Selain akibat kerentanan genetik, DM Tipe 1 ini juga dapat disebabkan oleh adanya reaksi autoimun. Berbagai autoantibodi terhadap sel
islet muncul saat anak menginjak usia 9 bulan. Diantara berbagai antigen intrasel yang menjadi sasaran autoantibodi adalah asam glutamat
dekarboksilase GAD, insulin dan beberapa protein sitoplasma lainnya. Lalu, faktor lingkungan juga dapat memicu reaksi autoimun dengan merusak sel
pankreas. Contohnya seperti infeksi oleh coxsackievirus B, parotitis, campak, rubella. Berkaitan dengan DM Tipe 1 karena timbulnya responimun terhadap
suatu protein virus yang memiliki susunan asam amino yang sama degan suatu protein sel pankreas.
19
2.1.4.2 Patofisiologi DM Tipe 2
Diabetes Mellitus Tipe 2 ditandai dengan adanya 3 proses patofisiologi diantaranya 1 terganggunya sekresi insulin; 2 resistensi
insulin di jaringan perifer; 3 peningkatan produksi glukosa dari hepar. Obesitas adalah hal yang paling sering muncul pada DM Tipe 2 karena
adiposit menyekresikan produk biologis seperti leptin, TNF- α, asam lemak
bebas, resistin dan adiponektin dimana produk tersebut berfungsi untuk memodulasi sekresi insulin, kerja insulin dan berat badan yang akan
menyebakan resistensi insulin. Secara pathogenesis, resistensi insulin diakibatkan oleh adanya kerusakan pada sinyal PI-3-kinase, dimana akan
menurunkan translokasi GLUT4 ke membran plasma. Akibat dari resistensi insulin, tubuh kita tidak dapat mengabsorbsi dan menggunakan glukosa yang
masuk ke dalam tubuh sehingga menyebabkan kondisi hiperglikemia dan terjadi perubahan metabolisme tubuh.
9
2.1.5 Diagnosis DM
Penegakkan diagnosis DM dilakukan dengan cara pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan plasma darah vena atau whole blood. Keluhan-
keluhan klasik DM adalah:
1. Poliuria
2. Polidipsi
3. Polifagia
4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
5. Keluhan lain berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Menurut PERKENI tahun 2011 diagnosis DM dapat ditegakkan dengan
tiga cara, yaitu: 1.
Keluhan klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ β00 mgdL 2.
Keluhan klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 1β6 mgdL 3.
Tes toleransi glukosa oral TTGO dengan memberikan 75 gram glukosa.
Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis DM 1.
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ β00 mgdL 11,1 mmolL Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir Atau
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥ 1β6 mgdL 7.0 mmolL
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam Atau
3. Kadar gula plasma β jam pada TTGO ≥ β00 mgdL 11,1 mmolL
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Pemeriksaan HbA1c ≥6.5 oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria
diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik. Sumber: PERKENI, 2011.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu TGT
atau glukosa darah puasa terganggu GDPT: 1.
TGT: Diagnosis TGT dapat ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapat hasil glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-
199 mgdL 7,8-11,0 mmolL 2.
GDPT: Diagnosis GDPT dapat ditegakkan bila hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mgdL 5,6-6,9
mmolL dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam 140 mgdL.
Gambar 2.1 Langkah-langkah diagnostic DM dan gangguan toleransi glukosa Sumber: PERKENI, 2011.
2.1.6 Streptozotocin