tukan pengetahuannya.
Menurut Trianto 2007: Setiap orang membangun pengetahuannya sendiri, sehingga transfer pe-
ngetahuan akan sangat mustahil terjadi. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan ke-
pada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan, bila seorang guru ber-maksud mentransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada
siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa itu lewat pengalamannya.
Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno 1997, antara lain: 1 pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;
2 tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3 mengajar adalah membantu siswa belajar;
4 tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5 kurikulum menekankan partisipasi siswa;
6 guru adalah fasilitator.
Secara keseluruhan pengertian atau maksud pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru hanya berperan sebagai
penghubung yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah dan guru berperan sebagai pembimbing pada proses pembelajaran
yang menyediakan peluang kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan baru.
C. Problem Solving
Salah satu pembelajaran kontruktivisme adalah pembelajaran problem solving.
Pembelajaran problem solving adalah pembelajaran yang menuntut siswa belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh
karena itu dalam pembelajaran siswa harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Problem solving adalah suatu langkah pembelajaran
yang dilaksanakan dengan cara siswa mencari kebenaran pengetahuan dan informasi tentang konsep, hukum, prinsip, kaidah, dan sejenisnya, mengadakan
percobaan, bertanya secara tepat serta mencari jawaban masalah berdasarkan pemahaman konsep, prinsip dan kaidah yang telah dipelajari.
Hamalik 1994 mengemukakan bahwa problem solving adalah proses mental dan
intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat.
Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara problem identification untuk ketahap syntesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga
mencapai tahap aplikasi selanjutnya comprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah tersebut.
Pemecahan masalah didefinisikan oleh G. Polya 1973 sebagai usaha mencari
jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan secara cepat dicapai. Karena itu pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas
intelektual yang tinggi. Jenis belajar ini merupakan suatu prosespsikologis yang melibatkan tidak hanya sekedar aplikasi dalil-dalil atau hukum-hukum atau
teorema-teorema yang dipelajari, melainkan juga harus didasarkan atas struktur kognitif siswa agar masalah yang bermakna dapat dipecahkan.
Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan
suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses pemecahan
masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip,
teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan masalah menuntut kemam- puan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu. Hidayati, 2006
Langkah-langkah problem solving menurut Depdiknas 2008 dalam Nessinta
2010 sebagai berikut : a.
Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.
c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban
ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas.
d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa
harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban
sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode
–metode seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
e. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan
terakhir tentang jawaban dari masalah tadi. Nasution 2006 menyatakan, :
“memecahkan masalah memerlukan pemikiran dengan menggunakan dan menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah kita kenal menurut kom-
binasi yang berlainan. Dalam memecahkan masalah sering harus dilalui berbagai langkah seperti mengenal setiap unsur dalam masalah itu, mencari
aturan-aturan yang berkenaan dengan masalah itu dan dalam segala langkah
perlu ia berpikir”. Menurut Nasution 2006 mempelajari aturan perlu terutama untuk memecahkan
masalah. Pemecahan masalah merupakan perluasan yang wajar dari belajar atur- an. Dalam pemecahan masalah prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel
dari luar hanya berupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan masalah itu. Namun memecahkan masalah tidak sekedar
menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan
pelajaran baru. Newell dan Simon Docktor, 2006 menyatakan bahwa setiap orang dihadapkan dengan masalah. Saat dia ingin mengetahui sesuatu dan tidak
mengetahui dengan segera bagaimana urutan tindakan yang harus dia ambil, maka pada saat itulah orang tersebut memiliki masalah.
Pemecahan masalah bukan perbuatan yang sederhana, akan tetapi lebih kompleks
daripada yang diduga. Pemecahan masalah memerlukan keterampilan berpikir yang banyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsi,
menganalisis, mengklasifikasi, menafsirkan, mengkritik, meramalkan, menarik kesimpulan, dan membuat generalisasi berdasrkan informasi yang dikumpulkan
dan diolah. Untuk memecahkan masalah kita harus melokasi informasi, menampilkannya dari ingatan lalu memprosesnya dengan maksud untuk mencari
hubungan, pola, atau pilihan baru. Ada pula proses pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Karl Albrecht yang terdiri dari enam langkah yang dapat
digolongkan dalam dua fase utama yang disebutkannya 1 fase perluasan atau ekspansi yang pada pokoknya bersifat divergen dan 2 fase penyelesaian yang
bersifat konvergen.
1. Kelebihan model pembelajaran problem solving
a. Pembelajaran ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih
relevan dengan kehidupan. b.
Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
c. Pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa
secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai
segi dalam rangka mencari pemecahannya.
2. Kekurangan model pembelajaran problem solving
a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan ting-
kat berfikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pe- ngalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan
keterampilan guru
b. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlu-
kan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pel- ajaran lain
c. mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima
informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan permasalah sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan
berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
D. Penguasaan Konsep