BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah desain eksperimental laboratorium.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2014.
3.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Animal House, Laboratorium Biokimia, Laboratorium Biologi, Laboratorium Farmakologi, Laboratorium
Histologi, dan Laboratorium Riset Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jl. Kertamukti No. 05, Pisangan Ciputat 15419, Tangerang Selatan.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus jantan strain Sprague dawley umur 80 hari dengan berat badan rata-rata 180-200 gram. Hewan
coba diperoleh dari Departemen Patologi Institut Pertanian Bogor. Lampiran 1 Pada penelitian ini organ yang digunakan sebagai sampel adalah hepar, pankreas
dan ginjal dari 2 kelompok hewan percobaan, yaitu: 1.
Kelompok I adalah tikus yang tidak diinduksi STZ sebanyak 6 ekor 2.
Kelompok II adalah tikus yang diinduksi STZ 60 mgkgBB sebanyak 6 ekor Hewan percobaan yang digunakan sebagai sampel berasal dari hewan
percobaan yang digunakan oleh Fadel dkk tahun 2014 dengan jumlah hewan penelitian 30 tikus yang merupakan jumlah minimal hewan coba sesuai dengan
rumus Federer. Setelah dilakukan terapi ekstrak Nigella sativa selama 3 minggu,
jumlah hewan dalam penelitian yang tersisa 24 ekor. 6 ekor mati setelah proses induksi Streptozotocin dan selama penelitian berlangsung. 24 hewan penelitian
yang tersisa masing-masing adalah: 9 hewan untuk kontrol negatif, 7 hewan untuk kontrol positif dan 8 hewan untuk kelompok terapi. Kematian hewan penelitian
diduga antara lain akibat efek toksisitas pada Streptozotocin, keadaan Animal House yang kurang higinis dan banyaknya orang yang sering keluar masuk
Animal House. Hal ini dapat menyebabkan hewan coba rentan terkena infeksi dan stress.
26
Pada penelitian ini hanya menggunakan 2 kelompok yaitu kontrol negatif dan induksi STZ. Besar sampel ditentukan dengan rumus
Mead’s Resource Equation Formula, sebagai berikut
27
:
E = Error Component 10-20 N = Jumlah individu percobaan sampel dalam semua kelompok dikurang 1
B = Blocking Component dikurang 1 T = Jumlah kelompok terapi dikurang 1
E = N – 0 – T
E = N – 0 – T
≥ 10 = N – 1 – T – 1 ≤ β0 = N – 1 – T – 1
≥ 10 = N – 1 – 2 – 1 ≤ β0 = N – 1 – 2 – 1
≥ 10 = N – 1 – 1 ≤ β0 = N – 1 – 1
≥ 10 = N – 2 ≤ β0 = N – 2
N ≥ 1β N ≤ 18
Jumlah total sampel adalah 12 ekor yang masih dalam rentang 12-18 ditambah 10 menjadi 14 ekor, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kontrol negatif dan
induksi STZ. Setiap kelompok terdiri dari 7 ekor tikus jantan strain Sprague dawley
3.3.1. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
E = N - B – T
3.3.1.1. Kriteria Inklusi
Tikus jantan strain Sprague dawley yang sehat Berat badan 180-200 gr
Kontrol negatif dengan glukosa darah 200 mgdL Kontrol positif dengan glukosa darah 200 mgdL
3.3.1.2. Kriteria Eksklusi
Tikus jantan strain Sprague dawley yang mati selama proses
induksi STZ dan perlakuan
3.4. Cara Kerja Penelitian
3.4.1. Alat dan Bahan Penelitian
a. Tahap Nekropsi
Kapas, minor set surgeon, papan potong, zipline plastic bag, dan ether untuk anastesi
b. Tahap Fiksasi
Formalin-PBS 10
c. Tahap Dehidrasi
Gelas ukur 1000 ml, 500 ml, beaker Glass 1000 ml, 500 ml, corong kaca, aquades, alkohol absolut CH
3
CH
2
OH Mallinckrodt Chemicals, alkohol 95, dan toluol.
d. Tahap Clearing
Larutan toluol:alkohol 1:1
e. Tahap Embedding
Hotplate stirer sRS 710 HA, vials stopper tools neck, dan Paraplast Leica Microsystem
f. Tahap Blocking
Cetakan blocking
g. Tahap Pemotongan
Object glass, bunsen, mikrotom geser, korek api gas, waterbath, kulkas, beaker glass 200 ml, putih telur, gliserin, dan es batu.
h. Tahap Pewarnaan
Cover glass, staining jar, mikroskop shimadzu T025A, spatula kaca, timer, xylol, hematoksilin, eosin, balsam Canada, dan H
2
SO
4.
i. Tahap Foto Jaringan
Kotak preparat, kamera preparat, komputer lab, DVD foto, mikroskop Olympus BX41
j. Untuk semua tahap histoteknik
Tisu dan tisu berpori
3.4.2. Adaptasi Hewan Coba
Setelah hewan tiba di laboratorium animal house, hewan coba diadaptasikan selama 14 hari dengan diberi makan dan minum ad libitum.
Bedding dan kandang diganti dengan yang baru setiap 3 hari.
26
3.4.3. Tahap Induksi STZ
Pada hari ke-15 tikus dipuasakan selama 10 jam sebelum dilakukan penginduksian STZ 48-60 mgkgBB secara intraperitoneal.
Kemudian dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-5 setelah penginduksin STZ hari ke-21. Tikus yang digunakan pada
percobaan ini yang memiliki kadar glukosa darah 200 mgdL.
26
3.4.4. Tahap Nekropsi
Siapkan alat dan bahan yang diperlukan. Kemudian ambil plastik yang sudah ditulis nama atau kode tikus dan organ. Tuangkan formalin-
PBS 10 ke dalam plastik sekitar 20x volume jaringan sampel. Tikus dianastesi dengan cara dimasukkan ke dalam toples berisi kapas yang
diberikan eter. Tunggu hingga tikus hilang kesadaran dengan cara memberikan rangsang nyeri pada telapak kaki tikus, bila tidak memberi
respon maka efek anastesi sudah bekerja. Proses pembedahan dilakukan pada bagian abdominothoracal dan dilakukan nekropsi organ hepar,
pankreas, ginjal. Organ dipotong dengan ketebalan 3-5 mm dan dimasukan ke dalam plastik yang berisi formalin-PBS 10.
28
3.4.5. Tahap Pemrosesan Jaringan
3.4.5.1. Dehidrasi
Proses dehidrasi menggunakan alkohol dengan variasi konsentrasi 50, 70, 80, 90. Pengenceran alkohol dilakukan dengan cara
penghitungan sebagai berikut: 1.
Pengenceran alkohol 50 = 500 ml alkohol 95 + 450 ml aquades 2.
Pengenceran alkohol 70 = 700 ml alkohol 95 + 250 ml aquades 3.
Pengenceran alkohol 80 = 800 ml akohol 95 + 150 ml aquades 4.
Pengenceran alkohol 90 = 900 ml alkohol 95 + 50 ml aquades Setiap konsentrasi larutan alkohol tersebut ditempatkan pada 3
buah pot plastik masing-masing setinggi 23 pot plastik. Setiap pot dengan konsentrasi alkohol yang sama diberi label I, II, III untuk
menandakan urutan proses dehidrasi.
21,28
Tahap dehidrasi dimulai dengan memasukkan potongan hepar,
ginjal dan pankreas ke dalam pot plastik berlabel I, II, lalu III. Potongan organ direndam selama 15 menit secara berurutan ke dalam
larutan alkohol 50, 70, 80, 90 dan 95.
21
3.4.5.2. Clearing
Tahapan Clearing bertujuan untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan, karena alkohol dan parafin tidak dapat menyatu, sehingga
larutan yang akan dimasukkan ke dalam jaringan dapat berikatan dengan parafin. Pada tahapan ini digunakan larutan toluol:alkohol
1:1 dan toluol murni.
21
Pertama, potongan organ dimasukan ke dalam larutan toluol:alkohol 1:1 dan direndam selama 25 menit. Kemudian
potongan organ tersebut dipindahkan dan direndam kedalam toluol murni selama 60 menit hingga menjadi bening. Perendaman dalam
toluol murni diperpanjang sampai potongan menjadi bening. Waktu perendaman dalam toluol murni paling lama selama 120 menit, karena
akan menyebabkan pengerasan pada jaringan sehingga sulit untuk dilakukan pemotongan.
21
3.4.5.3. Embedding
Tahap embedding bertujuan untuk mengeluarkan cairan pada saat proses clearing dan menggantinya dengan parafin karena cairan saat
proses clearing dapat mengkristal di dalam jaringan dan menyebabkan jaringan mudah robek saat tahap pemotongan.
21
Pertama, buat larutan toluol : parafin 50 ml : 50 ml. Kemudian bungkus organ menggunakan tissue berpori lalu rendam dalam larutan
tersebut dan diamkan pada suhu ruangan selama 24 jam. Setelah itu cairkan parafin dengan suhu diantara 56-62
o
C dan diberi label I, II, III dan IV. Masukkan potongan organ ke dalam larutan parafin secara
berurutan, masing-masingnya selama 15 menit.
21
3.4.5.3. Blocking
Tahapan ini merupakan proses pembuatan blok preparat agar organ dapat dipotong dengan mikrotom. Cairkan parafin lalu tuangkan
sedikit ke dalam cetakan blok. Masukan potongan organ secara perlahan dan kemudian tuangkan kembali parafin hingga merendam
organ.
21
3.4.6. Pemotongan Jaringan
Proses ini merupakan pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom. Pertama, rekatkan blok parafin diatas blok kayu dengan cara
memanaskan salah satu sisi blok parafin hingga sedikit mencair kemudian langsung tempelkan. Letakan blok parafin dan balok kayu
tersebut pada holder pemegang di mikrotom dan kencangkan. Lakukan pemotongan jaringan ini dengan ketebalan 6 µm. Jika diperlukan sudut
kemiringan pisau mikrotom diatur pada sudut 20-30 derajat.
21
Setelah blok parafin berhasil dipotong, dengan kuas dan rendam potongan tersebut dalam waterbath dengan suhu air 37-40
o
C hingga potongan terlihat meregang. Kemudian oleskan putih telur yang dicampur
dengan gliserin pada kaca objek secukupnya. Lalu ambil potongan tersebut menggunakan kaca objek ke dalam waterbath. Letakan kaca
objek tersebut pada hotplate dengan suhu 40-45
o
C hingga kering. Setelah kering dan potongan melekat dengan kuat pada kaca objek,
angkat dari hotplate dan potongan siap untuk diwarnai.
21
3.4.7. Tahapan Pewarnaan HE
Sebelum memulai proses pewarnaan masukkan xylol, alkohol dengan konsentrasi 70, 80, 90, alkohol absolut, alkohol asam,
hematoksilin, eosin dan aquades ke dalam staining jar dengan ¾ volume maksimum. Masukkan dan rendam cawan yang berisi preparat kedalam
staining jar yang berisi xylol selama 10 menit sebanyak 2 kali. Lalu pindahkan dan rendam cawan ke dalam staining jar berisi alkohol absolut
selama 5 menit sebanyak 2 kali. Pindahkan dan rendam cawan ke dalam staining jar berisi alkohol konsentrasi 90 selama 1 menit.
21
Pindahkan dan rendam cawan ke dalam staining jar berisi alkohol konsentrasi 80 selama 1 menit. Pindahkan dan rendam cawan ke dalam
staining jar berisi alkohol konsentrasi 70 selama 1 menit. Pindahkan dan rendam cawan ke dalam staining jar berisi aquades selama 4 menit.
Pindahkan cawan tersebut dan rendam ke dalam staining jar yang berisi Hematoksilin dengan durasi hepar 4 menit; ginjal 2 menit; pankreas 1
menit. Selama durasi itu dilakukan pengamatan dibawah mikroskop untuk menghindari terjadinya overstainning hematoksilin. Lakukan
perendaman cawan di dalam staining jar berisi aquades sebanyak 3 kali dengan durasi 1 menit. Pindahkan dan rendam cawan ke dalam staining
jar berisi alkohol asam selama 30 detik.
21
Kemudian pindahkan dan rendam cawan kedalam staining jar yang sudah dialiri air mengalir selama 1 menit. Pindahkan dan rendam
cawan ke dalam staining jar berisi Eosin selama 1 menit. Selama durasi itu dilakukan pengamatan dibawah mikroskop untuk menghindari
terjadinya overstainning eosin.
21
Lakukan pemindahan dan perendaman cawan di dalam staining jar berisi aquades sebanyak 3 kali dengan durasi 1 menit. Pindahkan secara
berurutan dan rendam cawan ke dalam staining jar yang berisi alkohol dengan konsetrasi meningkat dari 70 sampai alkohol absolut selama 1
menit dan xylol sebanyak 2 kali 3 menit.
21
Segera teteskan dan ratakan canada balsam secukupnya di atas preparat dan ditutup dengan cover glass. Amati di bawah mikroskop dan
jangan biarkan ada gelembung udara pada preparat. Berikan nama organkode organ serta tanggal pembuatan. Tunggu hingga kering.
Preparat siap disimpan.
21
3.4.8. Foto Jaringan
Preparat diamati dan difoto dengan menggunakan mikroskop Olympus BX41 dan software
Olympus DP2-BSW yang dimulai dari perbesaran 4x, 10x, 20x, dan 40x.
3.5. Alur Penelitian
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pankreas
Data morfologi sel pada pulau Langerhans pada tikus kontrol negatif dan kontrol positif yang di nekropsi pada hari ke 21 dan telah dilakukan pewarnaan
dengan hematoksilin eosin Lampiran 3 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Morfologi Pulau Langerhans Tikus Kontrol Negatif
KONTROL NEGATIF Tikus
Batas sel Bentuk Sel
Sitoplasma Nukleus
1 Jelas
Bulat Merah muda
Bulat, ungu 2
Jelas Bulat
Merah muda Bulat, ungu
3 Jelas
Bulat Merah muda
Bulat, ungu 4
Jelas, rapat Bulat
Merah muda Bulat, ungu
5 Jelas
Bulat Merah muda
keunguan Bulat, ungu
6 Jelas, rapat
Bulat Merah muda
keunguan Bulat, ungu
Tabel 4.2 Data Morfologi Pulau Langerhans Tikus Kontrol Positif
KONTROL POSITIF Tikus
Batas sel Bentuk Sel
Sitoplasma Nukleus
1 Tidak jelas, rapat
Tidak dapat diidentifikasi
Merah muda Bulat-lonjong,
ungu 2
Jelas, rapat Tidak dapat
diidentifikasi Merah muda
Bulat-lonjong, ungu
3 Tidak jelas, rapat
Tidak dapat diidentifikasi
Merah muda Bulat-lonjong,
ungu 4
Tidak jelas, bertumpuk
Tidak dapat diidentifikasi
Merah muda Bulat-lonjong,
ungu 5
Tidak jelas, rapat Tidak dapat
diidentifikasi Merah muda
Bulat-lonjong, ungu
6 Tidak jelas
Tidak dapat diidentifikasi
Merah muda Bulat-lonjong,
ungu
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya Lampiran 4 terjadi peningkatan kadar glukosa darah pada tikus kontrol positif sebanyak 10,2.
26
Selanjutnya dilakukan pengamatan morfologi sel antara kedua kelompok.
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.1 didapatkan morfologi pulau Langerhans tikus kontrol negatif yang dominan memiliki batas antar sel yang jelas, bentuk sel
bulat, sitoplasma berwarna merah muda, nukleus berbentuk bulat dan berwarna ungu dimana dapat disimpulkan masih normal. Sedangkan pada Tabel 4.2 didapatkan
morfologi pulau Langerhans tikus kontrol positif yang dominan memiliki batas antar sel yang tidak jelas, bentuk sel tidak dapat diidentifikasi dan inti sel yang berbentuk
bulat hingga lonjong namun masih berwarna ungu serta sitoplasma berwarna merah muda.