BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Setiap orang menginginkan dirinya menjadi orang yang bermartabat dan berguna bagi dirinya, keluarga, lingkungan kerja, masyarakat sekitar, dan
berharga di mata Tuhan Frankl, 1984. Setiap orang pasti menginginkan bagi dirinya suatu cita-cita dan tujuan hidup yang penting dan jelas yang akan
diperjuangkan dengan penuh semangat, sebuah tujuan hidup yang menjadi arahan segala kegiatannya. Dan setiap orang juga pasti mendambakan dapat menjadi
orang yang bertanggungjawab untuk dirinya sendiri, serta menjadi orang yang mampu menentukan sendiri apa yang akan dilakukan dan apa yang paling baik
bagi dirinya dan lingkungannya Bastaman, 2006. Manusia hidup di dunia ini memiliki makna hidup tersendiri yang sifatnya
unik dan personal Frankl, 1984. Makna hidup mempunyai arti yang berbeda pada setiap individu tergantung dari sudut pandang mana ia melihatnya dan
mengartikannya Frankl, 1984. Setiap individu mempunyai keinginan untuk meraih hidup bermakna, seperti yang dikemukakan Frankl dalam Bastaman,
2006, bahwa dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun kehidupan ini selalu mempunyai makna, di mana hidup secara bermakna
merupakan motivasi utama setiap orang. Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih dan menemukan
makna dan tujuan hidupnya. Makna dan tujuan hidup merupakan sesuatu yang
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat dipisahkan Frankl dalam Bastaman, 2006. Ketika seseorang menemukan makna hidup maka ia akan menentukan tujuan hidup yang pada
akhirnya akan membuat segala kegiatan menjadi lebih terarah Bastaman, 2006. Kebermaknaan hidup merupakan perasaan subjektif bahwa segala sesuatu
yang terjadi pada diri subjek mempunyai dasar kokoh dan penuh arti atau dengan kata lain subjek merasa bahwa dirinya benar, beres dan tepat Erikson dalam
Cremers, 1989. Benar, beres dan tepat dalam mengambil tindakan atau keputusan baik yang berhubungan dengan dirinya sendiri maupun orang lain akan
menimbulkan rasa penuh makna. Rasa penuh makna tersebut tercapai ketika subjek merasa telah menyesuaikan diri secara memadai dengan tata nilai yang
menjadi kerangka orientasi hidupnya Koeswara, 1992. Bastaman 2006 mengatakan bahwa orang yang menghayati hidupnya bermakna menunjukkan
kehidupan yang penuh gairah dan optimis, terarah, dan bertujuan, mampu beradaptasi, luwes dalam bergaul dengan tetap menjaga identitas diri dan apabila
dihadapkan pada suatu penderitaan ia akan tabah dan menyadari bahwa ada hikmah di balik penderitaan Bastaman, 2006.
Berdasarkan fenomena yang dialami manusia di atas, kebermaknaan hidup dapat diraih atau dicapai oleh setiap umat manusia, termasuk wanita yang memilih
bekerja sebagai pekerja seks komersil. PSK sendiri menunjuk pada sesosok perempuan penjaja seks yang merupakan prostitusi, membiarkan diri berbuat
cabul dan melakukan perzinaan secara bebas Kartono, 2005. Para wanita yang menjadi pelacur dengan menjual diri melakukan hubungan seks dengan lelaki liar
sebagai mata pencaharian Kartono, 2005. Alasan seorang wanita memilih
Universitas Sumatera Utara
menjadi PSK dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal; kondisi keuangan keluarga yang memburuk, terbukanya peluang, tekanan yang datang
dari teman pergaulan, atau dijual oleh keluarga sendiri, sedangkan faktor internal; sakit hati karena pasangan, sebagai sarana penyaluran nafsu, memiliki keinginan
untuk cepat kaya, atau tidak memiliki kompetensi Vansenbeeck, 2001. Akan tetapi, walaupun dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal, para PSK
memiliki kebebasan memilih lapangan pekerjaan yang tersedia yang tidak mengharuskan mereka untuk terjun dalam dunia prostitusi Koentjoro, 1996.
Namun, pada kenyataannya PSK tidak menyadari kehidupan yang dijalani dan tidak siap menerima penderitaan tak terelakan yang dialami Frankl, 1984
sehingga mereka berusaha mengatasinya dengan memilih hidup sebagai PSK adalah solusinya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pengakuan PSK berikut ini:
“Yaa masuk kerja sini karna laki-laki...sakit hati, disiksa terus sama suamiku...karna gak tahan aku cerai setelah melahirkan 2
hari.. jadi PSK karna kebutuhan ekonomi gak cukup…karna lakiku aku jadi seperti ini...aku tak mikir panjang…mumpung bisa dapet
duit untuk membiayai sekolah adik-adikku…”
Komunikasi personal, 4 April 2014 “Masuk jadi PSK karna dikenalin teman…putusin masuk sini
karna aku merasa tertekan berada dalam keluarga…bapakku sendiri tak peduli sama aku…seperti tak ada aku dalam
keluarga…mau jam berapa pulang pun gak pernah ditanyai.. sepertinya saya tak pernah dianggap anak oleh keluarga..
sebelumnya kerja di pabrik roti, tapi karna terbakar tutup..aku tak punya kerjaan..jadi untuk menghidupi anakku..aku terpaksa kerja
di sini...”
Komunikasi personal, 4 April 2014 “Karna ekonomi kurang, sekaligus untuk menghibur hati sebab
perceraian dengan suami...sebelumnya pernah kerja jadi pembantu rumah tangga, jualan, pabrik buruh, tapi itu semua gak cukup
Universitas Sumatera Utara
menafkahi anak dan ibuku..jadi temanku kenalin pelacuran ini..saya tidak mikir panjang..jadi aku kerjalah di sini..walau jijik,
tapi demi bertahan hidup…mau gimana tak punya keahlian khusus juga...”
Komunikasi personal, 27 Maret 2014
Beberapa pengakuan di atas menunjukkan bahwa kebanyakan alasan perempuan menjadi pekerja seks komersil karena dipaksa oleh kondisi
lingkungan, adanya kekecewaan karena percintaan gagal, kurangnya kesempatan kerja di pasar kerja, atau adanya kebutuhan yang mendesak untuk mendapatkan
pendapatan agar bisa membiayai diri sendiri dan keluarga. Ini semua terkait dengan tuntutan hidup, yakni faktor ekonomilah yang menjadi alasan utama
seseorang bersedia melakukan apapun termasuk menjadi PSK, sekalipun itu adalah perbuatan yang “rendah” atau “hina” di mata masyarakat umum dan
agama. Wanita yang telah masuk dalam dunia prostitusi, ada yang merasa nyaman
ataupun tidak nyaman atas pilihan yang mereka jalani sebagai pekerja seks komersil. Bagi wanita yang tidak nyaman berada di dalam dunia prostitusi, akan
mempengaruhi kondisi psikologis mereka sebab mereka merasa bersalah, malu, marah, dan jijik. Walaupun mereka mengetahui benar apa yang mereka lakukan,
namun untuk bertahan hidup mereka memilih jalan hidup mereka di dunia prostitusi Koentjoro, 2004. Beberapa pengakuan PSK dalam menjalani
pekerjaannya juga merasa tidak nyaman, terpaksa, menyesal, dan bersalah pada keluarga, antara lain:
“Gak ada enaknya, awalnya pingin pulang saja... jijik, marah, kesal dengan segala yang aku alami di rumah…jadi di sini bisa
Universitas Sumatera Utara
melepaskan segalanya..kalo punya modal cukup pingin cepat-cepat keluar...tapi saat ini aku masih butuh duit tuk bertahan hidup..”
Komunikasi personal, 4 April 2014 “Aku merasa terpaksa kerja di sini..kalo bukan karna tak memiliki
ketrampilan khusus..ditambah dengan biaya hidup semakin mahal dan untuk menenangkan hati yang masih terbayang suami yang
kucintai menganiaya diriku… aku harus berbohong pada ibu dan anak.. bersalah dan menyesal melanda hingga saat ini..”
Komunikasi personal, 27 Maret 2014
“aku di sini karna bisa dapet duit dan bisa membiayai keluargaku.. kalo bisa keluar dan dapat pekerjaan yang lebih baik.. aku juga
memilih keluar.. di sini aku sempat merasa lebih tenang..karna merasa teman-teman di sini rata-rata alasannya sama karna laki-
laki dan keadaan ekonomi yang krisis..”
Komunikasi personal, 4 April 2014
Beberapa pengakuan di atas menunjukkan bahwa perempuan yang masuk dalam prostitusi merasa tidak nyaman dan terpaksa menekuninya karena semata-
mata ingin bertahan hidup. Selain itu, mereka juga tidak memiliki keterampilan khusus yang dapat memberikan penghasilan agar dapat memenuhi kebutuhan
keluarga. Hal lain yang turut memicu mereka memilih jalan hidup sebagai PSK karena mantan suami mereka yang menganiaya, menyakiti, dan mengecewakan
mereka. Mereka yang dulu mungkin pernah mengalami kehidupan bermakna, tetapi pada saat suatu peristiwa tragis menimpa diri mereka, maka seakan-akan
hidup mereka hampa dan tidak bermakna lagi karena berpegang teguh pada suatu nilai tunggal, yaitu keutuhan keluarga.
Bagi wanita yang menjadi PSK karena terpaksa, cepat atau lambat akan merasa bersalah atau berdosa kepada Tuhannya karena pada hakikatnya mereka
Universitas Sumatera Utara
tahu bahwa apa yang dilakukan adalah perbuatan yang tercela dan tidak dapat diterima di kalangan agama manapun Koentjoro, 1996. Meskipun disadari,
mereka tetap tidak dapat menghentikan pekerjaannya demi kelangsungan hidupnya. Di satu sisi rasa bersalah tersebut terus menghantui, sementara di sisi
lain mereka harus memikirkan kelangsungan hidupnya. Sangat sulit untuk menyeimbangkan dua tekanan yang kekuatannya berlawanan. Semakin lama
tekanan tersebut terjadi, maka batin para PSK akan semakin tepuruk, dan akhirnya bisa mengakibatkan jiwa mereka terganggu. Hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan Erbe Sentanu dalam Quantum Ikhlas, 2009, yang intinya membahas tentang negative feeling yang dialami manusia ketika berhadapan
dengan nilai-nilai yang bertentangan atau berlawanan antara hati dan pikirannya. Koentjoro 1996 juga mengemukakan bahwa wanita pekerja seks
komersial selalu mengalami konflik dalam dirinya, baik konflik kepentingan antara rasa membutuhkan uang dan perasaan berdosa, atau juga yang berkaitan
dengan karena adanya perasaan tidak aman akan statusnya sebagai pekerja seks komersial dalam masyarakat.
Menurut Hutabarat 2004 dalam penelitiannya ditemukan bahwa adanya keinginan untuk tidak diasingkan dari lingkungan menyebabkan wanita pekerja
seks komersil menutupi statusnya sebagai wanita pekerja seks komersil dengan berpura-pura menjadi anggota masyarakat biasa sehingga interaksi dengan
lingkungan sekitar tetap terjaga. Selain berpura-pura menjadi masyarakat biasa, wanita pekerja seks komersil terpaksa membohongi keluarganya karena apabila
Universitas Sumatera Utara
statusnya terbuka seluruh keluarganya akan didiskriminasi oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari pengakuan dari beberapa PSK berikut ini:
“yaa keluargaku gak tau kalo aku kerja di tempat ini..aku terpaksa bohong lah.. yang mereka tau aku kerja di café… klo sempat
keluarga tau yaa terpaksalah aku keluar, malu pada mereka dan pasti jadi ocehan masyarakat sekitar..”
Komunikasi personal, 4 April 2014 “aku gak bisa jujur pada mereka…karna itu akan berimbas pada
anakku…masa depan anakku pasti tak bisa menerima kalo mamanya seorang pelacur…mereka dibesarkan dari duit haram
ini…rasa menyesal dan bersalah terus menghantui hingga saat ini, namun untuk bertahan hidup.. aku harus bersabar..”
Komunikasi personal, 27 Maret 2014 “kalo statusku ketahuan, aku malu pada keluargaku di kampung..
dan orang-orang kampung pasti mendiskriminasi keluargaku… tapi kalo keluargaku yang disini..mau aku pulang pagi…pulang tengah
malam…mereka tak peduli... hidup ato gaknya diriku tak dipedulikan lagi... dan yang paling penting sekarang di Medan..aku
hanya mengkhawatirkan anakku...dia tak boleh bernasib sama denganku…
Komunikasi personal, 4 April 2014
Berdasarkan pengakuan di atas, maka diketahui bahwa wanita pekerja seks komersil mengetahui konsekuensi yang akan diterima, namun mereka tetap berada
di dalam karena keterpaksaan; terpaksa disetujui suami, ditelantarkan suami atau ditinggal suami sehingga berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan anak, dan
orang tua, sebagaimana pengakuan para PSK bahwa sebenarnya jika mereka memiliki keterampilan dan ekonomi yang cukup, maka mereka tidak ingin terus
bertahan sebagai pekerja seks komersil. Secara umum, masyarakat menolak keberadaan wanita pekerja seks
komersil. Masyarakat menganggap mereka adalah sampah masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat cenderung menghina, mencela, dan mengolok-olok keberadaan mereka. Mereka didiskriminasi oleh masyarakat karena para pekerja seks komersil
dianggap orang yang tidak bermoral karena bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat Koentjoro, 1996. Hal ini tidak hanya
berdampak pada wanita pekerja seks komersil, akan tetapi seluruh keluarganya akan mendapat perlakuan diskriminasi dan mempermalukan keluarga sendiri.
Koentjoro, 1996. Tidak mendapatkan social support dari siapapun menyebabkan para PSK
membentuk kelompok sendiri, yang kemudian semakin menjauhkan diri mereka dari masyarakat umum seperti masuk dalam suatu lokalisasi. Akibat penolakan
dan sikap negatif masyarakat serta label-label yang diberikan kepada para PSK, mereka semakin menarik diri, mengalami berbagai hambatan dalam penyesuaian
sosial dan pengembangan diri. Sikap masyarakat yang demikian dapat menimbulkan masalah psikologis bagi kaum wanita pekerja seks komersil
Koentjoro, 1996. Fenomena yang dialami PSK ini, memberikan gambaran mengenai
bagaimana PSK hidup di bawah tekanan yang diperolehnya dari lingkungan sekitar, baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, serta harus
menerima berbagai macam stereotipe negatif yang ditujukan pada PSK. PSK yang secara sadar maupun tidak sadar juga ingin diakui selayaknya manusia yang
memiliki kebutuhan dasar serta keinginan seperti manusia lain pada umunya, yaitu manusia pasti ingin hidup bahagia sehingga apapun yang dilakukan pada akhirnya
hanyalah untuk membuat hidupnya bahagia Kartono, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Selama ini masyarakat selalu beranggapan bahwa PSK adalah manusia yang hina dan buruk, tanpa berusaha untuk mengenal mereka dengan lebih
empatik Koentjoro, 1996. Pada dasarnya PSK memiliki kehidupan PSK sama dengan masyarakat pada umumnya, yang membedakan mereka adalah justifikasi
masyarakat itu sendiri terhadap mereka yang menganggapnya sebagai warga yang terpinggirkan Kartono, 2005. Hidup dengan penuh tekanan memperoleh
stereotype negatif, diskriminasi, dan justifikasi masyarakat, ada beberapa PSK yang tidak sanggup menahan semuanya, namun ada juga yang memilih bertahan
dan melanjutkan kehidupan sebagai PSK. Beberapa PSK yang bertahan inilah yang menarik perhatian peneliti akan bagaimana mereka memaknai hidup mereka
sebagai seorang PSK. Para wanita yang memilih menjadi PSK juga ingin seperti manusia lainnya, ingin hidup mereka bermakna, mempunyai suatu kebutuhan
yang bersifat unik, spesifik, dan personal, yaitu suatu kebutuhan akan makna hidup. Penghayatan akan kehidupan bagi mereka yang bertahan dan rela hidup
sebagai seorang PSKlah menjadi hal yang unik, spesifik, dan personal yang dapat dikatakan seseorang dapat menyadari makna hidup dibalik penderitaan yang
dialami atau Meaning in Suffering Frankl, 1994. Frankl 2004 mengartikan makna hidup sebagai kesadaran akan adanya suatu kesempatan atau kemungkinan
yang dilatarbelakangi oleh realitas atau menyadari apa yang bisa dilakukan pada sutuasi tertentu. Apabila seseorang berhasil memaknai hidupnya, maka
kehidupannya dirasakan penting dan berharga, dengan demikian akan menimbulkan penghayatan bahagia Bastaman, 2006. Adanya kebutuhan akan
makna hidup, manusia memiliki pedoman hidup untuk melakukan hal-hal yang
Universitas Sumatera Utara
seakan-akan menantang dan mengundang seseorang untuk memenuhinya Bastaman, 2006. Seperti halnya dalam beberapa pengakuan PSK berikut:
“Seandainya aku punya keterampilan dan modal yang cukup, aku ingin membuka usaha…jika beruntung aku ingin ada pria yang
sungguh-sungguh tulus mencintaiku apa adanya...aku ingin seperti wanita lain yang memiliki keluarga yang harmonis..”
Komunikasi personal, 4 April 2014 “berada di sini memang bisa mengurangi tekanan yang aku rasakan
di keluargaku yang di Medan..karna mereka sama sekali tidak ngomong, tidak peduli dan menganggapku tak ada di keluarga itu..
sikap dan perilaku mereka seakan mendiskriminasi.. aku memilih tak pulang jika mau..tapi karna aku masih punya anak..aku harus
mengurus mereka..kalo aku tak ada..anakku pasti gak dipedulikan.. jika aku punya modal cukup, aku bisa hidup sendiri dengan
anakku..kalo Tuhan masih memberiku kesempatan, aku ingin ada seseorang bisa memberiku kebahagiaan seperti wanita lainnya..”
Komunikasi Personal, 4 April 2014 “Walau harus berbohong…tidak lagi menjadi beban
pikiranku..yang penting aku tak harus mengemis, mencuri ato merampok untuk makan 3 kali sehari… nyesel sih nyesel.. merasa
bersalah juga… aku tak penting sama ada pasangan ato tidak..yang penting aku punya modal buat beli rumah sendiri agar keluargaku
semua bisa hidup bersama..itu sudah cukup.. karna smapi sekarang aku masih tidak bisa percaya sama namanya laki-laki..”
Komunikasi personal, 27 Maret 2014
Berdasarkan pengakuan di atas, maka perlu diketahui bahwa proses penemuan makna hidup bukanlah suatu perjalanan yang mudah bagi seorang PSK,
perjalanan untuk dapat menemukan apa yang dapat mereka berikan dalam hidup mereka, apa saja yang dapat diambil dari perjalanan mereka selama ini, serta
bagaimana sikap mereka terhadap nasib mereka sendiri, yang semuanya tidak
Universitas Sumatera Utara
lepas dari hal-hal yang diinginkan selama menjalani kehidupan serta kendala- kendala yang dihadapi dalam mencapai makna hidup yang dimulai dengan pikiran
yang tenang dan kesadaran untuk meraih makna hidupnya Bastaman, 2006. Dalam proses penemuan makna hidup, dituntut adanya keaktifan dan
tanggung jawab PSK untuk memenuhinya. Makna hidup yang dicari tidak hanya ditemukan dalam keadaan yang menyenangkan, namun juga dapat ditemukan
pada saat mengalami penderitaan hidup. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Frankl 2004 bahwa adanya nilai-nilai yang harus dipahami manusia agar dapat
menemukan makna hidup, yaitu creative value mengacu pada pekerjaan yang ditekuni dan dikerjakan dengan sebaik-baiknya, experiental value mengacu pada
pengalaman yang telah dilalui dan hikmah yang dapat diambil, dan attitudinal value mengacu pada ketabahan dalam menerima segala bentuk penderitaan yang
tidak dapat dihindarkan Frankl, 2004. Dengan kesabaran dan ketabahan, PSK akan dapat menemukan makna
hidup mereka atas pilihan dan tanggung jawab yang mereka pikul sampai saat ini yang akan berdampak di masa mendatang. Berhasil atau tidaknya mengambil
hikmah dari pengalaman yang dialami dengan penuh kesabaran dan ketabahan serta tanggung jawab yang dipikul mereka turut menentukan apakah menemukan
insight atas kehidupan mereka sendiri serta tercapainya penghayatan hidup bermakna atau penghayatan hidup tidak bermakna. Frankl, 2004.
Berdasarkan teori Frankl, Bastaman 2006 mengajukan suatu proposisi mengenai urutan pengalaman dan tahap-tahap kegiatan seseorang dalam
mengubah penghayatan hidup dari kondisi tidak bermakna meaningless menjadi
Universitas Sumatera Utara
bermakna meaningfull. Tahapan tersebut diawali dengan individu mengalami peristiwa tragis atau berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan dalam
hidupnya sehingga beranggapan bahwa hidupnya tidak bermakna, tahap ini dsebut tahap derita. Wanita yang memilih bekerja sebagai PSK, hidupnya benar-benar
berubah menjadi tidak menyenangkan atau bahkan lebih menderita dari kehidupan sebelumnya dan masih menganggap hidup mereka tidak bermakna. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa pengakuan berikut ini: “bertemu dengan laki-laki yang gak bertanggung jawab adalah
nasibku..aku berkorban demi suami ketika dia jatuh..dan gak membalas ketulusanku.. dan malah menyiksa diriku.. aku cerai dan
bawa kedua anakku agar gak mempengaruhi perkembangannya yang masih kecil..kebahagiaan serasa sudah terampas..dan aku gak
bisa lagi percaya pada laki-laki pada saat itu..karna laki-lakilah aku jadi pelacur..menyimpan rasa sakit sendirian dan menjadi lonte
untuk menghibur diri…”
Komunikasi personal, 27 Maret 2014 “tamat sekolah aku ke Malaysia dengan tujuan untuk menggapai
cita-cita dan mendapatkan pasangan yang bisa membuatku bahagia..tapi malah bertemu lelaki bejat tak bertanggung jawab..
aku hamil sudah 7 bulan..dia tega menendang aku hingga jatuh...syukurlah aku gak keguguran..aku ninggalin dia barulah aku
cari kerja di café, tempat karoke dan terakhir di perlontean ini..”
Komunikasi personal, 4 April 2014
Apabila PSK sanggup bertahan, menerima segala konsekuensi, serta sadar bahwa inilah jalan yang mereka pilih, maka mereka akan beranjak ke tahap
selanjutnya yaitu tahap penerimaan diri. Pada tahap ini, muncul kesadaran diri untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih baik lagi. Munculnya kesadaran dalam
diri PSK dapat melalui perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pandangan dari seseorang, hasil doa dan ibadah, belajar dari pengalaman orang
Universitas Sumatera Utara
lain atau peristiwa-peristiwa tertentu yang secara dramatis mengubah hidupnya selama ini. PSK yang berhasil mencapai tahap ini akan lebih memahami diri dan
hidupnya sehingga mengubah sikap terhadap apa yang dialaminya Bastaman, 1996.
Menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal yang sangat penting dalam hidup, yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup, individu telah
berhasil mencapai tahap penemuan makna hidup. Pada tahap inilah individu menyadari nilai-nilai yang sangat penting dalam hidup, antara lain creative value,
experiential value, dan attitudinal value. Nilai-nilai yang dianggap berhaga dan penting bagi PSK membuat mereka menentukan tujuan hidup mereka ke depan
Bastaman, 1996. Tujuan hidup yang telah ditetapkan akan berusaha direalisasikan ketika
para PSK mendapat dukungan dan bersemangat serta berkomitmen untuk melakukan kegiatan yang lebih terarah Warren, 2002. Pada tahap ini, muncul
keinginan dan kehendak untuk memenuhi tujuan hidup will to meaning sehingga PSK berusaha merealisasikan apa yang menjadi makna hidup bagi dirinya.
Bastaman menyebut tahap ini sebagai tahap realisasi makna. Tujuan hidup yang telah ditetapkan akan diusahakan dan diupayakan semaksimal mungkin serta
berkomitmen penuh untuk melaksanakannya hingga tujuan hidupnya tercapai Bastaman, 1996. Berkaitan dengan hal realisasi makna, manusia terbagi dalam
dua kelompok besar, yaitu kelompok orang yang masih mencari makna hidup dan kelompok orang yang telah menemukan makna hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
Kelompok orang yang masih dalam pencarian makna hidup terdiri dari orang yang aktif dalam mencari makna hidup mereka dan orang yang terhambat
dalam pencarian makna hidup mereka Frankl, 1984. Bagi mereka yang aktif dalam pencarian makna hidup, tentu tidak akan kebingungan dan mempersepsi
kehidupan mereka secara positif sehingga tidak akan mengalami kehampaan hidup Lukas, 1985. Namun, bagi mereka yang terhambat dalam pencarian
makna hidup, kehidupan ini dirasakan dangat membingungkan dan mempersepsikannya secara negatif. Mereka pada dasarnya sedang mencari tujuan
hidup untuk dipenuhi, mendambakan suatu ideologi untuk diyakini dan menginginkan adanya kewajiban sosial yang dapat mereka jalani dengan penuh
gairah, karena sadar bahwa mereka sebenarnya mengalami kehampaan hidup. Mereka yang terhambat dalam pencarian makna hidup disebut juga manusia
dalam keraguan people in doubt Lukas, 1985. Dalam hal ini, manusia yang sudah menemukan makna hidup juga
dibedakan antara orang yang mengorientasikan diri pada sistem nilai yang piramidal dengan orang yang mengorientasikan diri pada sistem nilai yang paralel
Kratochvil, 1968. Orang – orang yang mendapatkan rasa aman dalam sistem nilai paralel adalah merka yang sekaligus memiliki beberapa nilai yang bobotnya
sama kuat dan sama-sama bermakna dalam hidup mereka. Contohnya: seseorang yang sekaligus mencintai pekerjaan dan keluarganya, mempunyai teman-teman
dan lingkungan pergaulan yang menyenangkan, dan dia pun tidak melupakan hobi-hobinya serta mendapatkan keimanan dalam agama yang diyakininya.
Semua itu merupakan nilai-nilai yang bobotnya setara dan sejalan serta pada
Universitas Sumatera Utara
waktu bersamaan mengorientasikan seseorang untuk memenuhi makna hidupnya dan jika tidak terpenuhinya satu nilai tertentu akan lebih mudah digantikan oleh
nilai-nilai lainnya yang setara sehingga dia tidak akan pernah merasa bingung dan kehilangan orientasi dalam hidupnya Kratochvil, 1968.
Adapun orang-orang yang mendapatkan rasa aman melalui nilai-nilai yang piramidal adalah mereka yang semata-mata mengorientasikan diri pada nilai
tunggal yang dianggapnya tertinggi, sedangkan nilai-nilai lainya ditempatkan pada peringkat yang jauh lebih rendah atau bahkan diabaikan. Dengan demikian, sistem
nilai mereka secara keseluruhan seakan-akan membentuk piramidal tunggal. Contohnya: seseorang yang menemukan makna hidupnya semata-mata dari
pekerjaannya dan mengabaikan kegiatan-kegiatan lainya; seorang ibu yang membaktikan seluruh hidupnya untuk suami dan anak-anaknya, tetapi
mengabaikan kepentingan sendiri dan hal-hal lainnya, atau seorang rohaniawan yang menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk berdoa dan mengisolasi diri
dari tugas-tugas kemasyarakatan Kratochvil, 1968. Mereka yang pernah mengorientasikan diri untuk memenuhi nilai-nilai tunggal tersebut, dan pernah
pula berhasil menjalani kehidupan yang bermakna, tetapi waktu nilai-nilai tersebut gagal dipenuhi, maka nilai-nilai lainnya tidak lagi berarti sehubungan
dengan suatu peristiwa tragis tertentu yang mereka alami. Berkaitan dengan hal tersebut, maka manusia yang berorientasi pada sistem nilai piramidal disebut
manusia dalam keputusasaan people in despair Lukas, 1986. Berhasilnya merealisasikan tujuan hidupnya, akan timbul perubahan
kondisi hidup yang lebih baik dan mengembangkan penghayatan hidup bermakna
Universitas Sumatera Utara
dengan kebahagiaan sebagai hasil dari upaya mereka merealisasikan tujuan hidup mereka Bastaman, 1996. Namun, ketidakberhasilan menghayati makna hidup
biasanya menimbulkan frustasi eksistensial dan kehampaan eksistensial yang ditandai dengan hilangnya minat, berkurangnya insiatif, munculnya perasaan
absurd dan hampa, gersang, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa tidak berarti, serta bosan dan apatis yang apabila berlangsung secara intensif dan
berlarut-larut tanpa penyelesaian tuntas dapat menjelma menjadi sejenis gangguan neurosis yang ditemukan Frankl Crumbaugh dalam Bastaman, 1996.
Berdasarkan fenomena di atas, adanya beberapa PSK selama menjalani kehidupan sadar akan pandangan negatif yang diperoleh dari lingkungan sekitar,
tetapi beberapa diantaranya masih tetap mampu mempertahankan apa yang dipercayai, diyakini, dihayati dan sebagian dari mereka juga tetap menjalankan
kehidupan dengan penuh keyakinan tanpa terpengaruh pendapat ataupun opini dari orang-orang yang memandang negatif dirinya. Hal inilah yang membuat
peneliti tertarik untuk meneliti kehidupan yang dijalani PSK dalam proses pencarian makna hidup.
B. RUMUSAN PERMASALAHAN
Peneliti hendak memahami kebermaknaan hidup PSK dengan menjawab pertanyaan penelitian berikut: Bagaimana dinamika yang dialami PSK dalam
proses pencarian makna hidupnya selama menjalani kehidupan sebagai PSK?
Universitas Sumatera Utara
C. TUJUAN PENELITIAN
C.1. Tujuan teoritis Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memahami dinamika
kehidupan PSK dalam proses pencarian dan penemuan makna hidup. Dengan menelusuri kehidupan PSK, mulai dari latar belakang, value yang
dimiliki, kualitas diri, serta motivasi menjadi PSK akan mampu menjelaskan bagaimana PSK menghayati kehidupannya.
C.2. Tujuan praktis Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk lebih memahami dan
mengerti pentingnya kehidupan diri sendiri, apapun pilihan yang dihadapkan pada PSK pasti memiliki maknanya bila setiap PSK mampu
mengambil hikmah dari pengalaman yang dilalui dan berani menghadapi tantangan hidup untuk meraih hidup yang bermakna.
D. MANFAAT PENELITIAN
D.1. Manfaat teoritis Dengan adanya penelitian ini, akan mempermudah untuk mendalami
kehidupan yang dijalani PSK dalam proses pencarian makna hidupnya walaupun berada dalam kondisi yang menderita.
Universitas Sumatera Utara
D.2. Manfaat praktis Dengan adanya penelitian ini akan memberi manfaat pada:
1. PSK
Memberi semangat dan motivasi bagi para PSK bahwa selama mereka masih hidup, maka hidup mereka pasti bermakna ketika
mampu menyadari hikmah dibalik segala pengalaman yang telah dialami dan menemukan makna dalam hidup mereka.
2. Keluarga
- Memberi dukungan dan semangat pada PSK agar mereka
merasa masih dibutuhkan dan dicintai yang akan membuat mereka berani menyusun rencana hidup ke depan, tidak lagi
terikat dengan masa lalu sehingga mampu menemukan makna hidup dan menetapkan tujuan hidupnya.
- Memberikan motivasi bagi mereka untuk mempelajari
keterampilan baru agar dapat hidup lebih baik dan memiliki tujuan hidup ke depan.
- Semakin mendekatkan diri pada Tuhan bahwa dengan
bimbingan dan perlindungannya akan memberikan kekuatan bagi para PSK untuk menghadapi tantangan
hidup.
Universitas Sumatera Utara
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah: BAB I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori Bab ini menguraikan tentang tinjaun teoritis dan penelitian-penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian, diakhiri dengan pembuatan paradigma penelitian.
BAB III : Metodologi Penelitian Pada bab ini dijelaskan alasan digunakannya pendekatan kualitatif,
responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data serta prosedur penelitian.
Universitas Sumatera Utara
BAB II LANDASAN TEORI