Pada setiap pengotrolan loop terbuka, keluarannya tidak dibandingkan dengan masukan acuan. Jadi setiap masukan acuan terdapat suatu kondisi operasi
yang tetap. Dengan demikian, ketelitian operasi sangat tergantung pada kalibrasi peralatan. Namun dalam proses industri, pengontrolan dengan sistem loop terbuka
ini sangat jarang dipergunakan.
II.2.4. Sistem kontrol loop tertutup
Sistem kontrol loop tertutup adalah suatu sistem kontrol yang sinyal keluarannya berpengaruh secara langsung pada aksi pengontrolan. Jadi sistem
kontrol loop tertutup ini adalah merupakan sistem kontrol dengan menggunakan umpan balik. Pada dasarnya umpan balik ini merupakan hasil proses yang terjadi.
Namun karena terjadinya beberapa gangguan yang bersifat merugikan sehingga hasil keluaran tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki, maka perlu
dibandingkan kembali untuk memulai aksi pengontrolan. Pengontrolan dengan sistem kontrol loop tertutup yaitu dengan
membandingkan hasil pengukuran dengan harga yang diinginkan dan menggunakan perbedaaan tersebut untuk memulai aksi guna mengurangi
perbedaaan. Prinsip pengontrolan dengan loop tertutup sebenarnya sederhana, yaitu menggunakan umpan balik atau hasil pengukuran yang menggerakkan
mekanisme pengontrolan. Hal tersebut dapat ditunjukkan dalam diagram blok yang sangat sederhana seperti pada Gambar 2.6 :
Universitas Sumatera Utara
Gangguan Masukan
Keluaran
Gambar 2.6 Sistem Kontrol Loop Tertutup
Prinsip pengontrolan sistem loop tertutup dapat dilakukan dalam banyak kegiatan operasi, seperti pengontrolan temperatur pemanasan, pengontrolan
tekanan, pengontrolan tinggi permukaan cairan, dan lain-lain. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, maka perlu mengukur dan
mengontrol secara langsung variabel yang menunjukkan keadaan kualitas produksi. Hal seperti inilah yang disebut dengan istilah pengontrolan secara
langsung. Bila mengukur atau mengontrol secara langsung sulit dilakukan, maka
diperlukan pengontrolan variabel sekunder, misalnya variabel temperatur dan tekanan yang secara langsung berhubungan dengan kualitas. Pengontrolan ini
sering disebut pengontrolan secara tidak langsung. Salah satu proses yang memerlukan pengontrolan yang tetap untuk
mendapatkan hasil yang maksimal adalah proses pengontrolan temperatur pemanasan. Perlakuan panas adalah suatu proses yang kompleks. Dalam hal
sebagian besar, perlakuan panas dapat meningkatkan mutu benda. Keberhasilan perlakuan panas tergantung dari baik tidaknya pengontrolan yang dilakukan dan
Elemen pengukur atau umpan balik
Pengontrol PlantProses
Universitas Sumatera Utara
penyimpangan pemanasan harus diusahakan sekecil mungkin karena temperatur yang terlalu kecil atau terlalu besar pada proses pemanasan dapat mengakibatkan
penurunan kualitas produk yang dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERALATAN KONTROL TEMPERATUR PADA
HOLDING FURNACE
III.1. Peralatan
Kontrol Temperatur
III.1.1. Kontaktor
Kontaktor dapat dianggap suatu saklar penghubung ataupun pemutus yang bekerja secara elektromagnetik. Biasanya, kontaktor yang digunakan untuk motor
atau beban yang dayanya relatif besar, seperti pada Gambar 3.1 :
Gambar 3.1 Simbol Kontaktor Menurut Standar IEC Keterangan gambar :
1, 3, 5 : Nomor terminal yang di hubungkan ke supplay
2, 4, 6 : Nomor terminal yang di hubungkan ke beban
13, 14 23, 24 : Kontak bantu normally open NO
31, 32 : Kontak bantu normally close NC
a, b : Terminal coil
Universitas Sumatera Utara
III.1.1.1. Fungsi Kontaktor
Sistem kontrol pada Holding furnace ini menggunakan 4 buah kontaktor, dimana ke-4 buah kontaktor ini digunakan untuk mengontrol hidup matinya
elemen pemanas. Kontaktor yang pertama digunakan untuk menghubungkan elemen pemanas I heater I pada hubungan star, dan kontaktor yang kedua
digunakan untuk menghubungkan elemen pemanas I heater I pada hubungan delta. Kontaktor yang ketiga digunakan untuk menghubungkan elemen pemanas
II heater II pada hubungan star, dan yang keempat digunakan untuk menghubungkan elemen pemanas II heater II pada hubungan delta.
III.1.1.2. Prinsip Kerja Kontaktor
Prinsip kerja sebuah kontaktor dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Saat mendapatkan arus sesaat pada tegangan nominal maka magnetik kontaktor
bekerja menarik kontak – kontaknya sehingga kontak NC menutup dan kontak NO membuka.
2. Selama coil kontaktor bekerja, pengoperasian tombol tekan NO yang dihubungkan paralel dengan kontak bantunya tidak akan berpengaruh pada
rangkaian karena arus mengalir melalui kontak bantu tersebut. 3. Untuk memutuskan rangkaian biasanya digunakan untuk tombol tekan NC
sehingga aliran arus ke coil akan terputus dan kontak NO akan kembali membuka dan kontak NC juga tertutup.
4. Tegangan yang di izinkan masuk ke coil kontaktor adalah minimal 80 dan maksimal 100 dari tegangan nominalnya.
Universitas Sumatera Utara
5. Bila mendapat tegangan kurang 80 tegangan nominal, maka kontak – kontaknya tidak bekerja dengan baik sehingga bisa timbul percikan bunga api,
bila dibiarkan terus menerus maka kontak – kontak itu akan meleleh. 6. Bila mendapat tegangan lebih besar dari 100 tegangan nominalnya secara
terus menerus akan mengakibatkan kerusakan pada coil kontaktor.
III.1.2. Relay
Sama halnya dengan kontaktor, relay ini juga bekerja secara elektromagnetik. Pada umumnya relay yang digunakan untuk rangkaian yang
dayanya relatif rendah. Relay banyak digunakan dalam rangkaian kontrol untuk membuka dan menutup supplay tegangan komponen atau peralatan kontrol
lainnya. Relay juga memiliki kontak utama dan kontak bantu NO dan NC, dimana bila kontak utamanya diberi tegangan maka kontak bantunya akan bekerja,
dimana relay dapat dilihat pada Gambar 3.2 :
Gambar 3.2 Simbol Relay
III.1.2.1. Fungsi Relay
Relay yang digunakan pada sistem kontrol pada Holding Furnace ini ada 3 buah. Pertama adalah relay yang mengatur On atau Off nya rangkaian kontrol.
Relay yang kedua adalah relay yang bekerja bila pada dapur terjadi kelebihan
Universitas Sumatera Utara
temperatur yaitu temperatur pada dapur di atas nilai setting. Relay yang ketiga adalah relay yang bekerja pada saat temperatur mencapai nilai setting.
III.1.2.2. Prinsip Kerja Relay
Prinsip kerja sebuah relay dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kontak – kontaknya bekerja berdasarkan elektromagnetik 2. Kontak – kontak di kopel pada inti gerak dan pada posisi normal kontak NO
membuka dan kontak NC menutup. 3. Bila tegangan diberikan ke terminal kontak utama coil yaitu yang melilit pada
inti diam, maka akan timbul gaya magnetik dan inti gerak akan tertarik. 4. Pada saat inti gerak tertarik kontak NC akan menutup dan kontak NO
membuka, keadaan akan tetap seperti ini selama coilkontak utama masih bertegangan.
5. Jika masukan tegangan diputus, maka pegas akan menarik inti gerak dan semua akan kembali ke posisi awal.
Pada Gambar 3.3 memperlihatkan yang mana sebuah rangkaian relay yang dapat digunakan pada alat pengatur temperatur.
Gambar 3.3 Prinsip Kerja Relay
Universitas Sumatera Utara
III.1.3. Fungsi Timer
Timer yang digunakan pada rangkaian kontrol Holding furnace ini ada 2 buah, dimana timer yang digunakan adalah timer jenis timer on – off delay. Timer
disini berfungsi untuk menentukan kapan elemen pemanas heater bekerja ON, dan kapan elemen pemanas heater tidak bekerja OFF. Timer sistem kontrol
pada Holding furnace ini di setting 2 detik. Maksudnya apabila temperatur dapur sudah berada dibawah nilai setting, maka 2 detik setelah itu elemen pemanas akan
hidup. Biasanya elemen pemanas hidup apabila temperatur dapur 728
o
C. Dan apabila suhu dapur sudah berada di atas nilai setting 730
o
C, maka 2 detik setelah itu eleman pemanas akan mati. Biasanya elemen pemanas akan mati
apabila temperatur dapur 732
o
C.
III.1.3.1. Prinsip Kerja Timer
Timer memiliki prinsip kerja yang hampir sama dengan relay dan kontaktor. Timer juga memiliki kontak utama dan kontak bantu. Bedanya
kontaktor dan relay bekerja tergantung ada tidaknya tegangan yang diberikan pada kontak utamanya sedangkan timer bekerja tergantung ada tidaknya tegangan pada
kontak utamanya dan juga setting waktu yang diberikan. Berdasarkan cara kerjanya, timer dapat digolongkan atas 3 macam yaitu :
1. Timer On-Delay yaitu timer dimana terjadi penundaan waktu On pada saat awal pengoperasian menjalankan pengoperasian
2. Timer Off-Delay yaitu timer dimana terjadi penundaan waktu Off pada saat pemutusan rangkaian menghentikan pengoperasian
Universitas Sumatera Utara
3. Timer On-Off Delay yaitu pada timer On-Off delay terjadi penundaan waktu pengoperasian, baik pada awal pengoperasian maupun pada saat pemutusan
rangkaian.
III.1.4. Pengatur Temperatur
Fungsi pengaturan temperatur yaitu : Temperature Indicating Controller TIC pada sistem kontrol holding furnace ini ditempatkan di ruang panel. Pada
Temperature Indicating Controller TIC inilah diberi setting point yaitu temperatur dimana proses yang diharapkan dapat berjalan dengan baik. Pada awal
proses, operator memberi nilai setting point pada Temperature Indicating Controller TIC. Apabila dapur masih kosong aluminium belum dimasukkan
nilai setting point diset pada temperatur 630
o
C, hal ini dilakukan untuk mencegah agar elemen pemanas tidak berada pada posisi On, sehingga pemakaian energi
listrik dapat dihindari. Kemudian setelah aluminium dimasukkan ke dalam dapur, maka operator akan mengubah nilai setting pointnya 730
o
C. Apabila ada perbedaan temperatur antara dapur dan nilai setting point, maka termokopel akan
memberi sinyal pada Temperature Indicating Controller TIC dengan mengaktifkan elemen pemanas heater. Apabila temperatur dapur berada di
bawah setting point maka elemen pemanas heater akan hidup, dan begitu sebaliknya apabila temperatur dapur berada pada di atas nilai setting point maka
elemen pemanas heater berhenti. Prinsip kerja pengatur temperatur yaitu : Temperature Indicating
Controller TIC merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengontrol temperatur Holding furnace. Temperatur Indicating Controller TIC bukan
hanya berfungsi untuk mengontrol jalannya proses, tetapi juga mengubah besaran
Universitas Sumatera Utara
yang diterimanya dalam bentuk angka sehingga operator yang ada di Instrument Panel mengetahui berapa temperatur dapur. Temperatur Indicating Controller
TIC dihubungkan dengan thermokopel, temperatur dapur yang diterima oleh termokopel di ubah dalam bentuk tegangan, kemudian tegangan tersebut
dikirimkan ke converter. Tegangan yang di terima oleh converter di ubah dalam bentuk arus 4 – 20 mA kemudian di kirimkan ke Temperatur Indicating
Controller TIC. Apabila ada perbedaan temperatur dapur dengan temperatur setting, maka Temperatur Indicating Controller TIC akan memberikan sinyal
kepada elemen pemanas dimana sinyal yang diberikan merupakan sinyal on – off nya elemen pemanas.
III.1.5. Converter
Converter yang digunakan pada rangkaian kontrol temperatur pada holding furnace ini ada satu buah, dimana converter ini ditempatkan di Local
Operation Panel LOP. Converter ini berfungsi mengubah hasil pengukuran yang diterima dari termokopel agar dapat diterima oleh receiver termasuk controller,
recorder dan indicator. Converter temperatur adalah suatu alat yang berfungsi mengubah harga
pengukuran yang diperoleh termokopel menjadi sinyal baku yang dapat diterima oleh receiver, termasuk controller, recorder. Dan converter ini juga berperan
mengubah sinyal kendali yang di kirim dari controller menjadi sinyal yang dapat mengoperasikan relay dan kontaktor. Pada converter listrik pneumatik, sinyal
listrik yang digunakan adalah 4 – 20 mA dan sinyal pneumatiknya 0,2 – 1,0 Kgcm
2
.
Universitas Sumatera Utara
III.1.6. Indikator
Indikator adalah suatu alat yang digunakan untuk mengubah besaran yang diterima oleh konverter menjadi skala angka sehingga dapat dibaca berapa nilai
dari besaran tersebut. Indikator yang digunakan pada rangkaian kontrol ini ada satu buah yang terpasang di Local Operation Panel LOP.
Fungsi suatu indikator adalah untuk mengubah sinyal yang diterima oleh konverter menjadi skala angka sehingga dapat diketahui besaran yang terjadi
dalam proses. Harga yang diukur hanya dinyatakan sesaat saja, sehingga harga yang diperlukan harus dan dicatat secara berulang – ulang. Sinyal tersebut tercatat
pada alat indikator seperti pada Gambar 3.4 :
Gambar 3.4 Digital Type Temperatur Indikator
III.1.7. Recorder
Rekorder dipakai untuk mengetahui perubahan dari waktu ke waktu dalam kondisi operasi atau mendapatkan rekaman harga hasil pengukuran yang penting.
Dalam sistem pengontrolan ini menggunakan satu buah rekorder yang ditempatkan di ruang panel.
Sinyal yang diterima oleh recorder direkam secara terus-menerus dengan menggunakan pena perekam. Recorder dipakai untuk mengetahui perubahan dari
Universitas Sumatera Utara
waktu ke waktu dalam kondisi operasi atau mendapatkan rekaman harga hasil pengukuran yang penting. Recorder ini dirancang sedemikian rupa sehingga
tempat pengukur dapat di indentifikasi dengan warna tinta cetaknya seperti terlihat pada Gambar 3.5 :
Gambar 3.5 Recorder Pencetak
III.2. Furnace Tanur
III.2.1. Pengenalan Furnace Tanur
Furnace tanur adalah suatu peralatan yang dipergunakan untuk tempat pengerjaan panas terhadap beberapa benda. Umumnya furnace pada bagian dalam
dan di lapisi dengan batu tahan panas fire brick, yang tebal lapisannya tergantung dari maksud pemakaiannya. Dimana lapisan batu itu harus cukup kuat
untuk menahan seluruh berat tungku sewaktu berlangsungnya pemanasan dan harus tahan mengisolir panas dari dalam ruang furnace tersebut. Lebih tebal
lapisan batu tahan panasnya maka lebih baik, hanya saja biasanya harganya lebih mahal. Untuk lapisan batu tahan panas ini umumnya dibuat dari bermacam-
macam tanah liat yang sifat tahan panasnya juga bervariasi. Kandungan silikon merupakan kandungan yang paling dominan dari tanah liat yang digunakan
sebagai batu tahan panas yang titik leburnya mencapai 1710
o
C. Keuntungan penggunaan batu tahan api sebagai pelapis bagian dalam dari furnace tanur yaitu
Universitas Sumatera Utara
1. Sifat tahan panas pada temperatur yang tinggi. 2. Sifat konduktifitas panasnya yang baik sehingga proses untuk pemanasan
lapisan batu tahan panasnya tidak susah dan juga pemanasan yang merata dapat dicapai.
3. Tidak mempengaruhi sifat –sifat benda yang akan dipanaskan.
III.2.2. Klasifikasi Furnace
Dari sekian banyak furnace tanur yang biasa dipergunakan, dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
1. Menurut Desain dan Ukuran antara lain : Untuk pekerjaan pemanasan terhadap berbagai macam benda, digunakan tanur yang disesuaikan dengan besar
kecilnya ukuran benda yang dipanaskan, sehingga tanur tidak terlalu sempit untuk benda – benda yang besar dan tidak mubajir untuk benda – benda yang
berukuran kecil. 2. Menurut Metode Pemanasan yaitu berdasarkan sumber panas, tanur dapat
dibedakan atas : A. Tanur dengan pembakaran gas, yaitu tanur yang sumber panasnya diperoleh
dari pembakaran gas, seperti gas LPG. Pembakaran dilakukan dengan menempatkan beberapa buah burner kedalam tanur melalui pintu – pintu yang
telah tersedia. Proses ini dapat kita lihat pada Gambar 3.6 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.6 The Open Hearth Furnace Dengan Pembakaran Gas
B. Furnace dengan pemanasan menggunakan energi listrik Pemanasan furnace dilakukan dengan menggunakan elemen pemanas
heater yang mengubah energi listrik menjadi energi panas. Elemen pemanas heater ini biasanya ditempatkan di atap bagian dalam furnace atau dinding
furnace sepanjang tidak terganggu oleh benda – benda yang dipanaskan. Pemanasan dengan menggunakan heater, bukan hanya lapisan dinding tanur saja
yang dipanaskan, tetapi juga benda – benda yang dibuat didalam tanur, akibat dari hantaran panas lapisan batu tahan panas dan juga melalui atmosfir di dalam
furnace secara radiasi. Pada Gambar 3.7 berikut ini dapat kita lihat Type Muffle dengan pemanasannya menggunakan elemen pemanas heater.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.7 The Muffle Furnace dengan Elemen Pemanas heater
3. Menurut Penggunaan Furnace yang digunakan harus disesuaikan dengan penggunaan dalam hal
benda – benda yang akan dimuat diberi perlakuan panas. Artinya furnace yang dipergunakan pada perlakuan panas pada besi tidak boleh dipergunakan untuk
menampung aluminium atau sebaliknya, karena bila pemanasan dilakukan sampai mencapai titik lebur suatu benda, maka di khawatirkan sisa – sisa benda yang
menempel dilapisan batu tahan panas akan tertinggal dan tergabung dengan benda yang lain yang berbeda komposisinya. Seperti halnya di pabrik peleburan besi,
pabrik peleburan aluminium juga menggunakan beberapa tanur yang penggunaannya dibedakan atas tiga macam yaitu :
A. Melting furnace Tanur Pelebur, yaitu tanur yang digunakan untuk melebur bahan baku alumina menjadi aluminium cair. Salah satu contoh tanur pelebur
yang digunakan dalam pabrik aluminium yaitu tanur pelebur type Prebaked Anoda Furnace. Kontruksi dari tanur terdiri dari :
Universitas Sumatera Utara
1. Lapisan luar yang merupakan kerangka baja dari bahan baja tuang 2. Lapisan batu tahan panas
3. Lapisan karbon B. Baking furnace Tanur Panggang, yaitu tanur yang dipergunakan untuk
memanggang blok – blok anoda yang akan digunakan pada proses reduksi C. Holding furnace Tanur Penampung, yaitu tanur yang dipergunakan untuk
menampung aluminium cair sebelum dilakukan proses pencetakan atau proses casting. Salah satu tanur pelebur yang digunakan pada proses
pencetakan aluminium tampak pada Gambar 3.8 : Keterangan : 1. Blok Anoda
2. Lapisan Katoda 3. Larutan Klorit
4. Alumina
Gambar 3.8 Tanur Pelebur Type Prebaked Anoda Furnace
III.2.3. Holding Furnace
Dapur ini mempunyai atap datar dengan dinding yang terbuat dari plat baja yang sisi dalamnya dilapisi batu tahan api. Bagian atap dari dapur tersebut diberi
alur hole. Alur ini digunakan sebagai tempat elemen pemanas. Sumber energi
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan pada elemen pemanas ini adalah energi listrik. Tegangan 380 volt tiga fasa disalurkan ke 54 buah elemen pemanas, yang kemudian dibagi menjadi
dua grup yang setiap grupnya dapat dihubungkan secara bintang star untuk
posisi normal dan hubungan delta pada posisi khusus. III.2.4. Kontruksi Holding Furnace
Seperti halnya sebuah rumah tanpa penyekat, tanur ini dilengkapi dengan
beberapa buah pintu, diantaranya pintu untuk pemasukan aluminium cair charging door, pintu untuk pemasukan Flux, pintu pengeluaran Dross, dan
lubang untuk penuangan aluminium cair ke peralatan pencetak. Seperti pada
Gambar 3.9 berikut menunjukkan bagian – bagian dari sebuah Holding furnace.
Gambar 3.9 Holding Furnace
Universitas Sumatera Utara
III.2.5. Proses Pengolahan Aluminium Cair di Dalam Holding Furnace
Aluminium cair yang diperoleh dari proses reduksi, dimasukkan kedalam vacum ladle dan kemudian dibawa ke dapur penampung dengan menggunakan
Metal Transport Car MTC, dimana temperatur aluminium cair pada saat itu berkisar antara 840 – 860
o
C. Setelah sampai ke tempat dapur penampung, aluminium cair tersebut akan mengalami beberapa perlakuan antara lain :
1. Charging yaitu proses penuanganpemasukan aluminium cair dan cold metal ke dalam furnace. Dimana charging ini dibagi atas dua yaitu :
A. Charging aluminium cair yaitu memasukkan molten kedalam furnace dengan menggunakan bantuan Hoist Crane 10 ton untuk memiringkan
ladle dengan menumpu pada clamp di MTC. B. Charging cold metal yaitu memasukkan metal ke dalam dapur, dimana
metal yang dimasukkan antara lain : ingot out product, ingot spec out, scrap, recovery metal, static block, dan bekas sample.
2. Flux Treatment yaitu memberi garam dengan komposisi 0,64 Kgton
Aluminium bertujuan untuk mengikat gas – gas yang terperangkap di dalam molten dan juga untuk mengangkat kotoran – kotoran dross ke atas
permukaan molten. Dimana garam yang digunakan adalah : NaCl sebanyak 30 , NaSiF
6
sebanyak 10 , KCl sebanyak 34 dan NaF sebanyak 6 . 3. Stirring yaitu proses pengadukan molten di furnace setelah pemberian flux.
Proses ini berfungsi untuk mempercepat pengikatan kotoran –kotoran yang membentuk dross, dan untuk membentuk kadar Fe yang lebih homogen, proses
ini berlangsung selama 2 – 5 menit.
Universitas Sumatera Utara
4. Holding Time yaitu proses dimana aluminium tersebut dibiarkan selama 2,5 jam. Hal ini berfungsi agar kotoran – kotoran yang terikat dapat terapung ke
atas permuakaan molten. 5. Skiming Off yaitu proses pengeluaran dross yang berada di atas permukaan
molten. Hal ini dilakukan dengan menggunakan bantuan forklift tipe rotary. 6. Sampling yaitu proses pengambilan sample untuk di analisa apakah molten
yang ada sesuai dengan grade yang direncanakan sebelumnya. Untuk TPM Test Product Metal dilakukan
≤ 2,5 jam setelah skiming off atau 1,5 jam sebelum casting.
7. Casting yaitu proses pencetakan aluminium cair menjadi aluminium batangan aluminium ingot. Dimana sebelum dilakukan proses pencetakan, semua alat
yang digunakan terlebih dahulu harus dipanaskan. Hal ini untuk menghindari kemungkinan terjadinya ledakan yang diakibatkan dari kelembaban alat yang
digunakan thermal shock. Proses pencetakan dapat dilakukan apabila temperatur aluminium cair di dalam dapur berkisar antara 690 – 760
o
C, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya masalah ketika berlangsungnya proses
pencetakan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENGONTROLAN TEMPERATUR
HOLDING FURNACE
IV.1. Proses Kontrol Temperatur
Dari fungsi beberapa komponen kontrol dan juga diagram kontrol temperatur pada Holding furnace, sistem pengontrolan temperatur pada Holding
furnace ini digolongkan sebagai pengontrolan loop tertutup. Hal yang paling mendasar yang dikontrol pada Holding furnace ini adalah temperatur pada dapur
furnace. Keluaran yang dikontrol adalah temperatur pada dapur, dan sebagai kontroler adalah Temperature Indicating Controller, dan sebagai feedback adalah
sebuah transducer yaitu termokopel. Proses yang dimaksud adalah kegiatan Temperature Indicating Controller mengirim sinyal ke LOP Local Operation
Panel untuk meng – ON dan meng – OFF kan elemen pemanas heater. Hubungan ini dapat dinyatakan dalam Gambar 3.2 diagram blok sebagai berikut :
Gambar 3.2. Diagram Blok Pengontrolan Holding Furnace
Universitas Sumatera Utara
V
s
T adalah tegangan yang merupakan fungsi temperatur, berasal dari termokopel. V
ref
adalah tegangan referensi, yang merupakan temperatur set. V
E
merupakan tegangan error dari amplifier yang terdapat didalam temperatur kontroller menjadi suatu tegangan V
o
untuk mengendalikan heater. Nilai masukan temperatur adalah 730
o
C, dengan demikian Temperatur Indicating Controller, mengontrol agar sistem keluarannya 730
o
C dengan proses yang dilakukan adalah dengan menghidupkan elemen pemanas heater. Secara
praktek, apabila temperatur dapur 2
o
C diatas dan dibawah nilai setting point maka elemen pemanas akan ON atau OFF, maksudnya apabila temperatur 728
o
C, maka Temperatur Indicating Controller akan memberikan sinyal supaya heater berada
pada posisi ON maka proses pemanasan akan berlangsung sehingga temperatur akan naik. Apabila temperatur dapur sudah mecapai 732
o
C, maka Temperatur Indicating Controller akan memberikan sinyal supaya heater berada pada posisi
OFF. Transducer yang digunakan disini adalah termokopel yang berfungsi
sebagai feedback –nya yang membandingkan temperatur pada furnace dengan nilai acuan . Jika nilainya masih berbeda, maka termokopel akan mengirim sinyal
ke Temperatur Indicating Controller untuk tetap mengontrol sampai proses itu selesai.
Termokopel ini mendeteksi besaran temperatur dan mengubahnya ke besaran listrik yaitu tegangan, dan kemudian tegangan tersebut diteruskan oleh
extension lead ke converter yang terdapat di Local Operation Panel LOP. Dari converter sinyal tersebut diteruskan ke peralatan kontrol baik yang ada di Local
Universitas Sumatera Utara
Operation Panel maupun di dalam Instrument Panel IP. Di Local Operation Panel sinyal tersebut diterima oleh sebuah indikator, sedangkan Instrument Panel
diterima oleh dua buah peralatan kontrol, yang pertama berupa Temperature Indicating Controller TIC, yang berfungsi sebagai indikator skala dan sebagai
kontroller, sedangkan yang kedua adalah recorder, yang mencatat perubahan temperatur secara kontinu. Sehingga apabila terjadi perubahan temperatur maka
Temperature Indicating Controller akan memberikan sinyal ke Local Instrument Panel LOP untuk meng-ON dan meng-OFF kan ke elemen pemanas.
Kecepatan kenaikan temperatur sangat tergantung kepada jenis dari hubungan elemen pemanas yang digunakan. Hal tersebut dapat dilihat dalam
contoh perhitungan di bawah ini : Contoh : Berapakah jumlah energi listrik yang di butuhkan untuk menaikkan
temperatur molten 1
o
C, bila jumlah molten 30 ton dengan kapasitas panas aluminium 0,3 Calgr
o
C dan efisiensi dapur 30 ? Jawab :
Hs = Hm + Hf + Hg
Heff = Hs
Hm x 100 ------------- Hs =
Heff Hm
x 100
Hm = m x Cp x ∆t
Dimana : Hs = Sumber panas Kcal
Hm = Panas molten Kcal Hp = Panas dapur Kcal
Hg = Panas gas Kcal M = Massa molten gr
∆t = Perubahan temperatur
o
C Cp = Kapasitas panas aluminium 0,3 Calgr
o
C
Universitas Sumatera Utara
Maka : Hm = m x Cp x
∆t Hm = 30 x 10
6
x 0,3 Calgr
o
C x 1
o
C = 9 x 10
6
Hs = Heff
Hm x 100 =
30 Cal
10 9
6
x x 100 = 30 x 10
6
Cal = 30 x 10
3
Kcal Karena 1 Kwh = 860 Kcal
Kerja yang dikeluarkan = 860
10 30
3
x Kwh = 34,8 Kwh
1. Elemen semua pemanas hubungan Y dan Y, maka dayanya 65 Kwh + 65 Kwh = 130 Kwh
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 1
o
C = Kwh
Kwh 130
8 ,
34 = 0,26 jam
Dengan kecepatan kenaikan temperatur =
jam C
o
26 ,
1
= 3,85
o
Cjam = 0,064
o
Cmenit 2. Elemen pemanas hubungan
∆ dan Y, dayanya 195 Kwh + 65 Kwh = 260 Kwh Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 1
o
C = Kwh
Kwh 260
8 ,
34 = 0,13 jam
Dengan kecepatan kenaikan temperatur =
jam C
o
13 ,
1
= 7,69
o
Cjam = 0,128
o
Cmenit 3. Elemen pemanas hubungan
∆ dan ∆, dayanya = 195 Kwh + 195 Kwh = 390 Kwh
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 1
o
C = Kwh
Kwh 360
8 ,
34 = 0,089 jam
Universitas Sumatera Utara
Dengan kecepatan kenaikan temperatur =
jam C
o
089 ,
1
= 1,24
o
Cjam = 0,187
o
Cmenit
IV.2. Langkah penanggulangan untuk mengetahui peralatan instrument dapat bekerja dengan baik.