk dengan kualitas rendah. Selain itu, biaya kualitas juga timbul untuk mencapai standar kualitas yang ditetapkan perusahaan dalam upaya menjaga dan meningkatan penjualan dan laba.

Namun berkaitan dengan hal tersebut, kebanyakan manajer bisnis memiliki anggapan bahwa untuk meningkatan kualitas akan selalu disertai dengan peningkatan biaya, sehingga muncul pandangan bahwa jika kualitas semakin tinggi akan menyebabkan tingginya biaya pula. Namun,


(16)

3

Juran (dalam Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2001:41) meneliti aspek ekonomis dari kualitas dan menyimpulkan bahwa “...manfaat

kualitas jauh melebihi biayanya”.

Karena jika suatu perusahaan memiliki jaminan kualitas yang tinggi, maka akan dapat mempengaruhi permintaan dari kosumen/pelanggan dan permintaan yang tinggi dapat mempengaruhi penjualan produk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, permintaan yang tinggi akan meningkatkan penjualan produk. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sofjan Assauri (2004:208) bahwa :

“Faktor kualitas yang akan dicapai atau dihasilkan sangat erat

hubungannya dengan kegiatan penjualan. Apabila kualitas atau barang yang dihasilkan terlalu rendah kualitasnya, maka hal ini dapat

menyebabkan berkurangnya penjualan”.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor kualitas memiliki pengaruh positif terhadap penjualan. Penjualan merupakan total jumlah yang dibebankan kepada konsumen/pelanggan atas produk yang dijual perusahaan. Jika total penjualan tersebut dikurangi dengan retur dan potongan penjualan lainnya, maka akan menghasilkan penjualan bersih yang dicatat dalam Laporan Laba Rugi.

Dari sumber buku Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001:42) dipaparkan pendapat para pakar kualitas yamg menjelaskan bahwa

“...suatu perusahaan dengan program pengelolaan kualitas yang berjalan

dengan baik, biaya kualitasnya tidak lebih dari 2,5% dari penjualan”. Untuk itu, jika perusahaan ingin meningkatkan kualitas produknya dengan biaya yang reasonable, sebaiknya manajemen dapat menyusun anggaran


(17)

4

untuk standar kualitas produk secara selektif dan ekonomis agar total biaya yang dianggarkan tidak lebih dari 2,5% dari penjualan, sehingga tujuan dikeluarkannya biaya kualitas untuk meningkatkan penjualan dapat terlaksana dan tidak mengurangi laba secara berlebihan.

Pada dasarnya setiap perusahaan mengeluarkan biaya kualitas, hanya saja ada yang mengelompokkan dan menganalisanya secara khusus dan ada juga yang tidak, ada yang membuat laporan biaya kualitas ada juga yang tidak. Badan usaha yang akan dijadikan studi kasus dalam penelitian ini ialah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Industri Strategis di Kota Bandung. Lebih jelasnya penelitian ini dilakukan pada tiga BUMN Industri Strategis, yaitu PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, dan PT. LEN Industri.

Pada penelitian-penelitian sebelumnya, pengujian pengaruh antara biaya kualitas dengan penjualan dan laba kotor dilakukan pada industri jasa, industri obat-obatan dan industri-industri lain yang memproduksi barang secara terus-menerus serta memungkinkan proses produksi dan penjualan terjadi dalam waktu yang singkat. Namun, dalam penelitian ini pengujian biaya kualitas tersebut akan dilakukan pada industri manufaktur yang hanya memproduksi barang jika ada pesanan, serta proses produksi dan penjualan terjadi pada tenggang waktu yang cukup lama. Sehingga memungkinkan terjadinya pengeluaran biaya dan penjualan tidak berada dalam satu periode akuntansi.


(18)

5

Selain itu, pemilihan objek penelitian pada ketiga BUMN Industri Strategis tersebut didasarkan pada kepemilikan sertifikat ISO yang menunjukan bahwa perusahaan memiliki dedikasi yang tinggi terhadap jaminan kualitas produk yang dihasilkan. Selanjutnya, jaminan kualitas

produk tersebut akan menciptakan “kepercayaan” untuk membeli atau

menggunakan produk yang dihasilkan perusahaan.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoedin saat serah terima pesawat CN235/MPA (Maritime

Patrol Aircraft) kepada Korean Coast Guard (KCG) di Hanggar CN-235

PT. Dirgantara di Bandung, Jumat (9/3) bahwa : “...kepercayaan Pemerintah Korea Selatan terhadap produk PT. Dirgantara Indonesia merupakan sinyalemen yang baik untuk meningkatkan hubungan Korea Selatan dengan Indonesia”. Pada saat itu, pemerintah Korea Selatan melakukan pemesanan delapan unit pesawat tipe CN-235 yang dinilai kemampuannya tidak jauh berbeda dengan pesawat F-16 Fightning Falcon buatan Amerika Serikat meskipun disampaikannya bahwa “...proyek ini

memakan waktu sampai tujuh tahun.”

Namun, kepercayaan atas kualitas produk PT. Dirgantara Indonesia tidak hanya terjadi dengan Korea Selatan saja. Pasca dinyatakan pailit dan mati suri pada tahun 2007, PT. Dirgantara Indonesia memulai kebangkitannya yang ditunjukan dengan berbagai ikatan kerjasama internasional dengan negara-negara timur tengah dan Eropa. Sebagaimana yang kembali disampaikan oleh Sjafrie Sjamsoedin bahwa “...produk PT.


(19)

6

Dirgantara tidak kalah dengan produk pesawat terbang dari negara lain yang sejenis. PT. Dirgantara telah memenuhi syarat sebagai perusahaan internasional. Tolak ukurnya kualitas, delivery dan rights.”

Berikut persentase biaya kualitas yang dikeluarkan PT. Dirgantara Indonesia untuk mencapai standar kualitasnya selama periode tahun 2007 sampai dengan 2011 dibandingkan dengan total penjualannya.

Tabel 1.1

Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. Dirgantara Indonesia (Persero)

Periode Tahun 2007-2011

Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011

Desain dan Operasi Sistem Kualitas 3,152% 3,155% 3,566% 0,039% 2,153% Pelatihan Kualitas Bagi Karyawan 0,237% 0,265% 0,473% 0,038% 0,190% Inspeksi dan Pengujian Produk 0,002% 0,002% 0,001% 0,019% 0,298% Kerugian Denda Kontrak 0,055% 0,478% 0,034% 0,020% 0,016%

Beban Penghapusan Dead Stock - - - - -

Jumlah Perbandingan Biaya

Kualitas dengan Total Penjualan 3,446% 3,899% 4,074% 0,115% 2,658%

(Sumber : Realisasi Biaya/Pendapatan Lainnya Divisi Pengembangan Produk PT. DI, data diolah kembali)

Tabel diatas menunjukan persentase pengeluaran biaya yang termasuk ke dalam biaya kualitas. Biaya-biaya diatas terdiri dari empat komponen biaya kualitas, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal.

Rata-rata biaya terbesar dikeluarkan pada kegiatan desain dan operasi sistem kualitas sebagai kegiatan awal dari penentuan kualitas produk, dengan nilai rata-rata dari tahun 2007-2011 sebesar 2,413%. Biaya kualitas yang dikeluarkan perusahaan berasal dari Divisi Pengembangan Produk PT. Dirgantara Indonesia dengan tugas untuk senantiasa menjaga


(20)

7

dan mengembangkan kualitas produk perusahaan. Desain dan operasi sistem kualitas dilakukan sebagai langkah awal penentuan kualitas yang berkaitan dengan perencanaan dan sistem pengembangan kualitas produk. Pelatihan dilakukan untuk memperkaya ilmu dan disiplin bagi karyawan yang bersangkutan, sedangkan inspeksi dan pengujian produk merupakan suatu prosedur yang harus dilakukan perusahaan selama proses produksi berlangsung agar produk yang gagal atau rusak tidak sampai ke tangan konsumen/pelanggan. Jika dilihat secara keseluruhan, maka pengeluaran biaya kualitas PT. Dirgantara Indonesia berada di kisaran kurang lebih antara 0%–4,5% dari total penjualannya dan pengaruhnya terhadap laba kotor selanjutnya akan diuji dalam penelitian ini.

Lain halnya dengan PT. PINDAD, meskipun sama-sama mengalami keadaan ekonomi yang sulit pasca krisis moneter 1998, PT. PINDAD tetap mampu bertahan dalam keterpurukannya dengan berinovasi dalam pembuatan produk-produk komersial seperti generator, peralatan kapal laut, alat cor dan tempa, serta masih banyak produk lainnya. Namun, produk-produk komersial tersebut hanya dijadikan sebagai pendapatan sampingan, karena tujuan utama didirikannya PT. PINDAD ialah untuk memproduksi, mengembangkan, dan memenuhi ketersediaan alutista dan alat kemiliteran pemerintah Indonesia.

Seperti yang ditunjukan pada Gambar 1.1 yang menunjukan persentase total produksi dan penjualan PT. PINDAD mencapai 74%


(21)

8

dilakukan pada produk-produk militer, sedangkan sisanya sebesar 26% pada produk-produk komersial.

(Sumber : Disunting dari website PT. PINDAD) Gambar 1.1

Persentase Produk Militer dan Komersial PT. PINDAD Hal tersebut dibuktikan dengan mayoritas pendapatan PT. PINDAD berasal dari belanja alutsista Departemen Pertahanan untuk keperluan TNI yang mencapai Rp. 700 miliar pada tahun 2010. Di antaranya berasal dari penjualan panser Rp. 400 miliar, amunisi Rp. 200 miliar, dan senjata sekitar Rp 50 miliar.

Pada triwulan ketiga di tahun 2012, PT. PINDAD sempat dihadang

isu “senjata error” yang memperbincangkan kualitas senjata PT. PINDAD

oleh berbagai kalangan di Timor Leste. Namun, hal tersebut hanya sebagian kecil permasalahan yang dihadapi PT. PINDAD. Faktanya kualitas senjata PT. PINDAD tetap memiliki standar kualitas yang dipercaya oleh berbagai negara-negara asing. Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan Adik Sudarsono (19/11) selaku Direktur Utama PT. PINDAD yang mengatakan bahwa “...untuk kawasan ASEAN dan Asia Timur, senjata organik dan amunisi asal Indonesia terkenal murah dengan


(22)

9

kualitas standar NATO yang memadai, karena itu permintaan rutin sudah berjalan belasan tahun”. Pernyataan tersebut pada akhirnya menyiratkan bahwa standar kualitas PT. PINDAD sudah mampu bersaing di pasar internasional.

Berikut persentase biaya yang dikeluarkan PT. PINDAD untuk mencapai standar kualitasnya selama periode tahun 2007 sampai dengan 2011.

Tabel 1.2

Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. PINDAD (Persero)

Periode Tahun 2007-2011

Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011

Desain dan Operasi Sistem Kualitas 1,926% 1,588% 1,159% 0,928% 1,374% Pelatihan Kualitas Bagi Karyawan 0,848% 0,731% 0,634% 0,479% 0,782% Inspeksi dan Pengujian Produk 0,084% 0,104% 0,059% 0,041% 0,150% Kerugian Denda Kontrak 0,027% 0,052% 0,048% 0,034% 0,073%

Beban Penghapusan Dead Stock - - - - -

Jumlah Perbandingan Biaya

Kualitas dengan Total Penjualan 2,885% 2,475% 1,810% 1,482% 2,380%

(Sumber : Laporan Biaya Produksi PT. PINDAD, data diolah kembali)

Dari tabel 1.2 di atas menunjukan bahwa rata-rata pengeluaran biaya kualitas selama periode tahun 2007-2011 terletak pada kisaran 1%-3% terhadap total penjualan perusahaan. Dimana biaya kelitas tersebut dikeluarkan perusahaan dengan tujuan memperbaiki kualitas dan meningkatkan penjualan.

Sementara itu, PT. LEN Industri baru bertransformasi menjadi industri manufaktur pada tahun 2008, setelah sebelumnya pada tahun 2006 mengambil alih 75% saham PT. Eltran Indonesia dari koperasi karyawan


(23)

10

dan pensiunan PT. LEN Industri. Selanjutnya pada tahun 2009, PT. LEN Industri mengakuisisi PT. Surya Energi Indotama dan PT. Interlokindo Utama agar dapat mengambil alih peran PT. LEN Industri sebagai kontraktor utama di bidang renewable energy dan kontraktor persinyalan. Sedangkan di sisi internal pada tahun 2009 dibentuk Divisi Pengembangan untuk memperkuat inovasi produk unggulan PT. LEN Industri.

Pada tahun 2009 dengan jumlah karyawan hanya 383 orang, PT. LEN Industri telah membukukan pendapatan tertinggi sepanjang sejarah perusahaan. PT. LEN Industri berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp. 893,64 Milyar atau 146,07% dari target atau 178,3% dari tahun sebelumnya (2008). Dengan laba bersih Rp. 15.96 Milyar yang meningkat 134.8% dari laba bersih tahun 2008 sebesar Rp. 11,84 Milyar. Selain itu pada tahun 2009 pun, PT. LEN Industri telah berhasil memperoleh kontrak baru konsolidasi sebesar Rp. 766,6 milyar atau meningkat 23,86% jika dibandingkan tahun 2008.

Keberhasilan tersebut tidak serta merta terjadi begitu saja, usaha PT. LEN Industri dalam membangun kepercayaan masyarakat untuk menjadikan PT. LEN Industri sebagai kliennya dimulai dengan membangun komitmen untuk senantiasa menyediakan produk yang memuaskan dan menyenangkan konsumen/pelanggan. Hal ini dibuktikan dengan manajemen kualitas (mutu) yang mengacu pada standar ISO 9001.


(24)

11

Berikut persentase biaya yang dikeluarkan PT. LEN Industri untuk mencapai standar kualitasnya selama periode tahun 2007 sampai dengan 2011.

Tabel 1.3

Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. LEN Industri (Persero)

Periode Tahun 2007-2011

Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011

Desain dan Operasi Sistem Kualitas 2,282% 3,028% 2,408% 0,707% 0,972% Pelatihan Kualitas Bagi Karyawan 1,705% 0,201% 0,128% 0,241% 0,169% Inspeksi dan Pengujian Produk 0,050% 0,031% 0,043% 0,053% 0,030% Kerugian Denda Kontrak 0,125% 0,073% 0,098% 0,025% 0,092% Beban Penghapusan Dead Stock 0,331% 0,515% - - -

Jumlah Perbandingan Biaya

Kualitas dengan Total Penjualan 4,492% 3,847% 2,677% 1,024% 1,263%

(Sumber : Catatan Atas Laporan Keuangan PT. LEN Industri, data diolah kembali) Dari tabel 1.3 diatas menunjukan sekitar 80% biaya kualitasnya dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan desain dan operasi sistem kualitas, pelatihan, serta inspeksi dan pengujian produk. Sedangkan sisanya sekitar 20% dikeluarkan untuk mengatasi hal-hal yang berkaitan dengan dihasilkannya produk dengan kualitas rendah. Hal tersebut bisa saja diakibatkan oleh keluhan dari konsumen/pelanggan atas produk yang diterima. Untuk itu, biaya kualitas dikeluarkan perusahaan untuk mengurangi resiko-resiko seperti itu.

Ketiga BUMN Industri Strategis diatas merupakan perusahaan-perusahaan manufaktur besar yang ada di Indonesia. Persaingan terbesar yang dihadapi perusahaan bukan berasal dari dalam negeri, melainkan persaingan antar negara dari berbagai belahan dunia. Kekuatan perusahaan


(25)

12

untuk tetap bertahan baik dari segi inovasi, kualitas, harga, dan faktor-faktor lainnya ialah tantangan yang mau tidak mau dihadapi perusahaan dengan dasar tujuan utamanya ialah untuk memperoleh laba. Dimana dalam kegiatan operasinya perusahaan terkadang mengalami peningkatan dan penurunan dalam laba, termasuk laba kotor setiap tahunnya. Dari perolehan laba kotor itu-lah perusahaan dapat memperkirakan, apakah mengalami keuntungan atau kerugian.

Penelitian mengenai biaya kualitas sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya Mathius Tandiontong, dkk.

(2010) dengan jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Profabilitas Perusahaan” yang dilakukan pada salah satu perusahaan di industri jasa perhotelan dan menunjukan bahwa biaya kualitas berpengaruh secara signifikan terhadap biaya kualitas yang diukur dengan hasil uji regresi sederhana.

Peneliti kedua oleh Rilla Gantino & Erwin dengan jurnalnya yang

berjudul “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Penjualan” yang dilakukan pada salah satu industri obat-obatan. Dari hasil uji regresi berganda, biaya pencegahan (pervention cost), biaya penilaian (appraisal cost), biaya kegagalan eksternal (eksternal failure cost), dan biaya kegagalan internal

(internal failure cost) yang merupakan komponen dari biaya kualitas

berpengaruh positif terhadap penjualan, sedangkan dari hasil uji koefisien determinasi (Kd) menunjukkan biaya kualitas memiliki kontribusi


(26)

13

terhadap penjualan sebesar 95%, sedangkan sisanya sebesar 5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain selain biaya kualitas.

Selanjutnya, penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mia Khoiru Nissa (2011) dengan judul yang sama. Penelitian ini dilakukan pada Divisi Cor PT. PINDAD dengan hasil uji regresi sederhana bahwa biaya kualitas berpengaruh positif terhadap penjualan, dan penjualan berpengaruh positif terhadap laba kotor.

Dari penelitian-penelitian terdahulu, maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berkaitan dengan biaya kualitas dan laba kotor di nilai dari besarnya nilai penjualan perusahaan. Untuk menghindari terjadinya duplikasi, maka penelitian dilaksanakan pada tiga BUMN Industri Strategis dengan alat uji yang berbeda. Judul yang diambil ialah

“Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor dengan Penjualan

sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran tentang biaya kualitas, penjualan dan laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011?

2. Bagaimana pengaruh biaya kualitas terhadap penjualan dan pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011?


(27)

14

3. Bagaimana pengaruh penjualan terhadap laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menelaah data laporan keuangan yang berkaitan dengan biaya kualitas, penjualan, dan laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis, yaitu PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, dan PT. LEN Industri periode tahun 2007-2011, serta untuk mengetahui apakah biaya kualitas berpengaruh terhadap laba kotor dengan penjualan sebagai variabel intervening.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui gambaran tentang biaya kualitas, penjualan dan

laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011.

b. Untuk mengetahui pengaruh biaya kualitas terhadap penjualan pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011.

c. Untuk mengetahui pengaruh penjualan terhadap laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011.


(28)

15

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian tidak terlepas dari tujuan yang ingin dicapai. Dengan terarahnya penelitian melalui target dari tujuan yang telah digariskan, maka akan didapat beberapa nilai guna. Adapun kegunaan penelitian dalam usulan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi lebih banyak dan menambah wawasan penulis tentang teori biaya kualitas, penjualan, dan laba kotor, serta sejauh mana biaya kualitas mempengaruhi penjualan dan laba kotor, dan memberikan sumbangan ilmu terhadap ilmu akuntansi khususnya akuntansi biaya.

2) Praktis

Bagi perusahaan, diharapkan dapat menambah ilmu atau informasi untuk meningkatan laba perusahaan. Serta dapat memberi masukan dan pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan dan memberikan pandangan yang bermanfaat bagi perkembangan perusahaan.

3) Bagi Pihak Lain

Sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk pemecahan masalah yang terkait dengan biaya kualitas, penjualan dan laba kotor.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan hal yang mendasari pemilihan, pengolahan dan penafsiran suatu data dan keterangan yang berkaitan dengan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian.

Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah biaya kualitas, penjualan dan laba kotor pada tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung, yaitu PT. Dirgantara Indonesia (Persero), PT. PINDAD (Persero) dan PT. LEN Industri (Persero).

3.2 Desain dan Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2009:1) metode penelitian adalah “suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan dan kegunaan penelitian”.

Sebelum melaksanakan suatu penelitian, seorang peneliti harus menentukan metode apa yang akan digunakan dalam penelitiannya. Hal tersebut merupakan dasar yang dapat dijadikan sebagai acuan dan pedoman untuk menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian yang dilaksanakannya. Oleh karena itu, pemilihan dan


(30)

48

penentuan metode penelitian yang tepat merupakan hal yang sangat penting untuk pencapaian tujuan penelitian secara efektif dan efisien.

Desain merupakan kerangka kerja untuk merinci hubungan-hubungan antara variabel yang terkait dalam kajian tersebut. Desain penelitian menurut Husein Umar (2008:4) adalah :

“Suatu rencana kerja yang terstruktur dalam hal hubungan-hubungan antarvariabel secara komprehensif, sedemikian rupa agar hasil penelitiannya dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian”.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah Kuantitatif yang dalam pengerjaannya menggunakan data berbentuk angka dan dengan pendekatan deskriptif. Menurut M. Iqbal Hasan (2002:22) metode deskriptif artinya melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu. Metode deskriptif bertujuan untuk :

 Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada;

 Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku;

 Membuat perbandingan atau evaluasi;

 Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. (Sumber : M. Iqbal Hasan, 2002:22)

Berdasarkan tujuan tersebut diatas, maka penulis menggunakan metode deskriptif ini dengan tujuan untuk menggambarkan atau menjelaskan data yang sifatnya aktual dilanjutkan dengan menganalisis untuk mencari hubungan, kaitan dan pengaruh antar variabel.


(31)

49

3.3 Operasionalisasi Variabel

Menurut M. Iqbal Hasan (2004:12), variabel adalah “konstruk yang sifat-sifatnya sudah diberi nilai dalam bentuk bilangan atau konsep yang mempunyai dua nilai atau lebih pada suatu kontinum”.

Lebih lanjut lagi M. Iqbal Hasan (2004:13) mengelompokan variabel berdasarkan hubungannya menjadi dua jenis, yaitu variabel bebas

(independent) dan variabel terikat (dependent).

Dalam penelitian dengan judul “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor dengan Penjualan sebagai Variabel Intervaning” terdapat 3 variabel penelitian, yaitu biaya kualitas sebagai variabel X (independent), laba kotor sebagai variabel Z (dependent), dan penjualan sebagai variabel Y (intervening).

Untuk memperjelas variabel yang ada dalam penelitian ini, maka dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Biaya Kualitas (X)

Biaya Kualitas sebagai variabel bebas (X) dalam penelitian ini merupakan variabel yang mempengaruhi secara tidak langsung variabel terikat (Y). Maka dari itu terdapat variabel mediator (Z) yang menghubungkan variabel (X) dan (Y).

Biaya kualitas merupakan biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan kualitas produk dan biaya yang dikeluarkan akibat kegagalan/kerusakan produk. Biaya kualitas terdiri dari empat komponen, yaitu biaya pencegahan (prevention cost), biaya


(32)

50

penilaian (appraisal cost), biaya kegagalan internal (internal

failure cost) dan biaya kegagalan eksternal (eksternal failure cost).

2. Penjualan (Z)

Penjualan sebagai variabel intervening (Z) merupakan variabel yang secara teoritis mempengaruhi variabel X dan Y atau disebut juga sebagai variabel independen kedua. Tukckman (dalam Sugiyono, 2009:33) mendefinisikan variabel intervening sebagai “variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur”.

Penjualan dalam laporan keuangan merupakan pendapatan yang diterima perusahaan atas pertukaran barang atau jasa yang dimiliki perusahaan dan dicatat dalam satu periode akuntansi tertentu. 3. Laba Kotor (Y)

Laba Kotor sebagai variabel terikat (Y) merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel (X). Pada penelitian ini variabel (Y) tidak secara langsung dipengaruhi oleh variabel (X), karena terdapat variabel (Z) sebagai variabel mediator.

Laba kotor adalah selisih antara hasil penjualan bersih dikurangi dengan Harga Pokok Penjualan pada periode akuntansi tertentu dan dicatat pada Laporan Laba Rugi perusahaan.


(33)

51

Untuk menentukan data yang diperlukan dan untuk memudahkan pengukuran dari variabel, maka variabel pada penelitian ini dapat dioperasionalisasikan sebagai berikut :

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Dimensi Indikator Skala

Biaya Kualitas (X) 

Biaya Pencegahan

(Prevention Cost)

 Biaya Penilaian

(Appraisal Cost)

 Biaya Kegagalan Internal (Internal

Failure Cost)

 Biaya Kegagalan Eksternal

(Eksternal Failure Cost)

Data diperoleh dari laporan keuangan yang sudah diolah kembali dan terdiri dari :

Biaya Pencegahan (Prevention Cost) :

- Gaji, Upah, dan Lembur Divisi Pengembangan Produk;

- Biaya Perencanaan Kualitas Produk; - Biaya Research and Development; - Biaya Training;

- Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Mesin; dan lain-lain.

Biaya Penilaian (Appraisal Cost) :

- Gaji, Upah, Tunjangan, dan Biaya-biaya yang berkaitan dengan Quality Control.

- Biaya Rapat Evaluasi Kualitas Produk.

Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost) : - Biaya Pengerjaan ulang dan Biaya-biaya yang

berkaitan dengan dihasilkannya produk cacat/rusak.

Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Cost) :

- Pengembalian produk dari konsumen (Retur); - Biaya garansi dan biaya-biaya lain yang

berkaitan dengan kerugian yang ditimbulkan setelah produk sampai ke tangan konsumen.

Rasio

Penjualan (Z)

Perolehan Penjualan Data diperoleh dari Laporan Keuangan Konsolidasian periode 2007-2011

Rasio

Laba Kotor (Y)

Selisih antara Penjualan Bersih dan Harga Pokok Penjualan.

Penjualan dikurangi Harga Pokok Penjualan. (Siswanto Sutojo, 2000:57)

Rasio

3.4 Sumber Data

Dalam pelaksanaannya data penelitian dapat diperoleh dengan dua cara, yakni data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh di lapangan, salah satunya melalui kuesioner. Sedangkan data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti


(34)

52

secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain), seperti laporan keuangan baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan.

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Dirgantara Indonesia (Persero), PT. PINDAD (Persero) dan PT. LEN Industri (Persero) periode tahun 2007-2011, khususnya Laporan Biaya Kualitas dan Laporan Rugi Laba. Maka dari itu, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder.

Sedangkan berdasarkan objek yang dijadikan bahan penelitian dan periode laporan keuangan yang digunakan, dapat disimpulkan bahwa jenis data ini dapat dikategorikan sebagai data panel, yang merupakan gabungan dari data silang (cross section) dan data runtun waktu (time series). Husein Umar (2008:45) mengemukakan bahwa “Cross Sectional Method adalah

metode penelitian dengan cara mempelajari objek dalam kurun waktu tertentu (tidak berkesinambungan dalam waktu panjang)”, sedangkan Nur Indriantoro & Bambang Supomo (2002:96) menjelaskan bahwa “studi

time series adalah studi yang lebih menekankan pada penelitian berupa

data rentetan waktu”.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

M. Iqbal Hasan (2002:60) mendefinisikan pengumpulan data adalah : “pencatatan peristiwa-peristiwa atau hal-hal atau


(35)

keterangan-53

keterangan atau karakteristik sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian”.

Oleh karena itu, dibutuhkan data-data yang dapat menunjang dan mendukung peneliti dalam melaksanakan penelitian. Data atau informasi yang diteliti dalam penelitian ini diantaranya Laporan Biaya Kualitas dan Laporan Keuangan berupa Laporan Laba Rugi Konsolidasi PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD dan PT. LEN Industri periode tahun 2007-2011. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan beberapa pihak perusahaan yang berwenang dan bertanggung jawab untuk memberikan data yang berhubungan dengan objek penelitian yang dikeluarkan perusahaan.

2. Telaah Dokumentasi

Penulis dalam hal ini menganalisis dan mempelajari beberapa dokumen perusahaan yang berkaitan dengan Biaya Kualitas, Penjualan Bersih, dan Laba Kotor.

3. Telaah Pustaka (Research Library)

Penulis dalam pengumpulan data ini memperoleh serta mengumpulkan data-data informasi dengan menggunakan bahan tertulis berdasarkan penelaahan berbagai literatur-literatur dan membaca pendapat para ahli yang memiliki korelasi dengan permasalahan yang penulis teliti dan dianggap masih relevan


(36)

54

dengan keadaan saat ini, guna memperoleh gambaran teoritis untuk menunjang penyusunan dari pembahasan penulisan penelitian ini.

3.6 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Setelah penulis memperoleh data, maka hal yang harus dilakukan selanjutnya adalah menguji data tersebut. Apakah data tersebut dapat menunjang penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis, sehingga kesimpulan maupun alasan yang dikemukakan dapat dipercaya, akurat, dan dapat diandalkan.

3.6.1 Teknik Analisis Data

Untuk menguji apakah data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilanjutkan, maka dilakukan beberapa pengujian sebagai berikut :

Uji Normalitas

Pengujian normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2001:78). Untuk menguji apakah data terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan Uji Jarque-Bera.

Uji Jarque-Bera digunakan untuk menguji kenormalan data. Kenormalan data merupakan salah satu asumsi standar pada banyak uji-uji statistik seperti pada uji t dan uji F serta dalam pembuatan model regresi. Alasan utama mengapa asumsi kenormalan data diperlukan dalam banyak situasi, karena prosedur pengujian tersebut


(37)

55

didasari pada distribusi yang berasal dari distribusi normal. Uji

Jarque-Bera menggunakan ukuran skewness dan kurtosis. Statistik Jarque-Bera mengikuti sebaran chi-square dengan derajat bebas dua

untuk sampel besar. Hipotesa nol (H0) pada uji ini adalah data

menyebar secara normal. Dimana jika hasil Jarque-Bera menunjukkan nilai signifikan di atas 0,05 maka data residual terdistribusi dengan normal. Sedangkan jika hasil Jarque-Bera menunjukkan nilai signifikan di bawah 0,05 maka data residual terdistribusi tidak normal.

Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2001:80), uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1 (sebelumnya), dimana jika terjadi korelasi dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan penggangu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series). Ada beberapa cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi, salah satunya dengan uji Durbin-Watson (DW test). Uji Durbin-Watson adalah sebuah test yang digunakan untuk mendeteksi terjadinya


(38)

56

autokorelasi pada nilai residual (prediction errors) dari sebuah analisis regresi.

3.6.2 Pengujian Hipotesis

Ketiga variabel dalam penelitian ini yang terdiri dari biaya kualitas (X), penjualan (Z), dan Laba kotor (Y) merupakan data kuantitatif yang menggunakan skala rasio. Karena skala pengukuran datanya menggunakan skala rasio, maka pengujian hipotesis penelitian menggunakan alat uji statistik regresi linier sederhana. Adapun kegunaan alat uji statistik regresi linier sederhana menurut Riduwan (2005:85) ialah sebagai berikut :

“Kegunaan uji regresi sederhana adalah untuk meramalkan (memprediksi) variabel terikat (Y) bila variabel terikat (X) diketahui. Regresi sederhana dapat dianalisis karena didasari oleh hubungan fungsional atau hubungan sebab akibat (kausal) variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Z)”.

3.6.3 Hipotesis Statistik

Pengujian hipotesis statistik untuk regresi linier sederhana dilakukan dengan melihat nilai koefisien regresi (b). Setelah koefisien regresi diperoleh, maka dapat dilakukan pengujian hipotesis statistik penelitian dengan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1) sebagai

berikut :

Hipotesis 1

H0 : β < 0, maka biaya kualitas memiliki pengaruh terhadap penjualan


(39)

57

biaya kualitasnya tidak berpengaruh positif terhadap penjualan; atau

H1 : β > 0, maka biaya kualitas memiliki pengaruh terhadap penjualan

pada tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung dan biaya kualitasnya berpengaruh positif terhadap penjualan.

Untuk mengetahui pengaruh biaya kualitas terhadap penjualan, maka digunakan persamaan sebagai berikut :

Perhitungan 1

Keterangan :

-

= Penjualan sebagai variabel terikat -

= Nilai konstanta variabel Z, jika X = 0

- = Nilai arah sebagai penentu nilai prediksi yang

menunjukan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Z

- = Biaya kualitas sebagai variabel bebas

Hipotesis 2

H0: β < 0, maka penjualan memiliki pengaruh terhadap laba kotor pada

tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung dan penjualan tidak berpengaruh positif terhadap laba kotor; atau


(40)

58

H1 : β > 0, maka penjualan memiliki pengaruh terhadap laba kotor

pada tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung dan penjualan berpengaruh positif terhadap laba kotor. Untuk mengetahui pengaruh penjualan terhadap laba kotor, maka digunakan persamaan sebagai berikut :

Perhitungan 2

Keterangan :

-

= Laba kotor sebagai variabel terikat -

= Nilai konstanta variabel Y, jika Z = 0

- = Nilai arah sebagai penentu nilai prediksi yang

menunjukan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Y

- = Penjualan sebagai variabel bebas

Berdasarkan rumusan hipotesis diatas, maka apabila nilai koefisien regresi bernilai nol (b<0), maka H0 diterima dan H1 ditolak, namun

jika nilai koefisien regresi tidak sama dengan nol (b>0), maka H0

ditolak dan H1 diterima.


(41)

BAB V

Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dijelaskan dalam BAB IV, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan penelitian mengenai pengaruh biaya kualitas terhadap laba kotor dengan penjualan sebagai variabel intervaning pada PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, dan PT. LEN Industri periode tahun 2007-2011, sebagai berikut :

1. Hasil penelitian mengenai deskripsi biaya kualitas, penjualan, dan laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung ialah sebagai berikut :

a. Biaya kualitas yang dikeluarkan PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD dan PT. LEN Industri dari tahun ke tahun cenderung terus mengalami kenaikan pada biaya pencegahan dan biaya penilaian dan cenderung stabil atau tidak ada pergerakan yang cukup berarti pada biaya kegagalan baik internal maupun eksternal dari tahun ke tahun. Hal ini sejalan dengan kebijakan perusahaan yang selalu memiliki rencana anggaran biaya yang keluar akibat dihasilkannya produk dengan kualitas rendah setiap tahunnya.


(42)

127

b. Perolehan penjualan PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, dan PT. LEN Industri terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

c. Perolehan laba kotor PT. Dirgantara Indonesia cenderung naik turun setiap tahunnya, sedangkan perolehan laba kotor PT. PINDAD dan PT. LEN Industri cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya.

2. Biaya kualitas memiliki pengaruh positif terhadap penjualan. Dengan kata lain, semakin tinggi biaya kualitas akan memberikan peluang perolehan penjualan yang tinggi pula dan begitu juga sebaliknya.

3. Penjualan memiliki pengaruh positif terhadap laba kotor. Dengan kata lain, semakin tinggi penjualan akan memberikan peluang perolehan laba kotor yang tinggi pula dan begitu juga sebaliknya.

5.1 Saran

Sebagaimana ditunjukkan dalam hasil penelitian yang telah diuraikan pada BAB IV dan kesimpulan yang telah disampaikan diatas, maka penulis akan menyampaikan beberapa saran yang berkaitan dengan pengaruh biaya kualitas terhadap laba kotor dengan penjualan sebagai variabel intervaning pada tiga BUMN Industri Strategis di kota Bandung periode tahun 2007-2011, yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua


(43)

128

pihak yang memerlukan. Adapun beberapa saran yang penulis sampaikan ialah sebagai berikut :

1. Biaya kualitas memang dibutuhkan oleh perusahaan untuk dapat memproduksi produk-produk berkualitas. Namun, sebaiknya anggaran biaya kualitas tersebut tidak lebih dari 2,5% dari total perolehan penjualan perusahaan. Karena jika biaya kualitas terlampau tinggi atau dikeluarkan secara berlebihan hanya akan menambah biaya produksi dan berpengaruh negatif terhadap laba kotor. Untuk menekan biaya kualitas dengan tidak mengurangi kualitas produk yang dihasilkannya dapat disiasati dengan pengawasan ketat yang dimulai sejak dari pemilihan bahan baku produksi (raw material), sehingga kemungkinan dihasilkannya produk dengan kualitas rendah dapat diperkecil. Selain itu, salah satu faktor yang terpenting ialah sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan. Karena efektifnya kegiatan operasional perusahaan dapat terlaksana, jika sumber daya manusia-nya juga dapat bekerja sama dengan baik untuk mencapai tujuan perusahaan. 2. Kualitas merupakan salah satu faktor yang sangat berperan besar dalam mempengaruhi kepercayaan konsumen/pelanggan. Untuk itu, perusahaan sebaiknya dapat menjaga kepercayaan tersebut dengan cara menjaga kualitas produk yang dihasilkannya agar tidak sampai menurun. Karena jika kepercayaan konsumen/pelanggan


(44)

129

menurun akan mempengaruhi perolehan penjualan perusahaan, dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi perolehan laba kotor. 3. Perlu dilakukan penelitian yang lebih komprehensif mengenai

analisis faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi penjualan dan laba kotor.

4. Untuk penelitian selanjutnya, penulis mengharapkan adanya peneliti-peneliti yang akan mengungkap variabel-variabel lain yang dipengaruhi atau mempengaruhi biaya kualitas, penjualan, dan laba kotor yang belum diungkapkan dalam penelitian ini. Sehingga diharapkan dapat menambah informasi bagi pembaca atau peneliti lain.

5. Untuk penelitian selanjutnya, penulis mengharapkan dilakukannya penelitian mengenai biaya kualitas, penjualan, dan laba kotor dengan rentang waktu penelitian yang lebih panjang dari penelitian sebelumnya.


(45)

130

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, Sofjan. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Blocher, Chen, Cokin & Lin. (2007). Manajemen Biaya, Penekanan Strategis. (Penerjemah : Tim Penerjemah Salemba Empat, Jakarta : Salemba Empat). Darminto, Dwi Prastowo & Rifka Julianty. (2002). Analisis Laporan Keuangan :

Konsep dan Manfaat. Yogyakarta : AMP-YKPN.

Fraser, Lyn M. & Aileen Ormison. (2008). Memahami Laporan Keuangan, Edisi Ketujuh. (Penerjemah : Priyo Darmawan, Jakarta : PT. Indeks).

Gantino, Rilla & Erwin. (2009). “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Penjualan

pada PT. Guardian Pharmatama”. Journal of Applied Finance and

Accounting, 2(2) 138–168.

Garrison, Ray H., Eric W. Noreen & Peter C. Brewer. (2006). Manajerial Akuntansi. (Penerjemah : Nuri Hinduan, Jakarta : Salemba Empat).

Ghozali. (2001). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Universitas Dipenogoro.

Griffin, Ricky. (2004). Manajemen. (Penerjemah : Gina Gania, Jakarta : Erlangga).

Hasan, M. Iqbal. (2002). Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.Jakarta : Ghalia Indonesia.

Hery. (2009). Akuntansi Keuangan Menengah I. Jakarta : Bumi Aksara.

Ikhsan, Arfan & I. B. Teddy. (2009). Akuntansi untuk Manajer. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Indriantoro, Nur & Bambang Supomo. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : BPFE.

Kotler, Philip & Kevin Lane Keller. (2006). Manajemen Pemasaran, Jilid 1. (Penerjemah : Benyamin Molan, Jakarta : Penerbit Indeks).

Kusnadi. (2000). Akuntansi Keuangan Menengah (Intermediate). Malang : Brawijaya.


(46)

131

Martusa, Riki & Henri Darmadi Haslim. (2011). “Peranan Analisis Biaya Kualitas

dalam Meningkatkan Efisiensi Biaya Produksi”. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi. Noomor 04 Tahun ke-2 Januari – April 2011.

Mulyadi. (2009). Akuntansi Biaya. Yogyakarta : UPP-STIM YKPN.

Priadana, Moh. Sidik & Saludin Muis. (2009). Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Purnama, Nursya’bani. (2006). Manajemen Kualitas Perspektif Global.

Yogyakarta : Ekonisia.

Riduwan & Engkos Achmad Kuncoro. (2008). Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung : Alfabeta.

Sjahrial, Dermawan. (2006). Pengantar Manajemen Keuangan, Edisi 2. Jakarta : Mitra Wacana Media.

Suardi, Rudi. (2003). Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000 : Penerapannya Untuk Mencapai TQM. Jakarta : PPM.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV. Alfabeta.

Sutojo, Siswanto. (2000). Manajemen Penjualan Yang Efektif. Jakarta : Damar Mulia Pustaka.

Swastha, Basu. (2009). Manajemen Penjualan. Yogyakarta: BPFE.

Syahrul & Muhammad Afdi Nizar. (2000). Kamus Akuntansi. Jakarta : Citra Harta Prima.

Tandiontong, Mathius, dkk. (2010). “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Tingkat Profitabilitas Perusahaan”. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi. Nomor 2

Tahun ke-1 Mei-Agustus 2010.

Tjiptono, Fandy & Anastasia Diana. (2001). Total Quality Management. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Umar, Husein. (2008). Desain Penelitian : Akuntansi Keperilakuan. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.


(1)

BAB V

Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dijelaskan dalam BAB IV,

maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan penelitian mengenai pengaruh biaya kualitas terhadap laba kotor dengan penjualan sebagai variabel intervaning pada PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, dan PT. LEN Industri periode tahun 2007-2011, sebagai berikut :

1. Hasil penelitian mengenai deskripsi biaya kualitas, penjualan, dan laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung ialah sebagai berikut :

a. Biaya kualitas yang dikeluarkan PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD dan PT. LEN Industri dari tahun ke tahun cenderung terus mengalami kenaikan pada biaya pencegahan dan biaya penilaian dan cenderung stabil atau tidak ada pergerakan yang cukup berarti pada biaya kegagalan baik internal maupun eksternal dari tahun ke tahun. Hal ini sejalan dengan kebijakan perusahaan yang selalu memiliki rencana anggaran biaya yang keluar akibat dihasilkannya produk dengan kualitas rendah setiap tahunnya.


(2)

127

b. Perolehan penjualan PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, dan PT. LEN Industri terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

c. Perolehan laba kotor PT. Dirgantara Indonesia cenderung naik turun setiap tahunnya, sedangkan perolehan laba kotor PT. PINDAD dan PT. LEN Industri cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya.

2. Biaya kualitas memiliki pengaruh positif terhadap penjualan. Dengan kata lain, semakin tinggi biaya kualitas akan memberikan peluang perolehan penjualan yang tinggi pula dan begitu juga sebaliknya.

3. Penjualan memiliki pengaruh positif terhadap laba kotor. Dengan kata lain, semakin tinggi penjualan akan memberikan peluang perolehan laba kotor yang tinggi pula dan begitu juga sebaliknya.

5.1 Saran

Sebagaimana ditunjukkan dalam hasil penelitian yang telah

diuraikan pada BAB IV dan kesimpulan yang telah disampaikan diatas, maka penulis akan menyampaikan beberapa saran yang berkaitan dengan pengaruh biaya kualitas terhadap laba kotor dengan penjualan sebagai variabel intervaning pada tiga BUMN Industri Strategis di kota Bandung periode tahun 2007-2011, yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua


(3)

128

pihak yang memerlukan. Adapun beberapa saran yang penulis sampaikan ialah sebagai berikut :

1. Biaya kualitas memang dibutuhkan oleh perusahaan untuk dapat memproduksi produk-produk berkualitas. Namun, sebaiknya anggaran biaya kualitas tersebut tidak lebih dari 2,5% dari total perolehan penjualan perusahaan. Karena jika biaya kualitas terlampau tinggi atau dikeluarkan secara berlebihan hanya akan menambah biaya produksi dan berpengaruh negatif terhadap laba kotor. Untuk menekan biaya kualitas dengan tidak mengurangi kualitas produk yang dihasilkannya dapat disiasati dengan pengawasan ketat yang dimulai sejak dari pemilihan bahan baku produksi (raw material), sehingga kemungkinan dihasilkannya produk dengan kualitas rendah dapat diperkecil. Selain itu, salah satu faktor yang terpenting ialah sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan. Karena efektifnya kegiatan operasional perusahaan dapat terlaksana, jika sumber daya manusia-nya juga dapat bekerja sama dengan baik untuk mencapai tujuan perusahaan. 2. Kualitas merupakan salah satu faktor yang sangat berperan besar dalam mempengaruhi kepercayaan konsumen/pelanggan. Untuk itu, perusahaan sebaiknya dapat menjaga kepercayaan tersebut dengan cara menjaga kualitas produk yang dihasilkannya agar tidak sampai menurun. Karena jika kepercayaan konsumen/pelanggan


(4)

129

menurun akan mempengaruhi perolehan penjualan perusahaan, dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi perolehan laba kotor. 3. Perlu dilakukan penelitian yang lebih komprehensif mengenai

analisis faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi penjualan dan laba kotor.

4. Untuk penelitian selanjutnya, penulis mengharapkan adanya peneliti-peneliti yang akan mengungkap variabel-variabel lain yang dipengaruhi atau mempengaruhi biaya kualitas, penjualan, dan laba kotor yang belum diungkapkan dalam penelitian ini. Sehingga diharapkan dapat menambah informasi bagi pembaca atau peneliti lain.

5. Untuk penelitian selanjutnya, penulis mengharapkan dilakukannya penelitian mengenai biaya kualitas, penjualan, dan laba kotor dengan rentang waktu penelitian yang lebih panjang dari penelitian sebelumnya.


(5)

130

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, Sofjan. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Blocher, Chen, Cokin & Lin. (2007). Manajemen Biaya, Penekanan Strategis. (Penerjemah : Tim Penerjemah Salemba Empat, Jakarta : Salemba Empat). Darminto, Dwi Prastowo & Rifka Julianty. (2002). Analisis Laporan Keuangan :

Konsep dan Manfaat. Yogyakarta : AMP-YKPN.

Fraser, Lyn M. & Aileen Ormison. (2008). Memahami Laporan Keuangan, Edisi Ketujuh. (Penerjemah : Priyo Darmawan, Jakarta : PT. Indeks).

Gantino, Rilla & Erwin. (2009). “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Penjualan

pada PT. Guardian Pharmatama”. Journal of Applied Finance and

Accounting, 2(2) 138–168.

Garrison, Ray H., Eric W. Noreen & Peter C. Brewer. (2006). Manajerial Akuntansi. (Penerjemah : Nuri Hinduan, Jakarta : Salemba Empat).

Ghozali. (2001). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Universitas Dipenogoro.

Griffin, Ricky. (2004). Manajemen. (Penerjemah : Gina Gania, Jakarta : Erlangga).

Hasan, M. Iqbal. (2002). Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.Jakarta : Ghalia Indonesia.

Hery. (2009). Akuntansi Keuangan Menengah I. Jakarta : Bumi Aksara.

Ikhsan, Arfan & I. B. Teddy. (2009). Akuntansi untuk Manajer. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Indriantoro, Nur & Bambang Supomo. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : BPFE.

Kotler, Philip & Kevin Lane Keller. (2006). Manajemen Pemasaran, Jilid 1. (Penerjemah : Benyamin Molan, Jakarta : Penerbit Indeks).


(6)

131

Martusa, Riki & Henri Darmadi Haslim. (2011). “Peranan Analisis Biaya Kualitas dalam Meningkatkan Efisiensi Biaya Produksi”. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi. Noomor 04 Tahun ke-2 Januari – April 2011.

Mulyadi. (2009). Akuntansi Biaya. Yogyakarta : UPP-STIM YKPN.

Priadana, Moh. Sidik & Saludin Muis. (2009). Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Purnama, Nursya’bani. (2006). Manajemen Kualitas Perspektif Global.

Yogyakarta : Ekonisia.

Riduwan & Engkos Achmad Kuncoro. (2008). Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung : Alfabeta.

Sjahrial, Dermawan. (2006). Pengantar Manajemen Keuangan, Edisi 2. Jakarta : Mitra Wacana Media.

Suardi, Rudi. (2003). Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000 : Penerapannya Untuk Mencapai TQM. Jakarta : PPM.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV. Alfabeta.

Sutojo, Siswanto. (2000). Manajemen Penjualan Yang Efektif. Jakarta : Damar Mulia Pustaka.

Swastha, Basu. (2009). Manajemen Penjualan. Yogyakarta: BPFE.

Syahrul & Muhammad Afdi Nizar. (2000). Kamus Akuntansi. Jakarta : Citra Harta Prima.

Tandiontong, Mathius, dkk. (2010). “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Tingkat Profitabilitas Perusahaan”. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi. Nomor 2

Tahun ke-1 Mei-Agustus 2010.

Tjiptono, Fandy & Anastasia Diana. (2001). Total Quality Management. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Umar, Husein. (2008). Desain Penelitian : Akuntansi Keperilakuan. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.