Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran

tanaman. Tujuan dari pengolahan tanah adalah untuk mengontrol tanaman terganggu, menggemburkan tanah, mencampur sisa tanaman dengan tanah dan menciptakan kondisi kegemburan tanah yang baik bagi perakaran tanaman. Sistem olah tanah terdiri dari tanpa olah tanah TOT, olah tanah minimun OTM, dan olah tanah intensif OTI. Sistem olah tanah ini berkaitan dengan jumlah bahan organik yang ada. Pada sistem olah tanah TOT jumlah bahan organik yang ada akan lebih banyak dibandingkan dengan sistem olah tanah OTM, karena pada sistem olah tanah TOT tidak dilakukan pengolahan tanah sedikitpun. Pada sistem olah tanah OTM masih lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan sistem olah tanah OTI, hal ini dikarenakan pada OTI tanah diolah secara intensif sehingga dekomposisi bahan organik yang ada akan lebih tinggi. Adapun potensi yang menguntungkan dari TOT adalah tidak terganggunya C-organik, pengkayaan atmosfer CO 2 yang kurang berbahaya, dan meningkatnya kualitas tanah. Selain itu peningkatan C-organik dalam tanah sistem TOT oleh Six et al. 1999 dikatakan sebagai akibat meningkatnya kombinasi antara kurangnya laju dekomposisi sisa tanaman dan kurangnya gangguan terhadap tanah. Berkurangnya laju dekomposisi sisa tanaman dapat diakibatkan oleh iklim mikro yang kurang kondusif terhadap aktivitas mikroorganisme di lapisan permukaan tanah. Sebaliknya, pada lahan dengan pengolahan tanah secara intensif dapat mempengaruhi agregasi tanah juga mempengaruhi dinamika organisme dalam tanah. Pengaruh penghancuran agregat tanah dalam pengolahan berkaitan erat dengan peningkatan laju dekomposisi bahan organik tanah yang akhirnya berkaitan dengan aktivitas biota tanah yang menggunakan bahan organik sebagai salah satu sumber nutrisi dan energi. Makalew 2001 mendapatkan bahwa pengaruh pengolahan tanah intensif dapat meningkatkan potensi mineralisasi C dan N yang berjalan secara cepat. Dengan peningkatan yang berjalan cepat, kondisi C akan menjadi terbatas sehingga populasi mikroorganisme tanah akan rendah. Penggunaan sistem olah tanah konservasi OTK yang terdiri dari tanpa olah tanah TOT dan olah tanah minimum OTM sangat disarankan dalam kaitannya untuk tetap mempertahankan bahan organik tanah yang merupakan salah satu sumber utama ketersediaan nutrisi bagi biota tanah Wander dan Bollero, 1999. Hasil penelitian Oktaviani 2009 menunjukkan bahwa sistem OTK yang terdiri dari TOT dan OTM, pemupukan N, dan interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap total bakteri tanah baik pada sebelum pengolahan tanah maupun saat berbunga. Selain itu, pada sistem TOT dan OTM total bakteri tanah nyata lebih tinggi dibandingkan dengan OTI, hal ini disebabkan pada sistem TOT dan OTM, tanah tidak diolah dan serasah alang-alang tidak dibakar tetapi dijadikan mulsa. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan sistem olah tanah konservasi dapat memperbaiki sifat-sifat tanah. Utomo 2006, penggunaan OTK ternyata dapat meningkatkan jumlah dan keragaman biota tanah. Jumlah bakteri, mesofauna, mikoriza VAM dan cacing tanah lebih tinggi pada perlakuan OTK yang terdiri TOT dan OTM dibandingkan pada OTI. Hasil penelitian Priyadi 2011 menunjukkan bahwa sistem OTK yang terdiri dari TOT dan OTM pada lahan bekas alang-alang selama pertumbuhan tanaman jagung tidak berpengaruh nyata terhadap total bakteri tanah baik pada fase 1 HSP, vegetatif maksimum, dan saat panen. Tidak terdapat korelasi antara pH, C-Organik, N-total, suhu, dan kelembapan tanah. Selain itu, pada sistem TOT dan OTM total bakteri tanah nyata lebih tinggi dibandingkan dengan OTI, hal ini disebabkan pada sistem TOT dan OTM, tanah tidak diolah dan serasah alang- alang tidak dibakar tetapi dijadikan mulsa.

1.4 Hipotesis

1. Total bakteri tanah pada sistem tanpa olah tanah lebih tinggi dibandingkan dengan olah tanah minimum dan olah tanah intensif. 2. Terdapat korelasi antara total populasi bakteri tanah dengan pH tanah, C-organik, N-total, suhu, dan kelembapan tanah. II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Olah Tanah dalam Meningkatkan Organisme Tanah

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia pertanian, sistem pengolahan tanah tidak hanya dengan cara intensif saja, tetapi juga dapat menggunakan sistem olah tanah minimum OTM, dan tanpa olah tanah TOT. Kedua sistem ini disebut dengan olah tanah konservasi OTK. Pengolahan tanah ditujukan untuk memperbaiki kondisi tanah sehingga memudahkan penetrasi akar, infiltrasi air, peredaran aerasi, dan menyiapkan tanah untuk irigasi permukaan Arsyad, 2010. Pantone et al. 2001 menyatakan bahwa organisme dalam tanah yang tidak diolah TOT atau diolah minimum OTM lebih tinggi populasinya dibanding tanah pertanian yang diolah intensif. Wander dan Balero 1999 melaporkan bahwa pemberian beberapa jenis gulma dapat merangsang perkembangan mikroorganisme tanah yang antagonis terhadap patogen pembawa penyakit pada tanaman lada. Mukhlis, Riza, dan Nazemi 2002 melaporkan penggunaan herbisida pada persiapan lahan untuk penanaman padi gogo yang ditumpangsarikan dengan jeruk atau karet secara statistik tidak mempengaruhi populasi mikroba tanah baik bakteri, jamur, aktinomycetes, maupun pelarut P. Penyiapan lahan dengan sistem OTK baik berupa TOT maupun OTM dengan menggunakan herbisida terbukti mampu mengurangi secara nyata hilangnya top soil sekaligus menciptakan iklim mikro yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman dan meningkatkan kesuburan tanah serta menghemat tenaga kerja. Secara umum, penggunaan herbisida pada sistem ini tidak berpengaruh negatif terhadap populasi mikroba dalam tanah, tetapi dapat menekan populasi patogen pembawa penyakit seperti nematoda parasitik Mukhlis et al., 2000.

2.2 Mikroorganisme Tanah

Mikroorganisme dalam tanah banyak ditemukan di daerah sekitar perakaran rhizosphere. Sebagian besar organisme tanah tersebut tergolong dalam tumbuhan. Walaupun demikian peranan kelompok binatang sangat penting khususnya pada saat pelapukan. Sebagian besar organisme tanah berukuran kecil sehingga tidak dapat dilihat langsung secara kasat mata Winarso, 2005. Bakteri mempunyai bentuk dasar bulat, batang, dan lengkung. Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan syarat pertumbuhan tertentu. Bakteri dapat mengalami involusi, yaitu perubahan bentuk yang disebabkan sumber energi, suhu, dan lingkungan yang kurang menguntungkan bagi bakteri. Selain itu dapat mengalami pleomorfi, yaitu bentuk yang bermacam-macam dan teratur walaupun ditumbuhkan pada syarat pertumbuhan yang sesuai. Umumnya bakteri berukuran 0,5-10 ยต Sumarsih, 2003. Sel mikroba yang berukuran kecil ini merupakan satuan struktur biologi. Banyak mikroba yang terdiri dari satu sel saja, sehingga semua kegiatan dibebankan pada satu sel tersebut. Selain itu, terdapat pula mikroba yang memiliki sel banyak multiseluler. Pada jasad multiseluler umumnya sudah memiliki pembagian tugas diantara sel atau sel kelompoknya, walaupun organisasi selnya belum sempurna. Menurut Handayanto dan Hairah 2007, penyebaran bakteri di dalam tanah umumnya lebih beragam dibanding organisme lainnya diperkirakan lebih dari 200 genera bakteri yang hidup di dalam tanah. Bakteri dapat hidup pada tempat yang sebagian organisme lainnya tidak bisa hidup, hal ini karena diversitas metaboliknya. Total bakteri tanah yang ada di Bukit Maras jauh lebih tinggi dibandingkan dengan total bakteri tanah di Bukit Siam dikarenakan kandungan organik pada tanah di Bukit Maras jauh lebih baik sehingga kesuburan tanahnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan organik pada tanah di Bukit Siam, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan koloni bakteri di Bukit Siam antara lain pH, senyawa organik, jenis lapisan tanah, oksigen dan sebagainya karena terdapat korelasi yang kuat bahwa semakin banyak kandungan organik tanah dan oksigen, maka jumlah dan jenis mikroorganismenya juga semakin tinggi Virgianty et al., 2010.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Biota Tanah

Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah suhu, kelembapan, dan cahaya Martinko dan Madigan, 2005.

Dokumen yang terkait

Laju Penutupan Tanah dengan Tanaman Kacang- kacangan (Leguminous) pada Lahan Alang-Alang

3 31 74

PENGARUH SISTEM PENGOLAHAN TANAH TERHADAP KANDUNGAN BIOMASSA NITROGEN MIKROORGANISME (N-mik) LAHAN BEKAS ALANG-ALANG (Imperata cylindrica L.) UMUR LEBIH DARI 10 TAHUN YANG DITANAMI JAGUNG (Zea mays L.)

3 21 43

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA LAHAN BEKAS ALANG-ALANG (Imperata cylindrica L.) YANG DITANAMI KEDELAI (Glycine max L.) MUSIM KEDUA

1 46 58

PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP TOTAL BAKTERI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN JAGUNG DI TANAH ULTISOL

0 2 10

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH TERHADAP KANDUNGAN C-ORGANIK TANAH DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L) PADA LAHAN BEKAS ALANG-ALANG (Imperata cylindrica) MUSIM TANAM KEDUA

0 8 38

PEMAKAIAN KOMPOS ALANG-ALANG (Imperata cylindrica L. BEAUV) PADA TANAH ULTISOL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN PRODUKSI KEDELAI(Composed Alang-alang (Imperata cylindrica L. BEAUV) used to P-aviable and Soybean yield on Ultisol soil).

2 3 4

PENGARUH pH MEDIA TANAM TERHADAP SENYAWA ALELOPATI YANG DIKELUARKAN OLEH ALANG-ALANG (Imperata cylindrica).

0 0 24

Potensi Alang-alang (Imperata cylindrica (L.) Beauv) dalam Produksi Etanol Menggunakan Bakteri Zymomonas mobilis

0 7 5

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays) MUSIM TANAM KE TIGA

0 0 6

PENGARUH EKSTRAK ALANG-ALANG (Imperata cylindrica L.) DAN TEKI (Cyperus rotundus L.) TERHADAP PERTUMBUHAN GULMA PADA PERTANAMAN SELADA (Lactuca sativa L.)

0 0 14